OLEH Yani Paryono
(Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur)
Pos-el: yani_coll@ymail.com
Abstrak
Persoalan pemartabatan bahasa dan
sastra Indonesia dari tahun ke tahun senantiasa selalu berubah sesuai dengan
perkembangan dan tuntutan masyarakat. Persoalan yang cukup mendasar terkait
dengan pemartabatan bahasa antara lain, kehidupan masyarakat Indonesia telah
berubah baik sebagai akibat tatanan kehidupan dunia yang baru, seperti
pemberlakuan pasar bebas dalam rangka globalisasi, akibat perkembangan
teknologi informasi yang sangat pesat maupun pemberlakuan otonomi daerah.
Media massa mampu menerobos batas ruang dan waktu sehingga keterbukaan tidak dapat dihindarkan. Kondisi itu telah mempengaruhi perilaku masyarakat Indonesia dalam bertindak dan berbahasa Indonesia. Oleh karena itu, mengoptimalkan media massa sebagai sarana untuk pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia di kacah internasional sangat penting.
Media massa mampu menerobos batas ruang dan waktu sehingga keterbukaan tidak dapat dihindarkan. Kondisi itu telah mempengaruhi perilaku masyarakat Indonesia dalam bertindak dan berbahasa Indonesia. Oleh karena itu, mengoptimalkan media massa sebagai sarana untuk pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia di kacah internasional sangat penting.
Dalam makalah ini, penulis ingin
mencoba memaparkan bagaimanakan cara mengoptimalkan media massa dalam
memartabatkan bahasa dan sastra Indonesia di kancah internasional? Salah satu
alternatif yang dapat ditempuh pemerintah adalah dengan cara memberdayakan
media massa terlibat langsung dalam berbagai kegiatan kreatif dan inovatif
pembinaan bahasa dan sastra Indonesia secara sistematis dan terarah.
Kata Kunci: media
massa, pemartabatan, bahasa dan sastra
Pendahuluan
Peranan media massa seiring dengan
perkembangan peradaban manusia di kancah internasioanl semakin penting.
Informasi aktual dan faktual dari berbagai peristiwa dan ide-ide cemerlang
manusia dapat dengan cepat dan mudah diperoleh dari berbagai media massa. Media
massa di samping sebagai media informasi yang modern juga berperan sangat
penting untuk sarana pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia di kancah
internasional.
Persoalan pemartabatan bahasa dan
sastra Indonesia dari tahun ke tahun senantiasa selalu berubah sesuai dengan
perkembangan dan tuntutan masyarakat. Persolan yang cukup mendasar terkait
dengan pemartabatan bahasa antara lain, kehidupan masyarakat Indonesia telah
berubah baik sebagai akibat tatanan kehidupan dunia yang baru, seperti
pemberlakuan pasar bebas dalam rangka globalisasi, akibat perkembangan
teknologi informasi yang sangat pesat maupun pemberlakuan otonomi daerah.
Pemberlakuan pasar bebas, perkembangan
teknologi informasi, dan pemberlakuan otonomi daerah secara tidak langsung juga
dapat mengubah pola pikir masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk
dalam berkomunikasi atau berbahasa. Masyarakat dituntut dapat bersaing dan
berkomunikasi antarsesama dalam menghadapi segala tantangan pemenuhan kebutuhan
hidup. Dalam berkomunikasi itulah, bahasa yang komunikatif diperlukan.
Oleh karena itu, tantangan terbesar
yang dalam pemartabatan bahasa Indonesia adalah keberadaan bahasa asing yang
mulai banyak dipelajari dan dipakai dalam segala lini kehidupan di Indonesia
untuk kepentingan politik, hukum, ekonomi, industri, pariwisata, budaya dan
sebagainya dalam menghadapi daya saing bangsa.
Hal yang cukup menarik juga terjadi
dalam dunia pendidikan, dengan lahirnya sekolah-sekolah unggulan yang semula
berlabel RSBI/SBI dan masih berkiblat pada Kurikulum Integratif Cambridge
(IGCSE) dan menitikberatkan pada bidang studi Fisika, Matematika, Kimia,
Biologi dan bahasa Inggris. Bahasa pengantar dalam pembelajaran menggunakan
bahasa Inggris bukan bahasa Indonesia. Dengan demikian secara tidak langsung
menimbulkan berbagai persoalan, antara lain: 1) penggunaan bahasa Indonesia
dalam proses pembelajaran di kelas terabaikan; 2) bidang studi bahasa Indonesia
diabaikan siswa karena mereka lebih berkonsentrasi kepada lima bidang studi
tersebut; dan 3) keberadaan guru bahasa Indonesia tidak terlalu penting
(Paryono, 2011).
Persoalan kebahasaan itu juga berkaitan
dengan kaidah bahasa maupun pemakai bahasa Indonesia. Berkaitan dengan kaidah
bahasa, baik di bidang ejaan, kosakata, frasa, klausa, kalimat, dan paragraf
masih terdapat beberapa permasalahan yang perlu dibenahi. Berkaitan dengan
pemakai bahasa, sikap positif masyarakat terhadap pemakaian bahasa Indonesia
semakin menipis karena tuntutan berbagai kepentingan di era global.
Pengabaian kaidah bahasa Indonesia oleh
pemakai bahasa juga dapat disebabkan oleh tekanan waktu dalam menulis,
kemasabodohan akibat malas berpikir, tidak mau mengikuti petunjuk penggunaan
kaidah bahasa yang berlakus, ikut-ikutan mengikuti istilah yang sedang tren,
dan belum optimalnya wawasan kebahasaan para pemakai bahasa.
Sikap positif tersebut setidaknya
mengandung tiga ciri pokok yaitu kesetiaan bahasa, kebanggaan bahasa dan
kesadaran terhadap norma bahasa. Kesetiaan adalah sikap yang mendorong
masyarakat untuk mempertahankan kemandirian bahasanya.
Kebanggaan bahasa adalah sikap yang
mendorong orang atau sekelompok menjadikan bahasanya sebagai identitas pribadi
atau kelompoknya sekaligus membedakan dengan yang lain. Adapun kesadaran norma
adalah sikap yang mendorong penggunaan bahasa secara cermat, korektif, santun
dan layak. Kesadaran demikian merupakan faktor yang menentukan dalam perilaku
tutur bahasa.
Seiring dengan perkembangan waktu,
bahasa Indonesia mengalami pertumbuhan terus-menerus. Baik dari luas wilayah
para penggunanya maupun struktur bahasa Indonesia tersebut.
Oleh karena itu, tidak menutup
kemungkinan bahasa Indonesia ke depan akan menjelma menjadi bahasa yang
bermartabat, modern dengan kosakata yang kaya dan berstruktur mantap. Hal itu,
sejalan dengan kebijakan bahasa nasional yang merupakan hasil dari Seminar
Politik Bahasa Tahun 1999 dalam menyikapi hal tersebut.
Menyikapi hal demikian, perlu ada
terobosan-terobosan konkret yang kreatif dan inovatif mengoptimalkan
pemberdayaan semua media massa terlibat langsung dan tidak langsung dalam upaya
pemartabatan bahasa Indonesia dengan berbagai macam cara. Hal itu penting
dilakukan karena media massa sebagai ujung tombak arus informasi dan menjadi
pelopor terdepan perubahan ke arah yang lebih baik dalam dunia pendidikan,
khususnya penggunaan bahasa Indonesia yang modern. Di samping itu, media massa
juga memiliki tanggung jawab moral dalam menumbuhkembangkan kesadaran
masyarakat menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Rumusan Masalah, Tujuan, dan Manfaat
Sehubungan dengan persoalan kebahasaan
tersebut, tidak berlebihan bila pada kesempatan ini, penulis ingin mencoba
memberikan beberapa alternatif strategi mengoptimalkan media massa dalam
pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia di kancah internasional. Rumusan
masalah tersebut adalah bagaimanakah strategi mengoptimalkan media massa dalam
pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia di kancah internasional.
Tujuan penelitian ini adalah
mendeskripsikan strategi mengoptimalkan media massa dalam pemartabatan bahasa
dan sastra Indonesia di kancah internasional.
Penelitian ini dapat bermanfaat secara
praktis bagi pemegang kebijakan pada instansi pemerintah dan instansi swasta
sebagai pengelola media massa baik cetak maupun elektronik antara lain 1) untuk
memberikan pemahaman dan pengertian yang mendasar tentang pentingnya
pemartabatan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara; 2) memberikan masukan
kepada pemerintah agar dapat memberdayakan media massa dalam berbagai kegiatan
kreatif dan inovatif pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia secara sistematis
dan terarah; dan 3) dapat menumbuh- kembangkan sikap positif masyarakat
terhadap bahasa dan sastra Indonesia.
Kajian Literatur: Media Massa
Media massa merupakan sarana untuk
mengakses banyak informasi yang merupakan sebuah aspek yang sangat penting
dalam masyarakat. Media massa merupakan tempat yang sangat berpotensi untuk
memproduksi dan menyebarluaskan makna sosial, atau dengan kata lain, media
massa dapat berperan besar dalam menentukan makna dari peristiwa-peristiwa yang
terjadi dalam dunia untuk budaya, masyarakat, atau kelompok sosial tertentu.
Ditinjau dari perkembangan teknologi di
bidang penyampaian informasi melalui media massa menurut Eduard (1978), media
massa dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu media massa modern dan media massa
tradisional. Media massa modern, yaitu media massa yang menggunakan teknologi
modern dalam menjalankan tugas dan fungsinya seperti media massa cetak dan
media massa elektronik. Adapun yang dinamakan media massa cetak merupakan myang
dalam menyampaikan informasi terlebih dahulu harus dicetak menggunakan alat
cetak.
Media massa ini misalnya, surat kabar,
majalah, buletin, tabloid, dan sebagainya. Lain halnya dengan media massa
elektronik, yaitu media massa yang dalam menyampaikan informasinya menggunakan
jasa listrik. Tanpa adanya listrik, media massa ini tidak akan dapat berfungsi
misalnya, radio dan televisi, dan media massa online. Beberapa stasiun yang ada
di Indonesia antara lain TVRI, JTV, SCTV, RCTI, TRANS TV, TRANS 7, ANTV, MNCTV,
INDOSIAR, dan Global TV. Media massa tradisional merupakan media yang digunakan
sebagai sarana penyampaian informasi pada zaman dahulu. Penyampaian informasi lebih
banyak menggunakan media massa tradisional misalnya, wayang, lawak, lenong,
seni tradisional, dan sebagainya.
Dilihat dari segi bahasa, salah satu
syarat bahasa dalam media massa harus efektif. Bahasa yang efektif adalah
bahasa yang singkat, padat makna dan mudah dipahami pembaca. Bahasa yang
efektif selalu menggunakan kalimat-kalimat yang efektif. Kalimat dapat
dikatakan efektif apabila berhasil menyampaikan pesan, gagasan, perasaan,
maupun pemberitahuan sesuai dengan maksud si pembicara atau penulis. Untuk itu
penyampaian harus memenuhi syarat sebagai kalimat yang baik, yaitu strukturnya
benar, pilihan katanya tepat, hubungan antarbagiannya logis, dan ejaannya pun
harus benar (Gie,1995).
Adapun media massa menurut Eduard (1978:
47) memiliki fungsi sebagai berikut: 1) sebagai pemberi informasi:Dapat
dilakukan sendiri oleh media. Tanpa media sangatlah mustahil informasi dapat
disampaikan secara tepat tanpa terikat waktu; 2) sebagai pengambilan keputusan:
Dalam hal ini media massa berperan sebagai penunjang karena fungsi ini menuntut
adanya kelompok-kelompok diskusi yang akan membuat keputusan.
Di samping itu, diharapkan adanya
perubahan sikap kepercayaan norma-norma sosial. Oleh karena itu, dalam hal ini
mekanisme komunikasi antarpribadi sangat berperan. Media massa berperan dalam
mengantarkan informasi sebagai bahan diskusi, memperjelas masalah-masalah, dan
menyampaikan pesan-pesan para pemuka masyarakat; 3) sebagai pendidik, menurut
Chalkley media massa berfungsi untuk a) memberitakan tentang fakta kehidupan
ekonomi masyarakat; b) menginterpretasikan fakta tersebut agar dipahami oleh
masyarakat itu; dan 3) mempromosikan hal tersebut agar dapat menyadari betapa
serius masalah pembangunan yang dihadapi, dan memikirkan lebih lanjut masalah
itu, serta mengantarkan masyarakat pada solusi-solusi yang mungkin ditempuh.
Menurut Crawford peranan media massa
dalam pembangunan tidaklah bersifat independen melainkan, terbatas sebagai
pemicu pembangunan bila faktor-faktor lain terdapat secara memadai. Hal itu
menunjukkan komunikasi saja bukanlah suatu kondisi yang memadai bagi
pembangunan. Akan tetapi, kurangnya atau kegagalan komunikasi dapat juga
menghambat pembangunan. Jadi, komunikasi yang dilakukasn secara mandiri tidak
akan menghasilkan pembangunan secara optimal (Depdikbud, 1997: 4).
Pemartabatan Bahasa dan Sastra
Indonesia
Usaha memartabatan bahasa Indonesia
dari tahun ke tahun selalu dilakukan pemerintah ke arah yang lebih baik. Namun,
di sisi lain usaha tersebut mendapat tantangan yang cukup berat dengan
perkembangan zaman, perkembangan teknologi informasi, pasar bebas, dan
akulturasi budaya. Oleh karena itu, sebagai bangsa yang berdaulat dan
bermartabat perlu mengantisipasinya dengan melibatkan semua komponen bangsa
untuk bersinergi mewujudkan dan mengangkat kembali fungsi dan kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara dan bahasa persatuan.
Salah satu terobosan yang dilakukan
pemerintah dalam usaha pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia adalah dengan
hadirnya Kurikulum 2013. Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia mendapat tempat
yang sangat strategis dan menjadi pusat integrasi dari mata pelajaran IPA dan
IPS dan menjadi penghela berbagai ilmu pengetahuan. Oleh karena itu,
pembelajaran bahasa Indonesia akan berbasis teks yang menjadi paradigma
perubahan bahasa. Bahasa Indonesia diharapkan dapat memperkuat jati diri anak
bangsa. Dengan implementasi Kurikulum 2013, pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia akan sangat dihargai dan secara sistematis akan menjadikan bahasa
Indonesia lebih bermartabat di negeri sendiri.
Sejalan dengan itu, keberadaan bahasa
Indonesia yang dinyatakan sebagai bahasa resmi negara dalam Pasal 36
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 dan bersumber
dari bahasa yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 sebagai
bahasa persatuan yang dikembangkan sesuai dengan dinamika peradaban bangsa.
Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berfungsi sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional, sarana
pemersatu berbagai suku bangsa, serta sarana komunikasi antardaerah dan
antarbudaya daerah. Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar
pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional,
transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media
Keberadaan bahasa Indonesia semakin
kuat dengan lahirnya Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2009 tentang bendera,
bahasa, lambang negara, dan lagu kebangsaan adalah sebagai sarana pemersatu,
identitas, dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan
kehormatan negara.
Pertimbangan tersebut memperkuat
(Permendagri) Nomor 40 Tahun 2007 tentang kebijakan pemerintah daerah dalam
rangka pelestarian dan pengembangan bahasa negara yaitu bahasa Indonesia di
daerah sekaligus melakukan sosialisasi penggunaan bahasa Indonesia sebagai
bahasa pengantar dalam kegiatan pendidikan, forum pertemuan resmi pemerintah
dan pemerintahan daerah dan surat menyurat resmi.
Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2009
tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan ini disahkan
pada 9 Juli 2009. Secara umum memiliki 9 bab dan 74 pasal, yang mengatur
tentang praktik penetapan dan tata cara penggunaan bendera, bahasa dan lambang
negara, serta lagu kebangsaan berikut ketentuan – ketentuan pidananya.
Khusus pengaturan bahasa terdapat pada
Bab III Pasal 25 yang berisi tentang ketentuan umum bahasa Indonesia dan
terdiri atas 3 ayat. Bagian kedua berisi 24 pasal (Pasal 26—40) yang berisi
penggunaan bahasa Indonesia. Bagian ketiga berisi tiga pasal, yakni Pasal 41—43
yang berisi tentang pengembangan, pembinaan, dan perlindungan bahasa. Bagian keempat
berisi satu pasal, yakni Pasal 44 yang mengatur peningkatan fungsi bahasa
Indonesia menjadi bahasa internasional. Adapun pasal 45 merupakan pasal
terakhir yang undang-undang kebahasaan yang mengatur tentang lembaga bahasa.
Secara umum, pembuatan Undang-Undang RI
Nomor 24 Tahun 2009 setidak-tidaknya memiliki tiga tujuan utama yakni, untuk
(1) memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia; (2) menjaga kehormatan yang menunjukkan kedaulatan bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia; dan (3) menciptakan ketertiban, kepastian, dan
standardisasi penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan.
Oleh karena itulah, keberadaan bahasa
Indonesia di mancanegara mulai diperhitungkan. Kita patut bangga sedikit bahwa
bahasa Indonesia saat ini sudah diajarkan di berbagai negara di dunia. Tercatat
lebih dari 46 negara di dunia yang mengajarkan bahasa Indonesia, baik di
kawasan Asia, Australia, Amerika, Afrika, Eropa, maupun Timur Tengah. Dari
ke-46 negara yang dimaksud, bahasa Indonesia terbanyak diajarkan di Australia
dan Jepang.
Di Australia bahasa Indonesia merupakan
bahasa asing keempat yang disejajarkan dengan bahasa Mandarin, Perancis,
Jepang, dan Belanda. Di Australia terdapat lebih dari 500 lembaga pendidikan
yang mengajarkan bahasa Indonesia, bahkan siswa kelas 6 sekolah dasar sudah
banyak yang berbahasa Indonesia secara lancar. Lembaga penyelenggara pengajaran
bahasa Indonesia itu pada umumnya adalah perguruan tinggi. Di samping itu, ada
pula yang berupa lembaga kursus dan lembaga kebudayaan.
Lembaga penyelenggara pengajaran bahasa
Indonesia itu telah ada 279, dan ini akan terus bertambah pada masa-masa yang
akan datang. Kenyataan menunjukkan, selain digunakan di Indonesia dengan jumlah
penutur sekitar 200 juta orang, bahasa Indonesia juga dipahami oleh penutur
bahasa Melayu Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Thailand Selatan,
Filipina Selatan, dan di beberapa tempat lain. Hal itu mengantarkan bahasa
Indonesia sebagai bahasa dengan jumlah penutur terbesar ke-5 di dunia setelah
Cina, Inggris, India, dan Spanyol.
Masalah sastra dalam Kebijakan Bahasa
Nasional memperoleh perhatian yang sama dengan bahasa sehingga keduanya harus
dipandang sebagai dua sisi mata uang yang kadar kepentingannya sama. Itulah
sebabnya rumusan tentang sastra dalam Kebijakan Bahasa Nasional menjadi
eksplisit. Dengan demikian ada enam komponen yang salaing menjalin dalam
Kebijakan Bahasa Nasional, yaitu bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa
asing pada satu pihak serta sastra Indonesia, sastra daerah, dan sastra asing
pada pihak lain ( Alwi, 2011: viii)
Strategi Pengoptimalan
Pemakaian bahasa Indonesia dalam media
massa cetak sudah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun
2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Dalam
pasal 39 tertulis bahwa (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi
melalui media massa. (2) Media massa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing yang mempunyai tujuan khusus atau
sasaran khusus. Berdasarkan undang-undang di atas, media massa mempunyai
kewajiban untuk memberikan informasi kepada publik dengan menggunakan bahasa
Indonesia. Hal itu sebagai salah satu wujud menjunjung bahasa persatuan, bahasa
Indonesia. Adapun media massa cetak dengan sasaran tertentu dalam lingkup lokal
diperbolehkan memakai bahasa daerah atau bahasa asing.
Media massa di samping berfungsi
sebagai sarana komunikasi dan sumber informasi,juga, juga berperan aktif untuk
menyampaikan berbagai hal kepada masyarakat tentang keberadaan bahasa
Indonesia. Oleh karena itu, media massa juga berfungsi sebagai media
pendidikan, media massa harus dapat menjadi acuan dalam pemakaian bahasa
Indonesia yang baik, benar, santun, cerdas, dan menarik. Para penulis di media
massa juga harus menguasai keterampilan berbahasa Indonesia sesuai dengan
kaidah yang berlaku sebagai bentuk tanggung jawab serta memiliki komitmen untuk
menerapkan keterampilan berbahasa dalam tugas sehari-hari dalam mengembang misi
mencerdaskan anak bangsa.
Putusan Kongres IX Bahasa Indonesia
terkait dengan media massa menyatakan bahwa di tengah tantangan kebahasaan yang
dihadapai bangsa Indonesia sudah sepantasnyalah apabila media massa ikut
berperan aktif dalam pemartabatan bahasa Indonesia sehingga dapat menjadi
sarana pembentukan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif. Oleh karena itu,
perlu tindak lanjut yang dilakukan media massa sebagai berikut.
1) Peningkatan
profesionalisme di kalangan insan media massa perlu terus dilakukan dengan
memperkuat dasar keterampiln berbahasa Indonesia, baik secara internal maupun
melalui kerja sama lembaga-lembaga terkait.
2) Untuk
menghindari varian bahasa Indonesia ragam jurnalistik yang cenderung merusak
upaya pengembangan bahasa Indonesia, perlu ada kesepahaman di kalangan
pengelola media massa untuk melahirkan bahasa Indonesia ragam jurnalistik yang
baku.
3) Pengayaan
bahasa Indonesia, khususnya menyangkut kosakata baru, oleh media massa tetap
diperlukan, baik yang bersumber dari bahasa daerah maupun bahasa asing, tetapi
harus menjaga keseimbangan agar tidak saling meminggirkan dan/atau mematikan.
4) Pusat
Bahasa (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa) perlu terus menerus
melanjutkan kerja sama dengan insan media massa.
5) Media
massa perlu memberi ruang khusus atau rubrik pembinaan bahasa Indonesia.
6) Dunia
perfilman perlu meningkatkan pemanfaatan karya sastra Indonesia dan daerah
sebagai bahasa penulisan scenario serta memperhatikan penggunaan bahasa
Indonesia yang baik dan benar.
Secara umum, keenam putusan Kongres IX
Bahasa tersebut sudah cukup baik. Namun, menurut penulis putusan tersebut masih
bersifat normatif dan belum bisa mencerminkan sebagai upaya konkret memberdayakan
media massa untuk terlibat langsung dalam berbagai kegiatan kreatif dan
inovatif pembinaan bahasa dan pengembangan sastra Indonesia yang sistematis dan
terarah. Kegiatan-kegiatan kebahasaan dan kesastraan yang selama ini lebih
banyak dilaksanakan oleh dunia pendidikan, sudah saatnya juga menjadi tanggung
jawab media massa dalam pemartabatan bahasa Indonesia menghadapai era global. .
Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah
selama ini dalam pemartabatan bahasa sudah cukup banyak, baik yang berupa
kebijakan-kebijakan maupun yang berupa kegiataan pembinaan dan pengembangan
bahasa Indonesia secara konkret. Namun, upaya-upaya tersebut banyak mengalami
berbagai kendala. Kendala-kendala tersebut menurut Tubiyono (2008) antara lain,
sebagai berikut.
1) Lemahnya
koordinasi antarlembaga di daerah tertentu yang disebabkan oleh persepsi yang
beragam, belum ada kesepahaman tentang pentingnya pemartabatan bahasa sebagai
bahasa negara;
2) Belum
ada koordinasi dan kerja sama kegiatan kebahasaan dan kesastraan pemerintah dan
media massa yang konkret dalam pemartabatan bahasa Indonesia;
3) Belum
ada petunjuk atau pedoman yang dapat dipakai untuk seluruh aparatur pemerintah
di daerah dalam menertibkan penggunaan bahasa di ruang publik, termasuk papan
nama instansi/lembaga/badan usaha/badan sosial, petunjuk jalan dan iklan,
dengan pengutamaan penggunaan bahasa negara;
4) Dimungkinkan
ada kesenjangan sistem informasi manajemen pemerintahan sehingga informasi yang
diperlukan tidak sampai kepada instansi/lembaga yang memiliki kompetensi yang
memadai. Kesenjangan ini sangat dimungkinkan terjadi di daerah tertentu yang
terbatas ada lembaga yang memadai untuk melakukan pengkajian, pengembangan, dan
pembinaan kebahasaan. Hal ini dapat diperhatikan tidak semua kabupaten/kota
memiliki perguruan tinggi;
5) Lemahnya
untuk sebagian badan/lembaga dan masyarakat terhadap prakarsa (inisiatif)
penggunaan bahasa Indonesia. Hal ini dapat dipahami karena sebagian masyarakat
berpandangan bahwa penguasaan bahasa Indonesia tidak menjajikan nilai ekonomi
untuk mengubah kesejahteraan hidupnya. Akibat yang terjadi adalah masyarakat
lebih suka mempelajari basa asing untuk kepentingan ekonomi yang lebih
menjanjikan.
Kendala-kendala di atas juga diperparah
oleh pembelajaran bahasa Indonesia dunia pendidikan yang salah arah. Penggunaan
bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah unggulan tertentu
cenderung semakin lama semakin diabaikan. Hal ini merupakan salah satu indikasi
tentang makin kurangnya sikap positif pengelola pendidikan terhadap bahasa
Indonesia. Kurangnya minat dan perhatian di kalangan generasi muda sekarang ini
terhadap kebudayaan nasional adalah hambatan yang belum dapat diatasi untuk mewujudkan
bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara yang bermartabat dan modern.
Oleh karena itu, penulis dalam
kesempatan ini ingin mencoba memberi masukan bagaimakah strategi mengoptimalkan
media massa dalam pemartabatan bahasa Indonesia di era global. Pemartabatan
bahasa Indonesia merupakan tanggung jawab semua komponen masyarakat Indonesia.
Namun, yang paling bertanggung jawab dalam pemartabatan bahasa Indonesia adalah
pemerintah pusat dan daerah yang didukung semua lapisan masyarakat, termasuk di
dalamnya media massa. Media massa merupakan sarana yang paling strategis untuk
pemartabatan bahasa. Hal itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain.
Dalam pemartabatan bahasa Indonesia,
pemerintah sebenarnya sudah mengeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu
Kebangsaan, Peraturan Presiden RI Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pidato Resmi
Presiden dan/atau Wakil Presiden serta Pejabat Negara Lainnya,
peraturan-peraturan penggunaan bahasa Indonesia, dan kebijakan-kebijakan lain
melalui berbagai kementerian. Namun, karena alasan berbagai faktor dianggap
belum mengenai ke sasaran.
Oleh karena itu, perlu
kebijakan-kebijakan pemerintah yang lebih konkret agar semua komponen bangsa
terlibat langsung dalam pemartabatan bahasa, termasuk kebijakan-kebijkan baru
untuk melibatkan media massa dalam kegiatan kebahasaan dan kesastraan
Indonesia, antara lain.
Pembuatan
Kebijakan Pemartabatan Bahasa dan sastra Indonesia yang Berisi
1) Pemerintah
perlu mengeluarkan peraturan presiden yang mewajibkan media massa ikut
bertanggung jawab dalam pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia
2) Pemerintah
perlu membuat pusat informasi kebahasaan dan kesastraan Indonesia dan daerah di
tingkat kabupaten/kota dengan melibatkan unsur-unsur insan media massa yang
berfungsi sebagai pusat informasi dan kegiatan kebahasaan dan kesastraan di
bawah koordinasi balai/kantor bahasa tingkat provinsi.
3) Pemerintah
melalui Kemeterian Dalam Negeri, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu membuat kebijakan yang mewajibkan
insan media massa melaksanakan Pedoman Penulisan Jurnalistik/Media Massa hasil
pelatihan wartawan yang tergabung dalam Persa- tuan Wartawan Indonesia
Indonesia (PUNT) pada tangga 10 November 1978 di Jakarta. Kesepuluh pedoman ini
berbicara tentang pemakaian ejaan, singkatan dan akronim, imbuhan, pemakaian
kalimat pendek, ungkapan klise, kaki mubazir, kata asing dan istilah teknis,
dan tiga aspek bahasa jurnalistik. Kesepuluh pedoman itu (Chaer, 2010) adalah:
a. Wartawan
hendaknya secara konsekuen melaksanakan Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang
disempurnakan. Hal ini juga harus diperhatikan oleh para korektor karena
kesalahan paling menonjol dalam surat kabar sekarang ini ialah kesalahan ejaan.
b. Wartawan
hendaknya membatasi diri dalam singkatan atau akronim. Walaupun bila harus
menulis akronim, satu kali ia harus menjelaskan dalam tanda kurung kepanjangan
akronim tersebut supaya tulisannya dapat dipahami oleh khalayak ramai.
c. Wartawan
hendaknya tidak menghilangkan imbuhan, bentuk awal atau prefiks. Penggal /-an/
kata awalan /me-/ dapat dilakukan dalam kepala berita mengingat keterbatasan
ruang. Akan tetapi, pemenggalan jangan sampai dipukulratakan sehingga merembet
pula ke dalam tubuh berita.
d. Wartawan
hendaknya menulis dengan kalimat-kalimat pendek. Pengutaraan pikiran harus
logis, teratur, lengkap dengan kata pokok, sebutan, dan kata tujuan subjek,
predikat, objek). Menulis dengan induk kalimat dan anak kalimat yang mengandung
banyak kata mudah membuat kalimat tidak dapat dipahami, lagi pula prinsip yang
harus dipegang ialah ―satu gagasan atau satu ide dalam satu kalimat‖.
e. Wartawan
hendaknya menjauhkan diri dari ungkapan klise atau ste¬reotype yang sering
dipakai dalam transisi berita seperti kata-kata sementara itu, dapat
ditambahkan, perlu di- ketahui, dalam rangka. Dengan demikian dia menghi-
langkan monotoni (keadaan atau bunyi yang selalu sama saja), dan sekaligus dia
menerapkan ekonomi kata atau penghe- matan dalam bahasa.
f.
Wartawan hendaknya menghilangkan kata
mubazir seperti adalah (kata kerja kopula) telah (penunjuk masa lampau), untuk
(sebagai terjemahan to dalam bahasa Inggris), dari (sebagai terjemahan of dalam
hubungan milik), bahwa (sebagai kata sambung) dan bentuk/jamak yang tidak perlu
diulang.
g. Wartawan
hendaknya mendisiplinkan pikirannya supaya jangan campur aduk dalam satu
kalimat bentuk pasif /di-/ dengan bentuk aktif /me-/.
h. Wartawan
hendaknya menghindari kata-kata asing dan istilah-istilah yang terlalu teknis
ilmiah dalam berita. Kalaupun terpaksa menggunakannya, maka satu kali harus
dijelaskan pengertian dan maksudnya.
i.
Wartawan hendaknya sedapat mungkin
menaati kaidah tata bahasa.
j.
Wartawan hendaknya ingat bahasa
jurnalistik ialah bahasa yang komunikatif dan spesifik sifatnya, dan karangan
yang baik dinilai dari tiga aspek yaitu isi, bahasa, dan teknik
4) Pemerintah
perlu mengalokasikan dana untuk kegiatan pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia
yang dipelopori media massa dengan melibatkan semua unsur masyarakat;
5) Pemerintah
perlu membuat peraturan pemerintah yang mewajibkan setiap calon CPNS, Calon
Anggota TNI, dan Polri wajib mahir berbahasa Indonesia dengan dibuktikan dengan
hasil Uji kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI);
6) Semua
kepala daerah yang meliputi gubernur, bupati/walikota diwajibkan ikut
bertanggung jawab dan terlibat langsung mengimplementasikan UU RI Nomor 24
tahun 2009 tentang kebahasaan kepada semua komponen masyarakat, ter- utama
kepada media massa baik cetak maupun elektronik;
7) Pemerintah
daerah perlu menerbitkan perda yang mengatur pembinaan dan pengembangan bahasa
Indonesia dan daerah sebagai acuan dalam pemartabatan bahasa dan sastra
Indonesia dengan melibatkan unsur insan media massa sebagai pelopor kegiatan
kebahasaan dan kesastraan Indonesia
8) Pemerintah
pusat dan daerah diwajibkan membantu pendanaan organisasi profesi kebahasaan
dan kesastraan seperti MLI, HPBI, dan MGMP, dan KKG yang bekerja sama dengan
media massa dalam melaksanakan kegiatan pemartabatan bahasa dan sastra
Indonesia.
Pemberdayaan Media Massa dalam kegiatan
kebahasaan dan kesastraan untuk pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia dapat
dilakukan dengan berbagai cara antara lain:
i.
Semua hasil penelitian kebahasaan dan
kesastraan produk lembaga kebahasaan dan kesastraan baik di lembaga pusat dan
di daerah secara
2) berkelanjutan
perlu ditindaklanjuti pemerintah dan dipublikasikan melalui media massa sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
3) Media
massa secara berkesinambungan perlu dilibatkan langsung dalam kegiatan
pengembangan kebahasaan dan kesastraan Indonesia secara terprogram,
terstruktur, dan sistematis dalam bentuk pembuatan media informasi seperti
majalah, buletin, tabloid, atau koran dengan melibatkan masyarakat luas untuk
kepentingan pemartabatan bahasa Indonesia dan dibagikan gratis kepada
masyarakat luas.
4) Dalam
kegiatan pembinaan/pemasyarakatan bahasa dan sastra Indonesia, pemerintah dalam
hal ini diwakili Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemdikbudn dan
Balai/Kantor Bahasa di tingkat provinsi perlu bekerja sama dan melibatkan insan
media massa dalam mengemas bentuk kegiatan pembinaan bahasa dan sastra
Indonesia agar lebih kreatif, inovatif, dan menarik masyarakat. Perlu diingat
bahwa hampir 95 % keberadaan media massa berorientasi bisnis. Oleh karena itu,
semua kegiatan kebahasaan dan kesastraan yang bertujuan untuk memartabatkan
bahasa dan sastra Indonesia harus menguntungkan kedua belah pihak, baik pihak pemerintah
maupun pihak media massa.
Kegiatan-kegiatan
pembinaan/pemasyarakatan bahasa dan sastra Indonesia yang inovatif dan kreatif
berkaitan dengan peningkatan kreativitas generasi muda sebagai generasi pelapis
kita. Kegiatan kreativitas itu dilakukan melalui induk kegiatan Bengkel Bahasa
dan Sastra. Kegiatan kreativitas ini diarahkan untuk meningkatkan kemampuan dan
kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual generasi
muda seperti yang diharapkan masyarakat melalui putusan Konggres IX Bahasa
Indonesia. Kegiatan-kegiatan pembinaan bahasa dan sastra yang kreatif dan
inovatif dalam Bengkel Bahasa dan Satra yang perlu dilakukan bekerja sama
dengan insan media massa antara lain berupa pelatihan-pelatihan, seperti (1)
pelatihan penulisan jurnalistik; (2) pelatihan penulisan puisi; (3) pelatihan
penulisan cerita pendek, (4) pelatihan penulisan naskah drama dan pendramaan,
(5) pelatihan musikalisasi puisi, (6) pelatihan pembawa acara (pewara)
berbahasa Indonesia; (7) pelatihan penulisan karya ilmiah, (8) pelatihan
penulisan proposal, dan (9) pelatihan penulisan esai sastra dan bahasa, Sasaran
kegiatan ini adalah siswa, mahasiswa, santri, guru, pengamen, dan anak jalanan,
karang taruna, dan pekerja seks komersial(PSK).
Kegiatan-kegiatan yang bersifat
lomba-lomba meliputi 1) lomba pidato berbahasa Indonesia; 2) Lomba menulis
proposal penelitian berbahasa Indonesia; 3) lomba bercerita berbahasa
Indonesia; 4) lomba penulisan cerita pendek; 5) lomba majalah dinding; 6) lomba
baca berita; 7) lomba musikalisasi puisi; 8) lomba penulisan puisi remaja; 9)
lomba yel-yel bahasa; 10) lomba membuat iklan berbahasa Indonesia; 10) lomba
mengulas karya sastra; 11) pemilihan duta bahasa, dan sebagainya.
Adapun kegiatan yang bersifat untuk
meningkatkan sikap positif masyarakat terhadap bahasa dan sastra Indonesia
adalah berupa penyuluhan kebahasaan dan kesastraan, misalnya (1) penyuluhan
pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar, (2) penyuluhan penulisan bahasa
surat dinas, (3) penyuluhan teori, metode, dan apresiasi sastra untuk
pengajaran sastra.
Kegiatan-kegiatan
pembinaan/pemasyarakatan bahasa dan sastra tersebut akan membosankan bila hanya
dilaksanakan tanpa dikemas dalam bentuk kegiatan yang kreatif, inovatif dan
menarik. Oleh karena itu, perlu dikemas dalam bentuk Safarai Diklat
Jurnalistik, Pelangi Guruku, Kampung Bahasa, Klinik Bahasa, dan Festival
Jurnalistik versi HPBI Jawa Timur dan Balai Bahasa Jawa Timur.
Safari Diklat Jurnalistik versi
HPBI Jawa Timur, Jawa Pos, dan Balai Bahasa Jawa Timur merupakan
kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan minat baca dan kreativitas siswa
dalam dunia tulis-menulis pada ranah jurnalistik. Kegiatan ini diwujudkan
melalui diklat opini bagi guru, diklat penulisan berita bagi siswa, apresiasi
berita Jawa Pos, dan festival bahasa
dan sastra, serta lomba kreativitas seni budaya (baca berita, lomba majalah
dinding, lomba yel-yel bahasa, dan lomba menulis berita). Kegiatan dilakukan
dengan cara mendatangi beberapa SMP/MTs, SMA/SMK/MA dan sederajat di tiga kota/kabupaten
selama tiga bulan dengan 40 kali kegiatan.
Hasil diklat yang berupa naskah opini
terbaik di- muat di media massa dan mendapat hadiah berlangganan koran gratis
selama dua bulan. Melalui kegiatan ini, para siswa lebih bersikap positif dalam
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Karena berkaitan jurnalistik,
penyelenggaranya adalah media massa bekerja sama dengan organisasi profesi dan
lembaga kebahasaan.
Pelangi Guruku versi
HPBI Jawa Timur, Radar Jawa Pos dan Balai Bahasa Jawa Timur merupakan kegiatan
pembinaan pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia dengan cara kunjungan
berkelanjutan ke kantor UPTD pendidikan kecamatan untuk memberikan pendidikan
dan pelatihan penulisan karya ilmiah, Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI)
bagi guru SD, dan menyelenggarakan festival bahasa dan sastra Indonesia yang
berupa lomba-lomba kebahasaan dan kesastraan bagi guru dan siswa di kecamatan.
Kegiatan dilaksanakan di satu tempat, dengan peserta diklat dan UKBI minimal
100 guru dan peserta lomba minimal 100 peserta.
Kampung Bahasa merupakan
kegiatan puncak pemberian hadiah sekaligus mengadu/menyeleksi para pemenang
lomba festival bahasa dan sastra (lomba baca berita, lomba yel-yel bahasa,
lomba baca puisi, lomba majalah dinding, lomba bercerita dan sebagainya)
antarkecamatan untuk mencari pemenang tingkat kabupaten. Dalam Kampung
Bahasa juga ditampilkan pameran buku dari berbagai penerbit. Para guru
pendamping peserta lomba antarkecamatan dikumpulkan dalam satu ruang pertemuan
untuk mengikuti Klinik Bahasa. Klinik Bahasa merupakan kegiatan
penyuluhan bahasa Indonesia dengan cara setiap peserta membawa permasalahan
bahasa Indonesia yang dihadapi dalam proses pembelajaran di sekolah, di
masyarakat tempat tinggal guru maupun di media massa yang pernah dibaca.
Permaalahan tersebut kemudian dibahas bersama narasumber.
Adapun Festival Jurnalistik versi
HPBI Jawa Timur, Jawa Pos dan Balai Bahasa Jawa Timur sebenarnya hampir sama
dengan Safari Diklat Jurnalistik. Perbedaannya hanya terletak pada
sasaran wilayah yang lebih luas daripada Safari Diklat Jurnalistik.
Kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan minat baca dan kreativitas siswa
dalam dunia tulis-menulis pada ranah jurnalistik. Kegiatan ini diwujudkan
melalui diklat Penulisan artikel jurnal ilmiah dan tes UKBI bagi guru. Festival
bahasa dan sastra, serta lomba kreativitas seni budaya (baca berita, lomba
majalah dinding, lomba yel-yel bahasa, dan lomba menulis berita) diperuntukkan
bagi siswa SMP dan SMA/SMK. Kegiatan dilakukan dengan cara mendatangi dinas
pendidikan kabupaten/kota selama setahun sebanyak kota/kabupaten dalam satu
provinsi. Hasil diklat yang berupa naskah jurnal ilmiah terbaik dimuat di
jurnal ilmiah dan media massa, serta mendapat hadiah buku-buku dari panitia.
Melalui kegiatan ini, para guru dan siswa lebih bersikap positif dalam
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Karena berkaitan jurnalistik,
penyelenggaranya juga media massa bekerja sama dengan organisasi profesi dan
lembaga kebahas
Penutup
Usaha pemartabatan bahasa dan sastra
Indonesia sudah banyak dilakukan pemerintah dari tahun ke tahun. Namun
usaha-usaha tersebut mengalami berbagai kendala baik karena perkembangan zaman,
kemajuan teknologi informasi, perubahan politik, ekonomi, maupun adanya pasar
bebas dan kontak budaya antarbangsa.
Oleh karena itu, sebagai salah satu
upaya yang dapat ditempuh pemerintah dalam memartabatkan bahasa dan sastra
Indonesia adalah dengan cara membuat kebijakan-kebijakan yang memberi tanggung
jawab kepada semua komponen bangsa termasuk di dalamnya media massa.
Adapun salah satu alternatif dalam
mengoptimalkan media massa dalam memartabatkan bahasa dan sastra Indonesia
adalah dengan cara mengemas kegiatan pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia
dalam bentuk kegiatan pembinaan dan pemasyarakatan yang kreatif, inovatif, dan
menarik.
Kegitan tersebut harus menguntungkan
semua pihak, baik media massa dari segi bisnis, pemerintah, maupun masyarakat.
Kegiatan itu dapat berupa Safari Diklat Jurnalistik, Pelangi Guruku, Kampung
Bahasa, Klinik Bahasa, dan Festival Jurnalistik versi HBBI Jawa
Timur, Jawa Pos, dan Balai Bahasa Jawa Timur. Dengan demikian, harapan agar
bahasa dan sastra Indonesia lebih bermartabat di negeri sendiri dapat terwujud
dengan baik.
Ada dua saran yang dapat penulis
sampaikan dalam makalah ini, yakni 1) pemerintah perlu mengoptimalkan media
massa dalam pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia melalui
kebijakan-kebijakan yang konkret; dan 2) lembaga bahasa seyogyanya dapat
membuat program pembinaan kreatif, inovatif dan menarik bekerja sama dengan
media massa untuk mewujudkan pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Alwi, Hasan dan
Dendy Sugono. 2011. Politik Bahasa. Jakarta: Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
--------------2011.
Kumpulan Putusan Kongres Bahasa Indonesia I—IX Tahun 1938—208. Jakarta:
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Chaer,
Abdul.2010. Bahasa Jurnalistik.Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Depari, Eduard
dkk, Peranan Komunikasi Massa Dalam Pembangunan, Suatu. Depdiknas. 2007.
Panduan Penyelenggaraan Rintisan Bertaraf Internasioan. Jakarta.
Gie, The Liang.
1995. Pengantar Karang-Mengarang. Yogyakarta: Penerbit Liberty.
Kumpulan
Karangan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1978.
_______. 2009. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta
Lagu Kebangsaan. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.
Paryono, Yani.
2011. Implementasi Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2009 dalam pembelajaran
Bahasa Indonesia di Sekolah Bertaraf Internasional di Indonesia dalam Prosiding
Forum Peneliti di Lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan, kemdiknas
Sumber
internet:
(http://edukasi.kompasiana.com/ 2012/12/06)
(http://kangmartho.com
/2012/12/06)
(http://berita.upi.edu/2013/07/24/martabat-bahasa-indonesia-ayat-ayat-syukur-dalam-kurikulum-2013/).Diakses
pada 15 Agustus 2013.
http://balaibahasabandung.web.id./bli/index.php/opini/10-bahasa-di-media-massa.Diakses
pada 15 Agustus 2013.
http://www.sarjanaku.com/2012/12/pengertian-media-massa-menurut-para.html.
Diakses
pada 15 Agustus 2013.
Tulisan
ini disampaikan dalam Kongres Bahasa Indonesia X di Hotel Grand Sahid Jaya,
28—31 Oktober 2013 yang digelar Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar