OLEH Nasrul Azwar
Sutan Saili Asril |
Tulisan dan pemikiran lebih panjang usianya daripada
penulisnya karena ia akan dibaca terus menerus dari generasi ke generasi
kendati penulisnya telah tiada. Kegelisahan paling panjang bagi Sutan Zaili
Asril adalah Minangkabau, serta langkanya wartawan yang melahirkan buku.
Sutan Ziali Asril (60), wartawan senior yang visioner juga
mantan COO Grup Padang Ekspres, telah dikebumikan di pandam pekuburan keluarga
di Korong Kiambang, Kenagarian Pakanbaru, Kecamatan 2 x 11 VI Lingkung, Padang
Pariaman, Sumatera Barat, Selasa (12/1/2016) menjelang salat Ashar. Ia
istirahat di sebelah pusara Umi, ibunya, untuk selamanya.
Sosok yang dikenal pekerja keras ini, lahir di Kiambang, 17 Mei 1955, meninggal dunia di Rumah Sakit Umum M Djamil Padang, Senin (11/1/2016) sekitar pukul 23.55 WIB (koreksi sebelumnya ditulis 00.15 WIB-Red) karena komplikasi penyakit yang derita lima tahun belakangan. Sutan Zaili Asril memiliki 4 putra-putri.
Sosok yang dikenal pekerja keras ini, lahir di Kiambang, 17 Mei 1955, meninggal dunia di Rumah Sakit Umum M Djamil Padang, Senin (11/1/2016) sekitar pukul 23.55 WIB (koreksi sebelumnya ditulis 00.15 WIB-Red) karena komplikasi penyakit yang derita lima tahun belakangan. Sutan Zaili Asril memiliki 4 putra-putri.
Sebelum dibawa ke peristirahatan terakhirnya, almarhum
disemayamkan di rumah duka di Kompleks Taman Bungan Residence Lubak
Buaya,Padang. Ratusan pelayat dari berbagai kalangan menyesaki rumah duka,
sejak para jurnalis muda hingga senior, pejabat pemerintahan, akademisi, warga sekitar, dan lainnya.
“Apa yang telah dilakukan almarhum semasa hidupnya yang
dibentangkan dalam berbagai tulisan dan pikirannya, saya kira perlu kita
teladani. Banyak nilai moral di dalamnya. Dan itu bisa kita pedomani,” kata
Mahyeldi Ansharullah, Walikota Padang, saat melepas almarhum Sutan Zaili Asril
di rumah duka.
Tak jauh beda, Duski Samad, pengajar di Pascasarjana IAIN
Imam Bonjol Padang, mengatakan, Sutan Zaili Asril sosok yang tak pernah
berhenti belajar hingga menghembuskan napas terakhirnya.
“Ini dibuktikannya, hingga kini Sutan Zaili Asril tercatat
sebagai mahasiswa pascasarjana di IAIN Imam Bonjol Padang. Ia seorang yang tak
mau berhenti belajar karena belajar itu baginya kelak akan memberi dan menebar
kebaikan kepada orang lain. Dan itu telah ia lakukan,” kata Duski Samad sebelum
jenazah dibawa ke musala kompleks untuk disalatkan.
Penulis Garis Miring
Sutan Zaili Asril semasa masih berada di Grup Padang
Ekspres, punya kolum khusus di Harian Padang
Ekspres yang terbit pada Minggt. Kolom itu, berupa pikiran dan pandangannya
terhadap berbagai persoalan di Tanah Air, yang diberi nama “Cucu Magek Dirih.”
Pada kolom ini pula, ia mendapat julukan baru: Penulis Garing atau garis miring
karena setiap esainya yang dimuat di kolom ini, selalu disertai dengan garis
miring yang jumlahnya sangat banyak.
Bersama almarhum Marthias D Pandu. Keduanya wartawan Kompas |
Zaili
merupakan salah seorang yang ikut merintis kehadiran surat kabar Padang Ekspres, yang merupakan grup dari
JPNN. Kini media ini telah melahirkan Harian Pos Metro Padang, Padang TV, dan Rakyat Sumbar serta media online padangtoday.com.
Ia terjun
menjadi wartawan sejak tahun 1979 dan pernah berkarier sebagai jurnalis di
Harian Kompas, pernah menjadi
pemimpin redaksi Sriwijaya Post masih
grup Kompas.
Sutan Zaili
bukanlah wartawan biasa, dia juga punya bakat menjadi pengarang atau penulis
novel dan bahkan juga seorang pengusaha yang sukses.
Pada bulan
Desember 2012, dia meluncurkan 5 buah novel sekaligus, sesuatu yang belum
pernah terjadi dalam sejarah sastra Indonesia. Peluncuran 5 novel yang berjudul
Revolusi Kaum Guci, Jalan Terjal dan
Berliku, Mimpi-mimpi Myan, Prahara di Surau Kaki Bukik, dan Penelokan itu juga dihadiri oleh
tokoh-tokoh Sumatera Barat baik pejabat maupun sastrawan dan tokoh pers.
Kendati begitu, pada akhir dalam perjalanan karirnya di Group Padang Ekspres, ia berseteru dengan manajemen, dan Sutan Zaili Asril merasa disingkirkan dari media yang ia besarkan.
Kendati begitu, pada akhir dalam perjalanan karirnya di Group Padang Ekspres, ia berseteru dengan manajemen, dan Sutan Zaili Asril merasa disingkirkan dari media yang ia besarkan.
Baca: PenerbitHarian Padang Ekspres Digugat Sutan Zaili Asril
Wartawan yang Gigih
Sementara itu, Khairul Jasmi, Pemimpin Redaksi Harian Singgalang yang memanggi almarhum dengan Da Zai, di matanya,adalah sosok wartawan yang gigih dan pekerja keras.
Selain itu, ia memiliki visi bisnis yang tajam.
“Dan itu ia buktikan dengan menakhodai harian Padang
Ekpres, sebuah surat kabar yang ia bangun bersama-sama Wiztian Yoetri awal
tahun 1999. Surat kabar ini melahirkan Harian Pos Metro Padang, Harian Rakyat
Sumbar, dan Padang TV, dan media
lainnya,” terang sosok yang akrab disapa KJ ini.
Almarhum Sutan Saili Asril dibawa ke pemakaman di Kiambang, Padang Pariaman |
Selain itu, tambah KJ, beberapa kali berdiskusi dengan Sutan
Zaili Asril, ia menilai, almarhum memiliki kerisauan pada Minangkabau, dan ini
tergambar dari novel yang ia tulis.
“Ia telah melahirkan lima novel. Salah satunya, novel
berjudul “Praha di Surau Kaki Bukik”. Novel setebal 433 halaman itu sarat
dengan pesan-pesan moral dan problematika Minangkabau,” jelasnya.
Juga, sosok Sutan Zaili Asril, sangat kritis terhadap
berbagai kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan rakyat dan masalah sosial
lainnya.
“Ia akan mengeritik teman-temannya juga para pejabat dengan
jujur sembari memberi jalan keluar yang bagus,” nilai KJ.
Selain kerisauan terhadap Minangkabau, Sutan Zaili Asril,
juga punya obsesi agar semua wartawan mampu menulis dan melahirkan buku.
Amanah
Saya sendiri, Maknaih, mulai berinteraksi dengan almarhum
saat merencanakan untuk penerbitan sebuah media yang taglinenya Majalah Analisis dan Pemikiran SAGA, jika tak salah
sekitar tahun 2000 saat harian Padang
Ekspres masih berkantor di Jalan Veteran Padang.
Dimakamkan di pandam pekuburan Korong Kiambang, Padang Pariaman |
Tapi, SAGA gagal terbit di Jalan Veteran ini. Ia lahir di
Jalan Proklamasi. Kantor Padang Ekspres yang cukup lama dihuni. Kendati begitu,
saya aktif di majalah SAGA cuma 2 edisi. Penyebabnya, saya bertengkar keras
dengan almarhum, yang saat itu sebagai pemimpin umum di majalah bulanan ini.
Saya memilih keluar karena saya rasa ini pilihan terbaik. Tapi, komunikasi saya
dengan Sutan Zaili Asril, yang saya panggil “Abang”, tidak serta serta retak.
Kami kerap saling telepon. Dan maota
jika bersua dalam sebuah acara atau lainnya. Ia sendiri memanggil saya
“Maknaih”, seperti kebanyakan yang lainnya.
Lalu, saya bersama Eko Yanche Edrie dan Indra Sakti Nauli
membesuk Sutan Zaili Asril di Rumah Sakit Umum Yos Sudarso Padang, pada Senin
(4/1/2016). Saat kami masuk ke kamar nomor 312, ia sedang terlelap tidur.
Dadanya turun naik. Ada selang infus di tangan dan hidungnya. Di sana ada sang
istri dan kemanakan Sutan Zaili Asril, menjaga ia.
Tak berapa lama, Sutan Zaili Asril terbangun. Lalu sang
istri mengusap kening suaminya. Dan berbisik ada yang datang. Matanya pun
terbuka. Menatap kami, Eko, Indra dan
saya.
Kami mendekat. Ia berbicara dengan nada halus dan liris. Eko
mengelus tangan sosok yang masih punya semangat berdiskusi kendati terbaring
sakit. Terdengar ia mengatakan ingin minum. Sang istri memberinya dengan
sendok. Lalu mengusap dengan tisu tumpahan air di bibir lelaki yang ia sayangi
itu.
Kemudian, Sutan Zaili Asril mengamit dengan matanya agar saya
mendekat kepadanya. Saya mendekat.
“Ya Bang,” kata saya.
“Abang punya empat buku yang saling terkait. Sudah diprint
dan dijilid. Sekarang ada di rumah,” kata Sutan Zaili Asril dengan suara yang
terbata-bata.
“Bang, jangan sekarang kita bicara buku. Kita santai-santai
saja. Kalau sudah sehat, baru kita bahas...,” jawab saya.
“Ini buku penting. Buku Minang sangat langka sekarang ini.
Setelah AA Navis, menulis buku, tak banyak buku yang ditulis secara otodidak
yang penulisnya bukan dari kalangan akedemis,” jelasnya.
“Maknaih baca dan edit, lalu terbitkan terserah bagaimana
caranya. Jika perlu buku itu terbit sebelum Abang pergi,” kata Sutan Zaili
tenang kendati agak sulit mengucapkannya.
Istrinya pun mengingatkan agar jangan banyak bicara. Saya
dan Eko juga meminta agar ia tak banyak berpikir. Istirahat saja dulu.
“Saya menafsirkan itu adalah wasiat. Maka, saat menjelang ke rumah duka tadi pagi saya mengingatkan
wasiat itu kepada Nasrul Azwar,” tulis Eko Yanche Edrie dalam Catatan “Obituari
Da Zai, Kami Rindu Garis Miringmu” di akun facebooknya, Selasa (12/1/2016)
pukul 20.00 WIB dan diterbitkan di Harian Metro
Andalas, Rabu (13/1/2016).
Doa pun mengalir dari kolega dan sahabatnya, tampak Wiztian Yoetri, mantan Pimred Padeks |
Selepas disalatkan kendati banyak yang tak bisa ikut karena
keterbatasan daya tampung musala di kompleks tempat tinggal almarhum, sirene
ambulan membelah siang.
Jenazah almarhum dibawa ke Kiambang, korong yang berada di
Jalan Raya Padang-Bukittinggi, untuk dikebumikan. Wajah duka mendalam terlihat
dari segenap para jurnalis dan karyawan yang pernah ia gembleng semasa ia aktif
di Grup Padang Ekspres, antara lain Marah Suryanto, Sukri Umar, Nashrian
Bahzein (Pimpred Padang Ekspres), Hendra Efidson (Pimpred Rakyat Sumbar),
Revianda (Pimpred PosMetro Padang), Vinna Melwanti (Pimpred PadangTV), Yusrizal
KW (Redaktur Padang Ekspres), Firdaus Arbie (Manajer), Montosori (Manajer), Zul
Efendi (Wakil PU Harian Haluan), dan redaktur serta jurnalis lainya.
Kemudian tampak, jurnalis senior Fachrul Rasyid, Asril Koto,
Yulizal Yunus, Abdullah Khusairi, Zelfeni Wimra (akademisi), Yuen Karnova (sekda Bukittinggi), Syamsu
Rahim (mantan Bupati Solok), Nita Indrawati (padangmedia.com), Wiztian Yoetri
(pendiri Padang Ekspres), Adrian Tuswandi, Yal Aziz, M Fitrah, Hendra Makmur,
Sondri BS, Yurnaldi, Syuhendri, dan lain sebagainya.
Saat pemakaman terlihat Wakil Walikota Pariaman Genius Umar,
Wakil Bupati Padang Pariaman terpilih Suhatri Bur, dan tokoh masyarakat
Kiambang-Sicincin.
“Tulisan dan buah pemikiran yang ditinggalkan Sutan Zaili
Asril tentu akan lebih panjang umurnya daripada penulisnya. Dan itu akan dibaca
terus menerus dari generasi ke ke generasi selanjutnya. Dan itu amal baik untuk
penulisnya,” kata saya lirih sekali. Selamat jalan Bang! (Nasrul Azwar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar