Kongres Kesenian Indonesia I Tahun 1995
bertujuan untuk mengadakan tinjauan dan mencari jalan menumbuhkan kesenian,
baik secara intuitif maupun melalui jalan penelitian, mengenai masalah-masalah
yang pernah ataupun sedang dihadapi, serta mengenai pencapaian-pencapaian yang
telah diperoleh selama 50 tahun perjalanan negara Indonesia merdeka.
Bertitik tolak dari tujuan tersebut, Kongres diharapkan dapat mengajukan saran-saran untuk pembinaan kehidupan kesenian di Indonesia selanjutnya. Kongres Kesenian Indonesia I Tahun 1995 ini diadakan di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, dari tanggal 3 Desember sampai dengan tanggal 7 Desember 1995 dan diikuti oleh 475 peserta dari seluruh propinsi di Indonesia, yang terdiri atas seniman, pemikir dan kritikus seni, pengelola, pengusaha atau sponsor seni, pelindung seni, wartawan kesenian, serta penentu kebijakan (pemerintah).
Bertitik tolak dari tujuan tersebut, Kongres diharapkan dapat mengajukan saran-saran untuk pembinaan kehidupan kesenian di Indonesia selanjutnya. Kongres Kesenian Indonesia I Tahun 1995 ini diadakan di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, dari tanggal 3 Desember sampai dengan tanggal 7 Desember 1995 dan diikuti oleh 475 peserta dari seluruh propinsi di Indonesia, yang terdiri atas seniman, pemikir dan kritikus seni, pengelola, pengusaha atau sponsor seni, pelindung seni, wartawan kesenian, serta penentu kebijakan (pemerintah).
Dalam kongres ini dibahas pokok-pokok
permasalahan yang mengambil tema Retrospeksi dan Ancaman ke depan, dengan
pemilahan sudut pandang untuk tinjauan Kajian, Penilaian, dan Strategi.
Dengan memperhatikan:
1. Undang-undang Dasar
1945, Bab XIII pasal 32, yang menyatakan bahwa Pemerintah memajukan Kebudayaan
Nasional Indonesia, beserta penjelasannya;
2. Garis-garis Besar Haluan
Negara yang dituangkan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Nomor
II/MPR/1993;
3. Amanat Presiden Republik
Indonesia pada tanggal 6 Desember 1995 di Istana Negara;
4. Pengarahan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan pada pembukaan Kongres Kesenian Indonesia I Tahun
1995 pada tanggal 4 Desember 1995;
5. Makalah-makalah yang
disajikan dan dibahas di dalam sidang pleno dan sidang kelompok;
6. Pandangan, tanggapan,
usul, dan saran para pembicara dalam panggung debat;
7. Pandangan, tanggapan,
usul, dan saran-saran para peserta kongres;
Maka Kongres Kesenian Indonesia I Tahun
1995 menghasilkan rumusan sebagai berikut:
I. Fungsi
Kesenian dalam Masyarakat
Kesenian tumbuh dari dialektika antar
unsur dalam sosok budaya masyarakat. Oleh karena itu, fungsi kesenian adalah
membantu manusia untuk lebih memahami kehidupan. Untuk itu dibutuhkan keadaan
yang kondusif agar penciptaan seni dan penikmatan seni dapat terjadi dengan
optimal.
Salah satu persoalan yang mendesak adalah
masalah perizinan untuk pertunjukan kesenian. Persoalan itu harus dipecahkan
bersama oleh seniman, masyarakat, dan aparat penentu perizinan. Dalam hal ini
diperlukan pengertian yang lebih baik dari semua pihak mengenai fungsi dan
kedudukan seni dalam masyarakat. Pelarangan buku, sensor, pencekalan, dan
pembajakan tercakup dalam persoalan.
Kesenian pada hakekatnya adalah tanggapan
dan penilaian terhadap kehidupan. Hal ini memberikan isyarat pentingnya
didorong kajian sosiologi terhadap seni untuk mendudukan sifat hakikat
persoalan kesenian dan kemasyarakatan secara lebih tepat.
II.
Kesenian Nasional dan Kesenian Daerah
Istilah kesenian nasional dan kesenian
daerah timbul ketika kita sepakat untuk membentuk negara kesatuan. Pertemuan
antara kesenian-kesenian daerah, nasional, dan asing telah menumbuhkan
jenis-jenis kesenian yang merupakan wujud baru dalam kebudayaan kita. Dalam
kaitannya dengan itu kita harus segera menyusun peta kesenian Indonesia yang
baru yang tidak sekedar didasarkan pada dikotomi nasional-nasional daerah atau
klasik modern.
Dalam kaitannya dengan pengembangan
wisata budaya, kita harus menumbuhkan sikap yang hati-hati terhadap berbagai
jenis kesenian yang sudah sejak lama tumbuh di daerah-daerah. Karena fungsi dan
perannya yang khas, beberapa jenis kesenian tertentu tidak dapat diubah untuk
kepentingan pariwisata.
Perkembangan kesenian tidak bisa dilepaskan
dari usaha mencari khalayak yang lebih luas. Usaha itu wajar dan sah, serta
harus dilaksanakan atas dasar kerja sama antara seniman, pemerintah, dan
masyarakat. Namun kita juga harus sepenuhnya menyadari bahwa kecenderungan
tersebut berakibat pergeseran fungsi dan kedudukan kesenian dalam masyarakat.
Pergelaran kesenian dari berbagai daerah
dalam festival nasional hendaknya tidak diselenggarakan sebagai lomba, tetapi
digunakan sebagai bahan kajian untuk pengembangan kesenian selanjutnya.
Nilai-nilai kultural kesenian daerah yang
mencerminkan jatidiri budaya masyarakatnya hendaknya tidak dikorbankan untuk
kepentingan upaya mewujudkan kesenian nasional.
III. Seni
dan Media
Agar media massa dapat menjadi memenuhi
fungsinya dengan baik, maka hal-hal berikut perlu diperhatikan:
Pendokumentasian kesenian oleh
badan-badan pemerintah yang berwenang dalam masalah kesenian, lembaga-lembaga
swasta, dan media massa perlu dimulai atau ditingkatkan.
Penyebarluasan informasi mengenai
kesenian, termasuk peta kesenian, perlu dilakukan secara intensif, dan media
massa perlu mengambil peran yang penting dalam penyebarluasan informasi ini.
Tenaga kerja di media massa perlu
menguasai ilmu dan data-data kesenian, agar penyebarluasan informasi kesenian
melalui media massa dapat dipertanggungjawabkan dari segi estetika, serta dapat
memacu perkembangan kesenian. Di samping itu, penguasaan teknologi untuk
meningkatkan mutu kesenian dan mutu informasi perlu terus ditingkatkan.
Agar media massa dapat menyebarkan
informasi dengan baik dan agar masyarakat dapat menyerap informasi itu dengan
baik, maka kebiasaan menulis dan kebiasaan membaca perlu ditingkatkan.
Memberikan perhatian yang lebih besar
kepada karya seni yang tidak sekedar memenuhi selera pasar, agar media massa ikut
memacu apresiasi masyarakat terhadap seni dan memacu kreativitas seni.
Meningkatkan fungsi media sebagai sarana
internalisasi nilai-nilai seni yang bermutu tinggi.
IV. Kajian
Seni
Kajian sejarah kesenian yang dilakukan
oleh orang Indonesia masih sangat langka sementara yang suda adapun sangat
terbatas penyebarluasannya. Karena pentingnya jenis kegiatan tersebut dalam
rangka pengembangan kesenian, pemerintah perlu menyediakan kemudahan dan dana
yang lebih besar agar penelitian di bidang itu di kalangan peminat seni maupun
perguruan tinggi bisa ditingkatkan.
Banyaknya istilah yang beredar dalam
kesenian kita sekarang ini di satu pihak menunjukkan kekayaan-kekayaan, namun
di lain pihak juga bisa menyiratkan kekaburan konsep-konsepnya. Pengembangan
kajian kesenian kita menuntut usaha yang terus menerus untuk lebih memahami
konsep-konsep itu agar hasil-hasil yang dicapainya lebih bermanfaat untuk semua
kalangan.
V. Seni
dan Pendidikan
Dalam mengupayakan terciptanya manusia
seutuhnya, pendidikan umum seyogyanya memantapkan kedudukan mata ajaran
kesenian sebagai bagian integral dalam kurikulum.
Perlu dilaksanakan kegiatan-kegiatan
kesenian yang terarah, bertingkat, dan berkala, untuk terbinanya peningkatan
apresiasi seni di masyarakat.
Hendaknya ada hubungan saling menunjang
antara pendidikan kesenian di lembaga-lembaga formal, seperti sekolah dan
perguruan tinggi seni, dengan pendidikan non-formal kesenian.
Di samping seniman kreatif, perlu mulai
dipikirkan pengadaan dan pembinaan sumber daya manusia lain, seperti kurator,
dramaturg, kritikus, peneliti, seni dan impressario.
Pembinaan perguruan tinggi seni hendaknya
juga diarahkan kepada upaya menjadikan perguruan tinggi seni sebagai pusat
kebudayaan, dimana kreativitas, pengkajian, penelitian dan eksperimen seni
dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Perguruan tinggi seni hendaknya dianggap
dan dijadikan modal utama di dalam melestarikan dan mengembangkan jatidiri
kebudayaan di tempat perguruan tinggi seni itu berada. Pendidikan kesenian
hendaknya dimulai sejak usia dini.
VI. Seni
dan Pariwisata
Dalam era kebudayaan global yang ditandai
oleh teknologi informasi yang sangat canggih, keterkaitan unsur seni dalam
industri pariwisata tidak dapat dielakkan. Untuk itu yang perlu diperhatikan
adalah tiga hal penting, yaitu wawasan dan kobaran semangatnya, teknologi yang
dilandasi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi, dan pencarian visi.
Untuk menghadapi hal tersebut perlu
peningkatan kualitas seni dan senimannya. Hanya dengan kualitas pribadi tinggi
sebuah penciptaan karya seni yang bermutu dapat dihasilkan. Sehubungan dengan
itu diperlukan segera adanya dokumentasi terhadap karya yang berupa
ciptaan-ciptaan baru.
Namun demikian secara ideal pengembangan
seni dan pembinaan seni tidak seluruhnya diperuntukkan bagi kepentingan
pariwisata, karena seni adalah bagian dari jatidiri bangsa yang perlu dijaga
sebagai cerlang budaya kita.
VII. Seni
dan Hukum
Pengaturan lebih lanjut mengenai
undang-undang Hak Cipta yang menyangkut kesenian perlu segera di susun.
Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat
tentang hak cipta, yang perlu diupayakan penyebarluasan pemahaman hak cipta
kepada segenap pihak yang terkait. Dalam kaitannya dengan itu, perlu dibuat
kajian tentang konsep penciptaan pada masyarakat tradisi.
VIII. Seni
dan Pengayoman
Seniman hendaknya memiliki sikap yang
tegas terhadap campur tangan pengayom dalam menciptakan karyanya.
Keprofesionalan seniman perlu
ditingkatkan agar kesenian dapat lebih disebarluaskan.
Di setiap daerah perlu dibentuk yayasan
yang bertugas untuk mencari dan menghimpun dana yang berupa subsidi, donasi,
sponsor, dan bantuan lainnya untuk dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya bagi
pengembangan kesenian di daerahnya.
Mengingat kesenian merupakan faktor yang
sangat penting dalam lingkungan sosial budaya, maka dalam penyusunan AMDAL
(Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) kesenian sebagai unsur seni budaya perlu
ikut diperhitungkan.
Mekanisme perlindungan hak cipta karya
seni perlu ditingkatkan sehingga perlindungan tersebut dapat terlaksana secara
efektif.
Lembaga-lembaga kesenian yang ada sebagai
mitra Pemerintah dalam pelayanan masyarakat di bidang kesenian di daerah perlu
meningkatkan mekanisme kerjanya sesuai dengan fungsi dan tugasnya
masing-masing.
Anggota DPR dan DPRD dari komisi yang
menyangkut bidang kebudayaan perlu memperjuangkan anggaran yang memadai untuk
pembiayaan pengembangan kesenian.
Mengingat kesenian sebagai komiditi
merupakan aset pembangunan yang produktif maka KADIN perlu memberikan dukungan
dan bantuan dalam pemasaran hasil kesenian.
IX. Seni
dalam Tata Lingkungan
Tata lingkungan yang menyangkut
arsitektur lansekap, perumahan, dan perkotaan hendaknya menampilkan kekhasan
dan jatidiri yang bertumpu pada iklim dan budaya setempat untuk memenuhi
tuntutan kebutuhan manusia yang selalu berkembang.
Pembangunan kota perlu mempertimbangkan
aspek fungsi, ekonomi, harmoni, dan estetika, dengan memperhitungkan persepsi
dan aspirasi segenap lapisan masyarakat.
Perencanaan ruangan luar dengan
kelengkapan berupa perabot lansekap dan papan iklan berikut tata lampunya perlu
ditata agar kota tidak sekedar fungsional tetapi juga estetis.
Upaya pelestarian warisan arsitektur dan
konservasi kawasan kota kuno bersejarah perlu lebih digalakkan agar setiap kota
dapat tampil sebagai karya seni sosial yang mencerminkan sejarah perkembangan
masyarakatnya dari waktu ke waktu.
Perlu dilakukan penelitian yang lebih
mendalam untuk mencari akar arsitektur tradisional dari khasanah budaya di
segenap pelosok tanah air, untuk dijadikan landasan dalam pengembangan tata
lingkungan di masa mendatang.
Sangat dirasakan pentingnya panduan
perencanaan dan perancangan berwawasan lingkungan dengan mekanisme pengawasan
pembangunan yang dilengkapi sistem intensif dan disinsentif.
X.
Refleksi atas Perkembangan Seni
Agar kekuasaan birokrasi dalam bidang
kesenian di daerah dapat dikurangi karena sering menghalangi perkembangan
kreativitas.
Agar penilaian dalam festival tari di
tingkat nasional ditiadakan untuk mengurangi kecurigaan antar daerah.
Lebih memacu festival kesenian daerah
daripada kesenian nasional untuk memberi peluang kreativitas lebih banyak
kepada daerah.
Sistem pemberian anugerah seni perlu
disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Semua pihak dihimbau untuk mengerahkan
opini dan lobi ke arah peningkatan masukan mengenai kesenian dalam persiapan
naskah GBHN 1998.
Dalam hubungannya dengan perkembangan
sastra, diusulkan agar pengajaran bahasa dan sastra ditunjang oleh kegiatan
ekstra kurikuler.
Pemerintah dihimbau untuk meningkatkan
fungsi Balai Pustaka sebagai penerbit buku-buku sastra, dan budaya di samping
buku-buku teks dan umum.
Kemajuan seni perlu didukung oleh
manajemen yang baik sesuai dengan bidang seninya masing-masing.
Dalam kaitannya dengan industri
kebudayaan perlu diupayakan untuk mencari penyantun dana untuk jangka panjang.
Apresiasi masyarakat terhadap seni
merupakan salah satu faktor penting. Oleh karena itu, perlu didukung oleh
pendidikan kesenian yang memadai.
Kendala yang dihadapi dalam teater
terutama adalah masalah pendanaan dan penonton atau konsumen teater.
Kehidupan teater yang normal tidak lepas
dari hubungan antara seni dan masyarakat. Namun teater tidak boleh datang
dengan intensitas kampanye politik atau sebagai alat propaganda.
Untuk menyiasati keberadaan teater di
Indonesia, hendaknya dibentuk sebuah jaringan kerja teater.
Rekomendasi
1. Kongres Kesenian agar
dilaksanakan 5 (lima) tahun sekali.
2. Direktorat Jenderal
Kebudayaan diharapkan menindaklanjuti keputusan kongres.
3. Agar Pemerintah, dalam
hal ini Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, memberikan porsi yang lebih besar
kepada kesenian dan kurikulum nasional.
4. Pemerintah perlu membuat
kebijakan baru dalam pendidikan guru kesenian dengan mengaitkan lembaga
pendidikan guru dan lembaga pendidikan kesenian.
5. Agar para seniman yang
sudah mapan mendirikan sanggar kesenian untuk dapat meningkatkan apresiasi seni
masyarakat.
6. Agar aparat pemerintah
yang menangani kesenian dengan meningkatkan pengetahuannya mengenai kesenian
sehingga dapat membantu perkembangan kesenian dan tidak mempersulit pertumbuhan
kesenian.
7. Agar dipikirkan
keberadaan lembaga bantuan hukum bagi seniman.
8. Agar dibentuk sebuah
lembaga kesenian yang bersifat nasional yang menangani berbagai masalah
kesenian yang muncul.
Jakarta, 7 Desember 1995
Tim Perumus:
1. Sapardi Djoko Damono
(Ketua)
2. Bakdi Sumanto
(Sekretaris)
3. Yulianti L. Parani
(Anggota)
4. Budi Darma (Anggota)
5. Saini K.M. (Anggota)
6. Eko Budiardjo (Anggota)
7. Singgih Wibisono
(Anggota)
8. Mukhlis Paeni (Anggota)
9. Samsudin Hardjakusumah
(Anggota)
Baca Juga: POLEMIK
KKI 2015: Wawancara dengan Benny Yohanes: Saya Tak Enggan Merespons di Media Sosial
Tidak ada komentar:
Posting Komentar