Selasa, 20 Desember 2016

Menolak Konsep Post-Modern di dalam Seni Pertunjukan Minangkabau

OLEH Dr Indra Utama (Dosen Jurusan Tari ISI Padang Panjang)
Indra Utama
Seni pertunjukan Minangkabau adalah kesenian yang wujud berdasarkan penggunaan elemen-elemen seni tradisi Minangkabau yang sarat dengan nilai-nilai budaya Minangkabau yang berlandaskan kepada tuntunan Adat Basandi Sara’ dan Sara’ Basandi Kitabullah (ABS-SBK).
Artinya, seni tradisi Minangkabau yang oleh masyarakat tradisional disebut pamenan itu, diambil sebagai vokabuler untuk dijadikan karya seni baru dengan tetap memuat ajaran-ajaran dari nilai-nilai murni yang diamalkan oleh masyarakat Minangkabau. Manakala ajaran-ajaran yang mengandungi nilai-nilai murni pada seni tradisi itu wujud melalui gerak tubuh dan kata berpantun yang diucapkan dan dinyanyikan secara berirama indah melalui cara-cara yang beretika dan berestetika sesuai nilai-nilai kehidupan yang dianut oleh masyarakat tempatan.

Lihatlah misalnya pamenan sado di Pariangan, mancak di Koto Anau, rantak kudo di Painan, lu-ambek di Pariaman dan atau mulopado di Padang Pagek, semuanya dimainkan dengan cara-cara yang bermartabat dan beretika dengan menampilkan estetika yang memuat nilai-nilai ABS-SBK. Begitu juga ketika kita menyaksikan permainan bunyi-bunyian seperti rabab, saluang, talempong dan gandang, semuanya dimainkan dengan cara-cara yang beretika, indah dan harmoni. Secara empirik terlihat adanya prosedur tradisi yang secara konvensi ditaati oleh orang-orang yang terlibat di dalam memainkan pamenan itu.
Pamenan pada masyarakat Minangkabau berfungsi sebagai sarana untuk memahami persoalan tauhid agar manusia Minangkabau semakin istiqomah di dalam menjalani kehidupannya sesuai keadaan alam tempatan. Semua bentuk pamenan itu, oleh masyarakat tradisi Minangkabau ditampilkan sejalan dengan berbagai upacara keagamaan dan upacara adat yang terdapat di tengah kehidupan masyarakat. Artinya, keberadaan pamenan di tengah kehidupan masyarakat pemiliknya, adalah sejalan dengan adanya upacara-upacara yang dilakukan oleh masyarakat tersebut.
Oleh seniman seni pertunjukan Minangkabau, bentuk-bentuk pamenan itu diambil sebagai perbendaharaan pokok bagi menciptakan bentuk-bentuk seni pertunjukan yang baru dan modern. Manakala seni pertunjukan modern Minangkabau adalah kesenian yang dicipta untuk menampilkan performativiti budaya Minangkabau melalui seni pertunjukan Minangkabau dalam bentuk tari, musik dan drama.
Konsep modern di dalam kesenian memuat pokok-pokok pikiran konstruktif yang menghuraikan persoalan oposisi biner secara total, terang dan jelas yang meletakkan batas-batas antara melalui disiplin akademis dalam budaya dan kehidupan, fiksi dan teori, image dan realitas, benar dan salah, lelaki perempuan, siang malam, depan belakang, atas bawah, atau kiri dan kanan. Di dalam konsep modern itu tidak ada yang abu-abu, ragu-ragu, atau betwixt and between. Hal sedemikian menjadi persoalan yang dapat diterima oleh masyarakat Minangkabau tanpa adanya penentangan. Sebab, konsep modern memuat kejelasan sikap dalam pemikiran yang membentuk perilaku yang pasti dan terukur serta tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang berkembang di tengah kehidupan masyarakat Minangkabau yang menganut faham ABS-SBK asalkan ianya dilakukan dengan benar.
Seni pertunjukan Minangkabau modern di Sumatra Barat sudah dimulai sejak awal abad ke-20 melalui lembaga pendidikan. Oleh karenanya lembaga tradisional pun tidak dapat melakukan intervensi terhadap lembaga pendidikan sepanjang ditujukan untuk sarana pembelajaran bagi mencerdaskan anak bangsa serta tidak menyalahi aturan adat dan agama. Akhirnya, seni pertunjukan Minangkabau pun wujud menjadi wadah ekspresi seniman sehingga mencapai prestasi gemilang di alam kehidupan modern ini.
Tiba-tiba dunia kesenian di Sumatra Barat dikejutkan oleh kehadiran konsep post-modern yang menawarkan pemikiran baru dengan berpihak kepada prularitas, kemajuan, idealisme dan emansipasi. Konsep post-modern mengacu kepada liberalisme dimana manusia dibolehkan berbuat berdasarkan alam fikiran yang bebas melebihi norma, agama, budaya dan hukum. Faham post-modern kemudian menjadi alat untuk mengkoreksi faham modern yang konstruktif di dalam seni pertunjukan. Dapat dikatakan bahwa post-modern menjadi hal yang sifatnya dekonstruktif.
Faham post-modern dalam seni akhirnya digunakan untuk menyatakan kebebasan diri. Ujung-ujungnya bermuara kepada persoalan moralitas yang mengusung persoalan hak yang dikembalikan kepada bentuk naturalnya (restored behavior). Oleh karenanya, konsep egalitarian, proletariat, bonjour, femenisme dan gender menjadi isu popular kaum post-modern. Manakala persoalan moral, etika, estetika dan agama sepertimana yang menjadi panutan seni pertunjukan Minangkabau tidak menjadi rujukan bagi mereka.
Kemunculan kaum post-modern dalam seni pertunjukan adalah berkait-rapat dengan perubahan yang terjadi pada masyarakat Indonesia. Perubahan tersebut menimbulkan fenomena transisional pada sebahagian anak muda yang mengagungkan kebebasan berekspresi secara bebas tanpa panutan yang menyebabkan mereka tumbuh menjadi masyarakat di luar struktur yang berada pada posisi liminal (neither here nor there). Kenyataan ini jelas tidak sesuai dengan konsep seni pertunjukan Minangkabau yang menganut faham ABS-SBK yang dengan sangat jelas meletakkan konsep oposisi biner secara total, terang dan jelas dalam batas-batas image dan realitas, benar dan salah, lelaki perempuan, siang malam, depan belakang, atas bawah, atau kiri dan kanan. Konsep seni pertunjukan Minangkabau ini tidak meletakkan persoalan pada posisi abu-abu, ragu-ragu, atau betwixt and between sepertimana yang dianut oleh paham post-modern.

Padang Panjang, 20 Desember 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...