Mantagibaru.com—“Jauh panggang dari
api.” Sedikitnya dua kali budayawan Goenawan Mohamad menggunakan peribahasa ini
dalam dua tulisannya yang ditayangkan di Facebook untuk menanggapi isu yang
merundung partisipasi Indonesia di Frankfurt Book Fair (FBF) 2015.
Ia
menilai komentar beberapa pihak bahwa Perisiwa 1965 dijadikan tema pokok
kehadiran sastra Indonesia di FBF tidak tepat. Begitu juga komentar yang
menyebut penulis Laksmi Pamuntjak dan Leila S. Chudori ditampilkan sebagai
"pelopor" mengungkap 1965.
“Orang
Jerman lagi senang tema 1965 itu,” kata Goenawan saat dihubungi CNN Indonesia
via sambungan telepon (1/7/2015). Sebagaimana isi tulisannya di Facebook,
Goenawan menyatakan orang Jerman suka mengungkit tentang "masa lalu"
yang dihapuskan.
Kesukaan
itu, menurut Goenawan, diperlihatkan dengan diputarnya film Joshua Oppenheimer
di Jerman. Juga dirilisnya buku karya orang Jerman tentang kekejaman terhadap
pendukung PKI. Apalagi tahun ini adalah "ulang tahun" ke-50
"G-30-S.”
Meskipun
demikian, menurut Ketua Komite Nasional Pelaksanaan FBF ini, Peristiwa 1965
bukan tema pokok, melainkan ada juga tema-tema lain. Karena tema besar yang
diusung Indonesia memang 17.000 Islands of Imaginations.
“Ada
juga tema Islam,” kata Goenawan. Ia menyatakan Islam sebagai tema yang menarik
publik di Jerman. “Oktober nanti, Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin akan
hadir, juga dua penulis buku bertema Islam.”
Dalam
tulisannya yang dimuat di akun Facebook, Goenawan menyatakan, novel karya
Laksmi dan Leila, masing-masing Amba dan Pulang, sempat diterjemahkan dan
dilirik penerbit Jerman. Maka tak heran bila keduanya mencuat dibanding buku
lain.
Tambah
lagi, buku Amba sudah ada versi Jermannya, Alle Farben Rot. Buku ini juga
ditemukan dan diterbitkan penerbit besar, yang punya dana promosi yang cukup di
Jerman. Laksmi sendiri sudah sering muncul di acara yang didukung Penerbit
Ulstein.
“Dan
wajar pula kalau dia menarik perhatian ... ,” tulis Goenawan.
Kepada
CNN Indonesia, Goenawan menegaskan bahwa yang menjadi bintang di FBF adalah
buku, bukan sosok penulis. Buku yang terpilih merupakan hasil seleksi tim kurator.
Seleksinya bukan mewakili perorangan, melainkan keragamanan tema dan daerah asal
penulis.
Sejak
awal konferensi pers FBF digelar, beberapa bulan lalu, sudah dikabarkan soal 70
penulis yang bukunya diikutsertakan dalam FBF. Namun hingga kini, daftar 70
penulis tersebut belum pernah diedarkan ke publik.
Beberapa
penulis yang dihubungi CNN Indonesia, Linda Christanty, A.S. Laksana, Ahmad
Fuadi, juga Wahyu Aditya, mengaku belum pernah mengetahui atau melihat daftar
tersebut. Namun di antara mereka ada yang diajak berpartisipasi di FBF.
Mengenai
hal ini, Goenawan menyatakan, “Setiap penulis pasti diberitahu soal
keikutsertaannya di FBF, satu per satu.” Namun mengingat daftar belum final,
dan ada beberapa penulis yang belum menyatakan kesediaannya, maka daftar itu
belum dirilis ke publik.
Goenawan
memastikan, kelak daftar berisi 70 penulis akan dirilis ke publik. Ia juga
menyatakan, agenda Indonesia di FBF tak sebatas literasi, melainkan juga
menyuguhkan pameran seni rupa, fotografi, naskah kuno, pemutaran film, dan
lain-lain.
Isu
yang merundung partisipasi Indonesia di FBF tak hanya sebatas tema atau penulis
tertentu, melainkan juga soal proses penerjemahan buku yang diikutsertakan
dalam ajang jual beli right atau hak cipta buku ini.
“Soal
penerjemahan tidak ribet, tapi seret,” kata Goenawan. Menurutnya, waktu yang
diberikan Pemerintah memang mepet, sementara proses penerjemahan satu buku saja
memakan waktu berbulan-bulan.
Celakanya
lagi, jumlah penerjemah buku berbahasa Indonesia-Jerman yang bagus dan memahami
karya sastra tidak banyak. Diakui Goenawan, pihaknya menginginkan buku
Indonesia diterjemahkan oleh native Jerman.
Namun,
sekali lagi, mengingat waktu sudah mepet, pihak penerjemah Jerman tak ingin
menanggung risiko pengerjaan penerjemahan buku yang dilakukan secara terburu-buru
mengingat ini buku sastra, buka buku bacaan biasa.
Dikatakan
Goenawan, semua "pe-er" menjelang FBF akan diselesaikan sekalipun
“printilannya banyak banget” dan membuatnya “tak bisa istirahat untuk kerja
dari Januari sampai Oktober.” Tambah lagi urusan birokrasi dan dana yang
terikat prosedur.
Sebagaimana
isi tulisannya di Facebook, “Ya, hambatan besar dalam mengerjakan proyek
nasional ini ialah aturan birokratis dalam mencairkan anggaran. … Para pejabat
mengatakan hendak sangat berhati-hati, tak mau melanggar prosedur. Mereka tak
mau dikriminalkan."
Sumber:
CNN Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar