OLEH Oleh Nurmatias (Peneliti)
Balam khazanah budaya
Minangkabau dikenal tiga institusi dalam mendidik dan mengembangkan sumber daya
komunitasnya yaitu rumah gadang, surau dan kedai.
Pradigma ini kemudian mulai luntur seiring dengan percaturan dan pergumulan
masyarakat Minangkabau dengan masyarakat luar.
Institusi yang ada
mulai berubah mengikuti pola perkembangan zaman dengan diperkenalkannya
institusi baru yaitu sekolah modern yang
kita kenal saat ini. Menurut analisis penulis tiga institusi yang ada membuat komunitas
masyarakat Minangkabau dikenal masyarakat luar Minangkabau.
Para cendikia yang
ada ditempa dengan alam yang demokratis dan egaliter dengan mengadopsi 3 pola
institusi yang ada. Pada saat ini tiga institusi yang sudah mampan ini
ditinggalkan oleh komunitas budaya Minangkabau mereka sudah mengadopsi
institusi asing dan dipaksakan untuk hidup serta berkembang dalam khazanah
budaya Minangkabau. Belum tentu institusi baru ini sesuai dengan budaya yang
ada dan sudah mampan atau strategi bangsa Belanda yang melihat kegejalanya ada
akan membuat hegemoni mereka akan rusak serta
dikalahkan dengan pola yang ada di masyarakat Minangkabau.
Melihat gejala yang
ada Belanda mencoba menerapkan siasat divide et imperial dengan memperkenalkan
institusi baru meskipun institusi ini juga memberikan apresiasi dan pencerahan
terhadap suku bangsa ini.
Kondisi saat ini
banyak daerah yang sudah meninggalkan institusi yang ada dan kemudian memakai
kurikulum modern dalam pendidikan. Daerah yang masih banyak mempraktekkan tiga
institusi yang ada adalah daearah Kabupaten Padang Pariaman. Institusi di
Padang Pariaman masih tetap eksis. Lapau (kedai) merupakan wahana bagi
masyarakat untuk mendiskusikan problema
yang ada.
Komunitas masyarakat
yang tidak ke kedai dianggap tidak peka (sense of human releation) terhadap
masyarakat dan tidak bergaul menurut stigma komunitasnya. Semua problema
dibicarakan di kedai dan timbul satu dinamika bahwa yang suka dengan topik
pembicaraan akan tetap berada di kedai sedangkan yang ambivalen akan keluar
dari kedai.
Mereka yang ambivalen
tidak serta merta mempertahankan idealisnya sehingga akan merusak tatan yang
sudah terbangun dalam kedai tersebut. Begitu etika yang terjadi dalam demokrasi
dan egaliter yang terjadi di kedai. Rumah gadang (tempat tinggal) dijadikan
tempat sosialisasi internal bagi komunitas yang ada. Rumah Ibadah (Surau) masih
digunakan sarana aktualisasi masyarakat dalam menimba ilmu agama, etika moral
dan norma-norma hidup. Ketiga institusi ini masih erat hubungan dengan tatan
hidup masyarakat Padang Pariaman (Pariaman).
Pariaman merupakan daerah
rantau yang berada di daerah Minangkabau. Pariaman berasal dari kata parik
nan aman, maksudnya pelabuhan yang aman. Hal ini disebabkan setiap kapal
yang singgah di pelabuhan untuk memuat hasil bumi berlabuh dengan aman.
Sedangkan pendapat lain mengungkapkan Pariaman berasal dari kata peri yang aman, artinya orang yang baik,
berbudi tinggi dan berbudi luhur. Sehingga dikatakan Priaman.
Hamka menyatakan bahwa nama
Pariaman berasal dari kata “Bari Aman”, yang berarti “tanah daratan yang amat
sentosa”. Hal ini sesuai dengan literatur Belanda bahwa Pariaman sudah lama
menjadi pelabuhan untuk menyalurkan emas dari pedalaman Minangkabau. Daerah
dataran rendah Pariaman pernah menjadi daerah penghasil lada yang subur pada
abad ke-15 sampai ke-17. Dalam sebagian
literatur Belanda, Pariaman ditulis “Priaman”.
Sulit untuk menentukan secara
pasti kapan rantau Pariaman mulai terbentuk. Akan tetapi berdasarkan perkiraan
dalam sumber sejarah bahwa masyarakat rantau yang hidup di dekat laut
pastilah banyak berhubungan dengan orang
dari luar Minangkabau. Hubungan itu lama kelamaan berubah menjadi hubungan
perdagangan. yang berujung dengan terbentuknya pelabuhan-pelabuhan dagang.
Dapat dikatakan Pariaman sebagai suatu pelabuhan merupakan perwujudan dari
kebutuhan daerah pedalaman untuk mendapatkan komoditi-komoditi dari daerah luar
maupun untuk menyalurkan komoditi yang dihasilkannya.
Menurut Armando Cortesho di
dalam bukunya yang berjudul “The Suma
Oriental of Tome Pires” mengatakan,
bahwa penduduk Pariaman terdiri atas tiga, yaitu orang Minangkabau, Cina dan
Eropa. Orang Minangkbau ini berasal dari daerah pedalaman yang bekerja sebagai
saudagar besar/kecil, pembuat garam dan nelayan.
Orang Cina sudah lama bermukim
di Pariman, bahkan jauh sebelum abad tujuh belas, sudah ditemukan orang Cina
sebagai saudagar besar atau kecil, sedangkan orang asing berasal dari Arab, India,
Inggris, Portugis dan Belanda. Di daerah ini juga ada orang Nias yang bekerja
sebagai buruh dengan penduduk setempat.
Sistem Pendidikan di Padang Pariaman
Pendidikan adalah salah satu
upaya manusia untuk mencari yang tidak tahu menjadi tahu, ini maksud dalam kata
yang sangat sederhana. Banyak teori dan definisi tentang pendidikan di antaranya
para ahli Antropologi. Ahli Antropologi
memberikan definisi terhadap pendidikan adalah suatu proses yang panjang dan
mencakup keseluruhan yang dipelajari secara formal dan non formal yang
menghasilkan kebudayaan bagi individu, membentuk kepribadiaannya dan
sosialisasi dirinya, yang keseluruhan melengkapi dirinya yang hidup sebagai
warga masyarakat(Beals a d Hoijer, 1959) .
Dalam agama Islam pendidikan
dijadikan hal yang paling utama ayat pertama turun adalah mengenai pendidikan
“Iqra atau bacalah” dan banyak lagi ayat dan sunnah Rasullah yang berhubungan
dengan pendidikan. Pendidikan ini dapat kita lihat dari prespektif formal dan
in formal. Dalam Islam ada hubungan erat antara pengembaraan dan pencarian
ilmu, yang sebagaimana juga dilestarikan sehingga sekarang dalam pusat-pusat pendidikan
agama Islam baik modern maupun tradisional. Tradisi tersebut dimulai sejak
tahun-tahun Nabi wafat. Bagi dunia muslim di Indonesia pada pusat-pusat
pendidikan selama
Pendidikan sebenarnya
adalah pewarisan nilai-nilai, baik nilai budaya, sejarah dan sebagainya. Di
dalamnya berfungsilah sekolah, dalam hal sekolah sebagai preserver dan transmitter dari culture
hiratage sebagai instrumet for transforming culture.
Pengalaman
menunjukkan bahwa penanaman nilai termasuk pelestarian nilai, apa yang berharga
dan bernilai yang diinginkan oleh generasi muda khususnya dapat dilakukan
secara formal melalui berbagai media.
Dalam domain ini, adapun langkah yang diambil dalam pelestarian
nilai-nilai dapat dilakukan terutama
dalam materi bahan ajar (kurikulum) disekolah-sekolah. .
Pengenalan budaya
lokal lebih jauh perlu dilakukan karena dewasa ini budaya luar sudah menjamur
dalam masyarakat, sehingga budaya lokal hampir tertinggal dan akhirnya bisa
punah.
Masyarakat sekarang
lebih cendrung memakai budaya luar karena dirasanya lebih praktis dan simple,
dan ini bisa diatasi dengan cara memperkenalkan budaya yang ada di daerah kita
sendiri. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mempertahankan sekaligus
melestarikan budaya lokal. Salah satunya mengadakan pergelaran/peragaan,
pendokumentasian, pengkajian, pembinaan, sosialisasi dan sebagainya.
Pariaman merupakan
daerah yang unik dari sisi kacamata penelitian budaya karena daerahnya masih
begitu kental dalam memegang teguh budaya yang ada. Meskipun wilayah darek yang
mengklaim budaya Minangkabau berasal dari wilayah mereka tetapi kenyataan yang
ada masyarakat Pariaman yang dominan dan memegang teguh yang kuat. Banyak
contoh yang dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Pariaman
masih memegang adat yang kental,
Pernikahan di dalam
budaya Pariaman dilarang komunitasnya untuk kawin satu suku di daerah darek
kawin satu suku ini lumrah dan sudah biasa asalkan indak sarumah gadang (tidak serumah gadang), indak sabarek saringan (tidak seberat seringan), indak turuik manuruik (tidak turut
menurut), tidak sadatuak sapanghulu (tidak satu datuk dan penhulu).
Sejarah pendidikan di
Padang Pariaman tidak lepas dari masuknya Islam di daerah tersebut. Menurut
Hamka masuknya Islam ke pesisir barat Sumatera telah dimulai pada abad ke VII
masehi tetapi ini tidak mengembirakan perkembangannya dan baru pada abad ke
XIII berkembang pesat di Sumatera Barat melalui pantai timur Sumatera.
Pada abad XVI muncul
tokoh Syekh Burhanuddin mengembangkan pendidikan Islam di Ulakan. Syekh
Burhanudin ini dianggap sebagai penyebar agama Islam di Pantai barat Sumatera
yang paling awal dan masyarakat pariaman (Sttariyah) melakukan upacara Basafa
tiap tahun untuk memperingati syekh tersebut.
Sebenarnya perlu
dipisahkan pengertian antara kedatangan, proses penyebaran dan perkembangan
Islam. Abad ke VII dianalisa sebagai abad perrmulaan kedatangan Islam dan abad
XIII proses perkembangannya. Proses
kedatangan pendidikan Islam ini awalnya dibawa oleh saudagar dari Timur Tengah
melalui perdagangan atau melalui proses perkawinan
Proses Islamisasi
yang terjadi di Padang Pariaman membuat konsekuensi logis timbulnya pusat-pusat
pendidikan yaitu surau-surau yang diselenggarakan buya-buya atau syekh. Surau
adalah lembaga pendidikan yang penting dalan penyebaran agama Islam Dalam
catatan sejarah pendidikan yang masih dapat dikuti perkembangannya sampai saat
ini adalah sistem surau.
Di Kabupaten Padang Pariaman penghargaan
terhadap seorang ungku (tuanku) merupakan gelar kehormatan yang sangat tinggi.
Dalam prosesi pernikahan nilai ungku sangat berharga sekali dan uang
jemputannya tinggi. Perlu kita ketahui bahwa ungku merupakan produk dari suatu
sistem pendidikan tradisional (surau) di Sumatera Barat.
Ungku ini belajar dan
menimbal ilmu pengetahuan agama di suatu institusi tradisional yang sering
disebut surau (pesantren). Banyak kita temukan di daerah Padang Pariaman
pusat-pusat pendidikan surau seperti, surau Lubuk Tajun, surau Mato Aie, surau
syekh burhanuddin dan lain-lain sebagainya. Proses belajar yang mereka lakukan
sederhana tetapi ilmu yang dapatkan memberikan dampak yang mendalam dalam
masyarakat.
Model atau metode
yang dilakukan hanya mengaji atau belajar pada guru malam atau jadwal yang
sudah disepakati bersama. Surau merupakan salah satu lembaga pendidikan yang
tertua di Padang Pariaman dan asli
produk Minangkabau (Sumatera Barat).
Surau merupakan lembaga pendidikan dengan pula guru (buya atau syekh) Pakiah
atau santri, Surau atau tempat tinggal (asrama).
Dalam budaya
Minangkabau Surau adalah tempat masyarakat berkumpul beribadah, bermusyawarah,
menimba ilmu dan tempat tinggal para kaum lelaki. Guru atau pengajar dalam
surau disebut buya atu syekh, orang ini sangat dihormati sekali oleh
masyarakatnya. Masa dahulu buya atau syekh ini orang yang punya kharismatik dan
mempunyai pengaruh yang besar dalam masyarakat sehingga apabila beliau
meninggal dia pandang sebagai tokoh keramat (karomah) dan pemimpin yang
kharismatik.
Pada umumnya Pakiah yang
belajar di surau tersebut berusia 12 – 25 tahun kebanyakan dan dapat memenuhi
kebutuhan sendiri baik karena bantuan orang tua atau punya penghasilan sendiri.
Biasanya mereka
mencari dana untuk kebutuhan surau atau pribadi dengan cara meminta bantuan,
sumbangan dan sedekah kepada masyarakat dengan sebutan mamakiah. Dalam
perkembangan selanjutnya pakian yang dating belajar untuk menuntut ilmu tidak
terbatas masyarakat sekitar surau tapi sudah menyebar dari daerah lain.
Umumnya dahulu pakiah
yang belajar berasal dari daerah sekitar surau dan tidak membutuhkan asrama.
Tetapi karena proses perkembangan surau banyak kehadiran pakiah dari luar sehingga
membuat sarana penginapan yang harus diadakan maka pakiah ini membuat pondok
yang dalam bahasa Arab Funduk. Kemudian karena proses kata funduk menjadi kata
pondok.
Berdasarkan
pengamatan penulis dalam lembaga pendidikan Surau ada beberapa unsur terdalamnya Buya/syekh yang mendidik atau mengajar,
pakiah dengan pondokan atau asramanya, mesjid atau surau. Dalam surau
pendidikan yang menjadi kegiatan rutinnya adalah keimanan terhadap ketauhidan
Allah, pengembangan ilmu yang bermanfaat, pengabdian terhadap agama, masyarakat
dan negara.
Sistem pengajaran
yang terdapat dalam surau adalah buya membacakan kitab dan para pakiah
mendengan dan menyimak apa yang disampaikan guru. Sistem pengajaran terbuka
para pakiah boleh hadir atau tidak
karena tidak memperkenalkan model absen atau daftar hadir. Pada prinsip
kegiatan mengajar di surau para pakiah boleh pindah kitab apabila mereka sudah
menamatkan dan memahami isi dari kitab yang mereka pelajari dan kemudian baru
mempelajari kita lainnya.
Pada dasarnya
pendidikan surau memberikan keleluasaan kepada anak didik untuk mengembangan
bakat, minat dan kreatifitasnya. Lama belajar tidak ada ketentuan yang tetap
karena siapa yang cepat dan tekun akan lebih cepat pula menamatkan kita
pelajaran yang telah ditetapkan.
Ada pula proses
mengajar dengan system pakiah membaca sebuah kita kepada gurunya
berhadap-hadapan. Jika ada kesalahan waktu membaca langsung dibetulkan oleh
buya. Biasanya metode pembelajaran ini dilakukan dalam jumlah yang terbatas
atau pakiah yang sudah mampu dan dianggap pandai dalam membaca kitab yang
dibaca dihadapan buya atau syekh.
Dalam kompleks surau
biasanya terdapat tempat tinggal buya/syekh beserta keluarga dan surau yang
mereka kelola. Biasanya sesudah sembahyang subuh para pakiah melakukan
pekerjaan kerumah-tanggaan untuk kepentingan guru, seperti membersihkan
halaman, pengerjakan sawah/lading dan sebagainya untuk mempercepat proses
pendidikan. Biasanya guru di surau tidak mendapat imbalan dari para pakiah
secara teratur.
Akhir dari masa studi
para pakiah disurau apabila mereka sudah bisa menamatkan semua buku yang
dianjurkan untuk dibaca dan dipahami oleh para pakiah. Setelah itu mereka wajib
diwisuda dengan sebutan manakek ungku
(mengangkat tuanku).
Tuanku atau ungku
adalah gelar kewisudaan pakiah yang sudah bisa dilewakan atau diterjunkan ke
masyarakat. Biasa wisuda pakiah ini mengundang para tuanku-tuanku yang pernah
lulus sebagai penghormatan atau silaturahmi sesame lulusan surau tersebut.
Epilog
Sejarah pendidikan di
Pariaman yaitu berupa pendidikan tradisional yang dikenal luas dengan sebutan
surau telah dikenal semenjak kedatangan pengaruh kebudayaan Islam. Padang
Pariaman memiliki lembaga pendidikan yang sangat unik dan mungkin ditempat lain
sudah ditinggalkann. Pendidikan surau yang sangat tradisional masih tetap eksis
di Padang Pariaman.
Lembaga pendidikan
tradisional telah dimulai sejak awal kedatangan Islam di pesisir barat Sumatra.
Sejak penyebaran Islam dilakukan oleh Syekh Burhanuddin membuat pendidikan ini
makin semarak.
Pendidikan surau
mengunakan sistem asrama yaitu tempat tinggal siswa dengan gurunya yang dikenal
luas dengan sebutan pemondokan. Dalam perkembangan pendidikan di Sumatera Barat
pola seperti ini perlu diperhatikan karena siswanya sudah diberikan kemandirian
dalam menata hidupnya dalam bentuk kewirausahaa.
Keahlian yang mereka
dapat masih dalam tataran informal tetapi bila kita poles akan menghasilkan
tamatan dan peluang kerja yang lebih baik . Siswa dianjurkan mandiri dari dini
dengan melakukan pekerjaan yang dapat menghidupkan siswa apabila terjun ke
masyarakat.
Akibat pola kebijakan
pendidikan yang salah mengakibatkan diskriminasi dalam pendidikan. Pendidikan
umum menjadi primadona di tengah masyarakat akibat model lembaga pendidikan ini
kurang diminati.
Kehidupan sosial
ekonomis menghadapi tantangan dan berbagai tuntutan mengakibatkan masyarakat
cendurum kurang berminat kepada pendidikan surau. Ditataran kota orang tua
lebih senang untuk menganjurkan anak-anaknya memasuki pendidikan umum supaya
dapat meneruskan pendidikan yang lebih tinggi. Tetapi semangat dan daya juang
dari pendidikan umum akhir-akhir ini menjadi sorotan karena mereka tidak siap
pakai dalam dunia usaha.
Beda dengan tamatan
surau karena keahlian tukang, perdagangan, guru maupun jenis pekerjaan lain,
mereka tidak menyerah dalam percaturan mencari kehidupan. Penerapan system
pendidikan yang salah akibatnya pendidikan tradisional tidak mendapat tempat
untuk berkembang dan pembinaan. Pengkerdilan pendidikan seperti ini juga akibat
intrik yang dibuat segelintir pihak yang mengatakan pendidikan surau tidak
benar dan pendidikan tradisonal sebagai tempat pengemblengan.
Produk surau ditengah
masyarakat Padang Pariaman masih mendapat tempat yang terhormat. Tuanku-tuanku
produk surau di Padang Pariman dalam masalah perkawinan masih orang terpandang
dan menjadi rebutan dalam menentukan jodoh.
Rata-rata kehidupan
mereka ditengah masyarakat Pariaman termasuk dalam strata sosial yang
ditinggikan. Imej yang ada harus kita eliminir sehingga pendidikan surau tetap
eksis dan menjadi tempat pendidikan yang dapat diperhitungan sumber daya
manusianya.
DAFTAR PUSTAKA
Adishakti, Laretna T, 2003, Teknik Konservasi Kawasan
Pusaka, Jurusan Arsitektur, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Amran, Rusli, Sumatera Barat Plakat Panjang. Jakarta
: Sinar Harapan, 1985.
Dobbin, Christine, Kebangkitan Islam dalam Ekonomi Petani
Yang Sedang Berubah, Sumatera Tengah , 1784 :1847. Jakarta : INIS, 1991.
Duski Samad, Syeh Burhanuddin dan
Islamnisasi di Minangkabau “ Syarak Mendaki
adat Menurut”
Ernatip dan Kawan-kawan Laporan
Penelitian “Upacara Tabuik di Pariaman” Padang: Balai Kajian
Sejarah dan Nilai Tradisional Padang tahun 2000
Ernawati, dan kawan-kawan Laporan Penelitian “Kota Pariaman dari
Bandar Dagang menunju Kota Otonomi” Jakarta : Direktorat Nilai Sejarah
Depertemen Kebudayaan dan Pariwisata Tahun 2008
Hamka, Antara Fakta dan Khayal Tuanku Rao.
Djakarta : Panji Masyarakat. [1974].
Harahap, Basyral Hamidi, Greget Tuanku Rao.
Jakarta : Komunitas Bambu, 2007.
PPIM, Ensklopedi Minangkabau. Jakarta : PPIM,
2005.
M. Nur. “Bandar Sibolga di Pantai Barat Sumatera:
Pada Abad ke-19 Sampai Pertengahan Abad ke-20”. Disertasi. Pascasarjana
FS-UI, 2000.
Nugroho Notosusanto, Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer,
(Jakarta: Inti Idayu Press.1984).
Peter Salim, Kamus Bahasa Indonesia
Kontemporer, Jakarta, Depdiknas
1999.
Rosalinan Rambung Laporan Kegiatan “Daftar Inventarisi Bangunan-Bangunan
Bersejarah di Kota Pariaman” Batusangkar : Balai Pelestarian Peninggalan
Purbakala (BP3) Batusangkar
Tengku Sutan
Hermasyah Kitab Sejarah Masuknya Agama Islam Ke Minangkabau 1030, Syekh Abdul Rauf Al Jawi Ibni Ali Fansyuri,
Syeh Burhanuddin Ulakan dan Syeh Surau Baru Al Hamid Koto Panjang Koto Tangah
Padang
Undri “ Benda Cagar Budaya Sebagai Potensi
Pariwisata di Sumatera Barat” Jakarta : Jurnal Kepariwisataan Indonesia
William Marsden (ed), Sejarah
Sumatra, (Terjemahan), (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1999).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar