Kamis, 24 Agustus 2017

Paham dan Ideologi Orang Minang

OLEH Sondri BS (Budayawan)
Apakah sesungguhnya ideologi orang Minang? Sampai sekarang orang Minang dapat digambarkan sebagai orang-orang yang dinamis dari cara berpikir. Orang-orang Minang mudah beradaptasi dengan perubahan dan hal-hal yang bersifat pembaharuan. Namun di sisi lain ada juga  orang Minang menunjukan sikap konservatif terhadap perubahan dan hal-hal baru yang datang. Elastisitas berpikir orang Minang menjadi ruang bagi tumbuhnya berbagai paham dan ideologi.
Sepintas lalu dalam masyarakat Minang dapat kita temukan beberapa falsafah dan sistem yang akan menjadi dasar ideologi-ideologi orang Minangkabau. Minangkabau mengenal dua kelarasan besar yang menjadi induk sistem kesukuan. Kelarasan tersebut cenderung diidentikan sebagai sistem mini ketatanegaaan. Bodi Caniago sebagai gambaran yang demokratik dan Koto Piliang sebagai gambaran sistem otokratik. Kedua sistem ini berjalan di tengah masyarakat nagari dan membentuk sistem adat di nagari-nagari.
Dalam ke dua sistem tersebut masyarakat Minangkabau tetap menganut paham sosialis yang ditandai dengan adanya kepemilikan komunal terhadap aset dan sumber daya yang disebut sebagai pusako atau ulayat kaum. Selain aset komunal suku banyak nagari juga memiliki  ulayat nagari. Secara sosial dan budaya sistem ekonomi sosialis ini juga diikat dalam tatanan sosial yang terorganisasi dalam sistem kesukuan. Setiap kaum atau suku dikepalai oleh seorang penghulu yang kemudian dilengkapi oleh beberapa pembantu atau pemangku adat lainnya. Penghulu inilah pimpinan dari seluruh sistem dan sturktur dalam suku yang akan memimpin kehidupan kemenakan kaumnya.
Bila kita bandingkan dengan penguasaan sumber daya pada negara sosialis, maka suku-suku Minangkabau ini adalah cerminan sistem sosialis dimana sumber daya yang disebut pusako itu dikuasai atas nama kaum. Anggota suku hanya diberi hak untuk menfaatkan atau hak pakai dan bukan hak milik yang diatur secara bersama berdasarkan musyawarah dan kesepakatan kaum. Pada masa dulu sistem sosialis kaum ini juga diperkuat dengan adanya lumbung padi sebagai cadangan bersama bagi anggota kaum.
Pada sisi kehidupan yang lain, orang-orang Minangkabau dapat tumbuh menjadi seorang yang sangat materealistis dan individualis sebagai ciri masyarakat kapitalis. Kehidupan seperti ini merupakan dampak lain dari sistem yang berkembang di Minangkabau terutama bagi kaum laki-laki yang akhirnya terpaksa merantau.
Pada umumnya para perantau Minang hidup dari berdagang. Jiwa dagang inilah yang terus dikembangkan untuk bersaing hidup di kota-kota besar sebagai tempat perantauan orang Minang. Berangkat dari kampung dengan modal seadanya dan kemudian berusaha mendapatkan untuk sebesar-besarnya. Kota besar yang bercirikan masyarakat leberalis dan kapitalis telah menyebabkan para perantau Minang juga sangat terlatih dengan cara hidup yang sangat kapitalistik dan individualistis. Di kota tidak ada lagi aset komunal yang bisa diandalkan. Kehidupan tergantung dari usaha dan kemampuan individu. Kota adalah tempat persaingan bebas.
Bila ditinjau dari aspek sejarah ada beberapa fase yang mempengaruhi  faham dan ideologi yang hidup dan berkembang pada masyarakat Minang. Fase masuknya faham islam garis keras (radikal) di zaman penjajahan Belanda ditandai dengan munculnya kelompok Padri. Kelompok Padri yang berbenturan dengan kaum adat tentang pelaksanaan agama. Kaum Padri menilai bahwa pelaksanaan agama di tengah masyarakat yang diistilahkan sebagai kaum adat telah menyeleweng.
Pertentangan ini diakhiri dengan munculnya perjanjian marapalam yang menghasilkan konsensus mengakhiri pertentangan antara dua kelompok tersebut. Tak dijelaskan juga secara lebih rinci kaum adat yang dimaksud itu diwakili oleh siapa. Agak ganjil juga sebenarnya penyebutan kaum adat karena ditinjau dari tatanan sosial budaya masyarakat Minangkabau semua nagari dinilai memiliki adat istiadat. Tentu semua masyarakat Minangkabau tentunya adalah kaum adat atau kaum beradat.  
Munculnya perang Padri digerakan sekelompok tokoh agama yang pulang belajar agama di Mekkah dan kemudian membawa paham pemurnian terhadap pelaksanaan agama Islam. Di sisi lain, kelompok Padri juga mengobarkan semangat jihad melawan kekuasaan pemerintahan Belanda di Sumatera Barat, khususnya beberapa daerah. Tokoh utama perang Padri yang paling terkenal adalah Tuanku Imam Bonjol. Kehadiran gerakan dan perlawanan kaum Padri merupakan penanda adanya cikal bakal gerakan wahabi di Minangkabau.
Setelah fase perang Padri, perkembangan paham keagamaan di Minangkabau ditandai dengan pengaruh guru agama yang bergelar syehk, tuanku dan buya-buya sebagai guru-guru di surau-surau yang ada di Minangkabau. Sebelum munculnya pesantren di Minangkabau, pendidikan agama di lakukan di surau-surau yang dipimpin dan dibimbing oleh tokoh agama kenamaan. Di pariaman dikenal dengan adanya syehk Burhanudin, di Batu Ampa dikenal dengan tokohnya Syehk Batu Ampa, di Koto Tuo juga ada Tuanku Koto Tuo, di Bukittinggi diketahui adanya Syehk Jamil Jambek. Perkembangan keagamaan ini terus ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh besar yang memiliki surau dan pesantren.
Tokoh lain yang dikenal memiliki pengaruh besar dalam faham keagamaan syehk Sulaiman Arrasuli atau yang dikenal sebagai (Inyiak Canduang) serta beberapa orang ulama pendiri Tawalib Padang Panjang. Selain beberapa ulama terkemuka, ulama-ulama yang menjadi panutan masyarakat sebenarnya tersebar di banyak daerah. Mereka mendirikan surau dan mengajar di surau atau perguruan agama di nagari atau daerah masing-masing.
Pada perkembangan selanjutnya, masa penjajahan yang cukup panjang telah memunculkan kelompok dengan faham nasionalis. Mereka yang mulai berpikir nasionalis adalah kaum terpelajar yang menempuh pendidikan sampai ke manca negara. Kesadaran nasional ini muncul di awal abad dua puluhan ketika dimulainya pergerakan nasional Indonesia baik di Belanda ataupun di Indonesia. Tidak bisa dipungkiri paham nasionalisme ini berawal dari adanya anak-anak Minangkabau yang bersekolah di sekolah-sekolah yang didirikan pemerintah Belanda. Jika bentuk awal dari perlawanan terhadap lebih dilatari oleh semangat keagamaan dan perlawanan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah Hindia Belanda yang menindas dan sangat tidak adil kepada masyarakat, seperti adanya perang Kamang sebagai bentuk perlawanan masyarakat terhadap pemerintah Hindia Belanda yang memungut pajak besar kepada masyarakat.
Munculnya kaum terpelajar yang menempuh pendidikan Belanda sebagai penanda berkembangnya kaum nasionalis Indonesia tahap pertama dari Minangkabau. Mereka kemudian dikenal sebagai pendiri negara Indonesia dan juga dikenal sebagai tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia. Di antaranya Agus Salim, Mohamad Hatta, Sutan Syahril, Mohamad Yamin dan Mr Asaad. Di kelompok lainya ada lagi Mohamad Natsir dan Hamka sebagai nasionalis religius dengan organisasi politik keagamaan Masyumi dan Muhamadiyah. Selain munculnya kekuatan politik keagamaan dan kekuatan politik nasionalis, muncul lagi tokoh Minangkabau yang berhaluan kiri dengan Partai Komunis Indonesia sebagai penandanya. Tan Malaka sebagai tokoh utama Partai Komunis Indonesia yang kemudian mendirikan sendiri Partai Muba sebagai partai yang tetap berhaluan sosialis. Tan Malaka merupakan cermin kaum revolusioner Minangkabau yang dinilai tanpa kompromi.
Munculnya paham sosialis komunis di Minangkabau, beriringan dengan pecahnya organisasi Syarikat Islam (SI) dan juga terbaginya tokoh Minangkabau yang terlibat dalam SI menjadi dua bagian yaitu SI Hijau dan SI Merah. SI Merah terdiri mereka yang tergabung dalam Perhimpunan Komunis di Hindia (PKH). Pada tahun 1921 ketika PKH diubah namanya menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Sumatera Barat termasuk daerah penting dalam perkembangan awal gerakan komunis Indonesia. Basis pergerakan PKI di Sumatera Barat terdapat di beberapa tempat. Salah satu tempat yang melahirkan tokoh-tokoh PKI adalah pesantren Tawalib Padang Panjang.
Berkembangnya pendidikan agama yang diiringi dengan bertumbuhnya tradisi intelektual di kota Padang Panjang ini menjadi salah satu daya tarik kota ini. Banyak pelajar dari luar Padang Panjang dan Tanah Datar yang bersekolah di Padang Panjang. Adanya perguruan Thawalib dan Diniyah serta adanya Perguruan Muhamadiyah. Tokoh-tokoh pendiri dan pendidiknya juga ulama-ulama terkemuka seperti Zainudin Labai dan Haji Rasul. Thawalib yang berasal dari Surau Jembatan Besi diubah menjadi sekolah sistem kelas. Di sekolah inilah terjadi perdebatan-perdebatan sengit tentang soal-soal ideologi. Salah seorang muridnya yang terkenal juga sebagai tokoh PKI adalah Datuak Batuah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...