OLEH Djohermansyah Djohan
Penulis Ketua Umum Ikatan Keluarga Alumni Pendidikan Tinggi Kepamongprajaan
Ketersediaan sumber daya aparatur negara atau
biasanya disebut sebagai pamong yang menguasai bidang pekerjaannya secara
profesional, baik yang hadir secara otodidak maupun melalui lembaga pendidikan
pamong, merupakan salah satu kekuatan bagi terselenggaranya tata kelola
pemerintahan yang baik.
Sejarah telah mencatat keberhasilan negara-negara
maju dalam mencetak kader-kader public
servants mereka melalui lembaga-lembaga pendidikan kepamongan dengan
kualifikasi khusus, sehingga tersedia sumber daya manusia siap pakai untuk
mengabdi bagi kepentingan negara. Demikian pula halnya di Indonesia, yang telah
memulai proses penyiapan kader-kader administrator pemerintahan pada era awal
kemerdekaan Republik Indonesia yang masih langka, melalui pembentukan APDN di Malang.
Melalui penyelenggaraan pendidikan kedinasan pamong
praja seperti APDN/IPDN, pemerintah sesungguhnya sangat berkepentingan untuk
dapat menyediakan sumberdaya aparatur yang siap pakai, serta menjadi kekuatan
utama dalam proses tata kelola pelayanan publik pada berbagai tingkatan
pemerintahan di era otonomi daerah.
Begitu
pentingnya
kehadiran sumberdaya manusia aparatur negara yang mampu menjalankan pemikiran tentang pemerintahan dan negara,
sehingga Plato (428-327 SM), telah
menggambarkan bahwa “....pemerintahan yang
baik mesti dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip akal sehat dan
budi pekerti yang baik : untuk itu aparatur
negara mesti memiliki pengetahuan ilmiah
mengenai problematika bidang
pemerintahan yang akan dimintakan keputusannya”. Artinya, seorang
aparatur negara (pamong praja), haruslah memiliki ilmu pengetahuan tentang
pemerintahan, yang diperolehnya melalui lembaga pendidikan yang bermutu, yaitu yang mampu mengembangkan akal sehat dan budi
pekerti seorang pelayan publik.
Kebutuhan
negara akan sumber daya aparatur yang lebih baik, tentunya harus dilakukan dengan mendorong peran dan kontribusi lembaga
pendidikan pamong yang telah eksis selama ini, untuk menghasilkan output yang
berkualitas, sehingga mampu mewarnai perubahan dan dinamika penyelenggaraan
pemerintahan di masa transisi saat ini.
Seiring
dengan perubahan yang terjadi, eksistensi lembaga pendidikan pamong juga tumbuh dan berkembang sejalan dengan
perkembangan berbagai rezim pemerintahan yang berkuasa, sehingga masing-masing
rezim pemerintahan seringkali mewarnai kebijakan pengelolaan sistem pendidikan
pamong. Ketika dominasi militer yang demikian kuat terhadap kekuasaan sipil,
maka lembaga pendidikan kepamongan juga menjelma menjadi lembaga pendidikan
kedinasan yang “semi militer”, yang lebih mengedepankan disiplin dan loyalitas
dibandingkan dengan pengembangan kemampuan nalar peserta didiknya.
Namun
pergantian rezim pemerintahan dalam beberapa kurun terakhir ini, secara tidak
langsung juga telah merubah paradigma penyelenggaraan pendidikan pamong, yang
tidak lagi berorientasi ‘semi militer” dengan berbagai pola pendidikan yang
kaku. Tuntutan terhadap pola pendidikan pamong yang lebih “berwajah sipil”
telah disuarakan oleh banyak pihak, dan perubahan tersebut akhirnya berjalan
dengan cepat, seiring dengan berbagai kejadian kekerasan dalam pendidikan yang
menimpa Praja IPDN yang mendapat sorotan luas dari berbagai elemen masyarakat.
Tuntutan
masyarakat terhadap pelayanan publik yang mampu mengayomi berbagai kepentingan
mereka secara memadai, tentunya harus dimulai melalui penyiapan tenaga pamong
atau aparatur negara yang yang lebih
mengedepankan akal sehat dan budi pekerti yang baik, sebagaimana dikatakan
Plato. Dengan demikian, kualitas pelayanan publik juga semakin bertambah baik.
Untuk
memajukan lembaga pendidikan pamong yang dapat menghadirkan aparatur negara secara
lebih berkualitas, serta mampu menjalankan tugas-tugas pelayanan publik yang
mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat luas, lebih-lebih di era otonomi
daerah dewasa ini, maka penyelenggaraan
pendidikan pamong harus mampu memberikan bekal pengetahuan ilmiah bidang pemerintahan secara baik
dan sistematis.
Segenap
peserta didik harus diberikan pembekalan keilmuan yang berbasis kebutuhan
masyarakat, sehingga dapat menjalankan praktek-praktek pemerintahan dengan piawai,
serta mengembangkan
pendekatan-pendekatan keilmuan
dan pengetahuan yang bebas dari kecenderungan
dominasi hierarkhi atasan-bawahan dan
birokratis semata, karena dalam
menjalankan tugas-tugas pelayanan, mereka harus mengedepankan prinsip “mengemong/mengurus“
masyarakat
sebagai prioritas.
Artinya, perpaduan perilaku dan pendekatan “manejerial-birokratis” yang
dibekali kepada seorang aparatur negara dalam proses lembaga pendidikan
pamong (institut vor bestuurwetenschappen) tersebut, tentunya diharapkan akan mampu
melahirkan kepemimpinan pemerintahan yang lebih efektif dan mengutamakan efisiensi
pelayanan publik (public sevices),
bukan kepemimpinan yang hanya mengedepankan pendekatan kekuatan dan kekuasaan semata.
Hal
seperti ini, tentunya harus dimulai dengan memformat lembaga pendidikan pamong yang
mengadopsi prinsip-prinsip pendidikan kedinasan yang modern, sebagaimana
dilakukan pada berbagai negara maju di dunia lewat sekolah-sekolah pemerintahan
(school for government). Lembaga
pendidikan pamong harus mampu menghilangkan stigma eksklusif yang sering dialamatkan
pada lembaga ini, sehingga kondisi tersebut justru melahirkan disparitas yang
tinggi antara seorang pamong sebagai
pelayan publik dengan masyarakat yang membutuhkan jasa layanan publik.
Lembaga
pendidikan pamong harus maju dengan menyelenggarakan sistem pendidikan
kedinasan yang berorientasi pada upaya mencetak kader-kader pamong yang mampu
mengedepankan akal sehat dalam membuat dan melaksanakan kebijakan publik, serta
memiliki budi pekerti yang baik untuk menjadi teladan bagi masyarakat.
Peran
dan kontribusi lembaga pendidikan pamong di masa depan, seyogyanya harus mampu melahirkan peserta
didik yang memiliki komitmen dan pemahaman, bahwa seorang pamong merupakan sebuah profesi yang
mengabdikan dirinya sebagai abdi negara
dan abdi masyarakat, serta bekerja
menjadi pelayan masyarakat atas dasar keikhlasan dan rasa tanggungjawab terhadap bangsa dan
negara, bukan berorientasi pada
kepentingan-kepentingan politik praktis belaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar