OLEH Nasrul Azwar
Sahar Bagindo Sutan atau Sahar BS |
Sepanjang kariernya di dunia kewartawanan,
Sahar Bagindo Sutan atau lebih dikenal dengan nama Sahar BS banyak menerima
penghargaan dari pelbagai lembaga berkaitan dengan capaian dan prestasi sebagai
wartawan.
Penghargaan yang dia terima antara lain, “Medali
15 Tahun Kesetiaan Menjalani Profesi Wartawan dari LKBN Antara, Penghargaan 30 Tahun Kesetiaan Profesi dari PWI Pusat (2006),
dan Penghargaan Purna Bakti PWI Pusat dari PWI Sumbar (2008).
“Masih banyak piagam perhargaan lainnya yang
diterima Papa tapi karena banjir bencana gempa bumi, berkas arsip dan piagam itu
rusak dan hancur. Hanya ada 3 piagam itu yang masih tersimpan pada putra-putri
Papa,” kata Fifi Suryani, anak keempat dari delapan bersaudara pasangan suami-istri
Sahar BS dan Yuniar ini kepada penulis, akhir November 2017 lalu.
Menurut Fifi, yang kini mengikuti jejak orang
tuanya sebagai wartawan, orang tuanya ini mengawali karier sebagai wartawan
pada surat kabar harian Aman Makmur
selama dua tahun.
“Papa bergabung dengan Kantor Berita Antara mulai tahun 1973. Selanjutnya
Papa bertahan di Antara dan menjadi Kepala
Biro Antara Sumatera Barat selama 12
tahun sejak 1982-1994 hingga pensiun,” terang Fifi yang kini redaktur di Harian Tribun Jambi.
Sahar BS lahir di Sicincin, Kabupaten Padang
Pariaman, 2 Februari 1939. Ketua PWI Cabang Sumatera Barat periode 1993-1997
ini meninggal dunia karena sakit di usia 67 tahun pada 23 Mei 2006 lalu.
Sosok Sahar BS dikenal luas sebagai pribadi
yang sederhana dan setia pada profesinya, serta selalu menjaga kredibilitas dan
komitmen dan etika kewartawanan. Selain
itu, Sahar BS salah wartawan senior yang tergolong tidak pelit berbagi ilmu dan
pengalaman dengan wartawan-wartawan pemula atau yunior.
Syamsuardi Sjamsuddin, wartawan yang berkarier
di Haluan sejak 1982, salah seorang
yang merasakan bagaimana kedekatan Sahar BS dengan wartawan-wartawan muda,
termasuk dirinya.
“Selama menjalani karier sebagai wartawan muda,
terutama pada dekade 1980-an, saya mengenal Pak Sahar BS sebagai seorang
wartawan yang setia dengan profesinya. Sosok yang sederhana dan seorang
wartawan yang punya harga diri,” kata Syamsuardi Sjamsuddin di pengujung
pekan terakhir Desember 2017 ketika
ditanyakan kesannya tentang Sahar BS.
Syamsuardi Sjamsuddin mengaku, banyak pelajaran
yang dia dapat dari Sahar BS sebagai seorang wartawan senior di era 80-an itu.
“Beliau seorang profesional dan sopan
(beretika) dalam setiap berhubungan dengan narasumber, terutama para pejabat.
Sebaliknya, para pejabat menghargai kehadiran beliau sebagai seorang
wartawan. Beliau sangat mentaati kode
etik profesi wartawan sehingga ia sangat dihormati,” tambah pria kelahiran Pasa
Baru, Cupak Tangah, Pauh, Padang, pada 9 Agustus 1956 ini.
Menurut wartawan yang pernah dibina almarhum
Masri Mardjan dan Beny Aziz saat memulai karier di Haluan sebagai wartawan muda ini, kepribadian dan profesionalisme
Sahar BS tak berbeda dengan Chairul Harun, Anas Lubuk, Kamardi Rais Datuak
Panjang Simulie, Nasroel Siddik, Marthias Dusky Pandoe, yang bisa dikatakan
satu angkatan di era itu.
“Wartawan-wartawan senior ini sering berdiskusi
tentang apa saja di Kantor PWI Sumbar di Jalan Bagindo Aziz Chan. Saya selalu
menyimak dan banyak pengalaman yang didapat,” terang Syamsuardi Sjamsuddin yang
banyak berkiprah di Kota Bukittinggi ini.
Syamsuardi Sjamsuddin mengaku beberapa kali bersama
Sahar BS meliput berbagai peristiwa.
“Beliau sebagai wartawan Antara dan saya dari Haluan.
Perjalanan ke lapangan bersama beliau bagi saya saat itu sangat membanggakan.
Dan sekaligus saya belajar dari beliau,” cerita sosok yang hingga kini terus
menulis kendati secara organik pensiun dari Haluan
pada 2012 lalu.
Beberapa kali perjalanan jurnalistik itu, ada
tiga hal penting dari pribadi Sahar BS yang menurut Syamsuardi Sjamsuddin sangat
berharga sebagai teladan bagi wartawan muda yang akan menempuh karier di dunia
jurnalistik ini.
“Pertama, beliau seorang profesional yang setia
pada pekerjaannya sebagai wartawan. Kedua, penampilan beliau sederhana, namun
tetap rapi dan dandy serta menjaga
etika dan sopan santun. Ketiga, teguh memegang komitmen dan selalu menjaga harga
diri sebagai seorang yang berprofesi jurnalis,” papar Syamsuardi Sjamsuddin,
yang menyelesaikan S1 di STISIPOL Bukittinggi pada 1994 ini.
Sementara
itu, Wannofri Samry, yang pernah menjadi wartawan Antara saat Sahar BS menjabat Kepala Biro Sumbar, yang kini pengajar
di Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Padang menilai, Sahar BS adalah wartawan yang sederhana dan teliti,
serta tidak menyukai wartawan yang lamban dalam menulis berita.
“Pak
Sahar mengedepankan akurasi dalam menulis berita. Beliau sosok wartawan yang
sederhana tapi berdisiplin. Pak Sahar sering mengatakan, berita yang baik itu
ditulis lugas dan tidak
bertele-tele. Seorang wartawan juga
mesti cepat dan tangkas dan menulis berita,” terang Wannofri Samry yang maraih
doktor tentang sejarah pers Sumatera di Malaysia ini saat menuliskan kesannya
tentang “mantan bosnya” ini.
Selain
itu pula, tambah Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia untuk Sumbar ini, Sahar
BS juga dikenal sebagai sosok Kepala Biro Antara
yang mewajibkan wartawannya membaca surat-surat kabar setiap pagi dan
menindaklanjuti berita-berita yang perlu dilanjutkan.
“Setiap
wartawan harus ikut rapat setiap pagi di kantor. Rapat ini gunanya agar
wartawan mengerti apa yang akan dicari di lapangan lalu paham apa yang ditulis.
Beliau sangat tidak suka berita yang mengandalkan dari pidato seorang pejabat
atau relis humas,” terang Wannofri yang merasakan kedisiplinan dan tata kerja profesional Sahar BS.
Haryanto Soekardi, yang kini bekerja di salah
satu perusahaan BUMN di Pekanbaru, yang mengaku pernah bersentuhan langsung
dalam kerja kewartawanan, dalam sebuah blognya,
juga mengisahkan kesannya terhadap wartawan yang sederhana ini.
Pada awal 1991, tulis Haryanto Soekardi, dia
mendatangi LKBN Antara Biro Sumatera
Barat untuk keperluan melamar kerja sebagai wartawan.
“Saat itu, setelah tamat kuliah, LKBN Antara Biro Sumatera Barat sedang
mencari orang yang berminat berkarir di dunia jurnalistik. Atas ajakan teman
saya melamar ke Antara dan menemui
Pak Sahar BS,” cerita Haryanto Soekardi.
Setelah menemui Kepala Biro Antara itu, dan menjelaskan latar
belakang pengetahuan menulis yang minim, Haryanto Soekardi diterima sebagai
wartawan magang dengan catatan agar mau belajar dan bekerja keras.
“Selama dua tahun saya dibina dan dididik Pak
Sahar dengan penuh disiplin dan menanamkan
sikap profesionalisme terhadap tugas yang diberikan. Saya bisa menulis
karena Pak Sahar,” katanya.
Sahar BS pernah menempuh pendidikan di Jurusan
Sejarah FKIP Unand, namun terpaksa berhenti karena dia lebih mengutamakan adik
laki-lakinya agar bisa selesai di sekolah Telkom saat itu.
“Papa berhenti kuliah karena keterbatasan biaya
dari orang tua. Beliau mendahulukan adiknya. Kendati tak selesai kuliah dan tak
bisa meraih gelar sarjana, Papa mewujudkan cita-citanya kepada anak-anaknya.
Alhamdulillah, 7 dari 8 anaknya berhasil menyelesaikan pendidikan tinggi. Anak
ketiganya bahkan bisa menamatkan jenjang pascasarjana,” terang Fifi Suryani.
Fifi Suryani mengisahkan, kesulitan keuangan
sangat dirasakan keluarga ini ketika lima putra-putri Sahar BS menempuh
pendidikan tinggi atau kuliah dalam rentang yang sama.
“Saat itu tahun 1996, kesulitan sangat
dirasakan saat 5 anak Papa kuliah sekaligus. Yang sulung kuliah di Fakultas
Ekonomi Universitas Eka Sakti, yang kedua Fakultas Ekonimi UBH, ketiga Faperta
Unand, keempat FSUA dan kelima di Politeknik Teknologi Unand. Tapi semua bisa
dilalui dengan baik,” kisahnya.
“Anak Papa yang keenam, masuk kuliah di FEUA
pada tahun 1998, setelah dua orang kakaknya menyelesaikan kuliah. Anak yang
ketujuh hingga SMA dan si bungsu di FT UNP,” tambah Fifi Suryani.
Daftar Acuan
1.
Bincang-bincang dengan Fifi Suryani, anak
almarhum pada awal akhir November 2017
2.
Bincang-bincang dengan Syamsuardi Sjamsuddin,
wartawan Haluan, pertengan Desember
2017
3.
Bincang-bincang dengan Dr Wannofri Samry,
M.Hum, dosen dan peneliti pers
4.
http://haryantosoekardi.blogspot.co.id/2015/11/menulis-itu-menyenangkan.html
x
Sprzedaż dom KUPUJĄCY NIE PŁACI PROWIZJI!
BalasHapus