OLEH Puti Reno Raudha Thaib
Ketua Umum Bundo Kanduang Sumatera Barat
Rumah gadang terpanjang balailamo.blogspot.com |
Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah sebagai
pedoman hidup masyarakat Minangkabau, sepanjang sejarahnya tidak pernah digugat
oleh masyarakat bahkan sangat diperlukan dalam menghadapi perubahan sosial yang
begitu cepat dan kompleks di era globalisasi. Sejauh mana nilai-nilai Adat
Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah itu telah diamalkan oleh individu dan
masyarakat Minangkabau pada hari ini, diperlukan indikator dari pengamalannya.
Oleh karena itu perlu penjabaran untuk memperjelas nilai-nilai yang terkandung
dalam Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah tersebut.
Bundo Kanduang Provinsi Sumatera Barat telah memberanikan
diri membentuk sebuah tim yang terdiri dari: para ahli, tokoh adat, budayawan,
untuk menyusun buku tentang :”Butir-butir
Implementasi Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah” dilengkapi dengan
penjelasannya dalam sikap dan tingkah laku. Buku tersebut diterbitkan oleh
Bundo Kanduang Sumbar pada tahun 2006. InsyaAllah mulai minggu ini akan
diturunkan secara bersambung pada Rubrik Pusako.
Pengertian dan
Batasan
- Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah
(ABS-SBK) mengandung tiga unsur terpenting; Adat, Syara’ dan Kitabullah. Yang
dimaksud dengan adat adalah segala bentuk dan sistem yang mengatur
perilaku dan tatanan kehidupan yang
dicita-citakan atau yang ingin dicapai seluruh masyarakat Minangkabau. Syara’
dimaksudkan adalah substansi ajaran Islam termasuk hukum-hukumnya. Sedangkan
kitabullah adalah Al Qurannul Karim, kitab suci yang diturunkan Allah SWT kepada
Nabi Muhammad SAW.
- Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah
adalah pedoman dasar kehidupan masyarakat Minangkabau dan hanya ditujukan
kepada masyarakat yang menganut adat dan budaya Minangkabau.
- Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah
merupakan kesepakatan masyarakat Minangkabau sejak lama tanpa
memperbincangkannya lagi tentang bila, di mana dan bagaimana Adat Basandi
Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah tersebut terjadi.
- Yang dimaksud dengan butir-butir implementasi Adat
Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah dan penjelasannya adalah point-point Adat Basandi Syara’, Syara’
Basandi Kitabullah yang harus dilaksanakan dalam seluruh aspek kehidupan
masyarakat Minangkabau dan menjadi prilaku dalam amal perbuatannya.
- Rumusan 45 butir Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi
Kitabullah itu tersebar dalam 6 bidang yakni;
(a) Bidang Sosial; 12
butir
(b) Bidang Pendidikan; 7
butir
(c) Bidang Ekonomi; 8
butir
(d) Bidang Politik; 4
butir
(e) Bidang Hukum; 9
butir
(f) Bidang Kesenian; 5
butir
Bidang sosial
- Sistem
kekerabatan (individu, keluarga batih, keluarga kaum)
- Sistem
kemasyarakatan (suku, nagari, kelarasan)
- Lembaga/institusi/organisasi.
- Norma-norma
dan sistem
- Sistem
hubungan – interaksi sosial
- Hak dan
kewajiban.
Menjalankan kehidupan
kemasyarakatan sesuai dengan norma dan ajaran adat Minangkabau yang sejalan
dengan nilai dan ajaran Islam.
- Saling memberikan kepercayaan (pitaruah tak
baunyikan)
- Menegakkan kejujuran (sakali lancuang ka ujian
saumua iduik urang tak picayo)
- Suka berbuat baik dan berterima kasih (babuek
bayiak padoi-padoi, babuek buruak sakali jangan)
- Suka tolong menolong dan memberi maaf (ka bukik
samo mandaki, ka lurah samo manurun)
- Mencegah segala pengaruh negatif dari gaya dan pola
hidup yang bertentangan dengan aqidah (jalan dialiah urang lalu, cupak
diasak urang panggaleh)
Menghormati dan
bekerjasama dengan pemeluk agama lain sebatas kehidupan sosial untuk membina
kehidupan kemasyarakatan yang lebih aman, adil dan sejahtera.
- Bekerjasama dalam bidang sosial dengan siapa saja
selain dalam bidang aqidah (ka bukik samo mandaki ka lurah samo
manurun).
- Bekerjasama dalam bidang sosial tanpa merendahkan
marwah, harga diri atau mengaburkan identitas ke Minangkabauan
- Bekerjasama dengan siapa saja dalam upaya membina
dan mengembangkan keamanan dan keadilan serta meningkatkan kesejahteraan
dan martabat kemanusiaan (tagak bakampuang manjago kampuang, tagak
banagari manjago nagari).
Tidak memaksakan
suatu ajaran agama atau kepercayaan kepada agama dan kepercayaan lain.
- Tidak boleh menjelekkan, memperolok -olokan atau memutarbalikkan ajaran
dan keTuhanan suatu agama yang
dapat menyinggung perasaan dan keyakinan seseorang atau kelompok
masyarakat (tanah sabingkah lah bapunyo, rumpuik sahalai lah bauntuak,
malu nan alun kababagi).
- Tidak ikut merayakan hari-hari besar agama yang
tidak sesuai dengan aqidah masing-masing pemeluk.
- Menolak segala bentuk usaha dan kegiatan (aktivitas)
sosial yang bertujuan untuk memasukkan atau mengembangkan agama, ideologi
atau kepercayaan lain.
Mengembangkan sikap
tenggang rasa dan tidak semena-mena terhadap orang lain serta menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan.
- Tenggang rasa dan saling tegur sapa ke arah kebaikan
(lamak dek awak/ ka tuju dek
- urang/ baso elok budi katuju)
- Tidak mungkir janji (titian binaso lapuak/ janji
binaso mungkia)
- Tidak memandang rendah, mengabaikan atau menekan
siapa pun juga.
- Menghormati orang tua, mengasihi yang muda dan
menjadi teman bermufakat teman sebaya. (nan tuo dimuliakan, nan ketek
dikasihi, samo gadang lawan baiyo)
Pimpinan haruslah
menjadi suri teladan bagi anggota masyarakat
- Kepemimpinan tungku tigo sajarangan yang terdiri
dari ninik mamak, alim ulama dan cadiak pandai menjadi panutan dan suri
teladan dalam berprilaku atau bertindak bagi anggota masyarakat (baringin
gadang di tangah koto, batangnyo tampek basanda, ureknyo tampek
bagantuang).
- Saling menjaga hak dan kewajiban antara pimpinan dan
masyarakat yang dipimpinnya sesuai dengan norma adat dan Islam (didahulukan
salangkah, ditinggikan sarantiang).
- Menghormati dan mematuhi pimpinan yang adil dan
menolak dengan baik pimpinan yang
tidak jujur (rajo adia rajo disamba/ rajo zalim rajo disanggah/ tolak
kejahatan dengan kebaikan/ harimau di dalam paruik, kambiang dikaluakan).
Bundo Kandung
menjadi suri teladan bagi perempuan Minangkabau dalam pembentukan moral dan
prilaku dimulai dari dalam keluarga.
- Perempuan Minang adalah puncak dalam kekeluargaan
dan kekerabatan berdasarkan sistem matrilineal (limpapeh rumah nan
gadang).
- Menjadi panutan dalam sopan santun bicara,
bertingkah laku, berpakaian, kasih sayang, ketaatan dan ketaqwaan (undung-undung
ka sarugo).
- Menjadi rujukan moral dan pengawal nilai-nilai adat
dan pengamalan ajaran Islam bagi keluarga, kaumnya, masyarakat, bangsa dan
Negara (acang-acang dalam nagari).
- Menyadari sepenuhnya bahwa dirinya adalah manusia
yang utuh sebagaimana juga laki-laki
berdasarkan adat dan ajaran Islam.
Senantiasa berpikir
jernih, logis dan cerdas bagi pengamalan dan keberlanjutan nilai-nilai adat dan
ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
a. Pola pikir setiap
individu Minangkabau haruslah berdasarkan norma-norma adat dan nilai-nilai ke-Islam-an (syara’
batilanjang, adat basisampiang).
b. Ajaran Islam adalah
satu-satunya rujukan dalam pengamalan adat (syarak mangato-adat mamakai).
c. Alam semesta adalah
tanda keberadaan dan kebesaran Allah swt. Karenanya setiap individu Minangkabau
harus mempelajari dan memahami dengan segala kearifan tanda-tanda alam sebagai
bagian dari sunnatullah (alam takambang jadi guru).
d.
Berkewajiban menjaga, memelihara dan melestarikan alam
dan segala isinya.
Meningkatkan fungsi
lembaga-lembaga sosial adat dan Agama serta peranan fungsionarisnya
- Meningkatkan fungsi
dan mensinerjikan peranan LKAAM, Bundo Kandung dengan Limbago Pucuak Adat
Alam Minangkabau, sebagai suatu lembaga yang terdiri dari seluruh
perangkat adat alam Minangkabau, dalam usaha melestarikan dan
mengembangkan adat budaya Minangkabau.
- Meningkatkan
peranan tungku tigo sajarangan – tali tigo sapilin di tengah-tengah
masyarakat dan dalam mekanisme pemerintahan nagari.
- Meningkatkan
peranan ulama dan guru-guru dalam usaha memperbaiki akhlak dan kecerdasan
masyarakat.
- Memfungsikan
surau sebagai lembaga pendidikan
budi pekerti, agama, adat istiadat bagi ninik mamak dan anak
kemenakan di dalam kaum, suku dan nagari.
- Memfungsikan
lembaga adat lainnya dan perkumpulan/ organisasi sosial sebagai lembaga
silaturrahmi dan pengembangan norma sopan santun anak nagari.
- Menghidupkan
kembali perkumpulan pemuda, sasaran pencak silat dan berbagai kegiatan
lainnya bagi anak nagari. (elok nagari dek pangulu/ rami tapian dek nan
mudo)
Bidang pendidikan
Arah dan tujuan pendidikan. Bentuk pendidikan (formal/informal/tingkatan-tingkatan
pendidikan). Komponen pendidikan: murid, guru, metodologi/ kurikulum, materi
pendidikan, sarana/prasarana.
Pendidikan bertujuan untuk membentuk masyarakat
Minangkabau yang cerdas, berilmu pengetahuan yang luas, bertaqwa demi
kesejahteraan, martabat dan peningkatan mutu kehidupan.
a.
Menyelenggarakan pendidikan untuk meningkatkan taraf dan
nilai kehidupan masyarakat, beriman, berilmu pengetahuan dan berakhlak mulia.
b.
Pemberian ilmu pengetahuan yang luas dan bermanfaat
dengan landasan keimanan dan ketaqwaan.
c.
Ilmu pengetahuan yang dipelajari harus dapat membentuk
sikap keagamaan dan budaya, terbuka, jujur, membenci nepotisme, kolusi dan
korupsi serta mencegah segala bentuk kejahatan.
d.
Pendidikan yang diberikan haruslah dapat membentuk
prilaku sosial yang cerdas: kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan
kecerdasan spiritual.
e.
Mempertinggi kearifan orang Minangkabau dalam
mempertahankan harga diri, kaum keluarga, suku, nagari, agama dan negaranya.***
Bidang ekonomi
1.
Sako jo Pusako
2.
Pusako randah
3.
Tanah ulayat
4.
Balai/ pakan/ pasa
5.
Struktur ekonomi rakyat
6.
petani, nelayan, peternak
7.
industri dan home industri/kerajinan
a.
jasa
b.
Sentra ekonomi
c.
Sistem ekonomi
Mengelola dan
memanfa’atkan sako jo pusako demi untuk kemakmuran masyarakat Minangkabau.
a.
Harta pusaka tinggi diatur menurut aturan adat (warih
dijaweh- ganggam bauntuk/ pusako ditolong- pusako lamo sarupo itu juo),
sedangkan pusaka rendah diwariskan menurut hukum faraid.
b.
Tanah pusaka atau tanah ulayat kaum, suku tidak dapat
dilepaskan kepemilikannya tanpa melalui musyawarah dari seluruh anggota
kaumnya.
c.
Tanah ulayat kaum, suku, nagari harus dapat memberikan manfaat
setinggi-tingginya bagi kesejahteraan dan kemakmuran kaum.
Meramaikan balai
nagari sebagai pusat perekonomian masyarakat.
a. Tidak memperdagangkan barang-barang yang
secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak moral sosial dan menjual
harga diri masyarakat Minang.
b.
Transaksi jual beli di pasa nagari disesuaikan
dengan norma adat dan nilai Islam.
c.
Mencegah perdagangan miras, alat judi, barang porno dan
segala barang yang dapat merusak kesehatan masyarakat.
Tidak menyiarkan dan
menyaksikan siaran multimedia elektronik dan cetak yang bertentangan dengan
etika, sopan santun, nilai-nilai agama dan adat.
a.
Menolak hasil karya tayangan/ siaran multi media elektronik
(TV, Film, Internet) dalam bentuk animasi, sinetron, iklan dll. yang tidak sesuai
dengan etika, sopan santun, nilai-nilai agama dan adat.
b.
Tontonan tayangan/siaran/ pertunjukan dalam bentuk apapun
harus bersifat mendidik, mencerdaskan dan menghibur, memperkuat keinginan untuk
berbuat baik dan menjalankan agama dan adatnya secara benar.
b.
Tidak memperdagangkan buku, majalah, koran dan produk
penerbitan apapun yang dapat meninggalkan nilai-nilai moral yang berlaku dalam
masyarakat Minangkabau.
Menyelenggarakan
industri kepariwisataan yang sesuai dengan norma adat dan Islam.
a. Kepariwisataan
di ranah Minangkabau harus berbasis adat dan syarak (Islam)
b. Tujuan pariwisata berbasis adat dan syarak
menawarkan nilai refreshing (penyegaran), ekonomi, ilmu, peradaban dan teman/
mitra yang benar.
b.
Iven-iven budaya dan kesenian yang ditampilkan untuk
kepentingan pariwisata tidak hanya menawarkan estetika (rasa indah) dan
kekaguman tetapi harus mempertimbangkan norma adat dan Islam serta masyarakat
lingkungan.
c.
Turis asing dan pengunjung yang tidak memahami norma adat
Minangkabau dan Islam harus diberi pengajaran, hikmah dan tuntunan
yang benar, agar mereka tidak menjadi “contoh” buruk bagi masyarakat
Minangkabau.
d.
Hotel, motel, homestay dan penginapan apa pun bentuknya
tempat rekreasi dan tujuan (objek) kunjungan wisata harus menyediakan sarana (alat
dan tempat) ibadat, fasilitas umum yang bersih, serta penyediaan pelayanan jasa
lainnya dengan prilaku yang sesuai sopan santun dan adat masyarakat
Minangkabau.
Mencintai
dan memanfaatkan segala produk budaya Minangkabau.
- Membudayakan
kerajinan tangan dan industri rumah tangga.
- Memupuk rasa
bangga mencintai dan memakai hasil usaha dan produk bangsa sendiri.
- Memupuk kemauan
produsen mengukuhkan hak dan identitas produksi (hak cipta) sendiri dan
menuntut peniruan terhadap barang produksi sendiri.
- Mamatuhi aturan
perlindungan terhadap produsen dan konsumen.
Membudayakan sistem
satu nagari satu produk.
a.
Menciptakan kebanggaan produk yang dihasilkan suatu
nagari.
b.
Meningkatkan kualitas produk nagari.
c.
Mencipta produk nagari sendiri yang unggul dan mempunyai
daya saing kuat.
d.
Tidak terjebak dalam sistem permodalan yang bertentangan
dengan norma adat dan nilai Islam
e.
Sistem investasi haruslah disusun berdasarkan pemberian
keuntungan masyarakat dan investor serta menghormati dan menjaga hak milik
pribadi dan kaum.
Mengembangkan sistem
ekonomi yang berbasis kepada rakyat dengan pola kemitraan dan sistem bagi
hasil.
- Mengembangkan sistem
permodalan (dana, lahan, sosial, network dll) yang sesuai dengan norma
adat dan nilai Islam tanpa merugikan masyarakat.
- Mengembangkan
teknologi tepat guna untuk penunjang sistem ekonomi tradisional dan
konvensional.
- Melakukan
berbagai terobosan dan menciptakan kemauan kuat masyarakat untuk
mengadopsi gagasan baru dalam meningkatkan produktivitas.
- Mengembangkan kelembagaan dan ketahanan ekonomi
kerakyatan.***
Bidang Politik
Mencakup beberapa aspek di antaranya masalah
kepimpinan (Tigo tungku Sajarangan, urang nan-4 jinih dan urang jinih nan-4),
kebijakan (kebijaksanaan, sistem tali tigo sapilin: Anggo tanggo, raso pareso,
alua jo patuik), kelembagaan (LKAAM, KAN, Lembaga Pucuk Adat Alam Minangkabau,
Bundo Kanduang, BMAS – Badan Musyawarah Adat dan Syarak) dan Undang-undang
Adat.
Mengamalkan prilaku
(budaya) kepemimpinan berdasarkan nilai-nilai adat dan ajaran Islam.
a.
Menjalankan pola kepemimpinan Minangkabau yang mengacu
kepada tatanan yang sudah ada dan sesuai asal usul untuk pengembangan budaya,
ekonomi, agama dan kemasyarakan.
b.
Mematuhi kebijakan Tungku Tigo Sajarangan (1) Penghulu
memimpin urusan adat. (2) Alim ulama (malim) memimpin urusan agama, (3) cadiak
pandai memimpin urusan penyelesaian masalah-masalah sosial, adat dan agama di
nagari.
c.
Menjalankan kebijakan urang nan ampek: (1) penghulu, (2)
malim (alim ulama) (3) manti (cadiak pandai) dan (4) dubalang.
d.
Mengikuti ajaran urang jinih nan-4: (1) imam (2) katik
(3) bila dan (4) qadhi.
e.
Menjalankan kepemimpinan yang berdasarkan kepada asas
musyawarah dan mufakat.
f.
Pengawasan keamanaan, akhlak moral, ketaatan dan
ketaqwaan terhadap anak kemenakan di nagari (malam badanga-dangakan, siang
bacaliak-caliak).
Memperkuat lembaga
adat dan Islam
a.
Menghormati dan memfungsikan LKAAM (Lembaga Kerapatan
Adat Alam Minangkabau) sebagai lembaga adat – budaya yang mandiri dan
representatif.
b.
Menghormati dan memfungsikan MUI kelembagaan para ulama
yang mandiri dan representatif.
c.
Menghormati dan memfungsikan Lembaga Pucuk Adat Alam
Minangkabau.
d.
Menghormati kelembagaan KAN (Kerapatan Adat Nagari)
sebagai wadah permusyawaratan dan pemufakatan ninik mamak (adat) dalam nagari.
e.
Menghormati dan memfungsikan Bundo Kandung sebagai
lembaga perempuan Minangkabau.
Mematuhi kebijakan
dan kebijaksanaan dalam adat dan membudayakan musyawarah mufakat dalam
pengambilan keputusan.
a.
Mengembangkan kebijakan etika politik sesuai dengan asas
tali tigo sapilin dengan dasar: anggo tanggo, undang: raso jo
pareso dan hukum: alua jo patuik.
b.
Membudayakan musyawarah mufakat dalam pengambilan
kebijakan dan kebijaksanaan dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati
nurani yang tulus serta dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima
dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah. (bulek kato dek mufakat/ bulek
lah buliah digolongkan/ digolongkan di labuah nan pasa)
c.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan secara
adil untuk kepentingan bersama dan untuk mencapai kata mufakat diperkuat
semangat kekeluargaan. (Ka bukik samo mandaki, ka lurah samo manurun. Hati
gajah samo dilapah, hati tungau samo dicacah).
Mengembangkan dan
menerapkan wawasan keminangkabauan sebagai bagian wawasan kebangsaan.
a. Menjaga,
mempertahankan serta memperkuat rasa persatuan, kesatuan, kepentingan dan
keselamatan bangsa dan negara Indonesia di atas kepentingan pribadi, keluarga,
kaum dan suku.
b. Mencintai adat (sistem)
dan budaya (prilaku) Minangkabau sebagaimana mencintai tanah air Indonesia dan
bangsa Indonesia.
c. Bangga sebagai
masyarakat Minangkabau sebagaimana kebanggaannya menjadi bangsa Indonesia
bertanah air Indonesia.
d. Mengutamakan
kepentingan Negara dan masyarakat di atas kepentingan pribadi, keluarga, kaum
dan suku. (Tagak bakampuang mamaga kampuang, tagak banagari mamaga
nagari).***
Bidang hukum
a. Anggo tanggo
(pedoman dasar, kebijaksanaan2, kearifan lokal dll.)
b. Raso pareso
(undang-undang adat dan negara dan hukum syarak)
c. Alua jo patuik
(pelaksanaan hukum adat, negara, syarak)
B. Adat Salingka Nagari
Segala aturan yang bertentangan dengan adat Minangkabau dan Islam tidak
dibenarkan untuk diamalkan dalam kehidupan pribadi, rumah tangga, kaum, suku,
dan masyarakat nagari di Minangkabau.
a.
Berdasar ka anggo tanggo/ Baundang ka alua jo
patuik/ Bahukum ka raso jo pareso. Raso Tumbuah di dado/ Paraeso tumbuah di
kapalo (raso dibao naiak, paereso dibao turun).
b.
Adat Minangkabau tidak tertutup terhadap pembaharuan,
tetapi tidak menerima pembaharuan dengan nilai-nilai modern yang menguras
khazanah nurani atau tidak sesuai adat dan Islam (baju dipakai usang, adat
dipakai baru).
c.
Peraturan adat dan hukumnya punya elastisitas, tetapi
tidak merubah hal yang mendasar dalam adat (sakali aia gadang, sakali tapian
barasak)
d.
Mengamalkan cara pergaulan, cara sandang (berpakaian),
cara makan (pangan) dan cara kediaman (papan) berdasarkan norma-norma adat dan ajaran
Islam.
e.
Mensosialisasikan hukum dan adat tidak semata diserahkan
kepada tokoh adat tetapi menjadi tanggung jawab semua komponen masyarakat
Minangkabau dan melibatkan infra/supra struktur lokal yang berwibawa (sisi
kekuasaan formal dan informal) sekaligus penguatan pilar-pilar dan kisi-kisi
yang lebih bertanggung jawab atas keberlanjutan nilai-nilai luhur.
Memenuhi hak-hak dan
kewajiban setiap anggota masyarakat sesuai dengan norma-norma, hukum, ajaran
adat dan ajaran Islam.
a. Berani menuntut hak
setelah kewajiban dibayar.
b. Tidak merugikan
kepentingan orang banyak
Saling menghargai
dan menyayangi antara sesama manusia tanpa berdasarkan norma, etika dan hukum
yang berlaku.
a. Menghargai dan
menghormati keyakinan seseorang berdasarkan agama yang dianutnya.
b. Menyayangi orang
lain seperti menyayangi diri sendiri, merasakan sakit orang lain seperti sakit
diri sendiri (sakik diurang sakik diawak).
c. Menghargai rasa
keadilan, tidak semena-mena terhadap ketentuan hukum yang berlaku.
Memperjuangkan, menegakkan dan mempertahankan yang benar
itu benar dan yang salah itu salah berdasarkan hukum adat dan Islam di mana dan
kapan saja.
a. Mengetahui, memahami
dan mengamalkan nilai-nilai yang baik dan benar berdasarkan Islam dan adat
budaya yang berlaku.
b. Berani mengatakan
yang benar itu benar dan yang salah itu salah.
c. Mendorong masyarakat
dan lembaga-lembaga yang mengatur kehidupan publik melahirkan khittah dalam
pelaksanaan nilai ABS-SBK yang dapat diukur.
Rela berkorban dalam
mempertahankan identitas, integritas bagi kepentingan keberlanjutan dan kejayaan adat Minangkabau dan
Islam.
a. Bersedia membela dan
mempertahankan ajaran Islam
b. Mempertahankan
integritas dan identitas Minangkabau
c. Memelihara
keberlanjutan adat Minangkabau dengan penguatan unsur masyarakat adat.
d. Kepentingan yang
lebih besar adalah adat dan Islam diamalkan dalam masyarakat.
e. Melahirkan kebijakan
publik mendukung gerakan kembali ke nagari, mendukung pelaksanaan ABS-SBK.
f.
Mewujudkan surau sebagai basis nagari dan sebagai wadah
dari pendidikan budi oleh ninik mamak didukung oleh peraturan
perundang-undangan, peraturan-peraturan daerah (perda).
Mengambil keputusan
yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan kepada Allah swt serta
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia secara benar dan adil.
a.
Keputusan sesuai alua dan patuik
berdasarkan kebenaran hukum yang berlaku (kebijakan) dan kebijaksanaan (arif
bijaksana) menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.
b.
Segala sesuatu yang sudah diputuskan harus dijalankan
dengan sebaik-baiknya
c.
Segala keputusan adalah berdasarkan keadilan yang
dituntun oleh ketentuan-ketentuan hukum Islam dan adat yang berlaku.
d.
Mendorong lahirnya peraturan hukum formal sebagai payung
pelaksanaan ABS-SBK sesuai dengan struktur masyarakat.
Mengamalkan
pewarisan sako dan pusako sesuai dengan hukum adat dan Islam.
a. Pewarisan harta
pusaka tinggi harus mengikuti aturan adat.
b. Pewarisan harta
pusaka rendah menurut hukum Islam (faraid).
c. Pewarisan sako
(tuah, kehormatan dan gelar) dalam suatu kaum merupakan hak bagi kaum lelaki
yang telah disepakati oleh kaumnya.
d. Penurunan gelar
penghulu kepada laki-laki berdasarkan sistem matrilineal dan kelarasan yang
dianut kaum tersebut.
e. Penurunan gelar
penghulu tidak boleh kepada perempuan.
f.
Kalau tidak ada laki-laki yang patut menjadi penghulu,
maka gelar pusako itu dilipat.
Menerima anak kemenakan
dari suku dan etnis lain sesuai dengan norma adat Minangkabau.
a. Menerima anak kemenakan yang berasal dari
etnis dan suku bangsa lainnya dibenarkan sesuai dengan aturan adat yang berlaku
“inggok mancangkam/ tabang manumpu”.
b.
Anak kemenakan yang diterima harus mengikuti adat, budaya
dan agama yang dianut oleh masyarakat Minangkabau.
c.
Anak kemenakan yang telah menjadi anggota di dalam suatu
kaum tidak mempunyai hak pewarisan sebagaimana hak
pewarisan yang dimiliki anggota kaum menurut sistem matrilineal.
Menghormati dan mengamalkan adat salingka nagari tanpa mengabaikan inti
adat di nagari lain dalam wilayah budaya Minangkabau.
a.
Pengamalan adat salingka nagari tidak berarti
mengabaikan inti adat di nagari lain dalam wilayah adat Minangkabau.
b.
Tidak memecah adat dan nagari sebagai wilayah
khusus Minangkabau.
c. Pengamalan
adat salingka nagari terbatas pada pengalaman adat istiadat dan adat yang
diadatkan saja.
Bidang kesenian
a. Pengertian dan batasan kesenian
b. Etika dan estetika dalam kesenian
c. Bentuk-bentuk kesenian
d. Kesusasteraan
e. Pekerja seni
f. Masyarakat penikmat seni
g. Sarana/prasarana kesenian
Rasa
keindahan (estetika) harus mempertimbangkan etika (akhlak, moral) yang
bersumber dari adat dan Islam.
a. Estetika (rasa keindahan) tidak boleh sama
sekali terlepas dari etika. Sesuatu yang indah harus mengandung nilai etika. (Nan
elok budi, nan endah baso).
d.
Masyarakat Minangkabau harus menolak estetika yang berlawanan
dengan etika.
e.
Estetika dan etika harus takluk kepada nilai-nilai ke-Islam-an.
Pengembangan
segala bentuk wujud seni tradisi dan modern yang tidak bertentangan dengan
nilai-nilai luhur adat dan aqidah tauhid (keyakinan) Islam.
a.
Bentuk kesenian tradisi dan modern yang boleh
dikembangkan dan disosialisasikan sesuai nilai adat dan Islam itu meliputi (1) seni
rupa (lukis/ seni disain, pahat/ sulam/ jahit/ seni pakai, dan
arsitektur), (2) seni gerak (pencak/ randai, silat/ bela
diri, dan drama/ film), (3) seni suara (instrumental/
musik, vokal , sastra: tulis-lisan).
b.
Mengembangkan dan mensosialisasikan nilai dan pesan-pesan
moral dalam kesenian tradisi dan modern sesuai norma adat dan Islam.
c.
Bentuk-bentuk kesenian tradisi diteruskan dan dipelihara
dalam bentuknya yang lama, sedangkan bentuk-bentuk kesenian modern mengikuti
bentuk-bentuk kesenian modern yang berkembang.
d.
Kesenian tradisi adalah kesenian yang diwariskan secara
turun temurun, sedangkan kesenian modern adalah hasil kreativitas masyarakat
Minangkabau modern.
e.
Nilai-nilai dan pesan-pesan dalam kesenian tradisi dan
kesenian modern tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung
dalam adat dan ajaran Islam.
f.
Pewarisan kesenian tradisi dan modern itu harus diarahkan
kepada pembiasaan hidup yang beradab (budi baik dan baso katuju)
dan menghargai hak cipta dan kreativitas berdasarkan nilai-nilai adat dan
ajaran agama Islam
g.
Kreatifitas yang diwujudkan dalam seni rupa dihindari
mengambil motif yang bertentangan dengan etika adat dan akidah Islam.
h.
Kreasi dan pertunjukan wujud-wujud seni gerak
(pencak/silat, tari, drama/ film/ iklan dsb) tidak dibenarkan mengekspresikan
estetika yang tidak sesuai dengan adat dan Islam.
i.
Kreasi dan ekspresi seni suara harus menghindar dari
nilai-nilai yang menjatuhkan martabat dan bertentangan dengan norma adat dan
Islam.
Mengembangkan
kreatifitas dalam karya sastra (kesusasteraan) dan melestarikan serta
mempertahankan kesusasteraan lama sebagai warisan budaya.
a.
Memelihara hasil kesusasteraan lama (kaba, petata
petitih, pantun dsb) sebagai hasil karya masyarakat Mnangkabau masa lalu.
b.
Kesusasteraan lama yang berlawanan dengan ajaran dan
nilai-nilai ke-Islaman haruslah dilihat sebagai warisan yang tidak perlu lagi
untuk dikembangkan.
c.
Tema dan pesan-pesan dari kesussateraan baru sebagai
hasil kreativitas masyarakat Minangkabau modern seharusnya tidak berlawanan
dengan ajaran dan nilai-nilai ke-Islam-an yang dianut masyarakat.
d.
Masyarakat Minangkabau sangat menghargai kreativitas dan
seluruh wujud cabang seni tetapi tidak merujuk kepada kebebasan tanpa batas
atau mengabaikan nilai adat dan akidah.
Membangun,
merenovasi dan pemeliharaan karya arsitektur (seni bangunan) serta kreasi seni
rupa lainnya termasuk disain dan seni pakai (applied art)
a.
Memelihara bangunan-bangunan lama (masjid, surau, rumah
gadang, balai adat) serta seluruh bentuk arsitekturnya sebagai bagian dari
usaha pelestarian budaya Minangkabau.
b.
Membangun kembali bangunan-bangunan yang punya nilai historis
(surau, masjid), rumah gadang, balai adat, rangkiang dsb.).
c.
Membangun bangunan-bangunan baru tanpa merusak, merubah
dan meruntuhkan bangunan yang lama.
d.
Karya-karya senirupa lainnya yang sudah bertahan sejak
lama tetap dipelihara sebagai peninggalan budaya masyarakat Minangkabau.
e.
Karya-karya senirupa modern haruslah merujuk kepada
estetika berdasarkan etika masyarakat Minangkabau yang berlaku
f.
Desain dan seni pakai dalam bentuk apapun haruslah
mempertimbangkan nilai-nilai estetika dan etika sesuai dengan ajaran adat dan
Islam.
Seniman
dan penikmat seni dapat berkreasi dan menikmati karya seni yang sesuai dengan
norma adat dan Islam.
a. Seniman bebas menciptakan karya seni sebatas
tidak melanggar norma adat dan akidah Islam
b. Masyarakat Minangkabau dapat menikmati seni
selama tidak menjatuhkan martabatnya sebagai orang Minang.
Mengembangkan sarana
dan prasana kesenian.
a.
Menyediakan dan menggunakan sarana prasarana kesenian
secara optimal dalam pengembangan kesenian tradional dan modern yang tidak
bertentangan dengan adat dan Islam.
b.
Mengawasi penggunaan sarana prasarana kesenian agar tidak
digunakan sebagai tempat-tempat yang dapat memperburuk citra kesenian dalam
sudut pandang adat dan Islam.
Penutup
Demikianlah butir-butir dan penjelasan
dari ABS-SBK, semoga dapat memberi manfaat kepada kita bersama. Kami mohon
saran dan masukan dari semua pihak untuk kesempurnaan penyusunan Butir-butir
Implementasi Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar