Kamis, 14 Maret 2019

Waspada Tebing Bawah Laut


Wawancara dengan Ade Edward
Tsunami akibat longsor tebing bawah laut karena Sesar Anjak yang berada di pesisir timur Pulau Siberut sampai ke pesisir barat Sumatera Barat sekitar 15 menit dan ke pesisir timur Pulau Siberut sekitar 5 menit setelah gempa dan longsor tebing bawah laut tersebut. Hal ini lebih cepat dari pada perkiraan waktu datangnya tsunami akibat gempa megathrust yang sampai ke pesisir pantai Sumbar sekitar 35 menit setelah gempa.
Terkait dengan antusiasme masyarakat Padang terhadap sosialisasi dan simulasi ancaman gempa tsunami, relatif tinggi. Kesiapan Sumbar menghadapi gempa lebih baik. Berikut wawancara dengan Ade Edward, salah seorang ahli geologi yang dimilili Sumatera Barat, berikut wawancara mendalam saya dengan Ade Edward.

Pesisir barat Pulau Sumatra, khususnya Sumatra Barat, juga berpotensi ancaman tsunami karena longsoran tebing bawah laut, serupa dengan pemicu tsunami di Selat Sunda. Bagaimana dasarnya ini?
Dari  hasil Ekspedisi Survei Kelautan Pre-Tsunami Investigation of Seismic Gap (PreTi-Gap)  penelitian gabungan yang dilaksanaka Lembaga Ilmu Pengatahuan Indonesia (LIPI) bekerja sama dengan Institut de Phsyque du Globe (IPG)  bersama peneliti dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Pusat Penelitian Geologi Kelautan Dept. Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM) serta Departemen Kelautan dan Perikanan pada 2008 mempelajari kesenjangan seismik antara Pulau Siberut dengan Pagai.
Hasil penelitian menunjukkan adanya Sesar/Patahan Anjak (Back Trust) yang aktif pada sisi timur laut Kepulauan Mentawai yang dapat menimbulkan longsor tebing bawah laut yang berpotensi menimbulkan tsunami.
Tsunami akibat longsor tebing bawah laut yang berada pada Sesar Anjak yang berada di pesisir timur Pulau Siberut sampai ke pesisir barat Sumatera Barat  sekitar 15 menit dan ke pesisir timur Pulau Siberut sekitar 5 menit setelah gempa dan longsor tebing bawah laut tersebut
Hal ini lebih cepat dari pada perkiraan waktu datangnya tsunami akibat gempa megathrust yang sampai ke pesisir pantai Sumbar sekitar 35 menit setelah gempa.
Haryadi Permana peneliti Puslit Geoteknologi LIPI menyampaikan bahwa pengetahuan soal tsunami akibat longsoran tebing bawah laut ini menjadi dasar perlunya mendesain ulang sistem peringatan dini tsunami di kawasan ini.
Masyarakat lebih siap menghadapi bencana daripada pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari pengalaman terjadinya bencana gempa bumi yang melanda Sumatra Barat sebelumnya?
Bagaimana kesiapan masyarakat dan aparat saat ini adalah hasil pengembangan mitigasi yang teah mulai dilakukan sejak awal 2005 pascagempa tsunami Aceh Desember 2004. Mitigasi bencana menghadapi ancaman gempa tsunami Sumatera Barat secara struktural dan kultural sudah dimulai. Mitigasi struktural menyiapkan antisipasi gempa tsunami seperti sarana dan prasarana sistem peringatan dini, jalan evakuasi, selter, rambu serta fasilitas Pusat Kendali Operasi Penanggulangan Bencana didukung dengan penyusunan dukumen perencanaan.
Sementara mitigasi kultural dilakukan dengan peningkatan kapasitas masyarakat dan aparat melalui pendidikan, sosialisasi, pelatihan dan simulasi serta penguatan mental spiritual keagamaan.
Selain itu, Manajemen Penanggulangan Bencana sudah disusun sedemikian rupa sejak diterbitkannya UU Nomor 24  Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana berikut peraturan turunannya.
Beberapa waktu lalu, pihak BNPB dan BMKG telah mengingatkan agar masyarakat Sumbar siap menghadapi bencana gempa dan tsunami, bagaimana pendapat Anda?
Sumatera Barat secara tektonik termasuk berada pada Jalur Cincin Api (Ring 0f Fire) yang memiliki ancaman dari keberadaan jalur subduksi (tumbukan lempeng) di barat Kepulauan Mentawai, jalur patahan Mentawai di cekungan laut antara Mentawai dengan Sumatera, jalur patahan Sumatera dengan jejeran gunung api dengan ancaman letusan dan gempa yang dapat membangkitkan tsunami. Oleh sebab itu, kesiapsiagaan dengan melakukan upaya mitigasi sebagai upaya mengurangi timbulnya korban dan kerugian , perlu dilakukan sebelum bencananya terjadi.
Lalu sejauh mana peran BPBD, Pusdalops terkait menyikapi peringatan kepala BNPB itu?
BPBD dan Pusdalops PB berkoordinasi dengan OPD atas instruksi Gebernur Sumbar telah membentuk Pokja Percepatan Mitigasi Gempa Tsunami Sumbar untuk menyiapkan perencanaan kebutuhan melengkapi infrastruktur sarana prasana antisipasi ancaman gempa tsunami serta program peningkatan kapasitas masyarakat dan aparat dalam menghadapi ancaman gempa tsunami Sumbar melalui pendidikan, sosialisasi, pelatihan dan simulasi secara lebih masif.
Kebutuhan infrastruktur sarana dan prasaran antisipasi berupa sistem peringatan dini, komunikasi darurat bencana, rambu evakuasi, jalan evakuasi, selter evakuasi serta peralatan pendukung kedaruratan.
Terkait dengan antusiasme masyarakat terhadap sosialisasi ancaman gempa tsunami, relatif tinggi. Hal ini bisa terlihat dari inisiatif kelompok masyarakat, institusi dan segmen dunia usaha yang cukup tinggi dalam menyelenggaarakn kegiatan sisialisasi di lingkungan masing masing. Di samping itu juga sosialisasi melaui berbagai saluaran media cetak elektronik dan televisi serta sosial media yang rutin menampilkan hal hal terkait kesiapsiagaan bencana.  
Melihat dan menelisik besarnya dampak akibat gempa pada 30 September 2009 lalu di Sumatra Barat, serta tingginya jumlah korban baik meninggal maupun luka, kepanikan, dan jalur evakuasi yang macet total, bukankah ini gambaran kesadaran mitigasi masih rendah. Apakah statemen ini bisa diterima?
Banyaknya jumlah korban sekitar 1.200 jiwa pada gempa  Sumbar pada 2009 dengan kekuatan 7,6 SR lebih disebabkan karena bangunan yang belum aman gempa serta terjadinya longsor pada perbukitan di perkampungan yang di luar perkiraan semua pihak.
Memandang jumlah korban sangat relatif tetapi bila dibandingkan dengan gempa Bantul pada 2006 dengan kekuatan 6,4 SR yang menimbulkan korban sekitar 6.000 jiwa dikarenakan kualitas bangunan yang kurang aman gempa bisa disimpulkan kesiapan Sumbar menghadapi gempa lebih baik.
Secara umum kesiapan Sumbar lebih baik daripada daerah lain di Indonesia. Ini bisa dilihat dari kesiapan infrastruktur dan sarpras kesiapsiagaan. Sumbar saat ini memiliki banguan selter, jalan evakuasi, sirine diseminasi tsunami terbanyak di Indonesia.
Selain itu, sistem peringatan dini tsunami tidah efektif sejak 2012 sehingga terjadi keterlambatan informasi yang harus segera disampaikan kepada masyarakat.
Untuk itu sistem peringatan dini tsunami Sumatera Barat sedang disiapkan untuk dilakukan revitalisasi terhadap sistem yang telah ada dan dilengkapi pembangunan yang baru sesuai kebutuhan menyeluruh pada 7 kabupaten/kota.n
Pewawancara Nasrul Azwar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...