Jumat, 05 Juni 2015

RIWAYAT DANA 5 JUTA DOLAR SUMBANGAN RAJAWALI: Ada Apa dengan Yayasan Beasiswa?

Bagian akhir dari 4 tulisan
OLEH Hasril Chaniago (wartawan senior)

Penyerahkan dana sumbangan PT Rajawali Corpora kepada Pemda dan masyarakat Sumatera Barat dilaksanakan di Kantor Gubernur Sumbar pada hari Selasa, 3 Oktober 2006. Penandatanganan dilakukan oleh Wakil Gubernur Sumbar Marlis Rahman dan Managing Director PT Rajawali Corpora Darjoto Setyawan, disaksikan oleh Gubernur dan pimpinan DPRD Sumbar. Diundang juga tokoh-tokoh masyarakat Sumbar yang dulu aktif dalam perjuangan spin off PT Semen Padang.
Dalam kesepakatan disebutkan, dana akan diterima Pemda Sumbar dalam lima tahap masing-masing sebesar 1 juta dolar Amerika. Setelah penandatanganan, langsung ditransfer ke kas Pemda 1 juta dolar, selanjutnya bulan Desember 2006, dan masing-masing 1 juta dolar lagi tahun 2007, 2008, dan 2009.
Dalam naskah kesepakatan, PT Rajawali sebagai pemegang saham yang baru setuju dan akan mengambil langkah restrukturisasi holding PT SGG menjadi PT Semen Indonesia. Kepada pers seusai penandatanganan kesepakatan, Darjoto mengatakan, pihaknya akan segera menunjuk konsultan independen guna mengkaji pembentukan holding baru tersebut.
Ditegaskan Darjoto, pembentukan holding baru itu adalah untuk memenuhi tuntutan spin off Semen Padang dari Semen Gresik. Setelah put option dibatalkan, dan Cemex telah keluar,  “Sesungguhnya tuntutan itu adalah seperti yang disampaikan Gubernur Sumatra Barat, yaitu Semen Padang duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan PT Semen Gresik. Itu akan kami wujudkan dalam satu perusahaan induk yang mungkin nanti disebut PT Semen Indonesia atau apalah," kata Darjoto (Tempo Interaktif, 3 Oktober 2006).
Saat itu Gubernur Gamawan jelas-jelas menyatakan, dana ini setelah diterima penuh sebaiknya dikembalikan kepada masyarakat Sumatera Barat. Ia menyebut ini sebenarnya adalah hasil perjuangan masyarakat berkaitan dengan penolakan penjualan Semen Gresik Group dan tuntutan spin off PT SP. Sekedar catatan, bersamaan dengan pejuangan mempertahankan PT SP, masyarakat Sulawesi Selatan juga menuntut spin off PT Semen Tonasa. Tapi dalam penyelesaian akhir, hanya Sumbar yang memperoleh sumbangan Rajawali sedangkan Sulsel tidak.
Setelah Rajawali duduk dalam manajemen PT Semen Gresik –Darjoto sebagai Wakil Komisaris Utama dan Rudiantara sebagai Wakil Dirut— manajemen PT SGG langsung menunjuk konsultan untuk mengkaji restrukturisasi BUMN semen ini menjadi holding baru dengan PT Semen Gresik, PT Semen Padang, dan PT Semen  Tonasa sebagai anggota holding dalam kedudukan setara. Konsultan tersebut, didampingi Komut PT Semen Gresik Rizal Ramli dan Wakil Komut Darjoto pernah beraudensi dengan Gubernur Gamawan tahun 2007 dalam rangka minta masukan.
Namun sampai PT Rajawali menjual lagi sahamnya pada tahun 2008, restrukturisasi tersebut belum terwujud. Rajawali menjual sahamnya dengan harga tiga kali lipat (total sekitar Rp9 triliun). Mereka melunasi semua sumbangannya kepada Pemda Sumbar lebih cepat setahun. Pembentukan holding baru PT Semen Indonesia baru terealisi tahun 2012 oleh Dirut Dwi Soetjipto. Sekedar catatan, tahun 2014 Dwi Sutjipto (kini Dirut Pertamina) menulis buku berjudul “Trannformasi Semen Indonesia”. Di situ ada bab mengenai pengalamannya pada masa spin off yang dilarang masuk ke Semen Padang setelah ditunjuk jadi dirut. Tentu saja dari versi yang bersangkutan.
Beberapa pekan setelah peluncuran buku, saya ketemu Dwi Sutjipto dalam penerbangan Jakarta – Padang. Saya sampaikan, saya sudah baca bukunya. “Cuma, Pak Dwi, ada satu catatan saya. Kalau tahun 2001 itu terjadi put option, dan Semen Gresik dijual, tidak akan pernah ada Semen Indonesia,” kata saya. Pak Dwi hanya tersenyum dan manggu-manggut.
Selanjutnya, setelah dana Rajawali diterima penuh tahun 2008, Gubernur Gamawan Fauzi membicarakan dengan DPRD pemanfaatan dana tersebut. Lembaga yang dianggap tepat waktu itu adalah Yayasan. Maka dirancanglah Yayasan Beasiswa Sumatera Barat.
Kenapa Yayasan Beasiswa? Gubernur berhasil meyakinkan DPRD, bahwa dana ini haruslah digunakan untuk masyarakat Sumatera Barat. Namun ada prinsip yang disepakati, pokok dananya dijadikan dana abadi, dan yang boleh dimanfaatkan adalah hasil usahanya. Misalnya dari bunga deposito atau hasil keuntungan obligasi atau surat utang negara (SUN) dari dana pokok yang 5 juta dolar tersebut. Pengelolaan dana seperti itu tak mungkin dilakukan oleh pemerintah daerah melalui mekanisme APBB, tetapi harus oleh lembaga masyarakat. Namun lembaga atau yayasan tersebut ketika menerima hibah harus ada  perjanjian bahwa tidak akan menggunakan dana pokoknya.
Rencana pembentukan Yayasan Beasiswa itu didahului lokakarya yang melibatkan DPRD, para rektor perguruan tinggi, LKAAM, MUI, Bundo Kanduang, dan stake holders yang dulu ikut memperjuangkan spin off. Dalam lokakarya dikemukakan konsep yayasan tersebut akan disinerjikan dengan program Pemda Sumbar. Sejak tahun 2006, Pemda di bawah pimpinan Gamawan Fauzi - Marlis Rahman mencanangkan Sumbar sebagai provinsi pendidikan, di antaranya dengan target mencetak 1.000 doktor (S-3), dan pemberian beasiswa bagi 50 tamatan SLTA yang berprestasi untuk kuliah di Universitas Al-Azhar, Mesir. Program yang terakhir ini adalah untuk menjawab keluhan akan kurangnya kader ulama di Minangkabau. Di Mesir waktu itu Pemda membeli sebuah gedung asrama untuk mahasiswa Sumbar yang kuliah di Kairo. Sumbar adalah satu-satunya provinsi yang punya aset di Mesir.
Waktu itu Pemda Sumbar juga memberikan bantuan kepada semua universitas negeri dan swasta di Sumatera Barat masing-masing Rp1 – 3 miliar setiap tahun. Tujuannya terutama untuk meningkatkan kualitas tenaga pengajar, dengan mengirim sebanyak mungkin dosen melanjutkan pendidikan S-3 di universitas yang berkualitas di dalam dan luar negeri. Melalui program 1.000 doktor tersebut, diharapkan kualitas perguruan tinggi di Sumbar akan meningkat dan akreditasinya naik. Sehingga Sumatera Barat akan menjadi tujuan pendidikan bagi masyarakat luar Sumbar. Bila ini terjadi, sumbangannya akan besar bagi perekonomian daerah seperti yang telah berhasil dilakukan oleh Provinsi DI Yogyakarta dan Kota Malang di Jawa Timur. Sekedar pengetahuan kita, dari sekitar 450 ribu mahasiswa yang kuliah di Kota Malang, lebih 300.000 berasal dari luar Jawa Timur. Dengan pembelajaan sekitar 1 juta sebulan rata-rata, maka sumbangan mahasiswa luar terhadap perekonomian Kota Malang sekitar 300 miliar sebulan atau lebih Rp3,5 triliun setahun.
Singkat cerita, dengan gagasan memajukan pendidikan Sumbar, Yayasan Beasiswa berhasil dibentuk tahun 2009, dan diresmikan tanggal 2 Agustus 2010 oleh Gamawan Fauzi yang sudah jadi Mendagri dan Gubernur dijabat Marlis Rahman. Tidak ada persoalan legalisasi bagi yayasan tersebut, karena sudah mendapat persetujuan/izin tertulis dari Menteri Hukum dan HAM serta Menteri Dalam Negeri. Dua pejabat Pemda, Inspektur Daerah Erizal, S.H. (waktu itu Kepala Bawasda), dan Asisten I Sekwilda Devi Kurnia, S.H. (waktu itu Kepala Biro Hukum), adalah sakti hidup proses pendirian dan legalisasi YBSB.
Setelah Pemilu 2009 dan Pilkada 2010, Sumatera Barat memiliki DPRD dan Gubernur baru, pasangan Irwan Prayitno dan Muslim Kasim. Saya tidak lagi mengikuti perkembangan YBSB. Namun saya pernah mendapat informasi dari pengurus YBSB yang telah diresmikan 2 Agustus 2010. Dua kali minta waktu bertemu Gubernur untuk melaporkan perkembangan yayasan, hanya sekali yang diterima. Menurut pengurus itu, dalam pertemuan Gubernur Irwan terlihat tidak begitu antusias. Tanggapan gubernur hanya akan membicarakan lagi dengan DPRD. Tentu tidaklah salah, gubernur baru punya kebijakan dan program baru.
Setelah itu, lama saya tak mendengar nasib dana sumbangan Rajawali tersebut. Kabarnya didepositokan oleh Pemda Sumbar sehingga jumlahnya sudah menjadi sekitar Rp64 miliar.
Tapi saya merasa tersentak setelah membaca berita Haluan hari Selasa 26 Mei 2016 berjudul “Gubernur Bingung Kelola Dana Rajawali”. Dari berita itu saya tahu, bahwa Perda yang menjadi dasar pendirian Yayasan Beasiswa sudah dicabut/dibatalkan oleh DPRD. Lalu gubernur diminta menyampaikan opsi untuk pengelolaan dana itu selanjutnya. Salah opsi yang disebut adalah dengan membentuk Badan Layanan Umum Daerah (BULD).
Sungguh sayang, dana yang diperoleh melalui perjuangan panjang, tak kunjung bisa dimanfaatkan sesuai tujuan untuk kemajuan Sumatera Barat. Bahkan gubernur sendiri  bingung, setelah hampir lima tahun menguasai dana tersebut. Karena ikut terlibat dalam proses munculnya dana tersebut, maka tanggal 26 Mei itu saya merasa terketuk untuk sekadar memberi saran. Maka saya kirim SMS kepada Gubernur Irwan Prayitno sebagai berikut:
Salam Pak Gubernur. Sehubungan rencana Pemrov mengelola dana bantuan Rajawali sebesar 5 juta dolar melalui BLUD, saya rasa tidak tepat. Saya sebagai eks Sekjen Forum Masyarakat Sumatera Barat untuk Pengembalian Semen Padang ikut serta bersama Gubernur Bapak Gamawan Fauzi dan Bapak Irman Gusman (waktu itu Wk. Ketua DPD) mendapatkan dana tersebut melalui perundingan alot dengan Rajawali dan Bapak Gita Wiryawan sebagai konsultan dan mediator yang ditunjuk Bpk. JK. Pak Gamawan waktu itu dari lubuk hatinya mengatakan, dana tsb adalah hak masyarakat Sumatera Barat dan harus dikembalikan kepada masyarakat. Karena itulah digagas Yayasan Beasiswa untuk mengelola dana tersebut dengan catatan pokoknya harus sebagai dana abadi yang tidak boleh berkurang. Menurut saya, tolong dipelajari betul latar belakang dan maksud penggunaan dana tersebut. Jangan sampai kita melanggar amanah. Tks dan wassalam Hasril Chaniago”.
Selang dua-tiga menit Gubernur membalas SMS saya sebagai berikut: “Terimakasih infonya. Mhn kalau tidak keberatan , Pak Hasril bisa hub Pak Ipung (Ass. I Devi Kurnia, pen) yg mewakili Pemda rapat dengan DPRD.”
Kedua SMS (dari saya dan balasan gubernur) lalu saya forward kepada Devi Kurnia. Asisten I Sekwilda yang saya kenal baik ini membalas: “Ok, Pak In, pada prinsipnya Pak Gub ikut semangat awal yang dulu, dan beliau akan ikut apapun kesepakatan yg kita bangun bersama”.

Hanya sampai di situ peran yang bisa saya lakukan. Sekedar sumbang saran. Harapan saya, petinggi yang kompeten (gubernur dan DPRD), bisa mengunyah-ngunyah lagi dengan hati yang bersih dan pikiran yang jernih berbagai informasi sebelum mengambil keputusan soal dana sumbangan Rajawali ini. Tak ada juga salahnya kalau Pemda atau DPRD (atau bersama-sama) mengundang mantan Gubernur Gamawan Fauzi dan Marlis Rahman serta mantan Ketua DPRD Leonardy Harmainy dan Wakil Ketua Masful untuk minta masukan guna mendapatkan solusi bagaimana sebaiknya (eks) dana Rajawali itu dikelola. Supaya kita tidak mengambil keputusan dalam suasana hati yang bingung dan ragu-ragu. Sekian, terimakasih.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...