Rabu, 31 Mei 2017

Tokoh Minang untuk Indonesia

OLEH Sondri Datuak Kayo (Budayawan)
Tak terlihatnya lagi orang Minang yang menjadi elite politik level satu telah menjadi kerisauan tokoh-tokoh yang berasal atau berdarahkan Minang. Peran level satu dapat kita tafsirkan sebagai tokoh yang mewarnai kepemimpinan nasional baik sebagai pimpinan partai politik, pimpinan-pimpinan lembaga tinggi negara seperti presiden dan wakil presiden, DPR dan MPR yang merupakan muara dari ketokohan politik seseorang. Selain menduduki jabatan pada lembaga-lembaga strategis negara, elite politik level satu ini bisa juga sebagai negarawan dan tokoh yang memiliki karisma dan pengaruh politik yang luas.

Seperti orang kehilangan tongkat komando, orang Minang tak bisa lagi memegang kemudi dan memiliki peran signifikan sebagai penentu arah negara dan bangsa Indonesia. Hal ini sungguh jauh berbeda bila dibandingkan di masa pergerakan kemerdekaan dan pada masa awal kemerdekaan Indonesia. Ketokohan dan kemumpunian tokoh-tokoh dari daerah ini telah dicatat dalam sejarah bangsa Indonesia. Mereka dikenal sebagai generasi emas yang memiliki karakter, kecerdasan dan kecerdikan dan mampu memberikan andil sebagai pemimpin dan membentuk karakter kebangsaan Indonesia.
Tokoh Minang di masa pergerakan kemerdekaan yang kemudian mengisi jabatan-jabatan penting setelah Indonesia merdeka adalah mereka yang memiliki semangat nasionalisme dan visi kebangsaan sangat kuat. Mereka menyiapkan diri mereka untuk memimpin bangsa Indonesia dan mempertaruhkan kehidupan mereka untuk seluruh rakyat dan bangsa Indonesia. Mentalitas dan watak yang mereka miliki menjadikan mereka orang-orang yang berpengaruh dan diikuti banyak orang. Sebut saja; Tan Malaka, Hatta, St Syahril, Natsir, Agus Salim, Hamka, M. Yamin dan lainnya.
Kemerosotan ketokohan yang berasal dari Minang menurut sebagian orang diawali dengan pecahnya PRRI yang dianggap sebagai masa kekalahan orang Minang. Masa ini dianggap juga sebagai masa kejatuhan mentalitas orang Minang. Sejak masa itu sampai masuknya era kekuasaan Orde Baru orang Minang seperti tak bertaji lagi. Di masa Orde Baru mentalitas orang kalah pasca PRRI berganti dengan mentalitas kaum oportunis yang cenderung bersikap pragmatis berhadapan dengan kekuasaan. Kekuasaan otoriter Soeharto dan rezim Orde Baru benar-benar telah menjatuhkan mentalitas orang Minang ke taraf terendah dengan cenderung sebagai kaum penjilat. Kekuasaan Orde Baru dengan cerdik menarik tokoh-tokoh ke dalam lingkaran kekuasaan sehingga seluruh perkembangan di Sumatera Barat dan Minangkabau bisa diatur dan didikte sedemikian rupa.
Masa Orde Baru, keterlibatan beberapa orang tokoh Minang dalam kabinet Soeharto telah diatur sedikian rupa dan membentuk pola ketokohan orang Minang yang berlindung di bawah bayang-bayang kekuasaan Soeharto dan Orde Baru. Hal ini akan menutup ruang kemungkinan munculnya ketokohan orang Minang dari jalur dan pikiran yang berbeda. Mereka yang dianggap tokoh adalah mereka yang berhasil mendekat dan melekat pada kekuasaan Soeharto dan Orde Baru. Di antara mereka yaitu Harun Zein, Azwar Anas dan Hasan Basri Durin ditambah beberapa orang yang tumbuh dan besar dalam berbagai kancah politik, ekonomi dan kebudayaan seperti Taufiq Ismail.
Di era reformasi ini muncul lagi fase ketokohan orang Minang yang cenderung kembali tampil sebagai kaum intelektual. Di antara mereka yaitu Buya Safi’i Ma’arif, Azyumardi Azra, Rizal Ramli, Asvi Warman Adam, Fasli Jalal, Karni Ilyas, Saldi Isra, Fadli Zon, Indra J Piliang, Andrinof Chaniago, Jeffrie Geovanie. Sedang beberapa orang Minang yang memegang jabatan startegis dan politis, yaitu Gamawan Fauzi sebagai menteri kabinet SBY dan Irman Gusman sebagai Ketua DPD RI.
Sulit juga mendefenisikan ketokohan dan diperlukan indikator yang lebih objektif untuk itu. Tapi  untuk sementara saya coba melihat dari peran yang mereka mainkan di tingkat nasional. Baik itu jabatan strategis dan politis atau peran dalam berbagai bidang yang berhubungan dengan peran inteletual atau pemikiran.
Anggapan sementara waktu, untuk ketokohan dan kemampuan dalam berbagai bidang lain selain peran kebangsaan dan politik, orang Minang masih memiliki keunggulan. Sebut saja dalam bidang kesusastraan dari dulu sampai kini, Sumatra Barat atau Minangkabau masih tercatat sebagai daerah yang banyak melahirkan para sastrawan. Di antara mereka selain dari Angkatan Balai Pustaka, Pujangga Baru dan Angkatan 45, dapat kita sebut A.A Navis, Taufiq Ismail, Chairul Harun, Leon Agusta, Rusli Marzuki Saria, Wisran Hadi, Hamid Djabar, Harris Effendi Thahar, Darman Moenir, Gus Tf Sakai, Iyut Fitra, Yusrizal KW serta banyak lagi. Begitu juga sastrawan muda yang terus tumbuh dan eksis saat ini.
Kini yang cukup terasa, orang Minang agak ‘berkecil hati’ dengan minimnya peran politik dan strategis yang bisa dimainkan. Ini menunjukkan menurunnya kapasitas atau kemampuan lingkungan sosial dan budaya Minangkabau atau Sumatera Barat untuk melahirkan tokoh dan kepemimpinan yang siap menjadi pemimpin nasional.
Menyiapkan Tokoh Nasional dari Sumatera Barat
Menyikapi hilangnya jejak ketokohan politik yang bisa memainkan peran signifikan di tingkat nasional perlu strategi masyarakat Sumatera Barat dan para tokoh masyarakat Sumatera Barat. Apalagi kini, saat bangsa ini membutuhkan manusia-manusia berkarakter dan memiliki visi kebangsaan yang kuat untuk menata arah bangsa ke depan. Rasa sangat sedih  sebagai daerah yang awal-awal pendirian bangsa banyak menyumbangkan manusia-manusia terbaiknya kini seperti tak berkutik dan tak berdaya saat negeri ini membutuhkan.
Masyarakat serta tokoh-tokoh dari Sumatera Barat perlu menyepakati satu strategi dalam mendorong ketokohan dan kepimpinan dari daerah ini yang dipersiapkan untuk memainkan peran signifikan untuk tingkat nasional. Harus ada investasi sosial hari ini untuk membangun dan menciptakan ketokohan dari kalangan pemuda yang potensial. Pemuda yang memiliki karakter kuat, memiliki bakat kepemimpinan yang baik dan berpengalaman serta memiliki visi kebangsaan yang baik. Tidak banyak sesungguhnya anak-anak muda yang demikian yang dimiliki daerah ini. Barangkali ada yang aktif secara intelektual dan aktif di berbagai organisasi pemuda, namun tentu mesti dilihat dulu sejauh mana keterujian mereka saat memimpin berbagai organisasi yang ada.
Para pemuda yang memiliki bakat lebih dan kecerdikan seorang Minangkabau perlu menjadi perhatian para tokoh masyarakat Sumatera Barat. Mereka tentunya biasa menggembleng diri pada berbagai organisasi, seperti bung Hatta dan Tan Malaka yang berkecimpung pada organisasi sejak muda belia. Selayaknyalah tokoh-tokoh muda dan berkarakter didorong bersama-sama dan dipersiapkan untuk dapat memainkan peran strategis dan politis untuk masa depan Indonesia. Karena untuk soal ini diperlukan kedewasaan politik, terutama dari tokoh-tokoh masyarakat Sumatera Barat saat ini.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...