OLEH Sondri BS (Budayawan)
Apakah sesungguhnya ideologi orang Minang? Sampai
sekarang orang Minang dapat digambarkan sebagai orang-orang yang dinamis dari
cara berpikir. Orang-orang Minang mudah beradaptasi dengan perubahan dan
hal-hal yang bersifat pembaharuan. Namun di sisi lain ada juga orang Minang menunjukan sikap konservatif
terhadap perubahan dan hal-hal baru yang datang. Elastisitas berpikir orang
Minang menjadi ruang bagi tumbuhnya berbagai paham dan ideologi.
Sepintas lalu dalam masyarakat Minang dapat kita temukan
beberapa falsafah dan sistem yang akan menjadi dasar ideologi-ideologi orang
Minangkabau. Minangkabau mengenal dua kelarasan besar yang menjadi induk sistem
kesukuan. Kelarasan tersebut cenderung diidentikan sebagai sistem mini ketatanegaaan.
Bodi Caniago sebagai gambaran yang demokratik dan Koto Piliang sebagai gambaran
sistem otokratik. Kedua sistem ini berjalan di tengah masyarakat nagari dan
membentuk sistem adat di nagari-nagari.
Dalam ke dua sistem tersebut masyarakat Minangkabau tetap
menganut paham sosialis yang ditandai dengan adanya kepemilikan komunal
terhadap aset dan sumber daya yang disebut sebagai pusako atau ulayat kaum.
Selain aset komunal suku banyak nagari juga memiliki ulayat nagari. Secara sosial dan budaya sistem
ekonomi sosialis ini juga diikat dalam tatanan sosial yang terorganisasi dalam
sistem kesukuan. Setiap kaum atau suku dikepalai oleh seorang penghulu yang
kemudian dilengkapi oleh beberapa pembantu atau pemangku adat lainnya. Penghulu
inilah pimpinan dari seluruh sistem dan sturktur dalam suku yang akan memimpin
kehidupan kemenakan kaumnya.
Bila kita bandingkan dengan penguasaan sumber daya pada
negara sosialis, maka suku-suku Minangkabau ini adalah cerminan sistem sosialis
dimana sumber daya yang disebut pusako itu dikuasai atas nama kaum. Anggota
suku hanya diberi hak untuk menfaatkan atau hak pakai dan bukan hak milik yang
diatur secara bersama berdasarkan musyawarah dan kesepakatan kaum. Pada masa
dulu sistem sosialis kaum ini juga diperkuat dengan adanya lumbung padi sebagai
cadangan bersama bagi anggota kaum.
Pada sisi kehidupan yang lain, orang-orang Minangkabau
dapat tumbuh menjadi seorang yang sangat materealistis dan individualis sebagai
ciri masyarakat kapitalis. Kehidupan seperti ini merupakan dampak lain dari
sistem yang berkembang di Minangkabau terutama bagi kaum laki-laki yang
akhirnya terpaksa merantau.
Pada umumnya para perantau Minang hidup dari berdagang. Jiwa
dagang inilah yang terus dikembangkan untuk bersaing hidup di kota-kota besar
sebagai tempat perantauan orang Minang. Berangkat dari kampung dengan modal
seadanya dan kemudian berusaha mendapatkan untuk sebesar-besarnya. Kota besar
yang bercirikan masyarakat leberalis dan kapitalis telah menyebabkan para
perantau Minang juga sangat terlatih dengan cara hidup yang sangat kapitalistik
dan individualistis. Di kota tidak ada lagi aset komunal yang bisa diandalkan.
Kehidupan tergantung dari usaha dan kemampuan individu. Kota adalah tempat
persaingan bebas.
Bila ditinjau dari aspek sejarah ada beberapa fase yang
mempengaruhi faham dan ideologi yang
hidup dan berkembang pada masyarakat Minang. Fase masuknya faham islam garis
keras (radikal) di zaman penjajahan Belanda ditandai dengan munculnya kelompok
Padri. Kelompok Padri yang berbenturan dengan kaum adat tentang pelaksanaan
agama. Kaum Padri menilai bahwa pelaksanaan agama di tengah masyarakat yang
diistilahkan sebagai kaum adat telah menyeleweng.
Pertentangan ini diakhiri dengan munculnya perjanjian
marapalam yang menghasilkan konsensus mengakhiri pertentangan antara dua
kelompok tersebut. Tak dijelaskan juga secara lebih rinci kaum adat yang
dimaksud itu diwakili oleh siapa. Agak ganjil juga sebenarnya penyebutan kaum
adat karena ditinjau dari tatanan sosial budaya masyarakat Minangkabau semua
nagari dinilai memiliki adat istiadat. Tentu semua masyarakat Minangkabau
tentunya adalah kaum adat atau kaum beradat.
Munculnya perang Padri digerakan sekelompok tokoh agama
yang pulang belajar agama di Mekkah dan kemudian membawa paham pemurnian
terhadap pelaksanaan agama Islam. Di sisi lain, kelompok Padri juga mengobarkan
semangat jihad melawan kekuasaan pemerintahan Belanda di Sumatera Barat,
khususnya beberapa daerah. Tokoh utama perang Padri yang paling terkenal adalah
Tuanku Imam Bonjol. Kehadiran gerakan dan perlawanan kaum Padri merupakan
penanda adanya cikal bakal gerakan wahabi di Minangkabau.
Setelah fase perang Padri, perkembangan paham keagamaan
di Minangkabau ditandai dengan pengaruh guru agama yang bergelar syehk, tuanku
dan buya-buya sebagai guru-guru di surau-surau yang ada di Minangkabau. Sebelum
munculnya pesantren di Minangkabau, pendidikan agama di lakukan di surau-surau
yang dipimpin dan dibimbing oleh tokoh agama kenamaan. Di pariaman dikenal
dengan adanya syehk Burhanudin, di Batu Ampa dikenal dengan tokohnya Syehk Batu
Ampa, di Koto Tuo juga ada Tuanku Koto Tuo, di Bukittinggi diketahui adanya
Syehk Jamil Jambek. Perkembangan keagamaan ini terus ditandai dengan munculnya
tokoh-tokoh besar yang memiliki surau dan pesantren.
Tokoh lain yang dikenal memiliki pengaruh besar dalam faham
keagamaan syehk Sulaiman Arrasuli atau yang dikenal sebagai (Inyiak Canduang)
serta beberapa orang ulama pendiri Tawalib Padang Panjang. Selain beberapa
ulama terkemuka, ulama-ulama yang menjadi panutan masyarakat sebenarnya
tersebar di banyak daerah. Mereka mendirikan surau dan mengajar di surau atau
perguruan agama di nagari atau daerah masing-masing.
Pada perkembangan selanjutnya, masa penjajahan yang cukup
panjang telah memunculkan kelompok dengan faham nasionalis. Mereka yang mulai
berpikir nasionalis adalah kaum terpelajar yang menempuh pendidikan sampai ke
manca negara. Kesadaran nasional ini muncul di awal abad dua puluhan ketika
dimulainya pergerakan nasional Indonesia baik di Belanda ataupun di Indonesia. Tidak
bisa dipungkiri paham nasionalisme ini berawal dari adanya anak-anak
Minangkabau yang bersekolah di sekolah-sekolah yang didirikan pemerintah
Belanda. Jika bentuk awal dari perlawanan terhadap lebih dilatari oleh semangat
keagamaan dan perlawanan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah Hindia Belanda
yang menindas dan sangat tidak adil kepada masyarakat, seperti adanya perang
Kamang sebagai bentuk perlawanan masyarakat terhadap pemerintah Hindia Belanda
yang memungut pajak besar kepada masyarakat.
Munculnya kaum terpelajar yang menempuh pendidikan
Belanda sebagai penanda berkembangnya kaum nasionalis Indonesia tahap pertama
dari Minangkabau. Mereka kemudian dikenal sebagai pendiri negara Indonesia dan
juga dikenal sebagai tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia. Di antaranya
Agus Salim, Mohamad Hatta, Sutan Syahril, Mohamad Yamin dan Mr Asaad. Di
kelompok lainya ada lagi Mohamad Natsir dan Hamka sebagai nasionalis religius
dengan organisasi politik keagamaan Masyumi dan Muhamadiyah. Selain munculnya
kekuatan politik keagamaan dan kekuatan politik nasionalis, muncul lagi tokoh
Minangkabau yang berhaluan kiri dengan Partai Komunis Indonesia sebagai
penandanya. Tan Malaka sebagai tokoh utama Partai Komunis Indonesia yang kemudian
mendirikan sendiri Partai Muba sebagai partai yang tetap berhaluan sosialis.
Tan Malaka merupakan cermin kaum revolusioner Minangkabau yang dinilai tanpa
kompromi.
Munculnya paham sosialis komunis di Minangkabau,
beriringan dengan pecahnya organisasi Syarikat Islam (SI) dan juga terbaginya
tokoh Minangkabau yang terlibat dalam SI menjadi dua bagian yaitu SI Hijau dan
SI Merah. SI Merah terdiri mereka yang tergabung dalam Perhimpunan Komunis di
Hindia (PKH). Pada tahun 1921 ketika PKH diubah namanya menjadi Partai Komunis
Indonesia (PKI). Sumatera Barat termasuk daerah penting dalam perkembangan awal
gerakan komunis Indonesia. Basis pergerakan PKI di Sumatera Barat terdapat di
beberapa tempat. Salah satu tempat yang melahirkan tokoh-tokoh PKI adalah pesantren
Tawalib Padang Panjang.
Berkembangnya pendidikan agama yang diiringi dengan
bertumbuhnya tradisi intelektual di kota Padang Panjang ini menjadi salah satu
daya tarik kota ini. Banyak pelajar dari luar Padang Panjang dan Tanah Datar
yang bersekolah di Padang Panjang. Adanya perguruan Thawalib dan Diniyah serta
adanya Perguruan Muhamadiyah. Tokoh-tokoh pendiri dan pendidiknya juga
ulama-ulama terkemuka seperti Zainudin Labai dan Haji Rasul. Thawalib yang
berasal dari Surau Jembatan Besi diubah menjadi sekolah sistem kelas. Di
sekolah inilah terjadi perdebatan-perdebatan sengit tentang soal-soal ideologi.
Salah seorang muridnya yang terkenal juga sebagai tokoh PKI adalah Datuak
Batuah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar