Minggu, 15 November 2015

Rumusan dan Rekomendasi Kongres Kesenian Indonesia (KKI) 1995

Kongres Kesenian Indonesia I Tahun 1995 bertujuan untuk mengadakan tinjauan dan mencari jalan menumbuhkan kesenian, baik secara intuitif maupun melalui jalan penelitian, mengenai masalah-masalah yang pernah ataupun sedang dihadapi, serta mengenai pencapaian-pencapaian yang telah diperoleh selama 50 tahun perjalanan negara Indonesia merdeka. 
Bertitik tolak dari tujuan tersebut, Kongres diharapkan dapat mengajukan saran-saran untuk pembinaan kehidupan kesenian di Indonesia selanjutnya. Kongres Kesenian Indonesia I Tahun 1995 ini diadakan di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, dari tanggal 3 Desember sampai dengan tanggal 7 Desember 1995 dan diikuti oleh 475 peserta dari seluruh propinsi di Indonesia, yang terdiri atas seniman, pemikir dan kritikus seni, pengelola, pengusaha atau sponsor seni, pelindung seni, wartawan kesenian, serta penentu kebijakan (pemerintah).
Dalam kongres ini dibahas pokok-pokok permasalahan yang mengambil tema Retrospeksi dan Ancaman ke depan, dengan pemilahan sudut pandang untuk tinjauan Kajian, Penilaian, dan Strategi.
Dengan memperhatikan:
1.       Undang-undang Dasar 1945, Bab XIII pasal 32, yang menyatakan bahwa Pemerintah memajukan Kebudayaan Nasional Indonesia, beserta penjelasannya;
2.      Garis-garis Besar Haluan Negara yang dituangkan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Nomor II/MPR/1993;
3.      Amanat Presiden Republik Indonesia pada tanggal 6 Desember 1995 di Istana Negara;
4.      Pengarahan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada pembukaan Kongres Kesenian Indonesia I Tahun 1995 pada tanggal 4 Desember 1995;
5.      Makalah-makalah yang disajikan dan dibahas di dalam sidang pleno dan sidang kelompok;
6.      Pandangan, tanggapan, usul, dan saran para pembicara dalam panggung debat;
7.      Pandangan, tanggapan, usul, dan saran-saran para peserta kongres;
Maka Kongres Kesenian Indonesia I Tahun 1995 menghasilkan rumusan sebagai berikut:
I. Fungsi Kesenian dalam Masyarakat
Kesenian tumbuh dari dialektika antar unsur dalam sosok budaya masyarakat. Oleh karena itu, fungsi kesenian adalah membantu manusia untuk lebih memahami kehidupan. Untuk itu dibutuhkan keadaan yang kondusif agar penciptaan seni dan penikmatan seni dapat terjadi dengan optimal.
Salah satu persoalan yang mendesak adalah masalah perizinan untuk pertunjukan kesenian. Persoalan itu harus dipecahkan bersama oleh seniman, masyarakat, dan aparat penentu perizinan. Dalam hal ini diperlukan pengertian yang lebih baik dari semua pihak mengenai fungsi dan kedudukan seni dalam masyarakat. Pelarangan buku, sensor, pencekalan, dan pembajakan tercakup dalam persoalan.
Kesenian pada hakekatnya adalah tanggapan dan penilaian terhadap kehidupan. Hal ini memberikan isyarat pentingnya didorong kajian sosiologi terhadap seni untuk mendudukan sifat hakikat persoalan kesenian dan kemasyarakatan secara lebih tepat.
II. Kesenian Nasional dan Kesenian Daerah
Istilah kesenian nasional dan kesenian daerah timbul ketika kita sepakat untuk membentuk negara kesatuan. Pertemuan antara kesenian-kesenian daerah, nasional, dan asing telah menumbuhkan jenis-jenis kesenian yang merupakan wujud baru dalam kebudayaan kita. Dalam kaitannya dengan itu kita harus segera menyusun peta kesenian Indonesia yang baru yang tidak sekedar didasarkan pada dikotomi nasional-nasional daerah atau klasik modern.
Dalam kaitannya dengan pengembangan wisata budaya, kita harus menumbuhkan sikap yang hati-hati terhadap berbagai jenis kesenian yang sudah sejak lama tumbuh di daerah-daerah. Karena fungsi dan perannya yang khas, beberapa jenis kesenian tertentu tidak dapat diubah untuk kepentingan pariwisata.
Perkembangan kesenian tidak bisa dilepaskan dari usaha mencari khalayak yang lebih luas. Usaha itu wajar dan sah, serta harus dilaksanakan atas dasar kerja sama antara seniman, pemerintah, dan masyarakat. Namun kita juga harus sepenuhnya menyadari bahwa kecenderungan tersebut berakibat pergeseran fungsi dan kedudukan kesenian dalam masyarakat.
Pergelaran kesenian dari berbagai daerah dalam festival nasional hendaknya tidak diselenggarakan sebagai lomba, tetapi digunakan sebagai bahan kajian untuk pengembangan kesenian selanjutnya.
Nilai-nilai kultural kesenian daerah yang mencerminkan jatidiri budaya masyarakatnya hendaknya tidak dikorbankan untuk kepentingan upaya mewujudkan kesenian nasional.
III. Seni dan Media
Agar media massa dapat menjadi memenuhi fungsinya dengan baik, maka hal-hal berikut perlu diperhatikan:
Pendokumentasian kesenian oleh badan-badan pemerintah yang berwenang dalam masalah kesenian, lembaga-lembaga swasta, dan media massa perlu dimulai atau ditingkatkan.
Penyebarluasan informasi mengenai kesenian, termasuk peta kesenian, perlu dilakukan secara intensif, dan media massa perlu mengambil peran yang penting dalam penyebarluasan informasi ini.
Tenaga kerja di media massa perlu menguasai ilmu dan data-data kesenian, agar penyebarluasan informasi kesenian melalui media massa dapat dipertanggungjawabkan dari segi estetika, serta dapat memacu perkembangan kesenian. Di samping itu, penguasaan teknologi untuk meningkatkan mutu kesenian dan mutu informasi perlu terus ditingkatkan.
Agar media massa dapat menyebarkan informasi dengan baik dan agar masyarakat dapat menyerap informasi itu dengan baik, maka kebiasaan menulis dan kebiasaan membaca perlu ditingkatkan.
Memberikan perhatian yang lebih besar kepada karya seni yang tidak sekedar memenuhi selera pasar, agar media massa ikut memacu apresiasi masyarakat terhadap seni dan memacu kreativitas seni.
Meningkatkan fungsi media sebagai sarana internalisasi nilai-nilai seni yang bermutu tinggi.
IV. Kajian Seni
Kajian sejarah kesenian yang dilakukan oleh orang Indonesia masih sangat langka sementara yang suda adapun sangat terbatas penyebarluasannya. Karena pentingnya jenis kegiatan tersebut dalam rangka pengembangan kesenian, pemerintah perlu menyediakan kemudahan dan dana yang lebih besar agar penelitian di bidang itu di kalangan peminat seni maupun perguruan tinggi bisa ditingkatkan.
Banyaknya istilah yang beredar dalam kesenian kita sekarang ini di satu pihak menunjukkan kekayaan-kekayaan, namun di lain pihak juga bisa menyiratkan kekaburan konsep-konsepnya. Pengembangan kajian kesenian kita menuntut usaha yang terus menerus untuk lebih memahami konsep-konsep itu agar hasil-hasil yang dicapainya lebih bermanfaat untuk semua kalangan.
V. Seni dan Pendidikan
Dalam mengupayakan terciptanya manusia seutuhnya, pendidikan umum seyogyanya memantapkan kedudukan mata ajaran kesenian sebagai bagian integral dalam kurikulum.
Perlu dilaksanakan kegiatan-kegiatan kesenian yang terarah, bertingkat, dan berkala, untuk terbinanya peningkatan apresiasi seni di masyarakat.
Hendaknya ada hubungan saling menunjang antara pendidikan kesenian di lembaga-lembaga formal, seperti sekolah dan perguruan tinggi seni, dengan pendidikan non-formal kesenian.
Di samping seniman kreatif, perlu mulai dipikirkan pengadaan dan pembinaan sumber daya manusia lain, seperti kurator, dramaturg, kritikus, peneliti, seni dan impressario.
Pembinaan perguruan tinggi seni hendaknya juga diarahkan kepada upaya menjadikan perguruan tinggi seni sebagai pusat kebudayaan, dimana kreativitas, pengkajian, penelitian dan eksperimen seni dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Perguruan tinggi seni hendaknya dianggap dan dijadikan modal utama di dalam melestarikan dan mengembangkan jatidiri kebudayaan di tempat perguruan tinggi seni itu berada. Pendidikan kesenian hendaknya dimulai sejak usia dini.
VI. Seni dan Pariwisata
Dalam era kebudayaan global yang ditandai oleh teknologi informasi yang sangat canggih, keterkaitan unsur seni dalam industri pariwisata tidak dapat dielakkan. Untuk itu yang perlu diperhatikan adalah tiga hal penting, yaitu wawasan dan kobaran semangatnya, teknologi yang dilandasi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi, dan pencarian visi.
Untuk menghadapi hal tersebut perlu peningkatan kualitas seni dan senimannya. Hanya dengan kualitas pribadi tinggi sebuah penciptaan karya seni yang bermutu dapat dihasilkan. Sehubungan dengan itu diperlukan segera adanya dokumentasi terhadap karya yang berupa ciptaan-ciptaan baru.
Namun demikian secara ideal pengembangan seni dan pembinaan seni tidak seluruhnya diperuntukkan bagi kepentingan pariwisata, karena seni adalah bagian dari jatidiri bangsa yang perlu dijaga sebagai cerlang budaya kita.
VII. Seni dan Hukum
Pengaturan lebih lanjut mengenai undang-undang Hak Cipta yang menyangkut kesenian perlu segera di susun.
Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang hak cipta, yang perlu diupayakan penyebarluasan pemahaman hak cipta kepada segenap pihak yang terkait. Dalam kaitannya dengan itu, perlu dibuat kajian tentang konsep penciptaan pada masyarakat tradisi.
VIII. Seni dan Pengayoman
Seniman hendaknya memiliki sikap yang tegas terhadap campur tangan pengayom dalam menciptakan karyanya.
Keprofesionalan seniman perlu ditingkatkan agar kesenian dapat lebih disebarluaskan.
Di setiap daerah perlu dibentuk yayasan yang bertugas untuk mencari dan menghimpun dana yang berupa subsidi, donasi, sponsor, dan bantuan lainnya untuk dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya bagi pengembangan kesenian di daerahnya.
Mengingat kesenian merupakan faktor yang sangat penting dalam lingkungan sosial budaya, maka dalam penyusunan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) kesenian sebagai unsur seni budaya perlu ikut diperhitungkan.
Mekanisme perlindungan hak cipta karya seni perlu ditingkatkan sehingga perlindungan tersebut dapat terlaksana secara efektif.
Lembaga-lembaga kesenian yang ada sebagai mitra Pemerintah dalam pelayanan masyarakat di bidang kesenian di daerah perlu meningkatkan mekanisme kerjanya sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-masing.
Anggota DPR dan DPRD dari komisi yang menyangkut bidang kebudayaan perlu memperjuangkan anggaran yang memadai untuk pembiayaan pengembangan kesenian.
Mengingat kesenian sebagai komiditi merupakan aset pembangunan yang produktif maka KADIN perlu memberikan dukungan dan bantuan dalam pemasaran hasil kesenian.
IX. Seni dalam Tata Lingkungan
Tata lingkungan yang menyangkut arsitektur lansekap, perumahan, dan perkotaan hendaknya menampilkan kekhasan dan jatidiri yang bertumpu pada iklim dan budaya setempat untuk memenuhi tuntutan kebutuhan manusia yang selalu berkembang.
Pembangunan kota perlu mempertimbangkan aspek fungsi, ekonomi, harmoni, dan estetika, dengan memperhitungkan persepsi dan aspirasi segenap lapisan masyarakat.
Perencanaan ruangan luar dengan kelengkapan berupa perabot lansekap dan papan iklan berikut tata lampunya perlu ditata agar kota tidak sekedar fungsional tetapi juga estetis.
Upaya pelestarian warisan arsitektur dan konservasi kawasan kota kuno bersejarah perlu lebih digalakkan agar setiap kota dapat tampil sebagai karya seni sosial yang mencerminkan sejarah perkembangan masyarakatnya dari waktu ke waktu.
Perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam untuk mencari akar arsitektur tradisional dari khasanah budaya di segenap pelosok tanah air, untuk dijadikan landasan dalam pengembangan tata lingkungan di masa mendatang.
Sangat dirasakan pentingnya panduan perencanaan dan perancangan berwawasan lingkungan dengan mekanisme pengawasan pembangunan yang dilengkapi sistem intensif dan disinsentif.
X. Refleksi atas Perkembangan Seni
Agar kekuasaan birokrasi dalam bidang kesenian di daerah dapat dikurangi karena sering menghalangi perkembangan kreativitas.
Agar penilaian dalam festival tari di tingkat nasional ditiadakan untuk mengurangi kecurigaan antar daerah.
Lebih memacu festival kesenian daerah daripada kesenian nasional untuk memberi peluang kreativitas lebih banyak kepada daerah.
Sistem pemberian anugerah seni perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Semua pihak dihimbau untuk mengerahkan opini dan lobi ke arah peningkatan masukan mengenai kesenian dalam persiapan naskah GBHN 1998.
Dalam hubungannya dengan perkembangan sastra, diusulkan agar pengajaran bahasa dan sastra ditunjang oleh kegiatan ekstra kurikuler.
Pemerintah dihimbau untuk meningkatkan fungsi Balai Pustaka sebagai penerbit buku-buku sastra, dan budaya di samping buku-buku teks dan umum.
Kemajuan seni perlu didukung oleh manajemen yang baik sesuai dengan bidang seninya masing-masing.
Dalam kaitannya dengan industri kebudayaan perlu diupayakan untuk mencari penyantun dana untuk jangka panjang.
Apresiasi masyarakat terhadap seni merupakan salah satu faktor penting. Oleh karena itu, perlu didukung oleh pendidikan kesenian yang memadai.
Kendala yang dihadapi dalam teater terutama adalah masalah pendanaan dan penonton atau konsumen teater.
Kehidupan teater yang normal tidak lepas dari hubungan antara seni dan masyarakat. Namun teater tidak boleh datang dengan intensitas kampanye politik atau sebagai alat propaganda.
Untuk menyiasati keberadaan teater di Indonesia, hendaknya dibentuk sebuah jaringan kerja teater.
Rekomendasi
1.       Kongres Kesenian agar dilaksanakan 5 (lima) tahun sekali.
2.      Direktorat Jenderal Kebudayaan diharapkan menindaklanjuti keputusan kongres.
3.      Agar Pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, memberikan porsi yang lebih besar kepada kesenian dan kurikulum nasional.
4.      Pemerintah perlu membuat kebijakan baru dalam pendidikan guru kesenian dengan mengaitkan lembaga pendidikan guru dan lembaga pendidikan kesenian.
5.      Agar para seniman yang sudah mapan mendirikan sanggar kesenian untuk dapat meningkatkan apresiasi seni masyarakat.
6.      Agar aparat pemerintah yang menangani kesenian dengan meningkatkan pengetahuannya mengenai kesenian sehingga dapat membantu perkembangan kesenian dan tidak mempersulit pertumbuhan kesenian.
7.      Agar dipikirkan keberadaan lembaga bantuan hukum bagi seniman.
8.     Agar dibentuk sebuah lembaga kesenian yang bersifat nasional yang menangani berbagai masalah kesenian yang muncul.
Jakarta, 7 Desember 1995

Tim Perumus:
1.       Sapardi Djoko Damono (Ketua)
2.      Bakdi Sumanto (Sekretaris)
3.      Yulianti L. Parani (Anggota)
4.      Budi Darma (Anggota)
5.      Saini K.M. (Anggota)
6.      Eko Budiardjo (Anggota)
7.      Singgih Wibisono (Anggota)
8.     Mukhlis Paeni (Anggota)
9.      Samsudin Hardjakusumah (Anggota)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...