Kamis, 05 November 2015

Memajukan Pendidikan Pamong

OLEH Djohermansyah Djohan 
Penulis Ketua Umum Ikatan Keluarga Alumni Pendidikan Tinggi Kepamongprajaan
Ketersediaan sumber daya aparatur negara atau biasanya disebut sebagai pamong yang menguasai bidang pekerjaannya secara profesional, baik yang hadir secara otodidak maupun melalui lembaga pendidikan pamong, merupakan salah satu kekuatan bagi terselenggaranya tata kelola pemerintahan yang baik.
Sejarah telah mencatat keberhasilan negara-negara maju dalam mencetak kader-kader public servants mereka melalui lembaga-lembaga pendidikan kepamongan dengan kualifikasi khusus, sehingga tersedia sumber daya manusia siap pakai untuk mengabdi bagi kepentingan negara. Demikian pula halnya di Indonesia, yang telah memulai proses penyiapan kader-kader administrator pemerintahan pada era awal kemerdekaan Republik Indonesia yang masih langka,  melalui pembentukan APDN di Malang.   
Melalui penyelenggaraan pendidikan kedinasan pamong praja seperti APDN/IPDN, pemerintah sesungguhnya sangat berkepentingan untuk dapat menyediakan sumberdaya aparatur yang siap pakai, serta menjadi kekuatan utama dalam proses tata kelola pelayanan publik pada berbagai tingkatan pemerintahan di era otonomi daerah.
Begitu pentingnya kehadiran sumberdaya manusia aparatur negara yang  mampu menjalankan pemikiran  tentang pemerintahan dan negara, sehingga Plato (428-327 SM), telah menggambarkan bahwa “....pemerintahan yang baik mesti dilaksanakan  berdasarkan prinsip-prinsip akal sehat dan budi pekerti yang baik : untuk itu  aparatur negara  mesti memiliki pengetahuan ilmiah mengenai problematika  bidang pemerintahan yang akan dimintakan keputusannya”. Artinya, seorang aparatur negara (pamong praja), haruslah  memiliki ilmu pengetahuan tentang pemerintahan, yang diperolehnya melalui lembaga pendidikan  yang  bermutu, yaitu yang mampu mengembangkan akal sehat dan budi pekerti seorang pelayan publik.
Kebutuhan negara akan sumber daya aparatur yang lebih baik, tentunya harus dilakukan  dengan mendorong peran dan kontribusi lembaga pendidikan pamong yang telah eksis selama ini, untuk menghasilkan output yang berkualitas, sehingga mampu mewarnai perubahan dan dinamika penyelenggaraan pemerintahan di masa transisi saat ini.
Seiring dengan perubahan yang terjadi, eksistensi lembaga  pendidikan pamong  juga tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan berbagai rezim pemerintahan yang berkuasa, sehingga masing-masing rezim pemerintahan seringkali mewarnai kebijakan pengelolaan sistem pendidikan pamong. Ketika dominasi militer yang demikian kuat terhadap kekuasaan sipil, maka lembaga pendidikan kepamongan juga menjelma menjadi lembaga pendidikan kedinasan yang “semi militer”, yang lebih mengedepankan disiplin dan loyalitas dibandingkan dengan pengembangan kemampuan  nalar peserta didiknya.
Namun pergantian rezim pemerintahan dalam beberapa kurun terakhir ini, secara tidak langsung juga telah merubah paradigma penyelenggaraan pendidikan pamong, yang tidak lagi berorientasi ‘semi militer” dengan berbagai pola pendidikan yang kaku. Tuntutan terhadap pola pendidikan pamong yang lebih “berwajah sipil” telah disuarakan oleh banyak pihak, dan perubahan tersebut akhirnya berjalan dengan cepat, seiring dengan berbagai kejadian kekerasan dalam pendidikan yang menimpa Praja IPDN yang mendapat sorotan luas dari berbagai elemen masyarakat.
Tuntutan masyarakat terhadap pelayanan publik yang mampu mengayomi berbagai kepentingan mereka secara memadai, tentunya harus dimulai melalui penyiapan tenaga pamong atau aparatur negara  yang yang lebih mengedepankan akal sehat dan budi pekerti yang baik, sebagaimana dikatakan Plato. Dengan demikian, kualitas pelayanan publik juga semakin bertambah baik.
Untuk memajukan lembaga pendidikan pamong yang dapat menghadirkan aparatur negara secara lebih berkualitas, serta mampu menjalankan tugas-tugas pelayanan publik yang mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat luas, lebih-lebih di era otonomi daerah dewasa ini,  maka penyelenggaraan pendidikan pamong harus mampu memberikan bekal pengetahuan ilmiah bidang pemerintahan secara baik dan sistematis.
Segenap peserta didik harus diberikan pembekalan keilmuan yang berbasis kebutuhan masyarakat, sehingga dapat menjalankan praktek-praktek  pemerintahan dengan piawai,  serta mengembangkan pendekatan-pendekatan keilmuan dan pengetahuan yang bebas  dari kecenderungan dominasi  hierarkhi atasan-bawahan dan birokratis semata, karena dalam menjalankan tugas-tugas pelayanan, mereka harus mengedepankan prinsip “mengemong/mengurus“ masyarakat sebagai prioritas.
Artinya, perpaduan perilaku  dan pendekatan “manejerial-birokratis” yang dibekali kepada  seorang aparatur negara dalam proses lembaga pendidikan pamong (institut vor bestuurwetenschappen) tersebut, tentunya diharapkan akan mampu melahirkan  kepemimpinan pemerintahan  yang lebih efektif dan mengutamakan efisiensi pelayanan publik (public sevices), bukan  kepemimpinan yang  hanya mengedepankan  pendekatan kekuatan dan kekuasaan semata.
Hal seperti ini, tentunya harus dimulai dengan memformat lembaga pendidikan pamong yang mengadopsi prinsip-prinsip pendidikan kedinasan yang modern, sebagaimana dilakukan pada berbagai negara maju di dunia lewat sekolah-sekolah pemerintahan (school for government). Lembaga pendidikan pamong harus mampu menghilangkan stigma eksklusif yang sering dialamatkan pada lembaga ini, sehingga kondisi tersebut justru melahirkan disparitas yang tinggi  antara seorang pamong sebagai pelayan publik dengan masyarakat yang membutuhkan jasa layanan publik.
Lembaga pendidikan pamong harus maju dengan menyelenggarakan sistem pendidikan kedinasan yang berorientasi pada upaya mencetak kader-kader pamong yang mampu mengedepankan akal sehat dalam membuat dan melaksanakan kebijakan publik, serta memiliki budi pekerti yang baik untuk menjadi teladan bagi masyarakat.
Peran dan kontribusi lembaga pendidikan pamong di masa depan,  seyogyanya harus mampu melahirkan peserta didik yang memiliki komitmen dan pemahaman, bahwa  seorang pamong merupakan sebuah profesi yang mengabdikan dirinya  sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, serta bekerja  menjadi pelayan masyarakat atas dasar keikhlasan dan  rasa tanggungjawab terhadap bangsa dan negara, bukan  berorientasi pada kepentingan-kepentingan politik praktis belaka. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...