Beberapa waktu terakhir, media sosial Twitter
dan Facebook bermunculan seruan boikot terhadap produk perusahaan, yang dituding
bertanggung jawab atas aksi pembakaran lahan sekaligus penyebab bencana asap di
Sumatera dan Kalimantan.
Seruan boikot ini datang dari forum-forum
dan lembaga sosial masyarakat yang konsern terhadap lingkungan. Bahkan seruan
boikot itu akan dengan mudah ditemui di Facebook atau Twitter. Caranya cukup menggunakan tagar (#) untuk kata
#Boikot, #Wilmar, #APP atau #Sinarmas.
Seruan boikot ini muncul kian meluas
menyusul rilis yang dikeluarkan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) tentang daftar
perusahaan besar di balik kebakaran hutan dan lahan.
Daftar itu hasil analisis kebakaran hutan
dan lahan di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan
Tengah.
Manajer Kampanye Walhi Nasional Edo
Rahkman, merinci daftar berbagai grup besar terlibat membakar hutan dan lahan.
Di Kalteng Sinar Mas tiga anak perusahaan, Wilmar 14. Di Riau, anak usaha Asia
Pulp and Paper (APP) enam, Sinar Mas (6), APRIL (6), Simederby (1), First
Resources (1) dan Provident (1).
Di Sumsel (8) Sinar Mas dan 11 Wilmar,
(4) Sampoerna, (3) PTPN, (1) Simederby, (1) Cargil dan (3) Marubeni. Kalbar
Sinar Mas (6), RGM/ APRIL (6). Di Jambi Sinar Mas (2) dan Wilmar (2).
Sementara itu, Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia (YLKI) menilai, seruan boikot untuk produk perusahaan yang terbukti
melakukan pembakaran hutan, sebagai salah satu bentuk hukuman sosial akibat
bencana kabut asap lantaran perilaku perusahaan-perusahaan tersebut.
“YLKI juga menyerukan pada masyarakat
sebagai konsumen untuk memboikot produk yang diproduksi oleh produsen yang
terbukti melakukan pembakaran hutan,” ujar Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus
Abadi dalam siaran persnya.
Menurut Tulus Abadi, YLKI juga mendesak
pemerintah untuk transparan terhadap pelaku pembakaran hutan, terutama yang
berupa korporasi.
Pemerintah, kata Tulus, tak perlu ragu
menyebutkan kepada publik produk-produk perusahaan yang terbukti melakukan
pembakaran hutan. [Baca Juga: Pemerintah: Publik Tak Perlu Tahu Pelaku Pembakar
Hutan]
Menurut YLKI, aksi boikot masif produk
tersebut akan menjadi instrumen efektif untuk melakukan hukuman sosial bagi
produsen yang nakal, melakukan kerusakan lingkungan. “Konsumen punya tanggung
jawab moral untuk tidak mengonsumsi produk dari produsen yang proses
produksinya melakukan kerusakan lingkungan,” ucap dia.
Bermula
dari Singapura
Seruan boikot terhadap sejumlah produk
yang berafiliasi dengan Sinar Mas telah berlangsung di Singapura, awal Oktober
lalu. Sejumlah jaringan supermarket di negeri tetangga itu melakukan aksi
boikot terhadap produk Asia Pulp & Paper (APP), salah satu pilar perusahaan
Sinar Mas di bidang pulp dan kertas.
APP inilah dituduh sebagai biang keladi
kebakaran hutan di Indonesia.
Ada belasan jaringan supermarket besar di
Singapura yang melakukan boikot terhadap produk APP, antara lain: NTUC
FairPrice, Sheng Siong, dan Prime Supermarket.
Selain itu, Dairy Farm Group, yang
membawahi jaringan Guardian, 7-Eleven, Cold Storage, dan Giant.
Setelah itu menyusul toko online RedMart
yang juga mengumumkan untuk tidak menjual lagi produk APP. Pertengahan Oktober
lalu, tepatnya Senin (19/10/2015), mereka memutuskan untuk menarik semua produk
APP.
The Straits Times dalam laporannya,
menunjukkan keterkaitan APP dalam kebakaran hutan yang melanda Indonesia. Asap
dari kebakaran hutan menjalar ke Singapura, Malaysia hingga Thailand.
“Sebagian besar dari wilayah kebakaran
dan titik api di Indonesia, berada di lahan yang dimiliki oleh perusahaan itu
(APP) dengan konsensi hutan yang diperoleh dari Pemerintah Indonesia. APP juga
tengah dalam tekanan Pemerintah Indonesia dan LSM,” papar The Straits Times
dalam grafis pada 16 Oktober 2015.
“Konsensi-konsesi yang dimiliki APP ini,
mencatat jumlah titik api tertinggi dibanding perusahaan lain,” lanjut grafis
tersebut.
Membantah
Di sisi lain, Manager Director PT Sinar
Mas Gandi Sulistiyanto menuduh jaringan supermarket Singapura telah melakukan
boikot sepihak terhadap produknya. “Ini sangat disayangkan,” ucap Gandi.
Gandi menyatakan, seharusnya Singapura
lebih dulu membuktikan kesalahan APP dan perusahaan lain sebelum menyerukan
boikot. “Kalau memang ada yang membakar hutan, kami sangat setuju untuk
dihukum. Tapi ini belum ada yang terbukti,” ujarnya.
Saat ini, tutur Gandi, Sinar Mas tengah
menyiapkan tim yang akan diberangkatkan ke Singapura untuk menjelaskan duduk
perkaranya. Jajarannya juga tengah berkoordinasi dengan pemerintah untuk
meminta bantuan hukum. Sebab, kertas merupakan salah satu komoditas ekspor
unggulan Indonesia. “Ibaratnya, kalau rumah kamu terbakar, belum tentu kamu
yang membakar, kan,” katanya.
Sanggahan juga datang dari Corporate
Secretary Wilmar Group, Johannes. Seperti dilansir GATRA, Johannes menyatakan
heran atas tudingan Walhi yang menyebutkan 27 perusahaan Wilmar di Sumatera
Selatan, Riau, Jambi, dan Kalimantan Tengah merupakan penyumbang mayoritas
titik api.
Di Kalteng, kata dia, hanya ada tujuh
perusahaan Wilmar, yaitu PT Kerry Sawit, PT Mustika Sembuluh, PT Bumi Sawit Kencana,
PT Sarana Titian Permata, PT Mentaya Sawit Mas, PT Kurnia Kencana Permai
Sejati, dan PT Rimba Harapan Sakti.
Di wilayah Riau, hanya dua perusahaan
perkebunan yang tidak luas. Kedua perusahaan itu adalah PT Murini Samsam dan PT
Sinarsiak Dian Permai. Sedangkan di wilayah Jambi, Johannes mengaku Wilmar tak
punya perusahaan afiliasi.
Sumber: edisimedan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar