OLEH Dr Mu'jizah
Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa
Sebelum Gutherberg menemukan mesin
cetak pada abad ke-18 berbagai sumber informasi dan pengetahuan yang menjadi
peradaban suatu bangsa diabadikan dalam naskah tulisan tangan yang disebut
manuskrip.Tulisan tanganini jumlahnya terbatas berbeda dengan buku cetakan yang
dalam sekali cetak bisa mencapai ratusan bahkan ribuan eksemplar jumlahnya.
Seperti sebuah buku masa kini, manuskripsangat penting sebab di dalamnya
tersimpan kekayaan informasi dan pengetahuanyang berlimpah, seperti agama,
hukum dan adat, astrologi, perobatan, teknik dan arsitektur, sampai sejarah.
Manuskrip itu ditulis dalam berbagai
bahasa di Indonesia, yakni bahasa Aceh, Bali, Batak, Bugis-Makassar-Mandar,
Jawa, Madura, Melayu, Minangkabau, Sasak, Sunda, Ternate, Wolio, bahasa-bahasa
Indonesia Timur, Bahasa-bahasa Kalimantan, dan bahasa-bahasa Sumatera Selatan.
Di samping itu, terdapat juga manuskrip yang ditulis dalam bahasa Arab dan
bahasa Belanda. Manuskrip berbahasa Arab berhubungan dengan agama dan manuskrip
berbahasa Belanda berhubungan dengan sistem pemerintahan. Manuskrip ini
tersimpan di berbagai lembaga di seluruh dunia. Dalam Khazanah Naskah:
Panduan Koleksi Naskah-Naskah Indonesia Sedunia (Chambert-Loir dan
Farurrahman, 1999) disebutkan bahwa manuskrip yang berasal dari Indonesia
tersebar di sekitar 30 negara. Bahkan ada negera yang tidak memiliki hubungan
sejarah seperti Rusia, Jerman, dan Prancis juga memilikinya.
Dengan persebarannya yang begitu luas
dapat dikatakan bahwa Indonesia sejak masa lalu telah menarik perhatian dunia
dan hasil pemikirannya dalam manuskrip telah menjadi pustaka dunia, pustaka
atau kitab yang diapresiasi oleh masyarakat dunia. Hanya masalahnya bagaimana
masyarakat Indonesia sebagai pewaris kebudayaan itu mempelajarinya dan bagaimana
masyarakat dunia menghargainya? Berkaitan dengan hal itu, dalam makalah ini
dibahas beberapa hal, yakni (1) di mana saja manuskrip itu tersimpan dan
bagaimana manuskrip-manuskrip ini tersebar, (2) apa saja isinya dan bagaimana
masyarakat dunia mengapresiasinya, dan (3) bagaimana cara pemerintah menangani
dan mengelolanya?
Manuskrip Indonesia sebagai Pustaka
Dunia
Manuskrip yang berasal dari Indonesia
ini menggunakan alas tulis seperti lontar,kulit kayu, bambu, kain, dan kertas
tradional yang disebut dluwang oleh orang Jawa dan Sunda. Alas tulis
berbahan tradisional ini bersifat kurang lestari. Jika kurang dipelihara dengan
baik alas ini akan rusak. Hingga saat ini manuskrip-manuskrip yang disimpan
perorangan di Indonesia banyak yang kurang terjaga sehingga banyak yang rusak,
hilang, dan hancur. Dengan hilang dan hancurnya manuskrip itu berarti hilang
pula informasi dan pengetahuan yang ada di dalamnya. Oleh sebab itu, manuskrip
ini disebut sebagai benda budaya yang terancam punah.
Manuskrip merupakan tradisi tulis yang
hidup dan berkembang di kraton atau istana yang pada masa lalu ditulis oleh
para pujangga atau juru tulis kerajaan.Sementara masyarakat di luar kerajaan
lebih banyak berkreasi dalam sastra lisan. Hampir seluruh suku di Indonesia (Badan
Pusat Statistik Nasional menyebutkan jumlah suku sekitar 1.128) mempunyai
kekayaan sastra lisan, tetapi hanya sebagian kecil yang memiliki sastra tulisan
tangan(manuskrip). Kedua sastra itu menggunakan bahasa daerah sebagai alat
ungkapnya yang jumlahnya mencapai 746 bahasa.Dari jumlah bahasa itu, kini hanya
tersisa belasan bahasa mempunyai aksara yang diabadikan dalam manuskrip. Aksara
itu antara lainaksara turunan Palawa , seperti aksara Jawa, Sunda,
Bugis-Makassar, Bali, Sasak, Ulu/Krinci, Lampung, Batak, Mbojo, aksara turunan
Arab, seperti Pegon, Jawi, Buri Wolio, dan Serang. Manuskrip itu berasal dari
beberapa daerah, seperti Aceh, Minangkabau, Riau, Jambi, Palembang, Lampung
(Sumatra), Jawa, Betawi, Sunda, Bali, NTB, Pontianak, Banjarmasin, Berau (Kalimantan)
dan Bugis, Makassar, Tanete, Buton, Mandar d (Sulawesi) , Ternate dan Ambon.
Manuskrip yang berasal dari Indonesia
itu jumlahnya mencapai puluhan bahkan ratusan ribu. Benda budaya itu dapat
dikatakan sebagai pustaka dunia, bacaan dunia sebab (1)dilindungi dan diakui
sebagai warisan dunia, (2) penyebaran dan tempat penyimpanan tersebar di
belahan dunia, (3) dibaca dan dikaji oleh masyarakat dunia, serta (4) dikreasi
dan dipentaskan menjadi pertunjukan tingkat dunia.
Untuk melindungi manuskrip ini dari
kepunahan ini, beberapa lembaga di Indonesia dan beberapa negara
asingmemberikan bantuan dalam program inventarisasi dan dokumentasi manuskrip
sebagai benda hampir punah. Lembaga itu seperti The British Library (Inggris),
Toyota Foundations, dan Tokyo University for Foregin Studies (Jepang). Saat ini
manuskrip disimpan dalam berbagai lembaga dan perorangan baik di Indonesia dan
di banyak Negara di dunia. Dalam koleksi lembaga, manuskrip ini cenderung aman
karena sudah dijaga meskipun dengan syarat minimal. Namun, koleksi yang
tersimpan dan milik perseorangan sebagian besar terancam karena perawatannya
kurang memadai. Untuk itu, manuskrip-manuskirp ini harus dilindungi dari
kepunahan sebab benda ini sebagai kekayaan hak intelektual bangsa Indonesia.
Dalam rangka pelindungan UNESCO telah
mendaftarkan melalui Memory of the World (MOW)beberapa manuskrip sebagai
kekayaan tak benda dari Indonesia. Manuskrip itu adalah (1) Negarakertagama,
(2) I La Galigo, (3) Babad Diponegoro, dan (4) Makyong.
Dua judul yang disebut terakhir masih dalam proses pengesahan dalam registrasi
tersebut.Di samping keempat judul tersebut masih banyak manuskrip bermutu dari
Indonesia yang siap diregistrasikan ke lembaga dunia tersebut dan hanya
menunggu kesigapan bangsa Indonesia sebagai pemilik syah warisan budaya ini.
Berbagai usaha pencatatan dan
dokumentasi sudah dilakukan dalam bentuk katalog.Katalog yang mencatat
manuskrip yang berada di Indonesia, antara lain Ronkel (1909) mencatat naskah
di Museum Gadjah danBehrend (1989) naskah yang berada dalam koleksi
Perpustakaan Nasional, Florida (1981) mencatat naskah di Surakarta, Lindsay
(1982) dan Behrend (1989) naskah koleksi Kraton dan naskah Senobudoyo
(Yogyakarta), Yusuf (1980) naskah Maluku, Ekadjati (1988) naskah Sunda, Mulyadi
dan Maryam salahuddin (1980) naskah Bima, Yayasan naskah Nusantara yang
diketuai Ibu Ikram menyusun beberapa katalog, antara lain naskah Buton (2001)
naskah Palembang, (2004 ), naskah Kalimantan dan naskah Ambon,serta Paeni
(1994) naskah Bugis. Di samping itu, masih banyak katalog yang disusun oleh
lembaga-lembaga pemilik naskah.
Manuskrip Indonesia yang berada dalam
koleksi di luar negara disusun antara lain oleh Juynboll (1899) dan Ronkel
(1921) naskah koleksi Universitas Leiden, Braginsky (1989) naskah koleksi di
Rusia, Voorhoeve dan Ricklefs (1977) naskah koleksi Inggris, Omar (1991) naskah
di Prancis dan Jerman, Syahrial dan Rahman naskah Melayu di Afrika Selatan, dan
Chambert-Loir dan Faturrahman (1999)naskah-naskahdi dunia. Dalam katalog yang
disebutkan terakhir itu dicatat sekitar 30 negara yang menyimpan manuskrip
Indonesia, antara lain AfrikaSelatan, Amerika Serikat, Australia, Austria,
Belgia, Ceko, Denmark, Hungaria, India, Irlandia, Italia, Jepang, Jerman,
Kanada, Norwegia, Polandia, Portugal,Rusia, Selandia Baru, Spanyol,Swedia,
Swiss, Thailand, dan Vatikan.Naskah-naskah Indonesia ini tersebar dan banyak
tersimpan di Belanda dan di Inggris karena faktor sejarah, tetapi naskah
terdapat pula di Jerman, di Prancis, di Rusia, dan di berbagai negeri yang lain
yang tidak mempunyai kaitan sejarah dengan Indonesia.
Penyebaran yang sangat luas itu
mempunyai arti sejarah. Menurut Chambert-Loir dan Faturrahman (1999:8) sejumlah
koleksi dibawa ke luar negeri oleh orang Indonesia sendiri. Contohnya naskah-naskah
yang sekarang terdapat di Afrika Selatan dan Sri Lanka sebagian dibawa dari
Indonesia, sebagian disalin atau ditulis oleh para perantau (atau orang
buangan) yang menetap di kedua negeri itu. Koleksi-koleksi lain adalah hasil
persentuhan budaya. Misalnya, naskah yang kini di Jerman (terutama naskah
Batak) sebagian besar berasal dari kegiatan para misionaris Jerman di Sumatra
Utara mulai pertengahan abad yang lalu dan ada juga yang dikumpulkan oleh
seorang Jerman yang menjadi guru privat anak-anak Gubernur Jendral Belanda di
Buitenzorg (Bogor) sekitar tahun 1850. Contoh lain lagi, koleksi yang tersimpan
di Library of Congress, Washington, diperoleh oleh sebuah ekspedisi Amerika di
Singapura tahun 1842, sedangkan koleksi yang berada di Perpustakaan Nasional
Paris, Prancis, dirintis oleh seorang Prancis yang belajar bahasa Melayu di
London tahun 1845.
Dalam Baried (1994) manuskrip sejak
abad ke18 telah menjadi barang dagangan antik. Benda ini sudah masuk dalam
perdagangan gelap benda-benda kuno. Perdagangan ini terus berlangsung hingga
kini. Beberapa kali dalam media massa, di antaranya Kompas, diungkap
masalah jual beli manuskrip Indonesia di berbagai daerah di Indonesia. Benda
langka dan kuno ini penting dan banyak menarik perhatian karena di dalamnya terdapat
berbagai informasi, pemikiran, dan pengetahuan lokal mulai dari catatan harian
para penguasa, surat-surat berharga, adat-istiadat, hukum, sejarah, keagamaan,
arsitektur, makanan, astrologi, dan pengetahuan lainnya. Untuk memasuki dunia
itu, katalog menjadi semacam pintu masuk bagi para peneliti untuk mendalami
sejarah masa lalu Indonesia.
Keberadaan manuskrip Indonesia sebagai
pustaka dunia dibuktikanjuga dengan apresasi berupa kajian yang dilakukan oleh
pakar dari Indonesia dan pakar asing. Kajian terhadap manuskrip Indonesia ini
sudah dilakukan sejak awal abad ke-19 oleh beberapa ahli budaya, seperti H.C.
Klinkert dan Von De Wall. Menurut Baried, dkk (1994:50) minat terhadap
teks-teks Nusantara berawal dari adanya pelajaran bahasa-bahasa Nusantara yang
diberikan kepada para calon pegawai dan pejabat yang akan dikirim ke Indonesia.
Mereka dibekali pengetahuan bahasa, ilmu bumi, dan kebudayaan. Kuliah pertama
kali diadakan di Breda, tahun 1836 dan di Delf, tahun 1842. Taco Roorda dan
Roorda van Eysinga diangkat sebagai guru besar. Pada akhirnya kuliah ini
dipindahkan ke Fakultas Sastra Universitas Leiden, Belanda. Dari sini
perkembangan kajian terus terjadi, bahkan beberapa ahli dari Inggris juga
memberikan perhatian khusus pada teks-teks ini, seperti John Leyden, R.O.
Winstedt, dan Hans Overbeck.
Pada tahap awal kajian teks-teks
Nusantara bertujuan untuk menyunting. Berhubung tenaga peneliti masih terbatas,
teks-teks yang diambil kebanyakan dari naskah Jawa dan Melayu. Hasil suntingan
terbatas berupa penyajian teks dalam huruf aslinya dan pengantar. Suntingan
seperti ini, diterbitkan tahun 1849 oleh Van Hoevel, Syair Bidasaridan
pada tahun 1845 oleh Roorda van Eysinga Hikayat Sri Rama. Kajian
berikutnya Sejarah Melayu oleh John Leyden (1921). Pada terbitan ini
teks dialihaksarakan dan ditambahkan dengan terjemahan dalam bahasa Inggris.
Suntingan yang serupa juga dilakukan oleh H. Over Beck (1922) terhadap Hikayat
Hang Tuah.
Kajian berupa suntingan dengan kritik
teks mulai dilakukan pada abad ke-20. Suntingan dengan mencari teks yang
mendekati aslinya dilakukan oleh A. Teeuw (1966) dalam Hikayat Seribu Masail
dan Shair Ken Tambuhan. J.J. Ras (1968) dalam Hikayat Bandjar dan
Kota Waringin. Pakar dari Indonesia juga mulai mengikuti jejak ini, seperti
Teuku Iskandar (1959) menerbitkanDe Hikajat Atjeh oleh Naguib
al-Attas(1970) mengkajiThe Mysticism of Hamzah Fansuri dan S.
Soebardi(1975), The Boek of Cabolek.Beberapa tahun kemudian telaah
manuskrip menggunakan beberapa pendekatan penelitian sastra, seperti kajian
Achadiati Ikram (1980) dengan Hikayat Sri Rama dan Edwar Djamaris (1999)
Tambo Minangkabau, dan Partini Sardjono Pradotokusumo (1984) meneliti Kakawin
Gadjah Mada dengan pendekatan interteks.
Berbagai telaah yang mengangkat sastra
sejarah (historiografi) juga dilakukan oleh Chambert-Loir terhadap beberapa
manuskrip Bima, (1) Syair Kerajaan Bima,(1982),Cerita Asal Bangsa
Jindan Segala Dewa-Dewa,(1985) dan Bo’ Sangaji Kai (1999). Sampai
saat ini manuskrip Indonesia terus dikaji pada tahun 2004 terbit shair
Sinyor Kosta oleh A. Teeuw dkk, dan Syair Bidasar oleh Julian
Millie, dan Karya lengkap Abdullah oleh Amin Sweeney.Lembaga penelitian
yang terus memfokuskan diri dan menerbitkan kajian manuskrip Indonesia antara
lainEFEO, lembaga penelitian Prancis, Universitas Leiden, dan KITLV,lembaga
penelitian Belanda.
Akhir-akhir ini, penelitian manuskrip
tidak sebatas pada kajian teks yang ditekuni filolog, tetapi juga didorong oleh
kajian kodikologi yang mempelajari naskah (codex). Mulyadi (1994)
mengatakan kajian kodikologi antara lain sejarah naskah, sejarah koleksi
naskah, penelitian tempat-tempat penyalinan, penyusunan katalog, perdagangan
naskah, dan penggunaan naskah. Beberapa penelitian mengenai tempat-tempat (scriptorium)
penyalinan mulai dilakukan, misalnya penyalinan naskah Merbabu-Merapi oleh
Wiryamartana (1999) dan Wiryamartana, van der Molen, dan Kartika; naskah Bali
oleh H.I.R Hinzler (1993); naskah Jawa oleh T.T. Behrent (1999); naskah Betawi
oleh Teuku Iskandar, Chambert-Loir, Dewaki Kramadibrata, dan Maria Indra Rukmi;
naskah-naskah Riau oleh UU Hamidi, Ding Choo Ming, Virginia Matheson, dan
Mu’jizah. Dalam penelitian ini keindahan visual pada naskah-naskah bergambar
mulai dikaji dan kajian itu di antaranya oleh Gallop dan Arps (1991), Gallop
(1994) Janson Aan dkk (1995), dan Mu’jizah (2009). Iluminasi naskah Jawa
diteliti oleh Tim Behrend (1999) dan Saktimulya (1996) serta prasi Bali oleh
Suparta. Telaah seperti ini diperkaya lagi dengan terbitnya buku Illuminations
yang disunting oleh Ann Kumar dan McGlynn (1994).
Kajian manuskrip dengan menampilkan
manuskrip seperti aslinya juga dilakukan dalam bentuk edisi facsimile. Pada
tahun 1993 Roger Toll dan Jan Just Wirkam menerbitkan Mukhtasar Tawarikh
al-Wusta dan Ismailmenyunting Hikayat Isma Yatim.Untuk mengetahui
berbagai kajian yang pernah dilakukan, pada tahun 1999, Edi S. Ekadjati dkk.
menyusun Direktori Edisi Naskah Nusantara.Selain telaah, berbagai
tulisan ringkas dalam beberapa jurnal masih berlangsung. Namun, jumlah jurnal
juga belum banyak bertambah. Sampai kini kita masih membaca jurnalBKI (Belanda),
JMBRAS (Inggris), Archipel (Perancis), ditambah dengan Jurnal
Filologi (Malaysia), Wacanadan Lektur (Indonesia).
Bentuk apresiasi masyarakat dunia
terhadap manuskrip Indonesia adalah pementasan di tingkat dunia. Pementasan
yang masih hangat dalam ingatan kita adalah pementasan atau pertunjukan kelas
dunia terhadap I La Galigo yang disutradai oleh Robert Wilson. Pementasan ini
diselenggarakan di beberapa kota dunia, seperti Rotterdam (Belanda), Barcelona
(Spanyol), New York (Amerika Serikat), Melbourne (Australia), dan Singapura
serta Jakarta dan Makassar. Pada dasarnya kreasi ini juga sering diadakan di
Yogyakarta di Candi Prambanan untuk pementasan sendratari Cerita Ramayana.
Pengelolaan Manuskrip sebagai Pustaka
Dunia
Dari jumlahnya yang besar, pengetahuan
yang beragam, ketersebaran yang luas,dan apresiasi yang tinggi, pemerintah
harus mengelola dan menangani kekayaan intelektual bangsa ini dengan terencana.
Pengelolaan itu ditujukan untuk kemaslahatan dan pemartabatan bangsa Indonesia
di mata dunia. Program yang harus dilakukan adalah pengembangan, pembinaan, dan
pelindungan terhadap manuskrip sebagai pustaka dunia.
Untuk keperluan pengembangan,
pembinaan, dan pelindungan langkah pertama yang dilakukan adalah penelitian
sebagai dasar untuk studi kekayakan. Pengkajian yang perlu dilakukan antara
lain pemetaan manuskrip Indonesia. Pemetaan yang dimaksud adalah
menginventarisasi, merekam, mendokumentasi seluruh manuskrip yang ada dalam
sebuah pangkalan data manuskrip Indonesia. Pangkalan data ini menjadi semacam
pusat infromasi manuskrip. Untuk pendataan seluruh kekayaan itu diperlukan
teknologi informasi yang dapat memudahkan mencatat, mendistribusikan, dan mengakses
dengan teknik online. Dengan cara ini sosialisasi kekayaan intelektual
bangsa Indonesia dapat dinikmati masyarakat dunia.Pada dasarnya usaha ini
pernah dirintis oleh beberapa lembaga, tetapi belum menyeluruh. Untuk itu,
pemerintah Indonesia yang harus melaksanakan program ini dengan pangkalan data
yang lengkap.
Berbagai usaha pencatatan dalam
berbagai katalog yang sudah disebutkan di atas dapat dikutip dengan
mencantumkan sumbernya. Idealnya pemetaan itu juga dilengkapi dengan perekaman
dan dokumentasi. Dengan adanya rekaman baik dalam bentuk foto digital,
mikrofilm, atau mikrofis, penelitian lanjutan lebih mudah. Selain rekaman
dilakukan juga pendokumentasian, yaknipengumpulan, pemilihan, pengolahan, dan
penyimpanan dengan cara yang benar.Dalam dokumentasi ini prioritas diberikan
pada manuskrip milik perorangan yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.
Jika pencatatan, perekaman, dan dokumentasi tidak segera dilakukan, manuskrip
itu akan rusak atau hilang. Dengan rusak dan hilangnya manuskrip berarti hilang
pula pemikiran dan pengetahuan yang ada di dalamnya.
Model pencatatan yang sangat lengkap
dapat dicontoh dari katalogsusunan Wieringa (1998) Catalogue of Malay and
Minangkabau Manuscripts. Katalog ini sangat baik dan deksripsinya sangat rinci
dengan berbagai indeks, seperti indeks judul, indeks tempat atau daerah, dan
indeks cap kertas (watermarks), dan cap kertas tandingan (countermarks).
Dalam penyusunan katalog manukrip selain keahlian filologi dan kodikologi juga
diperlukan kesabaran dan ketekunan karena yang hadapi adalah buku kuno yang
memerlukan perlakuan khusus.
Pelindungan dalam bentuk dokumentasi
manuskrip saat iniharus segera ditingkatkandan perlu memanfaatkan kemajuan
teknologi informasi. Dokumentasi merupakan salah satu bentuk pelestarian yang
sangat penting agar isi naskah tidak hilang. Iklim tropis seperti Indonesia
sangat rentan bagi benda kuno itu, terutama alasnya yang tradisionalyang tidak
dapat bertahan terhadap iklim tersebut. Di samping itu, serangan ngengat juga
mengancam keberadaan naskah. Untuk itu, perawatan naskah menjadi prioritas
utama. Namun, pada kenyataannya perawatan pada benda budaya ini sangat minim.
Beberapa puluh tahun yang lalu dokumentasi dalam bentuk mikrofilm sudah
dilakukan, tetapi perawatan mikrofilm itu tidak memadai sehingga mikrofilmnya
lebih dahulu punah daripada manuskripnya. Saat ini dengan kemajuan teknologi,
pendokumentasi yang lebih mudah dapat dilakukan dengan foto digital dan tenaga
profesional.
Manuskrip yang berada di luar negara
sebetulnya tidak perlu dikhawatirkan karena manuskrip ini sudah dirawat dengan
baik, tetapi sebagai pewarisnya ada kerinduanuntuk memilikinya. Di Perpustakaan
Nasional terdapat beberapa manuskrip yang merupakan rekaman dari manuskrip di The
British Library dan Perpustakaan Universitas Leiden, tetapi jumlahnya tidak
banyak. Pemerintah harus menindaklanjutinya danbekerja sama dengan
negara-negara pemilik manuskrip Indonesia tersebut.
Catatan dan dokumentasi harus
dimasukkan dalam pangkalan data sehingga informasi dapat diakses dengan mudah
oleh para peneliti. Kajian naskah dengan edisi teks sebagai sumber dan kajian
antardisiplin harus dilakukan sebab di dalam teks itu terdapat beragam
pengetahuan masa lalu yang memerlukan kepakaran khusus. Tugas filolog dan kodikolog
adalah menyajikan teks dan mengungkap sejarah naskah. Berbagai
pertanggungjawaban keilmuan dalam pengolahan manuskrip harus akurat.
Hasil kajian ini ditindaklanjuti untuk
bahan pembinaan.Naskah warisan nenek moyang ini jangan terkesan hanya dilestarikan
sebagai benda keramat, manuskrip ini harus diolah sebagai bahan bacaan
penunjang atau bahan ajar muatan lokal. Salah satu bentuk olahan itu berupa
penyusunan bahan ajar yang dapat dibaca untuk khalayak ilmiah dan khalayak umum
tergantung pada kepentingannya. Penyusunan itu bisa dalam bentuk (1) edisi
teks, (2) bacaan remaja, (3) antologi atau bunga rampai, dan (4) penyusunan
buku sejarah.
Penyusunan bahan bacaan bagi siswa atau
remaja yang bersumber pada naskah juga harus disusun agar generasi muda mengetahui
nilai-nilai dan mereka mempunyai wawasan pengetahuan budaya asli mereka. Kita
berharap mereka juga bisa mengapresiasi karya-karya klasik. Berbagai edisi
ilmiah yang sudah ada dapat dipakai sebagai sumber. Upaya yang dilakukan
Inggris dalam memperkenalkan karya klasik seperti Hamlet dan Shakespeare kepada
anak-anak muda perlu ditiru. Bahan bacaan ini diharapkan dapat membangkitkan
kreativitas remaja dan menumbuhkan minat terhadap sastra. Di samping itu, bahan
bacaan ini juga menjadi alternatif bagi guru sebagai bahan pengajaran sastra di
sekolah.
Penyusunan antologi atau bunga rampai
merupakan salah satu upaya pemasyarakatan dan penyebaran informasi . Bahan
bacaan itu diambil dari hikayat dan syair yang dikreasi dengan bahasa kini dan
yang dipilih adalah tema-tema yang menarik.Di samping itu, hal yang penting
juga dalam pengadaan bahan bacaan adalah penyusunan sejarah sastra, khususnya
sastra trdisional. Dalam rangka pelindungan perlu dilakukan usaha untuk
mengkontekstualkan isi manuskrip dengan masyarakat saat ini. Salah satu usaha
yang dilakukan dengan cara aktualisasi, yaitu upaya pemasyarakatan isi
manuskrip kepada masyarakat modern dalam bentuk terkini.
Kegiatan ini dilakukan agar masyarakat
mengenal lebih jauh tentang kekayaan pemikiran. Upaya aktualkisasi ini di
antaranya dengan cara penyaduran/penceritaan kembali, penerbitan ulang,
alihwahana (alih bentuk) misalnya dari sastra klasik dialihkan bentuknya ke
dalam film, sinetron, dan pementasan lain. Usaha lainnya adalah revitalisasi,
memberdayakan kembaliisi teks di tengah masyarakatnya. Cara yang dilakukan
mengenalkan kembali teks-teka lama kepada generasi muda. Karya-karya penting
dan menjadi puncak perlu direvitalisasi dengan cara pengalihan pengetahuan dari
generasi tua kepada generasi penerus/muda.
Penutup
Kekayaan bangsa Indonesia pada masa
lalu dalam manuskripsangat besar. Di dalam manuskrip ini terdapat berbagai
pemikiran bangsa dari berbagai suku di Indonesia, khususnya suku yang sudah
mengenal sistem tulis. Pada masa lalu isi manuskrip dijadikan pegangan hidup
dan falsafah. Di dalam manuskrip itu terkandung pengetahuan lokal, seperti
sastra, keagamaan, budaya, primbon, ideologi, sosial, ekologi, dan politik.
Saat ini manuskrip dari Indonesia tempat penyimpanannya sangat tersebar hingga
mancanegara dan apresiasi yang diberikan oleh masyarakat dunia juga besar. Oleh
sebab itu, untuk menangani hasil kekayaan intelektual bangsa ini diperlukan
pengelolaan yang baik oleh pemerintah. Manuskrip ini termasuk sebagai karya
hampir punah, alas tulisnya kurang lestari. Oleh sebab itu, banyak negara
memberikan perhatian khusus dalam penyelamatannya.
Berbagai langkah perlu dilakukan dan
bersama-bersama dalam usaha pelindungan. Pemerintah harus bekerja sama dengan
lembaga yang berkecimpung di bidang ini untuk menyusun program pengembangan,
pembinaan, dan penyelamatan. Kegiatan tersebut di antaranya berupa
inventarisasi, penyusunan katalog, dokumentasi dan digitalisasi, penyusunan
bahan ajar, aktualisasi, dan revitalisasi. Untuk kerja besar itu para profesional
di bidangnya harus dilibatkan agar hasilnya berkualitas.
DAFTAR
PUSTAKA
Baried, Siti
Baroroh, dkk. 1994. Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada.
Behrend, T.E.
1999. “Manuscript Production in the Nineteenth-Centra Java, Codicology and the
Writing of Javanese Literary History”. Dalam BKI, 149, hlm.408—435.
Chambert-Loir ,
Henri dan Siti Maryam R. Salahuddin. 1999. Bo’ Sangaji Kai: Catatan Kerajaan
Bima. Jakarta : EFEO dan Yayasan Obor Indonesia.
Chambert-Loir ,
Henri . 1999. Khazanah Naskah: Pnaduan Koleksi Naskah-Naskah Indonesia
Sedunia.
Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
Damono, Sapardi
Djoko. 1999. Politik Ideologi dan Sastra Hibrida. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Djamaris, Edwar.
1991. Tambo Minangkabau. Jakarta: Balai Pustaka.
Ekadjati, Edi S
dkk. Direktori Edisi Naskah Nusantara.Jakarta: yayasan Obor Indonesia.
Ekadjati, Edi.
1988. Koleksi naskah Sunda tercatat dalam katalog yang berjudul Naskah
Sunda: Inventarisasi dan Pencatatan. Bandung: Lembaga Penelitian
Universitas Padjadjaran.
Gallop, Annabel
Teh dan Bernard Arps. 1991. Golden Letters: Writing Traditions of
Indonesia;Surat Emas: Budaya Tulis di Indonesia. Jakarta: Yayasan Lontar.
Florida, Nancy.
1981. Javanese Language MSS of Surakarta, Central Java: A Preliminary
Desceriptive Catalogue. Ithaca: Cornell university.
Ikram,
Achadiati. 1980. Hikayat Sri Rama: Suntingan Maskah disertai Telaah Amanat
dan Struktur.Jakarta: UI Press.
McGlynn, John H.
dkk. 1996. Illuminations: The Writing Traditions of Indonesia.Jakarta:Yayasan
Lontar.
Mu’jizah. 2006. Martabat
Tujuh: Tanda, Simbol, Makna. Jakarta: Djambatan.
----. 2009.
Iluminasi dalam Surat Raja-Raja Melayu Abad ke-18—ke-19. Jakarta: KPG-EFEO
Mulyadi,
Rujiati. 1994. Kodikologi Melayu di Indonesia. Jakarta: Fakultas Sastra
Universitas Indonesia.
Robson, S.O.
1978. “Pengkajian Sastra-Sastra Tradisional” dalam Bahasa dan Sastra, IV,
6, hlm. 3—48.
-----. 1988. Principle
of Indonesian Philology. Dodrecht-Holland: Foris Publications.
Teeuw, A. dkk.
2004. A Merry Senshor in the Malay World Four Texts of the Syair Sinyor
Kosta.Leiden: KITLV.
Saktimulya,
Ratna.1996. Katalog Naskah Pakulamaman. Yogyakarta.
Wiryamartana, I Kuntara. 1999. “The Scriptoria in the
Merbabu Marapi Area”. Dalam BKI, 149, hlm. 504—509.
Tulisan
ini disampaikan dalam Kongres Bahasa Indonesia X di Hotel Grand Sahid Jaya,
28—31 Oktober 2013 yang digelar Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar