Selasa, 30 April 2019

“Jangan Cepat Memvonis Bencana adalah Azab dari Allah”


Buya H. Gusrizal Gazahar (Ketua MUI Sumbar)
Selama kita masih berzikir, dan masih ada di antara kita yang meminta ampun, maka itu menjadi ukuran bahwa bencana yang datang bukan azab. Jangan berburuk sangka kepada Allah.
Kabar hoaks akan terjadi gempa dan tsunami dengan magnitudo (M) 8,8 di pengujung Februari ini menyebar cepat bak sarang lebah ditabuh elang. Media sosial jadi wahana menebarkan berita bohong itu.
Sebagian warga Sumbar melahapnya. Terlanjur resah-gelisah. Rasa tenteram terusik. BMKG buru-buru membantah. “Isu itu tak benar. Hoaks. Tak ada yang bisa memastikan gempa bumi,” kata Irwan Slamet, Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Silaing Bawah-Padang Panjang.
Lalu, rumor tak bertanggung jawab itu hilang setelah dibantah BMKG. Masyarakat yang mudah memakan rumor dan kerap mengaitkan bencana sebagai “azab” dan mencocok-cocokkan dengan tanggal-tanggal tertentu dan ayat-ayat Alquran, juga masif terjadi di tengah masyarakat kita.

Menurut Buya H. Gusrizal Gazahar, Lc., M.Ag. Datuk Palimo Basa, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat, masyarakat Sumatera Barat sebagai mayoritas Muslim harus menguatkan rasa percaya diri menyikapi bencana. Allah tidak akan mengazab suatu kaum, selama masih ada di antara mereka yang meminta ampun. “Jangan terlalu cepat memonis atau meletakkan hukum bencana adalah azab dari Allah," kata Buya sembari mengutip Surat Al-Anfal Ayat 33.
"Selama kita masih berzikir, masih ada di antara kita yang meminta ampun, maka itu menjadi ukuran bahwa bencana yang datang bukan azab. Jangan berburuk sangka kepada Allah," ujarnya.
Khazanah menanyakan lebih jauh, jika bukan azab, lantas untuk apa Allah mendatangkan bencana?
“Itulah ujian. Allah berhak memberikan kita ujian,” jawab Buya.
Dalam bahasa Arab, bencana disebut “bala”. Buya menjelaskan, bala bukan bermakna azab. Ia berasal dari kata ibtila, artinya ujian. Ujian itu ada dua bentuk. Ada dalam bentuk teguran terhadap orang-orang yang durhaka agar kembali ke jalan yang benar, dan ada sebagai motivasi bagi yang taat untuk meningkatkan ketaatan.
"Jadi, kalau negeri kita ditimpa berbagai macam bencana. Padahal kita sudah berusaha memperbaiki negeri ini, maka itulah ujian. Selagi di dunia, kita tak ada yang tak diuji. Seseorang diuji sesuai dengan agamanya. Barang siapa yang kokoh agamanya, ditambah berat ujiannya. Untuk apa orang-orang yang taat diuji? Supaya hamba itu berjalan di muka bumi itu dengan tidak memikul dosa. Jika bersabar, maka ujian itu menjadi pengugur dosa-dosa kita," demikian Buya berpesan sembari mengutip hadis Nabi Besar Muhammad SAW.
Dikatakannya lebih jauh, sikap dan tindakan yang diambil oleh seorang Muslim tidak boleh terlepas dari prinsip keimanan. “Kita harus melihat bencana itu dari sisi kedatangannya. Ada yang bisa diantisipasi manusia dan ada yang berada di luar kuasa manusia.
Diutarakannya, bencana dapat diantisipasi dengan menghindari sebab-sebab yang mendatangkan bencana walaupun nanti apakah akan berhasil diantisipasi atau tidak, semuanya tergantung izin Allah.
Begitu pula dalam bencana gempa bumi dan tsunami, jelas Buya, ada ranah yang dapat diantisipasi atau disebut mitigasi. Mitigasi menghadapi gempa bumi dan tsunami dimulai dari penataan pembangunan. Bagaimana bangunan itu bisa mengantisipasi dampak gempa supaya jangan sampai menimbulkan korban jiwa.
“Jalur-jalur evakuasi tsunami dilapangkan. Hal-hal seperti itu bukan hanya boleh, tapi harus bagi seorang Muslim,” terangnya.
Dijelaskannya, ada bencana yang kita sama sekali tidak memiliki untuk mengantisipasinya. Berhadapan dengan bencana seperti itu, tidak ada jalan lain, melainkan bertawakkal kepada Allah. Kalau mengantisipasi dampak gempa kita bisa berusaha, tapi tak akan ada yang dapat menghentikan gempa.
“Yang bisa dilakukan para pakar adalah mengukur kekuatan, mencari sumber, dan memprediksi. Kan hanya itu yang bisa. Datangnya bencana, hendaknya menjadi peringatan bagi kita agar kita lebih mendekatkan diri kepada Allah. Allah berbuat apa yang Dia inginkan. Di balik perbuatan Allah, ada hikmah. Mustahil Allah berbuat abbas, sia sia. Hikmah itulah yang kita ambil,” papar pemilik dan pengelola An Nadwah, Surau Buya Gusrizal Gazahar ini.
Bencana tidak hanya menjadi ujian bagi yang terkena saja. Selamat dari bencana adalah ujian.
"Ujian bukan hanya yang terkena saja, ujian meliputi semua kita," katanya.
Jika kita terlolos dari bencana, daerah kita tak kena bencana, jangan menganggap kita tidak diuji. Baik saudara kita yang ditimpa bencana maupun kita yang selamat, kedua-duanya diuji. Yang satu diuji kesabarannya, yang satu diuji kepeduliannya. 
“Apakah kita mau taawun, yakni tolong-menolong atau tidak? Apakah dari bencana yang datang, lahir sikap membantu dan meringankan saudara? Rasulullah mengatakan, Mukmin dengan Mukmin yang lain itu ibarat satu tubuh. Jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan ikut merasakannya,” tandas Buya.
Buya mengatakan, MUI mendukung pemerintah bisa mengambil langkah-langkah serius dan terukur untuk melakukan itu semua.
"Saya rasa para ulama akan bersama dengan pemerintah, membantu sosialisasi dan melakukan edukasi pada masyarakat untuk melakukan mitigasi," kata Buya bergelar adat Datuk Palimo Basa ini.n Rahmat Denas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...