Bagian akhir dari 4 tulisan
OLEH Hasril Chaniago (wartawan
senior)
Penyerahkan dana sumbangan PT Rajawali Corpora kepada Pemda
dan masyarakat Sumatera Barat dilaksanakan di Kantor Gubernur Sumbar pada hari
Selasa, 3 Oktober 2006. Penandatanganan dilakukan oleh Wakil Gubernur Sumbar
Marlis Rahman dan Managing Director PT Rajawali Corpora Darjoto Setyawan,
disaksikan oleh Gubernur dan pimpinan DPRD Sumbar. Diundang juga tokoh-tokoh
masyarakat Sumbar yang dulu aktif dalam perjuangan spin off PT Semen Padang.
Dalam kesepakatan disebutkan, dana akan diterima Pemda
Sumbar dalam lima tahap masing-masing sebesar 1 juta dolar Amerika. Setelah
penandatanganan, langsung ditransfer ke kas Pemda 1 juta dolar, selanjutnya
bulan Desember 2006, dan masing-masing 1 juta dolar lagi tahun 2007, 2008, dan
2009.
Dalam naskah kesepakatan, PT Rajawali sebagai pemegang saham
yang baru setuju dan akan mengambil langkah restrukturisasi holding PT SGG menjadi PT Semen
Indonesia. Kepada pers seusai penandatanganan kesepakatan, Darjoto mengatakan,
pihaknya akan segera menunjuk konsultan independen guna mengkaji pembentukan holding baru tersebut.
Ditegaskan Darjoto, pembentukan holding baru itu adalah untuk memenuhi tuntutan spin off Semen Padang dari Semen Gresik.
Setelah put option dibatalkan, dan
Cemex telah keluar, “Sesungguhnya
tuntutan itu adalah seperti yang disampaikan Gubernur Sumatra Barat, yaitu
Semen Padang duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan PT Semen Gresik.
Itu akan kami wujudkan dalam satu perusahaan induk yang mungkin nanti disebut
PT Semen Indonesia atau apalah," kata Darjoto (Tempo Interaktif, 3 Oktober 2006).
Saat itu Gubernur Gamawan jelas-jelas menyatakan, dana ini
setelah diterima penuh sebaiknya dikembalikan kepada masyarakat Sumatera Barat.
Ia menyebut ini sebenarnya adalah hasil perjuangan masyarakat berkaitan dengan
penolakan penjualan Semen Gresik Group dan tuntutan spin off PT SP. Sekedar catatan, bersamaan dengan pejuangan
mempertahankan PT SP, masyarakat Sulawesi Selatan juga menuntut spin off PT Semen Tonasa. Tapi dalam
penyelesaian akhir, hanya Sumbar yang memperoleh sumbangan Rajawali sedangkan
Sulsel tidak.
Setelah Rajawali duduk dalam manajemen PT Semen Gresik
–Darjoto sebagai Wakil Komisaris Utama dan Rudiantara sebagai Wakil Dirut—
manajemen PT SGG langsung menunjuk konsultan untuk mengkaji restrukturisasi
BUMN semen ini menjadi holding baru
dengan PT Semen Gresik, PT Semen Padang, dan PT Semen Tonasa sebagai anggota holding dalam kedudukan setara. Konsultan tersebut, didampingi
Komut PT Semen Gresik Rizal Ramli dan Wakil Komut Darjoto pernah beraudensi
dengan Gubernur Gamawan tahun 2007 dalam rangka minta masukan.
Namun sampai PT Rajawali menjual lagi sahamnya pada tahun
2008, restrukturisasi tersebut belum terwujud. Rajawali menjual sahamnya dengan
harga tiga kali lipat (total sekitar Rp9 triliun). Mereka melunasi semua
sumbangannya kepada Pemda Sumbar lebih cepat setahun. Pembentukan holding baru PT Semen Indonesia baru
terealisi tahun 2012 oleh Dirut Dwi Soetjipto. Sekedar catatan, tahun 2014 Dwi
Sutjipto (kini Dirut Pertamina) menulis buku berjudul “Trannformasi Semen
Indonesia”. Di situ ada bab mengenai pengalamannya pada masa spin off yang dilarang masuk ke Semen
Padang setelah ditunjuk jadi dirut. Tentu saja dari versi yang bersangkutan.
Beberapa pekan setelah peluncuran buku, saya ketemu Dwi
Sutjipto dalam penerbangan Jakarta – Padang. Saya sampaikan, saya sudah baca
bukunya. “Cuma, Pak Dwi, ada satu catatan saya. Kalau tahun 2001 itu terjadi put option, dan Semen Gresik dijual, tidak
akan pernah ada Semen Indonesia,” kata saya. Pak Dwi hanya tersenyum dan
manggu-manggut.
Selanjutnya, setelah dana Rajawali diterima penuh tahun 2008,
Gubernur Gamawan Fauzi membicarakan dengan DPRD pemanfaatan dana tersebut.
Lembaga yang dianggap tepat waktu itu adalah Yayasan. Maka dirancanglah Yayasan
Beasiswa Sumatera Barat.
Kenapa Yayasan Beasiswa? Gubernur berhasil meyakinkan DPRD,
bahwa dana ini haruslah digunakan untuk masyarakat Sumatera Barat. Namun ada
prinsip yang disepakati, pokok dananya dijadikan dana abadi, dan yang boleh
dimanfaatkan adalah hasil usahanya. Misalnya dari bunga deposito atau hasil
keuntungan obligasi atau surat utang negara (SUN) dari dana pokok yang 5 juta
dolar tersebut. Pengelolaan dana seperti itu tak mungkin dilakukan oleh
pemerintah daerah melalui mekanisme APBB, tetapi harus oleh lembaga masyarakat.
Namun lembaga atau yayasan tersebut ketika menerima hibah harus ada perjanjian bahwa tidak akan menggunakan dana
pokoknya.
Rencana pembentukan Yayasan Beasiswa itu didahului lokakarya
yang melibatkan DPRD, para rektor perguruan tinggi, LKAAM, MUI, Bundo Kanduang,
dan stake holders yang dulu ikut
memperjuangkan spin off. Dalam
lokakarya dikemukakan konsep yayasan tersebut akan disinerjikan dengan program
Pemda Sumbar. Sejak tahun 2006, Pemda di bawah pimpinan Gamawan Fauzi - Marlis
Rahman mencanangkan Sumbar sebagai provinsi pendidikan, di antaranya dengan
target mencetak 1.000 doktor (S-3), dan pemberian beasiswa bagi 50 tamatan SLTA
yang berprestasi untuk kuliah di Universitas Al-Azhar, Mesir. Program yang
terakhir ini adalah untuk menjawab keluhan akan kurangnya kader ulama di
Minangkabau. Di Mesir waktu itu Pemda membeli sebuah gedung asrama untuk
mahasiswa Sumbar yang kuliah di Kairo. Sumbar adalah satu-satunya provinsi yang
punya aset di Mesir.
Waktu itu Pemda Sumbar juga memberikan bantuan kepada semua
universitas negeri dan swasta di Sumatera Barat masing-masing Rp1 – 3 miliar
setiap tahun. Tujuannya terutama untuk meningkatkan kualitas tenaga pengajar,
dengan mengirim sebanyak mungkin dosen melanjutkan pendidikan S-3 di
universitas yang berkualitas di dalam dan luar negeri. Melalui program 1.000
doktor tersebut, diharapkan kualitas perguruan tinggi di Sumbar akan meningkat
dan akreditasinya naik. Sehingga Sumatera Barat akan menjadi tujuan pendidikan
bagi masyarakat luar Sumbar. Bila ini terjadi, sumbangannya akan besar bagi
perekonomian daerah seperti yang telah berhasil dilakukan oleh Provinsi DI
Yogyakarta dan Kota Malang di Jawa Timur. Sekedar pengetahuan kita, dari
sekitar 450 ribu mahasiswa yang kuliah di Kota Malang, lebih 300.000 berasal
dari luar Jawa Timur. Dengan pembelajaan sekitar 1 juta sebulan rata-rata, maka
sumbangan mahasiswa luar terhadap perekonomian Kota Malang sekitar 300 miliar
sebulan atau lebih Rp3,5 triliun setahun.
Singkat cerita, dengan gagasan memajukan pendidikan Sumbar,
Yayasan Beasiswa berhasil dibentuk tahun 2009, dan diresmikan tanggal 2 Agustus
2010 oleh Gamawan Fauzi yang sudah jadi Mendagri dan Gubernur dijabat Marlis
Rahman. Tidak ada persoalan legalisasi bagi yayasan tersebut, karena sudah
mendapat persetujuan/izin tertulis dari Menteri Hukum dan HAM serta Menteri
Dalam Negeri. Dua pejabat Pemda, Inspektur Daerah Erizal, S.H. (waktu itu
Kepala Bawasda), dan Asisten I Sekwilda Devi Kurnia, S.H. (waktu itu Kepala
Biro Hukum), adalah sakti hidup proses pendirian dan legalisasi YBSB.
Setelah Pemilu 2009 dan Pilkada 2010, Sumatera Barat
memiliki DPRD dan Gubernur baru, pasangan Irwan Prayitno dan Muslim Kasim. Saya
tidak lagi mengikuti perkembangan YBSB. Namun saya pernah mendapat informasi
dari pengurus YBSB yang telah diresmikan 2 Agustus 2010. Dua kali minta waktu
bertemu Gubernur untuk melaporkan perkembangan yayasan, hanya sekali yang
diterima. Menurut pengurus itu, dalam pertemuan Gubernur Irwan terlihat tidak
begitu antusias. Tanggapan gubernur hanya akan membicarakan lagi dengan DPRD. Tentu
tidaklah salah, gubernur baru punya kebijakan dan program baru.
Setelah itu, lama saya tak mendengar nasib dana sumbangan
Rajawali tersebut. Kabarnya didepositokan oleh Pemda Sumbar sehingga jumlahnya
sudah menjadi sekitar Rp64 miliar.
Tapi saya merasa tersentak setelah membaca berita Haluan hari Selasa 26 Mei 2016 berjudul
“Gubernur Bingung Kelola Dana Rajawali”. Dari berita itu saya tahu, bahwa Perda
yang menjadi dasar pendirian Yayasan Beasiswa sudah dicabut/dibatalkan oleh
DPRD. Lalu gubernur diminta menyampaikan opsi untuk pengelolaan dana itu
selanjutnya. Salah opsi yang disebut adalah dengan membentuk Badan Layanan Umum
Daerah (BULD).
Sungguh sayang, dana yang diperoleh melalui perjuangan
panjang, tak kunjung bisa dimanfaatkan sesuai tujuan untuk kemajuan Sumatera
Barat. Bahkan gubernur sendiri bingung,
setelah hampir lima tahun menguasai dana tersebut. Karena ikut terlibat dalam
proses munculnya dana tersebut, maka tanggal 26 Mei itu saya merasa terketuk
untuk sekadar memberi saran. Maka saya kirim SMS kepada Gubernur Irwan Prayitno
sebagai berikut:
“Salam Pak Gubernur.
Sehubungan rencana Pemrov mengelola dana bantuan Rajawali sebesar 5 juta dolar
melalui BLUD, saya rasa tidak tepat. Saya sebagai eks Sekjen Forum Masyarakat
Sumatera Barat untuk Pengembalian Semen Padang ikut serta bersama Gubernur
Bapak Gamawan Fauzi dan Bapak Irman Gusman (waktu itu Wk. Ketua DPD)
mendapatkan dana tersebut melalui perundingan alot dengan Rajawali dan Bapak
Gita Wiryawan sebagai konsultan dan mediator yang ditunjuk Bpk. JK. Pak Gamawan
waktu itu dari lubuk hatinya mengatakan, dana tsb adalah hak masyarakat
Sumatera Barat dan harus dikembalikan kepada masyarakat. Karena itulah digagas
Yayasan Beasiswa untuk mengelola dana tersebut dengan catatan pokoknya harus
sebagai dana abadi yang tidak boleh berkurang. Menurut saya, tolong dipelajari
betul latar belakang dan maksud penggunaan dana tersebut. Jangan sampai kita
melanggar amanah. Tks dan wassalam Hasril Chaniago”.
Selang dua-tiga menit Gubernur membalas SMS saya sebagai
berikut: “Terimakasih infonya. Mhn kalau
tidak keberatan , Pak Hasril bisa hub Pak Ipung (Ass. I Devi Kurnia, pen) yg mewakili Pemda rapat dengan
DPRD.”
Kedua SMS (dari saya dan balasan gubernur) lalu saya forward kepada Devi Kurnia. Asisten I
Sekwilda yang saya kenal baik ini membalas: “Ok, Pak In, pada prinsipnya Pak Gub ikut semangat awal yang dulu, dan
beliau akan ikut apapun kesepakatan yg kita bangun bersama”.
Hanya sampai di situ peran yang bisa saya lakukan. Sekedar
sumbang saran. Harapan saya, petinggi yang kompeten (gubernur dan DPRD), bisa
mengunyah-ngunyah lagi dengan hati yang bersih dan pikiran yang jernih berbagai
informasi sebelum mengambil keputusan soal dana sumbangan Rajawali ini. Tak ada
juga salahnya kalau Pemda atau DPRD (atau bersama-sama) mengundang mantan
Gubernur Gamawan Fauzi dan Marlis Rahman serta mantan Ketua DPRD Leonardy
Harmainy dan Wakil Ketua Masful untuk minta masukan guna mendapatkan solusi
bagaimana sebaiknya (eks) dana Rajawali itu dikelola. Supaya kita tidak mengambil
keputusan dalam suasana hati yang bingung dan ragu-ragu. Sekian, terimakasih.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar