OLEH Dr Indra Utama (Dosen Jurusan Tari ISI Padang Panjang)
Indra Utama |
Seni pertunjukan Minangkabau adalah kesenian yang wujud berdasarkan
penggunaan elemen-elemen seni tradisi Minangkabau yang sarat dengan nilai-nilai
budaya Minangkabau yang berlandaskan kepada tuntunan Adat Basandi Sara’ dan
Sara’ Basandi Kitabullah (ABS-SBK).
Artinya, seni tradisi Minangkabau yang oleh masyarakat tradisional disebut pamenan itu, diambil sebagai vokabuler untuk
dijadikan karya seni baru dengan tetap memuat ajaran-ajaran dari nilai-nilai
murni yang diamalkan oleh masyarakat Minangkabau. Manakala ajaran-ajaran yang
mengandungi nilai-nilai murni pada seni tradisi itu wujud melalui gerak tubuh
dan kata berpantun yang diucapkan dan dinyanyikan secara berirama indah melalui
cara-cara yang beretika dan berestetika sesuai nilai-nilai kehidupan yang
dianut oleh masyarakat tempatan.
Lihatlah misalnya pamenan sado di
Pariangan, mancak di Koto Anau, rantak kudo di Painan, lu-ambek di Pariaman dan
atau mulopado di Padang Pagek, semuanya dimainkan dengan cara-cara yang
bermartabat dan beretika dengan menampilkan estetika yang memuat nilai-nilai ABS-SBK.
Begitu juga ketika kita menyaksikan permainan bunyi-bunyian seperti rabab,
saluang, talempong dan gandang, semuanya dimainkan dengan cara-cara yang beretika,
indah dan harmoni. Secara empirik terlihat adanya prosedur tradisi yang secara
konvensi ditaati oleh orang-orang yang terlibat di dalam memainkan pamenan itu.
Pamenan pada masyarakat Minangkabau berfungsi sebagai sarana untuk memahami
persoalan tauhid agar manusia Minangkabau semakin istiqomah di dalam menjalani
kehidupannya sesuai keadaan alam tempatan. Semua bentuk pamenan itu, oleh masyarakat tradisi Minangkabau ditampilkan
sejalan dengan berbagai upacara keagamaan dan upacara adat yang terdapat di
tengah kehidupan masyarakat. Artinya, keberadaan pamenan di tengah kehidupan masyarakat pemiliknya, adalah sejalan
dengan adanya upacara-upacara yang dilakukan oleh masyarakat tersebut.
Oleh seniman seni pertunjukan Minangkabau, bentuk-bentuk pamenan itu diambil sebagai
perbendaharaan pokok bagi menciptakan bentuk-bentuk seni pertunjukan yang baru
dan modern. Manakala seni pertunjukan modern Minangkabau adalah kesenian yang
dicipta untuk menampilkan performativiti budaya Minangkabau melalui seni
pertunjukan Minangkabau dalam bentuk tari, musik dan drama.
Konsep modern di dalam kesenian memuat pokok-pokok pikiran konstruktif yang
menghuraikan persoalan oposisi biner secara
total, terang dan jelas yang meletakkan batas-batas antara melalui disiplin
akademis dalam budaya dan kehidupan, fiksi dan teori, image dan realitas, benar dan salah, lelaki perempuan, siang malam,
depan belakang, atas bawah, atau kiri dan kanan. Di dalam konsep modern itu
tidak ada yang abu-abu, ragu-ragu, atau betwixt
and between. Hal sedemikian menjadi persoalan yang dapat diterima oleh
masyarakat Minangkabau tanpa adanya penentangan. Sebab, konsep modern memuat
kejelasan sikap dalam pemikiran yang membentuk perilaku yang pasti dan terukur serta
tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang berkembang di tengah kehidupan
masyarakat Minangkabau yang menganut faham ABS-SBK asalkan ianya dilakukan
dengan benar.
Seni pertunjukan Minangkabau modern di Sumatra Barat sudah dimulai sejak
awal abad ke-20 melalui lembaga pendidikan. Oleh karenanya lembaga tradisional
pun tidak dapat melakukan intervensi terhadap lembaga pendidikan sepanjang
ditujukan untuk sarana pembelajaran bagi mencerdaskan anak bangsa serta tidak
menyalahi aturan adat dan agama. Akhirnya, seni pertunjukan Minangkabau pun
wujud menjadi wadah ekspresi seniman sehingga mencapai prestasi gemilang di
alam kehidupan modern ini.
Tiba-tiba dunia kesenian di Sumatra Barat dikejutkan oleh kehadiran konsep post-modern yang menawarkan pemikiran
baru dengan berpihak kepada prularitas, kemajuan, idealisme dan emansipasi.
Konsep post-modern mengacu kepada liberalisme dimana manusia dibolehkan berbuat
berdasarkan alam fikiran yang bebas melebihi norma, agama, budaya dan hukum.
Faham post-modern kemudian menjadi alat untuk mengkoreksi faham modern yang
konstruktif di dalam seni pertunjukan. Dapat dikatakan bahwa post-modern
menjadi hal yang sifatnya dekonstruktif.
Faham post-modern dalam seni akhirnya digunakan untuk menyatakan kebebasan diri.
Ujung-ujungnya bermuara kepada persoalan moralitas yang mengusung persoalan hak
yang dikembalikan kepada bentuk naturalnya (restored
behavior). Oleh karenanya, konsep
egalitarian, proletariat, bonjour, femenisme dan gender menjadi isu popular
kaum post-modern. Manakala persoalan moral, etika, estetika dan agama sepertimana
yang menjadi panutan seni pertunjukan Minangkabau tidak menjadi rujukan bagi
mereka.
Kemunculan kaum post-modern
dalam seni pertunjukan adalah berkait-rapat dengan perubahan yang terjadi pada
masyarakat Indonesia. Perubahan tersebut menimbulkan fenomena transisional pada
sebahagian anak muda yang mengagungkan kebebasan berekspresi secara bebas tanpa
panutan yang menyebabkan mereka tumbuh menjadi masyarakat di luar struktur yang
berada pada posisi liminal (neither here nor there). Kenyataan ini jelas tidak sesuai dengan konsep seni pertunjukan
Minangkabau yang menganut faham ABS-SBK yang dengan sangat jelas meletakkan
konsep oposisi biner secara total, terang dan jelas dalam batas-batas image dan realitas, benar dan salah,
lelaki perempuan, siang malam, depan belakang, atas bawah, atau kiri dan kanan.
Konsep seni pertunjukan Minangkabau ini tidak meletakkan persoalan pada posisi abu-abu,
ragu-ragu, atau betwixt and between
sepertimana yang dianut oleh paham post-modern.
Padang Panjang, 20 Desember 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar