Selasa, 01 Mei 2018

Kepemimpinan Masyarakat Minangkabau


OLEH Buya Masoed Abidin (Ulama)
Di bawah ini adalah sebuah penjelasan model kepemimpinan dalam suatu masyarakat di Minangkabau, Sumatera Barat, yang masih dipraktekan sampai hari ini.
Kepemimpinan yang mengutamakan kebajikan dan kebijaksanaan ini bersumber kepada kitabullah dan sunnah, tanpa mempertentangkan adat dan agama tapi menyatukannya dalam bentuk kepimpinan yang telah mengakar pada kondisi masyarakat Nusantara, jadi bukan dipaksakan dari budaya Spanyol ataupun Arab dan juga bukan kepemimpinan model demokrasi yang tidak lain adalah pintu belakang dari kapitalisme global (jaringan lintah darat perbankan), dimana praktek riba dihalalkan atas nama ‘suara rakyat’.

Bagi masyarakat Minang dalam melaksanakan “Adaik Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah disimpulkan lagi dengan Kalimat “Syara’ mangato Adaik mamakai” yang artinya Islam mengajarkan, memerintahkan menganjurkan sedangkan Adat melaksanakannya, dalam arti yang sesungguhnya bahwa Islam di Minangkabau diamalkan dengan gaya adat Minang dan serta jelas adat Minang dilaksanakan menurut ajaran Islam dengan landasan dan acuan dari Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam yang intinya bahwa “Adat Minangkabau Itu Adalah Agama Islam”.
Penghulu dan Ninik Mamak di Minangkabau
Penghulu (dalam bahasa Minang disebut Pangulu) dan ninik mamak di Minangkabau mempunyai peranan yang sangat penting dan menentukan dalam kekuatan kekerabatan adat Minang itu sendiri, tanpa penghulu dan ninik mamak suatu nagari di Minangkabau diibaratkan seperti kampung atau negeri yang tidak bertuan karena tidak akan jalan tatanan adat yang dibuat: Elok nagari dek pangulu sumarak nagari dek nan mudo.
Pangulu berasal dari kata pangka dan hulu (pangkal dan hulu). Pangkal artinya tampuk atau tangkai yang akan jadi pegangan, sedangkan hulu artinya asal atau tempat awal keluar atau terbitnya sesuatu, maka pangulu di Minangkabau artinya yang memegang tampuk tangkai yang akan menjadi pengendali pengarah pengawas pelindung terhadap anak kemenakan serta tempat keluarnya sebuah aturan dan keputusan yang dibutuhkan oleh masyarakat anak kemenakan yang dipimpin pangulu, Tampuak tangkai didalam suku nan mahitam mamutiahkan tibo dibiang kamancabiak tibo digantaiang kama mutuih
Pengertian Ninik Mamak
Ninik mamak adalah merupakan satu kesatuan dalam sebuah lembaga perhimpunan Pangulu dalam suatu kanagarian di Minangkabau yang terdiri dari beberapa Datuk-datuk kepala suku atau pangulu suku atau kaum yang mana mereka berhimpun dalam satu kelembagaan yang disebut Kerapatan Adat Nagari (KAN).
Di antara para datuk-datuk atau ninik mamak itu dipilih salah satu untuk menjadi ketuanya itulah yang dinamakan Ketua KAN. Orang-orang yang tergabung dalam KAN inilah yang disebut ninik mamak, Niniak mamak dalam nagari pai tampek batanyo pulang tampek babarito.
Pengertian Datuak (Datuk)
Datuak (Datuk) adalah gelar pusako adat dalam suatu suku atau kaum yang diberikan kepada seseorang dalam suku atau kaum itu sendiri dengan dipilih atau ditunjuk dan diangkat oleh anak kemenakan suatu suku atau kaum yang bersangkutan melalui upacara adat dengan syarat-sayarat tertentu menurut adat Minang.
Seorang Datuak dia adalah panghulu dalam suku atau kaumnya dan sekaligus menjadi ninik mamak dalam nagarinya, dengan pengertian yang lebih rinci lagi: Datuak gelarnya, Panghulu Jabatannya dan Ninik mamak lembaganya dalam nagari.
Sebagai Datuak dia harus menjaga martabatnya karena gelar datuak yang disandangnya adalah gelar kebesaran pusaka adat dalam suku atau kaumnya, banyak pantangan dan larangan yang tidak boleh dilanggar oleh seseorang yang bergelar datuak dan tidak sedikit pula sifat-sifat positif yang wajib dimilikinya.
Sebagai Panghulu dia harus tau tugas dan tanggung jawabnya terhadap saudara dan kemenakannya dalam membina, mengayomi, melindungi dan mengatur pemanfaatan harta pusaka tinggi dan tanah ulayat untuk kemakmuran saudara dan kemenakannya, namun dia juag harus tetap menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga di rumah tangganya terhadap anak dan istrinya: Anak dipangku jo pancarian, kamanakan dibimbiang jo pusako.
Sebagai anggota Ninik Mamak dia adalah perwakilan dari kaumnya (dalam istilah Minang disebut Andiko) dalam pemerintahan nagari yang mewakili konstituennya untuk menyampaikan dan memperjuangakan aspirasi kaum yang dipimpinnya serta untuk membantu menyelesaikan berbagai permasalahan yang timbul pada anak kemenakannya dalam nagari: Andiko didalam kampuang kusuak nan kamanyalasai karuah nan kamampajaniah.
Berbagai permasalahan anak kemenakan yang berhubungan dengan hidup bernagari dan berkorong kampung dibahas oleh ninik mamak dari berbagai pengulu kepala suku atau atau datuk – datuk kaum bersama alim ulama cerdik pandai serta pemerintahan nagari di Balai Adat yang disebut Balerong dalam Kerapatan Adat Nagari (KAN): Balerong ditanah Minang tampek duduk nak samo randah, tampek tagak nak samo tinggi, tampek duduak bajalan baiyo, tampek tagak bakato bamolah, tampek manjari bana nan saukua nak tibo kato dimufakat, tampek mahukum nak samo adia, tampek mambagi nak samo banyak.
Hasil musyawarah dan mufakat inilah yang dijadikan pedoman dalam menata kehidupan bermasyarakat di dalam suatu kenagarian dan disinilah dirumuskan Adat nan diadatkan beserta  adat istiadat yang disesuaikan dengan kebutuhan situasi kondisi serta perkembangan masyarakat dan kemajuan zaman yang tentunya tetap mengacu kepada landasan: Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah.
Dalam melaksanakan tugasnya Pangulu dipanggil dengan sebutan Urang nan gadang basa batuah, dia gadang pada kaumnya dia basa pada sukunya dan dia batuah dalam nagari, gadang dalam kaumnya artinya seorang pengulu dia dibesarkan atau dituakan selangkah dalam kaumnya, dan basa pada sukunya artinya dia menjadi panutan, pemimpin pengatur dalam sukunya, sedangkan batuah dalam nagari artinya seorang pangulu karena dia ninik mamak maka apa-apa yang dikatakan dan diperbuatnya juga menjadi acuan sehingga dia disegani dan dihormati dalam nagari.
Seorang panghulu adalah pucuk pimpinan dalam kaumnya pada suatu unit pemerintahan dalam nagari, panghulu dibantu oleh tiga unsur perangkat adat, yaitu:
Malin yang membidangi persoalan agama; Manti sebagai pelaksana kebijakan; Dubalang yang bertanggung jawab terhadap keamanan. inilah yang disebut urang nan ampek jinih, yaitu Panghulu, Malin, Manti dan dubalang.
Memilih dan mengukuhkan seorang Panghulu atau Datuak. Seorang Datuak atau panghulu dipilih dan diangkat apabila terjadi beberapa hal dalam suatu suku atau kaum:
Apa bila Datuak atau Panghulu yang terdahulu talah meninggal dunia _(Patah tumbuah hilang baganti).
Apa bila Datuak atau Panghulu yang saat ini sedang menyandang gelar datuak telah berusia lanjut atau dalam keadaan sakit berat dan tidak mungkin atau sanggup lagi untuk menjalankan tugas-tugasnya sebagai Datuak atau Panghulu. (Hilang dicari lapuak diganti).
Apa bila Datuak yang sedang menyandang gelar Datuak atau Panghulu saai ini mengundurkan diri minta diganti. (Malatak-an gala).
Apa bila terjadi pelanggaran moral, adat dan agama serta hukum yang berlaku lainnya oleg orang yang menyandang gelar Datuak atau Panghulu saat ini dan anak kemenakan sepakat untuk menggantinya. (Mambuek cabuah jo sumbang salah).
Kalau ada Datauk atau panghulu yang sudah lama tidak di angkat karena sesuatu hal dan saat ini sudah memnuhi syarat untuk diangkat (Mambangkik Batang Tarandam).
Dalam tatanan adat Minangkabau ada 2 cara memilih seorang pangulu atau datuak:
Menurut adat Suku Bodi Chaniago dan pecahannya (banyak lagi nama suku suku yang lain pecahan dari suku asal Bodi dan Chaniago ata Koto Piliang) seorang pangulu atau datuak dipilih secara musyawarah mufakat oleh anak kemenakan suku tersebut berdasarkan syarat-syarat tertentu dengan mempertimbangkan mungkin dan patut, dalam istilah adat disebut: Hilang dicari lapuak diganti, duduak samo randah tagak samo tinggi, duduak saamparan tagak sapamatang.
Menurut adat suku Koto Piliang dan pecahannya seorang panghulu atau datauak dipilih berdasarkan keturunan dan pergiliran gelar panghulu tersebut dalam suku atau kaum itu berdasarkan syarat-syarat tertentu dengan mempertimbangkan mungkin dan patut, dalam istilah adat disebut: Ramo ramo sikumbang jati katik endah pulang bakudo, patah tumbuah hilang baganti pusako lakek kanan mudo”, rueh tumbuah dimato.
Syarat-syarat seseorang dipilih menjadi seorang pangulu atau datuak :
Memenuhi 4 sifat Nabi, yakni sidik, tabligh, amanah, dan fathanah.
Kemudian memiliki kearifan antaranya, loyalitas yang tinggi terhadap kaum, suku, anak kemenakan dan nagari.
Berilmu pengetahuan tentang adat dan agama dan lain lain.
Adil dalam memimpin anak kemenakan dan keluarga.
Berani dalam menegakkan kebenaran dan mencegah kebathilan.
Taat menjalankan ajaran agama dan adat.
Tidak cacat moral dimata masyarakat dalam nagari.
Mungkin dan patut, ini yang paling dipertimbangkan, karena ada orang yang mungkin tapi tidak patut, dan ada yang patut tapi tidak mungkin, contohnya adalah ada orang yang memenuhi syarat-syarat diatas tetapi di hidup di rantau yang jauh, di mungkin menjadi panghulu tetapi tidak patut karena dia jauh dirantau sedangkan dia akan mengayomi dan mengurus anak kemenakannya dikampung, atau ada yang tinggal dikampung namun tidak memenuhi syarat jadi panghulu, dia patut jadi panghulu tapi tidak mungkin karena kurang persyaratan, yang masuk menurut logika, batamu mungkin jo patuik sasuai ukua jo jangko takanak barih jo balabeh lah tibo wakatu jo musimnyo disitu alek dibuek.
Seorang penghulu dalam masyarakat Minangkabau sebenarnya bukanlah sembarang orang, tetapi adalah orang-orang pilihan.
Untuk bisa diangkat sebagai seorang penghulu harus memenuhi beberapa kriteria dan persyaratan yang melekat pada diri orang bersangkutan. Artinya, syarat-syarat seorang penghulu itu tidak ditentukan oleh syarat-syarat sebagaimana adanya pada pemimpin formal (pemerintahan).
Seseorang untuk diangkat menjadi panghulu untuk memimpin kaumnya harus terdapat beberapa sifat dan martabat seorang panghulu.
Budi yang baik dan bicaranya yang halus merupakan sisi yang tidak bisa diabaikan dari sosok seseorang untuk bisa diangkat menjadi penghulu di kaumnya.
Dalam hal ini sosok panghulu itu tergambar dari sifat dan martabat yang ada pada seorang panghulu.
Adapun martabat seorang penghulu di Minangkabau, yaitu: Pertama, berakal dan kuat pendirian; Kedua, berilmu, berpaham, berma’rifat; Ketiga, ujud yakin, tawakal pada Allah; Keempat, kaya dan miskin pada hati dan kebenaran; Kelima, murah dan mahal pada laku dan perangai yang berpatutan; Keenam, hemat dan cermat, mengenai awal dan akhir; Ketujuh, ingat dan ahli pada adat.
Dengan martabat seorang penghulu yang demikian, maka wajarlah apabila dalam masyarakat Minagkabau seorang penghulu sangat disegani dan dihormati, terutama oleh kaummnya.
Di samping sifat tersebut, seorang panghulu seperti telah disebutkan di atas harus memakai *sifat yang empat*, dan menyempurnakan dengan syarat yang kelima yakni: Pertama Siddiq.  Artinya benar dan tidak merubah yang benar kepada yang salah. Kedua Tabligh, kuat berbuat pada kebaikan . Seorang penghulu menyampaikan hukum syarak kepada seluruh rakyat ataukaum kerabatnya.  Ketiga Amanah, memperbaiki parak parik pagar nageri (memelihara negeri). Seorang penghulu tidak menyembunyikan hukum syarak kepada yang sepatutnya.
Kempat,  Fathanah. Kesempurnaan cerdik dan kuat menghasilkan pekerjaan negeri seorang penghulu memelihara agama dan harta, dalam hubungan ini soal memelihara agama itu ada empat perkaranya, yakni; Iman, Islam, Tauhid dan Ma’rifat.  Kelima menyelesaikan benang kusut dalam nagari  sama kepada anak buah, dan sama kepada handai tolan serta kaumnya.
Dengan demikian, dari eksistensi, martabat serta sifat dari seorang penghulu dalam masyarakat adat Minangkabau seperti yang dikemukakan di atas, bisa dibayangkan betapa sejuknya kehidupan suatu kaum di Minangkabau di bawah kepemimpinan penghulunya.
Artinya, seorang panghulu tidaklah seorang penguasa melainkan seorang pemimpin. Meskipun kemudian masih bisa diperdebatkan, adakah sosok ideal yang sempurna danseratuspersen dari seorang penghulu dengan martabat dan sifat penghulu yang demikian ? Mungkin.
Tetapi, setidaknya nilai-nilai itu harus ada sekalipun terdapat sisi lebih dan kurang, tetapi ukur dan jangkanya terhadap seseorang penghulu itu sudah ditetapkan.
Kemudian yang kita lihat dalam keseharian dari martabat dan sifat penghulu itu adalah kadarnya. Apalagi dalam konteks ini seorang penghulu timbul dari mufakat dan ini yang kemudian membedakannya dengan pemimpin formal yang timbul dari suatu pemlihan dalam perebutan kekuasaan.
Dalam masyarakat Minangkabau yang sejati, seorang penghulu memimpin kaumnya adalah kehendak kaumnya. Seseorang tidak bisa menjadi penghulu karena kehendak dirinya.
Bahwa sifat-sifat seorang panghulu seperti dikemukakan di atas ditambah lagi sifat penghulu itu dengan cerdik, tahu dan pandai serta fasih lidahnya berkata-kata dengan lunak lembut yang menjadi kunci bagi hati segala manusia.
Setelah pangulu dipilih dengan musyawarah mufakat secara adat antara anak kemenakan dalam suatu suku atau kaum maka segenap anak kemenakan atau kaum tersebut mempersiapkan acar pengukuhan pada sebuah upacara adat perjamuan Baralek gadang dalam nagari dan ini disebut malewakan kanan rami, bia basuluah mato hari bagalanggang mato rang banyak.
Dalam perjamuan baralek gadang pengukuhan seorang panghulu terdapat beberapa symbol-simbol adat diantaranya adalah mambantai kabau, kabau didabiah tanduak dibanam darah dikacau dagiang dilapah  (menyembelih kerbau, kerbau disembelih, tanduk ditanam, darah dikacau daging dimakan) pengertian menyembelih kerbau adalah membunuh sifat-sifat kebinatangan yang ada dalam diri seorang panghulu.
Tanduk ditanam artinya membuang sifat-sifat hewani yang cendrung melukai dan membinasakan dari jiwa seorang panghulu pemimpin adat.
Sedangkan pengertian darah dikacau adalah mendinginkan darah yang panas dalam hati seorang pemimpin karena seorang panghulu harus berjiwa teduh mengayomi dia harus tau kalau dia adalah pemimpin tidak boleh berhati dan berdarah panas dalam menghadapi orang yang dipimpinnya.
Pengertian daging dilapah adalah bahwa seorang ninik mamak dia adalah tempat mengadu anak kemenakannya dikala susah dan kelaparan, dengan harta pusaka tinggi dan ulayat yang diaturnya adalah untuk kemakmuran anak kemenakannya, “Kok panghulu lai dinan bana bumi sanang padi manjadi taranak bakambang biak anak kamanakan basanang hati urang kampuang sato manyukoi”.
Marawa dipancangkan (mengibarkan umbul-umbul) dimedan perhelatan.
Marawa 3 warna: kuning, merah dan hitam berdiri kokoh menjulang tinggi ke udara namun ujungnya menjulai tunduk ke bawah dengan pengertian: Warna kuning melambangkan kekuasaan seorang panghulu (mahukum adia bakato bana). Warna merah melambangkan keberanian (barani karano bana, takuaik karano salah).  Warna hitam melambangkan kesabaran dan ketabahan seorang panghulu dalam mengahadapi anak kemenakannya.
Berdiri kokoh menjulang tinggi artinya seorang panghulu harus mempunyai wibawa dan kharismatik di tengah-tengah kaum dan masyarakat dalam nagari.
Ujung marawa menjulai tunduk ke bawah melambangkan walau panghulu orang yang ditinggikan seranting dan didahulukan selangkah namun dia tetap harus melihat kebawah memperhatikan dan mengayomi orang yang dipimpinnya dengan rendah hati memakai ilmu padi semakin berisi semakin tunduk.
Malatuihan badia sadantam (meletuskan bedil sedantam) nan gaganyo karonggo bimi dantangnyo sampai kalangik (gegernya kerongga bumi gaumnya sampai ke langit) itulah ikrar seorang panghulu kepada manusia dan janjinya kepada Allah sebagai sumpah jabatan yang mesti dipertanggung jawabkan.
Kedaulatan Seorang Datuak atau Pangulu
Kedaulatan seorang datuak atau panghulu di Minangkabau tidak lebih seperti kekuatan seorang ketua sebuah organisasi dia ada karena dipilih dan diangkat oleh kaumnya  “nan diamba gadang dianjuang tinggi”,  gadangnyo karano diamba tinggunyo karano dianjuang, apa bila anak kemenakan meninggikan dia maka tinggilah dia, tinggi dimata anak kemenakan dan tinggi dimata urang nagari tapi kalau anak kemenakan sudah tidak menghormatinya lagi maka dengan sendirinya hilang pulalah kehormatan seorang datuak atau panghulu.
Pemberhentian seorang Datuak atau panghulu tidaklah harus menunggu satu priode masa jabatan karena tidak ada batasan masa jabatan seorang Panghulu atau datuak di Ranah Minang, kalau seorang datuak atau panghulu telah berbuat sumbang salah menurut adat dan agama maka gelar datauak atau pengulunya sudah bisa dilucuti atau diberhentikan jadi datauak atau pangulu dan menggantinya dengan yang lain.  “Kalau punco mararak ulu kalau pasak mambaok guyah kalau tungkek mambaok rabah mohon datuak baganjua suruik banyak nan lain kapangganti”.
Batasan antara Datuak atau Panghulu dengan anak kemenakan yang dipimpinnya hanyalah sebatas kejujuran dalam mungkin dan patuik, oleh sebab itu maka seorang pangulu haruslah adil dan bijak sana dalam memimpin anak kemenakannya,  “Jikoklah tagak dinan cupiang manampuah jalan baliku, bakato indak dinan bana, mahukum indak dinan adia mambagi bak kato surang disinan baju balipeknyo mamak diganti jonan lain”.
Kekuasaan ninik mamak dalam adat Minangkabau hanyalah  *“tinggi sarantiang jumbo-jomboan sarangguik runtuah badaram, didahulukan cuman salangkah bajarak tungkai-tungkaian sahambua lompeklah tibo sadatiak wakatu nampak satitiak salah basuo baitu ukua jo jangko di dalam alam Minangkabau”.
Seorang panghulu yang sebenar-benarnya penghulu tumbuh dan berkembang dalam konteks fisolofi kepemimpinan dan bukan dalam konsteks kekuasaan.
Seorang panghulu sebagai pemimpin bagi kaumnya, menempatkan kekuasaan itu adalah menjadi urusan yang kesekian dan agaknya hanya penunjang bagi menjalankan amanah kepemimpinan yang dipikulnya. Karena kekuasaan bagi seorang panghulu lahir secara alamiah dan hal itu terpancar dari martabat dansifat-sifat yang harus dimilikinya.
Kewibawaan dan keseganan pada panghulu bukan karena dia punya kekuasaan, tetapi karena kepemimpinan panghulu itu terdapat kandungan martabat dan sifat yang ada dalam dirinya.
Namun demikian di tangan panghulu berhimpun kekuasaan yang besar dalam menjalankan tugas membimbing dan mengatur anak kemenakannya, ninik mamak mampunyai fungsi eksekutif sebagai pelaksana kekuasaan, fungsi legislatif sebagai pembuat aturan dan fungsi yudikatif sebagai pengambil keadilan, fungsi ini dilakukan oleh ninik mamak yang disebut “uarang nan ampek jinih” (panghulu, malin, manti dan dubalang) yang mana pangulu sebagai koordinatornya.
Itulah sebabnya panghulu dan urang nan ampek jinih disebut  Bak kayu gadang ditangah koto ureknyo tampek baselo batangnyo tampek basanda dahannyo tampek bagantuang daun rimbunnyo tampek bataduah, tampek bahimpun hambo rakyat, pai tampek batanyo pulang tampek babarito, sasek nan kamanyapo tadorong nan kamanyintak, tibo dikusuik kamanyalasai tibo dikaruah mampajaniah, mahukum adia bakato bana.”
Panghulu dan ninik mamak adalah ulil amri yang wajib ditaati dan dipatuhi karena dia adalah pemimpin yang dipilih oleh anak kemenakannya sendiri  Tutua sakapa digunuangkan kakok satitiak dilauikkan” dia dimuliakan dihormati dan dijaga martabatnya oleh anak kemenakannya karena panghulu di Minangkabau adalah lambang kebesaran suatu suku atau kaum yang wajib dijaga dan dimuliakan.
Namun Panghulu dan ninik mamak bukanlah seperti raja-raja yang harus disembah dan dipuja setinggi langit dan dia tidak boleh dikultuskan seperti dewa-dewa bangsa lain, di Minang Kabau tidak ada istilah bangsawan walaupun dia seorang datuk apalagi hanya keturunan datuk, di Minang Kabau semua derajat manusia sama tidak ada bedanya, pemimpin adat hanyalah ditinggikan seranting didahulukan selangkah dan dituakan dalam kaum.
Dalam pakaian panghulu mulai dari Salauk (Tutup kepala) baju, salempang, celana, keris, ikat pinggang dan sandal semuanya mempunyai arti dan makna yang sangat luas untuk dipahami oleh seorang yang bergelar Datuak atau pengulu.
Tatanan masyarakat Minangkabau memakai falsafaf “Kamanakan barajo ka mamak, mamak barajo kapangulu, pangulu barajo kamufakat, mufakat barajo kanan bana, bana badiri sandirinyo, itulah inyo hukum Allah”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...