OLEH AS Laksana
Panitia
Guest of Honour Frankfurt Book Fair 2015, melalui Andy Budiman selaku ketua
Komite Media dan Hubungan Luar, sudah memberikan penjelasannya bahwa (1) tidak
ada “persekongkolan” untuk mengarahkan isu 1965 sebagai tema utama, (2) tidak
benar Laksmi Pamuntjak dipersiapkan sebagai bintang utama, dan (3) tidak
mungkin mengarahkan wartawan media di Jerman.
Untuk
poin ketiga, Saut Situmorang memberikan bantahan: “Adalah omong kosong untuk
mengatakan bahwa Media Barat kebal "pesanan" berita! Justru Media
Barat lah yang sangat korup dan rawan manipulasi isu demi kepentingan Kekuasaan
seperti yang mereka pamerkan dalam isu Islamofobia dan agresi militer Amrik dan
NATO mulai dari Afghanistan, Irak, Libya, Suriah sampek Ukraina!” Demi
memperkuat bantahannya, ia menyertakan link-link artikel tentang praktik
pemesanan berita pada komentarnya di status FB Andy Budiman.
Mengenai
“persekongkolan", saya sangat senang jika memang tidak ada, dan memang
sudah sepatutnya tidak ada. Jauh sebelum ini, pada saat mengetahui Mas Goen
menjadi ketua panitia, saya dan beberapa teman sebetulnya sempat bertaruh
(sebagai kelakar saja, bukan bertaruh sungguhan) bahwa Laksmi Pamuntjak pasti
akan dilambungkan sebagai penulis penting Indonesia dalam pameran buku
Frankfurt 2015. Saya agak sedih bahwa dugaan kami itu menunjukkan kecenderungan
benar; sesungguhnya saya sangat berharap dugaan kami keliru.
Satu
hal lainnya, saya membaca pernyataan panitia di website CNN Indonesia bahwa 70
Sastrawan Indonesia (mungkin maksudnya penulis dan tidak harus sastrawan) akan
berpartisipasi di pameran buku Frankfurt itu. Sampai sekarang daftar ke-70
orang itu tidak pernah diumumkan. Saya diberi tahu awal Juni ini, secara
personal, bahwa saya diberangkatkan ke Frankfurt. “Tolong kosongkan jadwalmu
pada pertengahan Oktober, ya, Lak,” kata orang yang menghubungi saya. Linda
Christanty menyampaikan kepada saya, pada saat kami ber-Wisata Sastra di Jokja
12 Juni lalu, bahwa ia juga diberangkatkan. Orang yang sama memberi tahu kami
kabar ini dalam waktu yang berdekatan. Tampaknya hanya Laksmi Pamuntjak yang
sudah tahu sejak awal, jauuuh sebelum yang lain-lain, bahwa ia bakal
ditampilkan di FBF 2015. Ia mendapatkan publisitas paling mencolok dan paling
banyak diliput media. Tulisan tentangnya di Deutsche Welle seksi bahasa
Indonesia sudah mulai ada sejak 2013, dalam bentuk wawancara panjang yang
dilakukan oleh Andy Budiman.
P.S.
1. Saya tidak kenal secara pribadi dengan Laksmi dan tidak pernah
bercakap-cakap dengannya satu kali pun. Maka, tolong dihindarkan cara berpikir
kekanak-kanakan, jika ada, yang mencoba membelokkan urusan ini ke urusan pribadi.
Ini sama sekali bukan urusan pribadi. Ini urusan negara. Yang punya hajat dan
yang membiayai perhelatan Indonesia sebagai Tamu Kehormatan Frankfurt Book Fair
2015 adalah negara. Kita tahu, para penulis dan seniman biasanya sangat
sensitif terhadap rasa keadilan dan cepat meradang jika ada siapa pun yang
menunggangi urusan negara untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. Saya
hanya ingin mengingatkan agar jangan sampai praktik buruk itu justru
berlangsung di kalangan penulis dan seniman pada saat mereka diberi tanggung
jawab oleh negara.
P.S.
2. Saat di Jokja, karena sama-sama tidak tahu alasan kenapa kami diberangkatkan
dan siapa saja yang akan diberangkatkan, saya dan Linda saling melontarkan
nama-nama yang kami yakini pasti diberangkatkan ke Frankfurt. Maka ketemulah 16
nama di bawah ini:
- Mario F. Lawi (penyair muda dari Kupang, buku kumpulan puisinya dipilih oleh majalah Tempo sebagai buku puisi terbaik 2014)
- Azhari Aiyub (penulis cerita terbaik dari Aceh saat ini)
- Butet Kartarejasa (aktor panggung terbaik Indonesia saat ini)
- Helvy Tiana Rosa (pendiri Forum Lingkar Pena, jaringan penulis bertema keagamaan yang massif pengikutnya)
- Gede Prama (penulis, pembicara, dan motivator paling berpengaruh di Indonesia)
- Farid Gaban (penulis yang pernah menjelajah Nusantara dengan sepeda motor dan menuliskan keindahan taman-taman laut di negeri kepulauan ini)
- Raditya Dika (penulis paling fenomenal saat ini untuk pembaca remaja; semua bukunya selalu best-seller—bahkan buku pertamanya yang terbit 10 tahun lalu masih terjual saat ini di atas seribu eksemplar tiap bulan)
- Agustinus Wibowo (penulis travelogue yang menakjubkan)
- Clara Ng (penulis yang sangat produktif, buku cerita anak-anaknya mendapatkan penghargaan adikarya Ikapi tahun 2006, 2007, dan 2008)
- Afrizal Malna (penyair yang unik sekali)
- Andina Dwifatma (penulis muda, pemenang sayembara menulis novel DKJ)
- Hilman Hariwijaya (penulis serial Lupus, buku remaja yang paling populer pada masanya)
- Marco Kusumawijaya (penulis buku, arsitek, aktivis masalah-masalah urban)
- Taufik Ikram Jamil (penyair dari Riau, tempat kelahiran bahasa Indonesia)
- Godi Suwarna (penyair berbahasa Sunda)
- Suparto Brata (penulis berusia 83 tahun yang sampai sekarang terus menulis dan mendedikasikan dirinya terhadap Bahasa Jawa; pemenang hadiah sastra Rancage 3 kali untuk buku-buku berbahasa Jawanya)
Kalau
semua nama yang kami sebut ini benar-benar diberangkatkan ke Frankfurt
nantinya, kami membayangkan akan bertemu dengan orang-orang yang
menyenangkan--dengan berbagai tabiatnya--dan itu akan menjadi wisata sastra
yang tak terlupakan.
Diambil
dari akun Facebook AS Laksana
Diambil dari akun Facebook AS Laksana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar