Minggu, 05 Juli 2015

Frankfurt Book Fair: Seni Rupa, Barong Banyuwangi, Dwiki, Djaduk, Angkringan, dan Dangdut

OLEH Goenawan Mohamad

Di dinding ini saya pernah uraiakan sedikit tentang buku-buku Indonesia yang akan dipasang dalam Pekan Raya Buku di Frankfurt, dalam Frankfurt Book Fair. Sekarang saya akan menceritakan yang lain.

Setiap negara yang dipilih jadi “Tamu Kehormatan”, Guest of Honour, diharapkan menghadirkan kreasi bangsanya di bidang kreatifitas, tak hanya dalam sastra. Dalam tahun 2015 ini, Indonesia akan memamerkan karya arsitektur, seni rupa, fotografi, tari, dan musik.
Saya mulai dengan Seni Rupa.

Akan dibuka pertengahan September (dan kemudian diresmikan pertengahan Oktober), pameran akan ditutup awal Januari tahun depan. Ia akan diisi oleh empat perupa yang terkenal: Eko Nugroho, Jompet, Joko Avianto, dan grup Tromarama. Mereka akan menampikan karya ukuran besar. Tempatnya di Galeri Kunstverein, Frankfurt

Eko Nugroho akan membuat mural di dinding galeri melintasi dua lantai – hingga dapat tampak dari luar, lewat kaca-kaca gedung itu. Eko sangat terkenal di bidang ini dan telah menampilkan karanya di pelbagai negara di Eropa.

Jompet akan mengisi seluruh ruangan dengan instalasinya – yang merupakan kombinasi yang mengejutkan antara pelbagai elemen, biasanya yang mengandung masa lalu dan masa kini,

Sebuah ruangan lain akan diisi karya grup Tromarama – yang salah satu anggotanya perupa perempuan, Febie Babyrose. Karya grup yang dibentuk di tahun 2004 ini menggabungkan pelbagai macam medium: menghadirkan gema kebudayaan kota besar kini.

Joko Avianto terkenal dengan instalasi bambunya. Di façade galeri yang terletak di sudut alun-alun (Röme) kota Frankfurt itu Joko akan membentuk satu sosok besar dengan 15.000 batang bambu.

Hari-hari ini bambu itu sedang dalam perjalanan dengan kapal laut dari pelabuhan Semarang menuju pelabuhan Hamburg– setelah diuji di laboratorium ITB tentang ketahanannya dalam api. Dari Hamburg batang-batang bambu itu akan diangkut ke Frankfurt dengan transportasi darat.

Instalasi ini akan dibangun selama beberapa hari. Bisa dibayangkan proses itu akan jadi atraksi tersendiri: penghuni kota Frankfurt akan menyaksikan prosesnya.

Kurator pameran adalah Asikin Hasan dan Rizki Ahmad Zaelani. Dukungan penuh diberikan Tubagus Andre, direktur Galeri Nasional. Keempat karya itu merupakan hasil seleksi bersama dengan Franziska Nori, direktur Kunstverein. Nori, meskipun ia mengaku tak tahu senirupa Indonesia, telah membaca banyak, dan sejak mula ia mengusulkan karya Joko, Eko dan Jompet – dan itu cocok dengan pilihan kurator Indonesia.

Karya yang akan ditampilkan tidak banyak, untuk memudahkan pengelolaannya, tapi diharapkan impresif. Tampaknya memang akan demikian.

Barong Banyuwangi, Dwiki, dam Djaduk, dan Angringan

2015 adalah tahun ke-70 kemerdekaan Indonesia. Perlu satu peringatan khusus.

2015 Indonesia akan tampil di Frankfurt am Main sebagai “Tamu Kehormatan” dalam Frankfurt Book Fair, dengan mendatangkan sekitar 8000 buku, 30 lebih penerbit dan 70 pengarang dari pelbagai jenis karya, juga para penggiat buku, bersama dengan sekitar 20 seminar dan diskusi panel yang akan menghadirkan pembicara Jerman dan Indonesia.

Frankfurt Book Fair 2015, dengan kata lain, bukan hanya kesibukan sastra…

Di samping itu: pameran seni rupa, arsitektur, fotografi, film, animasi, komik, naskah kuno Nusantara.

Juga dunia kuliner Indonesia.

Acara sudah dimulai akhir Juni yang lalu di Köln dan Berlin: sebuah seminar bersama tentang masalah diaspora Muslim dan integrasi nasional, yang menghadirkan Dr Syafiq Hasyim dan Dr Luthfi Assyaukani dari Indonesia, dan Dr Claudia Derich dan Dr. Mohand Khorchide dari dua universitas Jerman.

Pada hari itu juga tampil Aktor Iman Soleh dan Dalang Atjep Hidayat, dalam kombinasi puisi dan kecapi, membawakan “Air, Burung, Nenek Moyang” yang mempesona hadirin.

Dua pengarang terkenal kita, Okky Madasari, membacakan fragmen dari karyanya yang diterjemahkan ke bahasa Jerman dengan judul, “Seelen in Ketten” dan Triyanto Tiwikromo yang versi Jerman dari karyanya berjudul, “Der elfte Heilige“.

Kedua sastrawan itu juga tampil di Literatur Haus di Berlin dengan hadirin yang penuh.

Dari Juni, ke Agustus.

Menjelang akhir Agustus, di Museum Arsitektur Jerman akan diadakan pameran karya 12 arsitek Indonesia – sebuah tinjauan kembali atas hubungan iklim tropis dan arsitektur. Pameran akan berlangsung setidaknya sampai November, dan direncanakan dikelilingkan ke kota lain, termasuk salah satu kota di Belanda. Saya akan bicara lebih detail tentang ini dalam posting nanti.

Di minggu ke-3 Agustus juga Indonesia akan hadir dalam Festival Museum Uferfest – sebuah festival tahunan yang rata-rata dihadiri sekitar 2 juta orang selama tiga hari. Festival akan bertempat di sepanjang Sungai Main, di seberang deretan museum.

Indonesia, sebagai Tamu Kehormatan Frankfurt Buchmesse, mendapatkan posisi istimewa, dengan memperoleh ruang seluas 800 meter persegi. Komite Nasional FBF 2015 akan mendatangkan rombongan Barong Banyuwangi yang juga akan mengadakan parade. Musikus Dwiki Darmawan akan tampil beserta para musisi Eropa, berselang-seling dengan presentasi “Kua Etnika” Djaduk Feriyanto. Jika tak ada aral melintang, penyanyi tenar Bonita dkk akan manggung.

Fesival akan diramaikan dengan dua DJ dari Jakarta – dan juga irama dangdut.

Tak kurang dari itu, Indonesia akan menyajikan beberapa jenis kuliner. Dua buah kereta angkringan – untuk berjualan bakso dan sate, misalnya -- khusus dibuat untuk itu, dan sekarang dalam perjalanan melalui kapal menuju Frankfurt.


Mudah-mudahan semua lancar….

Diambil dari akun Facebook Goenawan Mohamad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...