OLEH T. Silvana Sinar
(Universitas Sumatera Utara)
“Perjuanganku lebih mudah karena
mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu
sendiri” (Soekarno, Founding Fathers)
Mantan Presiden SBY berbantun |
Pendahuluan
Bangsa Indonesia saat sekarang ini
sedang dilanda gelombang “tsunami teknologi informasi dan komunikasi”.
Gelombang yang terus menerpa setiap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara,
hingga banyak di antara kita yang terbawa arusnya, hanyut ditelan ganasnya
gelombang “samudera modernisasi”. Para generasi kita terimbas yang cukup akut.
Mereka hidup dalam dunia teknologi informasi modern yang membuat mereka begitu
cepat dan lihai dalam menguasai teknologi itu daripada generasi tua.
Sayangnya, penguasaan teknologi itu
tidak diikuti dengan mendalami apakah fungsi dan manfaatnya. Para orang tua pun
tak berani berbuat banyak, ketika anak-anak mereka menguasai teknologi,
misalnya telepon selular. Hal ini dikarenakan para orang tua tidak menguasai
teknologi itu.
Anak bangsa ini seakan sudah tercerabut
dari yang namanya budi pekerti, hilangnya karakter ketimuran, dan tipisnya rasa
kebangsaan. Ada multikrisis terjadi melanda anak bangsa ini, antara lain berupa
meningkatnya pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan
terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan menyontek, penyalahgunaan
obat-obatan, pornografi, dan perusakan milik orang lain sudah menjadi masalah
sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas.
Hal ini banyak pengamat dan pakar mengatakan,
salah satunya akibat teknologi informasi yang tidak bisa dibendung lagi.
Teknologi informasi lebih menyodorkan pada “menu hidangan” modernisasi.
Sementara “menu” tradisi terabaikan ataupun tidak pernah mereka kenal sekali
pun. Padahal di dalam khazanah tradisi kita terkandung muatan budi pekerti yang
luhur, yang dapat dijadikan pondasi pembentukan karakter yang mulia, dan
membangun rasa cinta kebangsaan. Salah satu tradisi itu adalah pantun.
Pantun merupakan salah satu jenis puisi
lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Dalam bahasa Jawa,
misalnya, dikenal sebagai parikan dan dalam bahasa Sunda dikenal sebagai
paparikan. Lazimnya pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris
bila dituliskan), bersajak akhir dengan pola ab/ab (tidak boleh aa/aa, aa/bb,
atau ab/ba). Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai
juga pantun yang tertulis.
Tulisan ini berusaha mengungkap peran
pantun dalam menanamkan pendidikan budi pekerti, pendidikan karakter, dan membangun
empat pilar kebangsaan.
Pendidikan Budi Pekerti dan Karakter
Bangsa
Budi pekerti berasal dari kata “budi”
dan “pekerti”. Budi berarti paduan akal dan perasaan untuk menimbang baik dan
buruk. Pekerti berarti perangai, tingkah laku, akhlak. Budi pekerti, akhlak,
moral dan etika memiliki makna etimologis yang sama, yakni adat kebiasaan,
perangai dan watak. Budi pekerti, akhlak, moral dan etika merupakan suatu ilmu
yang menerangkan tentang baik dan buruk perbuatan manusia.
Pendidikan budi pekerti adalah
pendidikan jiwa. Islam telah menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti atau
akhlak merupakan jiwa pendidikan Islam.
Para ahli dan praktisi pendidikan
sepakat bahwa pendidikan budi pekerti atau moralitas sangat penting dan mesti
segera terwujud. Praktik etika atau budi pekerti tidak akan cukup hanya
diberikan sebagai pelajaran yang konsekuensinya hafalan atau lulus dalam ujian
tertulis.
Sementara itu perkembangan masyarakat
yang sangat cepat sebagai akibat dari globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi
komunikasi dan informasi membutuhkan penyesuaian tata nilai dan perilaku. Dalam
suasana dinamis tersebut, pengembangan kebudayaan diharapkan dapat memberikan
arah bagi perwujudan identitas nasional yang sesuai dengan nilai-nilai luhur
budaya bangsa. Di samping itu pengembangan kebudayaan dimaksudkan untuk
menciptakan iklim kondusif dan harmonis sehingga nilai-nilai kearifan lokal
akan mampu merespon modernisasi secara positif dan produktif sejalan dengan
nilai-nilai kebangsaan.
Nilai-nilai solidaritas sosial,
kekeluargaan, keramah-tamahan sosial, dan rasa cinta tanah air yang pernah
dianggap sebagai kekuatan pemersatu dan ciri khas bangsa Indonesia, makin pudar
bersamaan dengan menguatnya nilai-nilai materialisme. Demikian pula kebanggaan
atas jati diri bangsa seperti penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan
benar, semakin terkikis oleh nilai-nilai yang dianggap lebih unggul. Identitas
nasional meluntur oleh cepatnya penyerapan budaya global yang negatif, serta
tidak mampunya bangsa Indonesia mengadopsi budaya global yang lebih relevan
bagi upaya pembangunan bangsa dan karakter bangsa (nation and character
building). Lajunya pembangunan ekonomi yang kurang diimbangi oleh
pembangunan karakter bangsa telah mengakibatkan krisis budaya yang selanjutnya
memperlemah ketahanan budaya.
Tulisan ini berupaya mengungkapkan
kaitan teks pantun dengan pendidikan budi pekerti dan karakter bangsa dan
tranformasi tema-tema universal melalui dunia maya. Sebagaimana kita ketahui
bahwa menurut para ahli setidaknya terdapat delapan belas butir nilai-nilai
pendidikan karakter yaitu, religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja
keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan,
cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai,
gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Berikut
ini adalah uraian yang berkaitan dengan butir-butir karakter dengan contoh
kutipan teks pantunnya.
Religius adalah sikap dan perilaku yang
patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan
ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Sebagaimana bait
pantun berikut ini:
Dokter serius menginjeksi,
Agar virus cepat tersingkir.
Karakter religius bertoleransi,
Seiman jangan dituduh kafir.
Menanam kelapa di Pulau Bukum,
Tinggi sedepa sudah berbuah,
Adat bermula dengan hukum,
Hukum bersandar di Kitab Allah.
Pada dua bait pantun di atas tercemin
sikap yang religius dan bertoleransi antar-umat beragama baik yang seiman
maupun yang tidak seiman dan janganlah mudah terofokasi menuduh seseorang
dengan tuduhan kafir dan sebagainya. Pada bait kedua tercemin bahwa adat
tradisi itu semuanya bersumber dari hukum yang berlaku di tengah masyarakat. Di
mana hukum itu sendiri haruslah bersumber dan berkiblat dari kitab suci agama.
Karakter religius inilah yang perlu ditanamkan kepada generasi muda kita yang
saat ini sudah tercerabut dari yang namanya sikap saling berhormati antar-umat
beragama.
Jujur adalah perilaku yang didasarkan
pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam
perkataan, tindakan, dan pekerjaan. Dalam teks pantun Melayu dapat kita
temukan, yaitu:
Menangkap tekukur,
kucing kurus,
Buaya ditangkap,
di dalam parit.
Orang jujur,
telunjuknya lurus,
Orang khianat,
kelingking berkait.
Orang Daik memacu kuda,
Kuda dipacu deras sekali,
Buat baik berpada-pada,
Buat jahat jangan sekali.
Pergi ke hulu mencari rebung,
Gulai bersama ikan tenggiri,
Kalau selalu bercakap bohong,
Lama-lama jadi pencuri.
Isi pantun pada bait pertama masih
bersifat sebuah ungkapan, di mana disebutkan bahwa orang yang jujur itu jari
telunjuknya lurus. Maksud dari jari telunjuk lurus ini adalah sikap dan
prilakunya selalu mencerminkan kejujuran.
Sementara sikap orang yang suka berkhianat,
jari kelingkingnya berkait, maksudnya tidak bisa dipercaya. Bait kedua berupa
nasihat bahwa dalam berbuat baik itu haruslah selalu diutamakan, sementara
berbuat jahat janganlah dilakukan sama sekali. Sikap jujur bersifat jangan suka
berbohong, karena dikuatirkan orang yang selalu berbohong lama kelamaan akan
menjadi pencuri.
Dalam kehidupan manusia, sebenarnya
bersikap jujur inilah yang paling sulit dilakukan, apakah itu jujur terhadap
diri sendiri, terhadap sesama manusia, ataupun kepada Tuhan. Pada saat
sekaarang ini kejujuran sudah menjadi barang yang langka. Oleh sebab itu, sudah
seharusnya sikap jujur ini kita tanamkan kepada anak bangsa mulai sejak dini.
Toleransi adalah sikap dan tindakan
yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan
orang lain yang berbeda dari dirinya. Dapat dilihat pada teks pantun ini.
Mudik ke hulu,
di sisi batu,
Hanyut buaya,
di dua sisi.
Berbeda suku,
saling membantu,
Berbeda agama,
bertoleransi.
Sagalah buluh anggitnya jarang,
Akan pemagar kijang rusa,
Jika maklum pada seorang,
Tanda tahu bertimbang rasa.
Tuhan menciptakan sesuatu di bumi ini
saling berbeda, tidak ada yang sama. Perbedaan itu memang sudah menjadi kodrat
dalam kehidupan manusia. Sehingga wajar kalau dalam bait pertama pantun di atas
melukiskan bahwa walaupun kita berbeda suku bangsa, janganlah melupakan untuk
saling membantu, begitu juga jika ada perbedaan agama dan kepercayaan, kita
haruslah bertoleransi terhadap penganutnya. Pada bait kedua sikap toleransi itu
juga dapat berupa saling pengertian dan menjaga perasaan orang lain.
Disiplin adalah tindakan yang
menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Di
dalam pantun tertuang pada bait pantun berikut.
Nenas dijual,
di pasar niaga,
Tidak lagi,
tampak berduri,
Emas perak, perhiasan dunia,
Sikap disiplin,
perhiasan diri.
Indung kunyit pemanggang ayam,
Ketupat nasi berisi inti,
Dunia senget alam tenggelam,
Belum dapat jangan berhenti.
Bila duduk, duduk bersifat
bila tegak, tegak beradat
bila bercakap, cakap berkhasiat
bila diam, diam bermakrifat.
Kerja keras adalah perilaku yang
menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan
tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Dapat dilihat dalam
teks pantun ini.
Ombak di laut meniti buih,
Ombak datang dari seberang;
Bekerja keras, pertanda kasih,
Sepanjang zaman, dikenang orang?
Karakter kreatif adalah berpikir dan
melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang
telah dimiliki. Sebagaimana terdapat dalam pantun berikut.
Mengintip dara, memasang pita.
Selendang dipakai, nampak jarang;
Kreatif itu punya, dayacipta,
Sumbangan untuk, semua orang.
Mandiri adalah sikap dan perilaku yang
tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. Dalam
pantun Melayu misalnya berbunyi.
Kalau berdiri, dekat periuk,
Tentu saja, terkena arang;
Sikap mandiri, kelakuan elok,
Ke mana pergi, disayang orang.
Demokratis adalah cara berpikir, bersikap,
dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
Putus gading karena dikerat
Belum jatuh sudahlah retak
Putus runding karena mufakat
Hukum jatuh benar terletak
Ribut-ribut bawa pukat,
Melihat gelung di Selat Jawa,
Kita hidup tanda muafakat,
Tolong-menolong tanda sejiwa.
Rasa ingin tahu adalah sikap dan
tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari
sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Dapat dilihat pada bait
pantun berikut.
Orang di hulu,
menebang jati,
Orang di darat,
membuat titian.
Karakter ingin tahu,
disebut curi hati,
Membuat berbagai,
penelitian.
Apa guna memakai kasut,
Dilangkah akan betis kiri,
Apa guna ilmu dituntut,
Kalau tidak membantu diri.
Semangat kebangsaan adalah cara
berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Berikut contoh pantun yang
melukiskan semangat kebangsaan tersebut.
Rebus lokan,
panggang lokan,
Lokan terdapat,
di pulau putri.
Adapun semangat,
kebangsaan,
Mementingkan masyarakat,
dibandingkan diri
Perahu payang layarnya merah,
Belayar menuju arah utama,
Keris dipegang bersentuhkan darah,
Adat pahlawan membela Negara.
Cinta tanah air adalah cara berpikir,
bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan
yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan
politik bangsa. Berikut contoh pantunnya.
Padi perak dalam ember,
Buahnya merah dekat kuali.
Karakter cinta tanah air,
Selalu setia dan sangat peduli.
Pondok menjadi bangsal,
Bangsal ada di hujung desa,
Usul menunjukkan asal,
Bahasa menunjukkan bangsa.
Sedap sungguh buah nenas,
Buat makan buka puasa,
Jangan dipandang ringgit dan emas,
Tapis dahulu budi bahasa.
Menghargai prestasi adalah sikap dan
tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. Berikut
teks pantun yang menggambarkan hal tersebut.
Pagi-pagi menanam selasih,
Selasih ditanam di ujung serambi.
Bagailah mana hati tak kasih,
Karena tuan baik budi.
Yang dikatakan pandai besi,
Membuat parang cepat siap.
Yang dikatakan menghargai prestasi,
Memanfaatkan dengan cara beradab.
Bersahabat dan komuniktif adalah
tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama
dengan orang lain. Berikut contoh pantunnya.
Pohon mengkudu tumbuh rapat,
Rapat lagi pohon jati,
Kawan beribu mudah dapat,
Sahabat setia susah dicari.
Tanjung Api pasirnya lumat,
Tempat temasya Maharaja Kobat,
Bagaimana nabi kasihkan umat,
Begitulah saya kasihkan sahabat.
Cinta damai adalah sikap, perkataan,
dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran
dirinya. Berikut teks pantun yang melukiskan hal tersebut.
Orang Dumai memasak mentega,
Orang Duri menuai padi.
Cinta damai tanpa curiga,
Licin dan licik tidak terjadi.
Gemar membaca adalah kebiasaan
menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi
dirinya. Berikut pantun yang menggambarkan gemar membaca.
Memar pecah buah kedondong,
Cari yang manis tiada bijinya.
Gemar membaca pasti beruntung,
Segala ilmu itulah kuncinya.
Peduli lingkungan adalah sikap dan
tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di
sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang
sudah terjadi. Berikut contoh pantunnya.
Kalau hidup hendak selamat
Peliharalah laut dan selat
Peliharalah tanah berhutan lebat
Disitulah terkandung rezki dan rahmat
Disitulah terkandung tamsil ibarat
Disitulah terkandung aneka nikmat
Peduli sosial adalah sikap dan tindakan
yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang
membutuhkan. Dalam pantun Melayu ditemukan contohnya, yaitu:
Kalau ke bukit sama mendaki,
Kalau ke laut sama berenang,
Kalau kita bersatu hati,
Kerja yang berat menjadi senang.
Tanggung jawab adalah sikap dan
perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya
dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan
budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Contoh pantunnya adalah.
Bunga Cina tananam Cina,
Mari dipakai tuan puteri,
Kerja kita akan sempurna,
Bila tuan tunaikan janji.
Identitas Kebangsaan
Isi pantun mempunyai nilai moral yang
tinggi sehingga mudah disampaikan kepada masyarakat dalam situasi apa pun, dan
untuk keperluan dan kebutuhan, yang penggunaannya tidak terikat oleh batas
usia, status sosial, agama atau suku bangsa dimanfaatkan dengan baik oleh warga
masyarakat untuk menyampaikan ide dan gagasan mereka, demi tegaknya nilai moral
dan adat-resam dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga ada ungkapan seperti
berikut ini:
Di
mana orang berkampung di sana pantun bersambung.
Di
mana ada nikah kawin di sana pantun dijalin.
Di
mana orang berunding di sana pantun bersanding.
Di
mana orang bermufakat di sana pantun diangkat.
Di
mana ada adat dibilang, di sana pantun diulang.
Di
mana adat dibahas di sana pantun dilepas.
Berdasarkan kutipan ungkapan di atas,
terlihat bahwa pantun masuk dalam semua sendi kehidupan manusia. Apakah itu di
saat membangun suatu daerah yang baru (berkampung), upacara pesta pernikahan,
saat berunding, bermufakat, apalagi dalam upacara atau ritual adat istiadat
pantun selalu hadir dan menjadi setawar sedingin dalam kehidupan masyarakat
tersebut.
Menuju Dunia Global
Pada era global sekarang ini, dunia
terlihat kecil, informasi meluncur dengan cepat dari suatu sudut ke sudut dunia
yang lain. Semua saling berkhabar, semua saling mempengaruhi. Bahkan masyarakat
dunia sekarang ini dapat berbagi perasaan senang, gembira ataupun berduka cita,
misalnya bencana kelaparan di Afrika dapat dirasakan oleh masyarakat di belahan
dunia yang lain.
Pantun sebagai karya seni budaya daerah
yang sudah mendunia memiliki potensi yang besar menembus ke peradaban dunia
saat ini melalui dunia cybersastra. Laman ini adalah tempat bagi sastrawan
untuk mengirimkan karya mereka ke dunia maya. Melalui cybersastra tersebut,
karya pantun dapat tersebar di dunia maya dengan demikian, karya bangsa mampu
bersaing dengan negara-negara di dunia. 10
Istilah
cybersastra mulai populer sejak tahun 2001, yakni pada saat budaya
internet mulai berkecamuk di negeri kita. Dengan adanya kemajuan teknologi
komunikasi, cybersastra semakin berkembang dan telah menyuguhkan
realitas tersendiri bagi pemerhati sastra. Gerakan cybersastra menghendaki
keterampilan atau skill teknologi komunikasi. Dari sini, telah muncul
pula sebuah komunitas baru dalam sastra, yaitu komunitas cybersastra.
Isu-isu penting dalam mentransformasi
pantun dalam dunia cyber adalah isu universal seperti karakter bangsa dan
gender. Dua isu ini penting untuk negara-negara berkembang karena masalah kaum
perempuan yang diperlakukan sebagai warga negara kelas dua, pendidikan yang
tinggi diprioritaskan untuk laki-laki, demikian juga dengan pekerjaan yang
berupah tinggi biasanya untuk laki-laki. Masalah-masalah perempuan yang berada
di negara maju yang pasti berbeda dengan masalah-masalah yang dihadapi para
perempuan di negara yang sedang berkembang sehingga isu-isu penting mereka
adalah membicarakan hak-hak perempuan dalam masalah seksual dan juga peran
perempuan dalam politik.
Isu dari timur (negara-negara Islam)
mengemukakan hak-hak perempuan di ranah publik dan masalah-masalah kewajiban
memakai jilbab dan cadar. Dari karya sastra dapat diketahui bahwa ajaran agama
pun banyak dimanipulasi untuk mempertahankan status Quo, kekuasaan yang berada
ditangan laki-laki.
Penutup
Sebagai alat pemelihara bahasa, pantun
berperan sebagai penjaga fungsi kata dan kemampuan menjaga alur berpikir.
Pantun melatih seseorang berpikir tentang makna kata sebelum berujar. Ia juga
melatih orang berpikir asosiatif, bahwa suatu kata bisa memiliki kaitan dengan
kata yang lain. Secara sosial pantun memiliki fungsi pergaulan yang kuat,
bahkan hingga sekarang. Sehingga dengan demikian, pantun memiliki potensi untuk
ditransformasikan ke dunia global. Pencipta pantun dapat menyemarakkan dunia
sastra dengan tema universal seperti karakter bangsa dan feminisme.
Daftar
Pustaka
Amin, Ahmad.
1995. Etika (Ilmu Akhlak), terj. Farid Ma’ruf, Judul Asli Al-Akhlak.
Jakarta: Bulan Bintang.
Sinar, Tuanku Luckman Basyarsyah II, dan Wan Syaifuddin
(Ed.). 2002. Kebudayaan Melayu Sumatera Timur. Medan : USU Press.
Tulisan
ini disampaikan dalam Kongres Bahasa Indonesia X di Hotel Grand Sahid Jaya,
28—31 Oktober 2013 yang digelar Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar