Sabtu, 28 Februari 2015

Strategi Mengoptimalkan Media Massa dalam Pemartabatan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kancah Internasional

OLEH Yani Paryono
(Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur)
Pos-el: yani_coll@ymail.com
Abstrak
Persoalan pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia dari tahun ke tahun senantiasa selalu berubah sesuai dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat. Persoalan yang cukup mendasar terkait dengan pemartabatan bahasa antara lain, kehidupan masyarakat Indonesia telah berubah baik sebagai akibat tatanan kehidupan dunia yang baru, seperti pemberlakuan pasar bebas dalam rangka globalisasi, akibat perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat maupun pemberlakuan otonomi daerah.

Media massa mampu menerobos batas ruang dan waktu sehingga keterbukaan tidak dapat dihindarkan. Kondisi itu telah mempengaruhi perilaku masyarakat Indonesia dalam bertindak dan berbahasa Indonesia. Oleh karena itu, mengoptimalkan media massa sebagai sarana untuk pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia di kacah internasional sangat penting.

Dalam makalah ini, penulis ingin mencoba memaparkan bagaimanakan cara mengoptimalkan media massa dalam memartabatkan bahasa dan sastra Indonesia di kancah internasional? Salah satu alternatif yang dapat ditempuh pemerintah adalah dengan cara memberdayakan media massa terlibat langsung dalam berbagai kegiatan kreatif dan inovatif pembinaan bahasa dan sastra Indonesia secara sistematis dan terarah.
Kata Kunci: media massa, pemartabatan, bahasa dan sastra
Pendahuluan
Peranan media massa seiring dengan perkembangan peradaban manusia di kancah internasioanl semakin penting. Informasi aktual dan faktual dari berbagai peristiwa dan ide-ide cemerlang manusia dapat dengan cepat dan mudah diperoleh dari berbagai media massa. Media massa di samping sebagai media informasi yang modern juga berperan sangat penting untuk sarana pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia di kancah internasional.
Persoalan pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia dari tahun ke tahun senantiasa selalu berubah sesuai dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat. Persolan yang cukup mendasar terkait dengan pemartabatan bahasa antara lain, kehidupan masyarakat Indonesia telah berubah baik sebagai akibat tatanan kehidupan dunia yang baru, seperti pemberlakuan pasar bebas dalam rangka globalisasi, akibat perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat maupun pemberlakuan otonomi daerah.
Pemberlakuan pasar bebas, perkembangan teknologi informasi, dan pemberlakuan otonomi daerah secara tidak langsung juga dapat mengubah pola pikir masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam berkomunikasi atau berbahasa. Masyarakat dituntut dapat bersaing dan berkomunikasi antarsesama dalam menghadapi segala tantangan pemenuhan kebutuhan hidup. Dalam berkomunikasi itulah, bahasa yang komunikatif diperlukan.
Oleh karena itu, tantangan terbesar yang dalam pemartabatan bahasa Indonesia adalah keberadaan bahasa asing yang mulai banyak dipelajari dan dipakai dalam segala lini kehidupan di Indonesia untuk kepentingan politik, hukum, ekonomi, industri, pariwisata, budaya dan sebagainya dalam menghadapi daya saing bangsa.
Hal yang cukup menarik juga terjadi dalam dunia pendidikan, dengan lahirnya sekolah-sekolah unggulan yang semula berlabel RSBI/SBI dan masih berkiblat pada Kurikulum Integratif Cambridge (IGCSE) dan menitikberatkan pada bidang studi Fisika, Matematika, Kimia, Biologi dan bahasa Inggris. Bahasa pengantar dalam pembelajaran menggunakan bahasa Inggris bukan bahasa Indonesia. Dengan demikian secara tidak langsung menimbulkan berbagai persoalan, antara lain: 1) penggunaan bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran di kelas terabaikan; 2) bidang studi bahasa Indonesia diabaikan siswa karena mereka lebih berkonsentrasi kepada lima bidang studi tersebut; dan 3) keberadaan guru bahasa Indonesia tidak terlalu penting (Paryono, 2011).
Persoalan kebahasaan itu juga berkaitan dengan kaidah bahasa maupun pemakai bahasa Indonesia. Berkaitan dengan kaidah bahasa, baik di bidang ejaan, kosakata, frasa, klausa, kalimat, dan paragraf masih terdapat beberapa permasalahan yang perlu dibenahi. Berkaitan dengan pemakai bahasa, sikap positif masyarakat terhadap pemakaian bahasa Indonesia semakin menipis karena tuntutan berbagai kepentingan di era global.
Pengabaian kaidah bahasa Indonesia oleh pemakai bahasa juga dapat disebabkan oleh tekanan waktu dalam menulis, kemasabodohan akibat malas berpikir, tidak mau mengikuti petunjuk penggunaan kaidah bahasa yang berlakus, ikut-ikutan mengikuti istilah yang sedang tren, dan belum optimalnya wawasan kebahasaan para pemakai bahasa.
Sikap positif tersebut setidaknya mengandung tiga ciri pokok yaitu kesetiaan bahasa, kebanggaan bahasa dan kesadaran terhadap norma bahasa. Kesetiaan adalah sikap yang mendorong masyarakat untuk mempertahankan kemandirian bahasanya.
Kebanggaan bahasa adalah sikap yang mendorong orang atau sekelompok menjadikan bahasanya sebagai identitas pribadi atau kelompoknya sekaligus membedakan dengan yang lain. Adapun kesadaran norma adalah sikap yang mendorong penggunaan bahasa secara cermat, korektif, santun dan layak. Kesadaran demikian merupakan faktor yang menentukan dalam perilaku tutur bahasa.
Seiring dengan perkembangan waktu, bahasa Indonesia mengalami pertumbuhan terus-menerus. Baik dari luas wilayah para penggunanya maupun struktur bahasa Indonesia tersebut.
Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan bahasa Indonesia ke depan akan menjelma menjadi bahasa yang bermartabat, modern dengan kosakata yang kaya dan berstruktur mantap. Hal itu, sejalan dengan kebijakan bahasa nasional yang merupakan hasil dari Seminar Politik Bahasa Tahun 1999 dalam menyikapi hal tersebut.
Menyikapi hal demikian, perlu ada terobosan-terobosan konkret yang kreatif dan inovatif mengoptimalkan pemberdayaan semua media massa terlibat langsung dan tidak langsung dalam upaya pemartabatan bahasa Indonesia dengan berbagai macam cara. Hal itu penting dilakukan karena media massa sebagai ujung tombak arus informasi dan menjadi pelopor terdepan perubahan ke arah yang lebih baik dalam dunia pendidikan, khususnya penggunaan bahasa Indonesia yang modern. Di samping itu, media massa juga memiliki tanggung jawab moral dalam menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Rumusan Masalah, Tujuan, dan Manfaat
Sehubungan dengan persoalan kebahasaan tersebut, tidak berlebihan bila pada kesempatan ini, penulis ingin mencoba memberikan beberapa alternatif strategi mengoptimalkan media massa dalam pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia di kancah internasional. Rumusan masalah tersebut adalah bagaimanakah strategi mengoptimalkan media massa dalam pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia di kancah internasional.
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan strategi mengoptimalkan media massa dalam pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia di kancah internasional.
Penelitian ini dapat bermanfaat secara praktis bagi pemegang kebijakan pada instansi pemerintah dan instansi swasta sebagai pengelola media massa baik cetak maupun elektronik antara lain 1) untuk memberikan pemahaman dan pengertian yang mendasar tentang pentingnya pemartabatan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara; 2) memberikan masukan kepada pemerintah agar dapat memberdayakan media massa dalam berbagai kegiatan kreatif dan inovatif pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia secara sistematis dan terarah; dan 3) dapat menumbuh- kembangkan sikap positif masyarakat terhadap bahasa dan sastra Indonesia.
Kajian Literatur: Media Massa
Media massa merupakan sarana untuk mengakses banyak informasi yang merupakan sebuah aspek yang sangat penting dalam masyarakat. Media massa merupakan tempat yang sangat berpotensi untuk memproduksi dan menyebarluaskan makna sosial, atau dengan kata lain, media massa dapat berperan besar dalam menentukan makna dari peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam dunia untuk budaya, masyarakat, atau kelompok sosial tertentu.
Ditinjau dari perkembangan teknologi di bidang penyampaian informasi melalui media massa menurut Eduard (1978), media massa dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu media massa modern dan media massa tradisional. Media massa modern, yaitu media massa yang menggunakan teknologi modern dalam menjalankan tugas dan fungsinya seperti media massa cetak dan media massa elektronik. Adapun yang dinamakan media massa cetak merupakan myang dalam menyampaikan informasi terlebih dahulu harus dicetak menggunakan alat cetak.
Media massa ini misalnya, surat kabar, majalah, buletin, tabloid, dan sebagainya. Lain halnya dengan media massa elektronik, yaitu media massa yang dalam menyampaikan informasinya menggunakan jasa listrik. Tanpa adanya listrik, media massa ini tidak akan dapat berfungsi misalnya, radio dan televisi, dan media massa online. Beberapa stasiun yang ada di Indonesia antara lain TVRI, JTV, SCTV, RCTI, TRANS TV, TRANS 7, ANTV, MNCTV, INDOSIAR, dan Global TV. Media massa tradisional merupakan media yang digunakan sebagai sarana penyampaian informasi pada zaman dahulu. Penyampaian informasi lebih banyak menggunakan media massa tradisional misalnya, wayang, lawak, lenong, seni tradisional, dan sebagainya.
Dilihat dari segi bahasa, salah satu syarat bahasa dalam media massa harus efektif. Bahasa yang efektif adalah bahasa yang singkat, padat makna dan mudah dipahami pembaca. Bahasa yang efektif selalu menggunakan kalimat-kalimat yang efektif. Kalimat dapat dikatakan efektif apabila berhasil menyampaikan pesan, gagasan, perasaan, maupun pemberitahuan sesuai dengan maksud si pembicara atau penulis. Untuk itu penyampaian harus memenuhi syarat sebagai kalimat yang baik, yaitu strukturnya benar, pilihan katanya tepat, hubungan antarbagiannya logis, dan ejaannya pun harus benar (Gie,1995).
Adapun media massa menurut Eduard (1978: 47) memiliki fungsi sebagai berikut: 1) sebagai pemberi informasi:Dapat dilakukan sendiri oleh media. Tanpa media sangatlah mustahil informasi dapat disampaikan secara tepat tanpa terikat waktu; 2) sebagai pengambilan keputusan: Dalam hal ini media massa berperan sebagai penunjang karena fungsi ini menuntut adanya kelompok-kelompok diskusi yang akan membuat keputusan.
Di samping itu, diharapkan adanya perubahan sikap kepercayaan norma-norma sosial. Oleh karena itu, dalam hal ini mekanisme komunikasi antarpribadi sangat berperan. Media massa berperan dalam mengantarkan informasi sebagai bahan diskusi, memperjelas masalah-masalah, dan menyampaikan pesan-pesan para pemuka masyarakat; 3) sebagai pendidik, menurut Chalkley media massa berfungsi untuk a) memberitakan tentang fakta kehidupan ekonomi masyarakat; b) menginterpretasikan fakta tersebut agar dipahami oleh masyarakat itu; dan 3) mempromosikan hal tersebut agar dapat menyadari betapa serius masalah pembangunan yang dihadapi, dan memikirkan lebih lanjut masalah itu, serta mengantarkan masyarakat pada solusi-solusi yang mungkin ditempuh.
Menurut Crawford peranan media massa dalam pembangunan tidaklah bersifat independen melainkan, terbatas sebagai pemicu pembangunan bila faktor-faktor lain terdapat secara memadai. Hal itu menunjukkan komunikasi saja bukanlah suatu kondisi yang memadai bagi pembangunan. Akan tetapi, kurangnya atau kegagalan komunikasi dapat juga menghambat pembangunan. Jadi, komunikasi yang dilakukasn secara mandiri tidak akan menghasilkan pembangunan secara optimal (Depdikbud, 1997: 4).
Pemartabatan Bahasa dan Sastra Indonesia
Usaha memartabatan bahasa Indonesia dari tahun ke tahun selalu dilakukan pemerintah ke arah yang lebih baik. Namun, di sisi lain usaha tersebut mendapat tantangan yang cukup berat dengan perkembangan zaman, perkembangan teknologi informasi, pasar bebas, dan akulturasi budaya. Oleh karena itu, sebagai bangsa yang berdaulat dan bermartabat perlu mengantisipasinya dengan melibatkan semua komponen bangsa untuk bersinergi mewujudkan dan mengangkat kembali fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dan bahasa persatuan.
Salah satu terobosan yang dilakukan pemerintah dalam usaha pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia adalah dengan hadirnya Kurikulum 2013. Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia mendapat tempat yang sangat strategis dan menjadi pusat integrasi dari mata pelajaran IPA dan IPS dan menjadi penghela berbagai ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia akan berbasis teks yang menjadi paradigma perubahan bahasa. Bahasa Indonesia diharapkan dapat memperkuat jati diri anak bangsa. Dengan implementasi Kurikulum 2013, pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia akan sangat dihargai dan secara sistematis akan menjadikan bahasa Indonesia lebih bermartabat di negeri sendiri.
Sejalan dengan itu, keberadaan bahasa Indonesia yang dinyatakan sebagai bahasa resmi negara dalam Pasal 36 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 dan bersumber dari bahasa yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 sebagai bahasa persatuan yang dikembangkan sesuai dengan dinamika peradaban bangsa.
Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah. Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media
Keberadaan bahasa Indonesia semakin kuat dengan lahirnya Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2009 tentang bendera, bahasa, lambang negara, dan lagu kebangsaan adalah sebagai sarana pemersatu, identitas, dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan negara.
Pertimbangan tersebut memperkuat (Permendagri) Nomor 40 Tahun 2007 tentang kebijakan pemerintah daerah dalam rangka pelestarian dan pengembangan bahasa negara yaitu bahasa Indonesia di daerah sekaligus melakukan sosialisasi penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam kegiatan pendidikan, forum pertemuan resmi pemerintah dan pemerintahan daerah dan surat menyurat resmi.
Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan ini disahkan pada 9 Juli 2009. Secara umum memiliki 9 bab dan 74 pasal, yang mengatur tentang praktik penetapan dan tata cara penggunaan bendera, bahasa dan lambang negara, serta lagu kebangsaan berikut ketentuan – ketentuan pidananya.
Khusus pengaturan bahasa terdapat pada Bab III Pasal 25 yang berisi tentang ketentuan umum bahasa Indonesia dan terdiri atas 3 ayat. Bagian kedua berisi 24 pasal (Pasal 26—40) yang berisi penggunaan bahasa Indonesia. Bagian ketiga berisi tiga pasal, yakni Pasal 41—43 yang berisi tentang pengembangan, pembinaan, dan perlindungan bahasa. Bagian keempat berisi satu pasal, yakni Pasal 44 yang mengatur peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional. Adapun pasal 45 merupakan pasal terakhir yang undang-undang kebahasaan yang mengatur tentang lembaga bahasa.
Secara umum, pembuatan Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2009 setidak-tidaknya memiliki tiga tujuan utama yakni, untuk (1) memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; (2) menjaga kehormatan yang menunjukkan kedaulatan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan (3) menciptakan ketertiban, kepastian, dan standardisasi penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan.
Oleh karena itulah, keberadaan bahasa Indonesia di mancanegara mulai diperhitungkan. Kita patut bangga sedikit bahwa bahasa Indonesia saat ini sudah diajarkan di berbagai negara di dunia. Tercatat lebih dari 46 negara di dunia yang mengajarkan bahasa Indonesia, baik di kawasan Asia, Australia, Amerika, Afrika, Eropa, maupun Timur Tengah. Dari ke-46 negara yang dimaksud, bahasa Indonesia terbanyak diajarkan di Australia dan Jepang.
Di Australia bahasa Indonesia merupakan bahasa asing keempat yang disejajarkan dengan bahasa Mandarin, Perancis, Jepang, dan Belanda. Di Australia terdapat lebih dari 500 lembaga pendidikan yang mengajarkan bahasa Indonesia, bahkan siswa kelas 6 sekolah dasar sudah banyak yang berbahasa Indonesia secara lancar. Lembaga penyelenggara pengajaran bahasa Indonesia itu pada umumnya adalah perguruan tinggi. Di samping itu, ada pula yang berupa lembaga kursus dan lembaga kebudayaan.
Lembaga penyelenggara pengajaran bahasa Indonesia itu telah ada 279, dan ini akan terus bertambah pada masa-masa yang akan datang. Kenyataan menunjukkan, selain digunakan di Indonesia dengan jumlah penutur sekitar 200 juta orang, bahasa Indonesia juga dipahami oleh penutur bahasa Melayu Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Thailand Selatan, Filipina Selatan, dan di beberapa tempat lain. Hal itu mengantarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa dengan jumlah penutur terbesar ke-5 di dunia setelah Cina, Inggris, India, dan Spanyol.
Masalah sastra dalam Kebijakan Bahasa Nasional memperoleh perhatian yang sama dengan bahasa sehingga keduanya harus dipandang sebagai dua sisi mata uang yang kadar kepentingannya sama. Itulah sebabnya rumusan tentang sastra dalam Kebijakan Bahasa Nasional menjadi eksplisit. Dengan demikian ada enam komponen yang salaing menjalin dalam Kebijakan Bahasa Nasional, yaitu bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing pada satu pihak serta sastra Indonesia, sastra daerah, dan sastra asing pada pihak lain ( Alwi, 2011: viii)
Strategi Pengoptimalan
Pemakaian bahasa Indonesia dalam media massa cetak sudah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Dalam pasal 39 tertulis bahwa (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi melalui media massa. (2) Media massa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing yang mempunyai tujuan khusus atau sasaran khusus. Berdasarkan undang-undang di atas, media massa mempunyai kewajiban untuk memberikan informasi kepada publik dengan menggunakan bahasa Indonesia. Hal itu sebagai salah satu wujud menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Adapun media massa cetak dengan sasaran tertentu dalam lingkup lokal diperbolehkan memakai bahasa daerah atau bahasa asing.
Media massa di samping berfungsi sebagai sarana komunikasi dan sumber informasi,juga, juga berperan aktif untuk menyampaikan berbagai hal kepada masyarakat tentang keberadaan bahasa Indonesia. Oleh karena itu, media massa juga berfungsi sebagai media pendidikan, media massa harus dapat menjadi acuan dalam pemakaian bahasa Indonesia yang baik, benar, santun, cerdas, dan menarik. Para penulis di media massa juga harus menguasai keterampilan berbahasa Indonesia sesuai dengan kaidah yang berlaku sebagai bentuk tanggung jawab serta memiliki komitmen untuk menerapkan keterampilan berbahasa dalam tugas sehari-hari dalam mengembang misi mencerdaskan anak bangsa.
Putusan Kongres IX Bahasa Indonesia terkait dengan media massa menyatakan bahwa di tengah tantangan kebahasaan yang dihadapai bangsa Indonesia sudah sepantasnyalah apabila media massa ikut berperan aktif dalam pemartabatan bahasa Indonesia sehingga dapat menjadi sarana pembentukan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif. Oleh karena itu, perlu tindak lanjut yang dilakukan media massa sebagai berikut.
1)      Peningkatan profesionalisme di kalangan insan media massa perlu terus dilakukan dengan memperkuat dasar keterampiln berbahasa Indonesia, baik secara internal maupun melalui kerja sama lembaga-lembaga terkait.
2)     Untuk menghindari varian bahasa Indonesia ragam jurnalistik yang cenderung merusak upaya pengembangan bahasa Indonesia, perlu ada kesepahaman di kalangan pengelola media massa untuk melahirkan bahasa Indonesia ragam jurnalistik yang baku.
3)     Pengayaan bahasa Indonesia, khususnya menyangkut kosakata baru, oleh media massa tetap diperlukan, baik yang bersumber dari bahasa daerah maupun bahasa asing, tetapi harus menjaga keseimbangan agar tidak saling meminggirkan dan/atau mematikan.
4)     Pusat Bahasa (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa) perlu terus menerus melanjutkan kerja sama dengan insan media massa.
5)     Media massa perlu memberi ruang khusus atau rubrik pembinaan bahasa Indonesia.
6)     Dunia perfilman perlu meningkatkan pemanfaatan karya sastra Indonesia dan daerah sebagai bahasa penulisan scenario serta memperhatikan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Secara umum, keenam putusan Kongres IX Bahasa tersebut sudah cukup baik. Namun, menurut penulis putusan tersebut masih bersifat normatif dan belum bisa mencerminkan sebagai upaya konkret memberdayakan media massa untuk terlibat langsung dalam berbagai kegiatan kreatif dan inovatif pembinaan bahasa dan pengembangan sastra Indonesia yang sistematis dan terarah. Kegiatan-kegiatan kebahasaan dan kesastraan yang selama ini lebih banyak dilaksanakan oleh dunia pendidikan, sudah saatnya juga menjadi tanggung jawab media massa dalam pemartabatan bahasa Indonesia menghadapai era global. .
Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah selama ini dalam pemartabatan bahasa sudah cukup banyak, baik yang berupa kebijakan-kebijakan maupun yang berupa kegiataan pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia secara konkret. Namun, upaya-upaya tersebut banyak mengalami berbagai kendala. Kendala-kendala tersebut menurut Tubiyono (2008) antara lain, sebagai berikut.
1)      Lemahnya koordinasi antarlembaga di daerah tertentu yang disebabkan oleh persepsi yang beragam, belum ada kesepahaman tentang pentingnya pemartabatan bahasa sebagai bahasa negara;
2)     Belum ada koordinasi dan kerja sama kegiatan kebahasaan dan kesastraan pemerintah dan media massa yang konkret dalam pemartabatan bahasa Indonesia;
3)     Belum ada petunjuk atau pedoman yang dapat dipakai untuk seluruh aparatur pemerintah di daerah dalam menertibkan penggunaan bahasa di ruang publik, termasuk papan nama instansi/lembaga/badan usaha/badan sosial, petunjuk jalan dan iklan, dengan pengutamaan penggunaan bahasa negara;
4)     Dimungkinkan ada kesenjangan sistem informasi manajemen pemerintahan sehingga informasi yang diperlukan tidak sampai kepada instansi/lembaga yang memiliki kompetensi yang memadai. Kesenjangan ini sangat dimungkinkan terjadi di daerah tertentu yang terbatas ada lembaga yang memadai untuk melakukan pengkajian, pengembangan, dan pembinaan kebahasaan. Hal ini dapat diperhatikan tidak semua kabupaten/kota memiliki perguruan tinggi;
5)     Lemahnya untuk sebagian badan/lembaga dan masyarakat terhadap prakarsa (inisiatif) penggunaan bahasa Indonesia. Hal ini dapat dipahami karena sebagian masyarakat berpandangan bahwa penguasaan bahasa Indonesia tidak menjajikan nilai ekonomi untuk mengubah kesejahteraan hidupnya. Akibat yang terjadi adalah masyarakat lebih suka mempelajari basa asing untuk kepentingan ekonomi yang lebih menjanjikan.
Kendala-kendala di atas juga diperparah oleh pembelajaran bahasa Indonesia dunia pendidikan yang salah arah. Penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah unggulan tertentu cenderung semakin lama semakin diabaikan. Hal ini merupakan salah satu indikasi tentang makin kurangnya sikap positif pengelola pendidikan terhadap bahasa Indonesia. Kurangnya minat dan perhatian di kalangan generasi muda sekarang ini terhadap kebudayaan nasional adalah hambatan yang belum dapat diatasi untuk mewujudkan bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara yang bermartabat dan modern.
Oleh karena itu, penulis dalam kesempatan ini ingin mencoba memberi masukan bagaimakah strategi mengoptimalkan media massa dalam pemartabatan bahasa Indonesia di era global. Pemartabatan bahasa Indonesia merupakan tanggung jawab semua komponen masyarakat Indonesia. Namun, yang paling bertanggung jawab dalam pemartabatan bahasa Indonesia adalah pemerintah pusat dan daerah yang didukung semua lapisan masyarakat, termasuk di dalamnya media massa. Media massa merupakan sarana yang paling strategis untuk pemartabatan bahasa. Hal itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain.
Dalam pemartabatan bahasa Indonesia, pemerintah sebenarnya sudah mengeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, Peraturan Presiden RI Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pidato Resmi Presiden dan/atau Wakil Presiden serta Pejabat Negara Lainnya, peraturan-peraturan penggunaan bahasa Indonesia, dan kebijakan-kebijakan lain melalui berbagai kementerian. Namun, karena alasan berbagai faktor dianggap belum mengenai ke sasaran.
Oleh karena itu, perlu kebijakan-kebijakan pemerintah yang lebih konkret agar semua komponen bangsa terlibat langsung dalam pemartabatan bahasa, termasuk kebijakan-kebijkan baru untuk melibatkan media massa dalam kegiatan kebahasaan dan kesastraan Indonesia, antara lain.
Pembuatan Kebijakan Pemartabatan Bahasa dan sastra Indonesia yang Berisi
1)      Pemerintah perlu mengeluarkan peraturan presiden yang mewajibkan media massa ikut bertanggung jawab dalam pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia
2)     Pemerintah perlu membuat pusat informasi kebahasaan dan kesastraan Indonesia dan daerah di tingkat kabupaten/kota dengan melibatkan unsur-unsur insan media massa yang berfungsi sebagai pusat informasi dan kegiatan kebahasaan dan kesastraan di bawah koordinasi balai/kantor bahasa tingkat provinsi.
3)     Pemerintah melalui Kemeterian Dalam Negeri, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu membuat kebijakan yang mewajibkan insan media massa melaksanakan Pedoman Penulisan Jurnalistik/Media Massa hasil pelatihan wartawan yang tergabung dalam Persa- tuan Wartawan Indonesia Indonesia (PUNT) pada tangga 10 November 1978 di Jakarta. Kesepuluh pedoman ini berbicara tentang pemakaian ejaan, singkatan dan akronim, imbuhan, pemakaian kalimat pendek, ungkapan klise, kaki mubazir, kata asing dan istilah teknis, dan tiga aspek bahasa jurnalistik. Kesepuluh pedoman itu (Chaer, 2010) adalah:
a.      Wartawan hendaknya secara konsekuen melaksanakan Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan. Hal ini juga harus diperhatikan oleh para korektor karena kesalahan paling menonjol dalam surat kabar sekarang ini ialah kesalahan ejaan.
b.      Wartawan hendaknya membatasi diri dalam singkatan atau akronim. Walaupun bila harus menulis akronim, satu kali ia harus menjelaskan dalam tanda kurung kepanjangan akronim tersebut supaya tulisannya dapat dipahami oleh khalayak ramai.
c.       Wartawan hendaknya tidak menghilangkan imbuhan, bentuk awal atau prefiks. Penggal /-an/ kata awalan /me-/ dapat dilakukan dalam kepala berita mengingat keterbatasan ruang. Akan tetapi, pemenggalan jangan sampai dipukulratakan sehingga merembet pula ke dalam tubuh berita.
d.      Wartawan hendaknya menulis dengan kalimat-kalimat pendek. Pengutaraan pikiran harus logis, teratur, lengkap dengan kata pokok, sebutan, dan kata tujuan subjek, predikat, objek). Menulis dengan induk kalimat dan anak kalimat yang mengandung banyak kata mudah membuat kalimat tidak dapat dipahami, lagi pula prinsip yang harus dipegang ialah ―satu gagasan atau satu ide dalam satu kalimat.
e.      Wartawan hendaknya menjauhkan diri dari ungkapan klise atau ste¬reotype yang sering dipakai dalam transisi berita seperti kata-kata sementara itu, dapat ditambahkan, perlu di- ketahui, dalam rangka. Dengan demikian dia menghi- langkan monotoni (keadaan atau bunyi yang selalu sama saja), dan sekaligus dia menerapkan ekonomi kata atau penghe- matan dalam bahasa.
f.        Wartawan hendaknya menghilangkan kata mubazir seperti adalah (kata kerja kopula) telah (penunjuk masa lampau), untuk (sebagai terjemahan to dalam bahasa Inggris), dari (sebagai terjemahan of dalam hubungan milik), bahwa (sebagai kata sambung) dan bentuk/jamak yang tidak perlu diulang.
g.      Wartawan hendaknya mendisiplinkan pikirannya supaya jangan campur aduk dalam satu kalimat bentuk pasif /di-/ dengan bentuk aktif /me-/.
h.     Wartawan hendaknya menghindari kata-kata asing dan istilah-istilah yang terlalu teknis ilmiah dalam berita. Kalaupun terpaksa menggunakannya, maka satu kali harus dijelaskan pengertian dan maksudnya.
i.        Wartawan hendaknya sedapat mungkin menaati kaidah tata bahasa.
j.        Wartawan hendaknya ingat bahasa jurnalistik ialah bahasa yang komunikatif dan spesifik sifatnya, dan karangan yang baik dinilai dari tiga aspek yaitu isi, bahasa, dan teknik
4)     Pemerintah perlu mengalokasikan dana untuk kegiatan pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia yang dipelopori media massa dengan melibatkan semua unsur masyarakat;
5)     Pemerintah perlu membuat peraturan pemerintah yang mewajibkan setiap calon CPNS, Calon Anggota TNI, dan Polri wajib mahir berbahasa Indonesia dengan dibuktikan dengan hasil Uji kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI);
6)     Semua kepala daerah yang meliputi gubernur, bupati/walikota diwajibkan ikut bertanggung jawab dan terlibat langsung mengimplementasikan UU RI Nomor 24 tahun 2009 tentang kebahasaan kepada semua komponen masyarakat, ter- utama kepada media massa baik cetak maupun elektronik;
7)     Pemerintah daerah perlu menerbitkan perda yang mengatur pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dan daerah sebagai acuan dalam pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia dengan melibatkan unsur insan media massa sebagai pelopor kegiatan kebahasaan dan kesastraan Indonesia
8)    Pemerintah pusat dan daerah diwajibkan membantu pendanaan organisasi profesi kebahasaan dan kesastraan seperti MLI, HPBI, dan MGMP, dan KKG yang bekerja sama dengan media massa dalam melaksanakan kegiatan pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia.

Pemberdayaan Media Massa dalam kegiatan kebahasaan dan kesastraan untuk pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:
                                                              i.      Semua hasil penelitian kebahasaan dan kesastraan produk lembaga kebahasaan dan kesastraan baik di lembaga pusat dan di daerah secara
2)     berkelanjutan perlu ditindaklanjuti pemerintah dan dipublikasikan melalui media massa sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3)     Media massa secara berkesinambungan perlu dilibatkan langsung dalam kegiatan pengembangan kebahasaan dan kesastraan Indonesia secara terprogram, terstruktur, dan sistematis dalam bentuk pembuatan media informasi seperti majalah, buletin, tabloid, atau koran dengan melibatkan masyarakat luas untuk kepentingan pemartabatan bahasa Indonesia dan dibagikan gratis kepada masyarakat luas.
4)     Dalam kegiatan pembinaan/pemasyarakatan bahasa dan sastra Indonesia, pemerintah dalam hal ini diwakili Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemdikbudn dan Balai/Kantor Bahasa di tingkat provinsi perlu bekerja sama dan melibatkan insan media massa dalam mengemas bentuk kegiatan pembinaan bahasa dan sastra Indonesia agar lebih kreatif, inovatif, dan menarik masyarakat. Perlu diingat bahwa hampir 95 % keberadaan media massa berorientasi bisnis. Oleh karena itu, semua kegiatan kebahasaan dan kesastraan yang bertujuan untuk memartabatkan bahasa dan sastra Indonesia harus menguntungkan kedua belah pihak, baik pihak pemerintah maupun pihak media massa.
Kegiatan-kegiatan pembinaan/pemasyarakatan bahasa dan sastra Indonesia yang inovatif dan kreatif berkaitan dengan peningkatan kreativitas generasi muda sebagai generasi pelapis kita. Kegiatan kreativitas itu dilakukan melalui induk kegiatan Bengkel Bahasa dan Sastra. Kegiatan kreativitas ini diarahkan untuk meningkatkan kemampuan dan kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual generasi muda seperti yang diharapkan masyarakat melalui putusan Konggres IX Bahasa Indonesia. Kegiatan-kegiatan pembinaan bahasa dan sastra yang kreatif dan inovatif dalam Bengkel Bahasa dan Satra yang perlu dilakukan bekerja sama dengan insan media massa antara lain berupa pelatihan-pelatihan, seperti (1) pelatihan penulisan jurnalistik; (2) pelatihan penulisan puisi; (3) pelatihan penulisan cerita pendek, (4) pelatihan penulisan naskah drama dan pendramaan, (5) pelatihan musikalisasi puisi, (6) pelatihan pembawa acara (pewara) berbahasa Indonesia; (7) pelatihan penulisan karya ilmiah, (8) pelatihan penulisan proposal, dan (9) pelatihan penulisan esai sastra dan bahasa, Sasaran kegiatan ini adalah siswa, mahasiswa, santri, guru, pengamen, dan anak jalanan, karang taruna, dan pekerja seks komersial(PSK).
Kegiatan-kegiatan yang bersifat lomba-lomba meliputi 1) lomba pidato berbahasa Indonesia; 2) Lomba menulis proposal penelitian berbahasa Indonesia; 3) lomba bercerita berbahasa Indonesia; 4) lomba penulisan cerita pendek; 5) lomba majalah dinding; 6) lomba baca berita; 7) lomba musikalisasi puisi; 8) lomba penulisan puisi remaja; 9) lomba yel-yel bahasa; 10) lomba membuat iklan berbahasa Indonesia; 10) lomba mengulas karya sastra; 11) pemilihan duta bahasa, dan sebagainya.
Adapun kegiatan yang bersifat untuk meningkatkan sikap positif masyarakat terhadap bahasa dan sastra Indonesia adalah berupa penyuluhan kebahasaan dan kesastraan, misalnya (1) penyuluhan pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar, (2) penyuluhan penulisan bahasa surat dinas, (3) penyuluhan teori, metode, dan apresiasi sastra untuk pengajaran sastra.
Kegiatan-kegiatan pembinaan/pemasyarakatan bahasa dan sastra tersebut akan membosankan bila hanya dilaksanakan tanpa dikemas dalam bentuk kegiatan yang kreatif, inovatif dan menarik. Oleh karena itu, perlu dikemas dalam bentuk Safarai Diklat Jurnalistik, Pelangi Guruku, Kampung Bahasa, Klinik Bahasa, dan Festival Jurnalistik versi HPBI Jawa Timur dan Balai Bahasa Jawa Timur.
Safari Diklat Jurnalistik versi HPBI Jawa Timur, Jawa Pos, dan Balai Bahasa Jawa Timur merupakan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan minat baca dan kreativitas siswa dalam dunia tulis-menulis pada ranah jurnalistik. Kegiatan ini diwujudkan melalui diklat opini bagi guru, diklat penulisan berita bagi siswa, apresiasi berita Jawa Pos, dan festival bahasa dan sastra, serta lomba kreativitas seni budaya (baca berita, lomba majalah dinding, lomba yel-yel bahasa, dan lomba menulis berita). Kegiatan dilakukan dengan cara mendatangi beberapa SMP/MTs, SMA/SMK/MA dan sederajat di tiga kota/kabupaten selama tiga bulan dengan 40 kali kegiatan.
Hasil diklat yang berupa naskah opini terbaik di- muat di media massa dan mendapat hadiah berlangganan koran gratis selama dua bulan. Melalui kegiatan ini, para siswa lebih bersikap positif dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Karena berkaitan jurnalistik, penyelenggaranya adalah media massa bekerja sama dengan organisasi profesi dan lembaga kebahasaan.
Pelangi Guruku versi HPBI Jawa Timur, Radar Jawa Pos dan Balai Bahasa Jawa Timur merupakan kegiatan pembinaan pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia dengan cara kunjungan berkelanjutan ke kantor UPTD pendidikan kecamatan untuk memberikan pendidikan dan pelatihan penulisan karya ilmiah, Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) bagi guru SD, dan menyelenggarakan festival bahasa dan sastra Indonesia yang berupa lomba-lomba kebahasaan dan kesastraan bagi guru dan siswa di kecamatan. Kegiatan dilaksanakan di satu tempat, dengan peserta diklat dan UKBI minimal 100 guru dan peserta lomba minimal 100 peserta.
Kampung Bahasa merupakan kegiatan puncak pemberian hadiah sekaligus mengadu/menyeleksi para pemenang lomba festival bahasa dan sastra (lomba baca berita, lomba yel-yel bahasa, lomba baca puisi, lomba majalah dinding, lomba bercerita dan sebagainya) antarkecamatan untuk mencari pemenang tingkat kabupaten. Dalam Kampung Bahasa juga ditampilkan pameran buku dari berbagai penerbit. Para guru pendamping peserta lomba antarkecamatan dikumpulkan dalam satu ruang pertemuan untuk mengikuti Klinik Bahasa. Klinik Bahasa merupakan kegiatan penyuluhan bahasa Indonesia dengan cara setiap peserta membawa permasalahan bahasa Indonesia yang dihadapi dalam proses pembelajaran di sekolah, di masyarakat tempat tinggal guru maupun di media massa yang pernah dibaca. Permaalahan tersebut kemudian dibahas bersama narasumber.
Adapun Festival Jurnalistik versi HPBI Jawa Timur, Jawa Pos dan Balai Bahasa Jawa Timur sebenarnya hampir sama dengan Safari Diklat Jurnalistik. Perbedaannya hanya terletak pada sasaran wilayah yang lebih luas daripada Safari Diklat Jurnalistik. Kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan minat baca dan kreativitas siswa dalam dunia tulis-menulis pada ranah jurnalistik. Kegiatan ini diwujudkan melalui diklat Penulisan artikel jurnal ilmiah dan tes UKBI bagi guru. Festival bahasa dan sastra, serta lomba kreativitas seni budaya (baca berita, lomba majalah dinding, lomba yel-yel bahasa, dan lomba menulis berita) diperuntukkan bagi siswa SMP dan SMA/SMK. Kegiatan dilakukan dengan cara mendatangi dinas pendidikan kabupaten/kota selama setahun sebanyak kota/kabupaten dalam satu provinsi. Hasil diklat yang berupa naskah jurnal ilmiah terbaik dimuat di jurnal ilmiah dan media massa, serta mendapat hadiah buku-buku dari panitia. Melalui kegiatan ini, para guru dan siswa lebih bersikap positif dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Karena berkaitan jurnalistik, penyelenggaranya juga media massa bekerja sama dengan organisasi profesi dan lembaga kebahas
Penutup
Usaha pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia sudah banyak dilakukan pemerintah dari tahun ke tahun. Namun usaha-usaha tersebut mengalami berbagai kendala baik karena perkembangan zaman, kemajuan teknologi informasi, perubahan politik, ekonomi, maupun adanya pasar bebas dan kontak budaya antarbangsa.
Oleh karena itu, sebagai salah satu upaya yang dapat ditempuh pemerintah dalam memartabatkan bahasa dan sastra Indonesia adalah dengan cara membuat kebijakan-kebijakan yang memberi tanggung jawab kepada semua komponen bangsa termasuk di dalamnya media massa.
Adapun salah satu alternatif dalam mengoptimalkan media massa dalam memartabatkan bahasa dan sastra Indonesia adalah dengan cara mengemas kegiatan pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia dalam bentuk kegiatan pembinaan dan pemasyarakatan yang kreatif, inovatif, dan menarik.
Kegitan tersebut harus menguntungkan semua pihak, baik media massa dari segi bisnis, pemerintah, maupun masyarakat. Kegiatan itu dapat berupa Safari Diklat Jurnalistik, Pelangi Guruku, Kampung Bahasa, Klinik Bahasa, dan Festival Jurnalistik versi HBBI Jawa Timur, Jawa Pos, dan Balai Bahasa Jawa Timur. Dengan demikian, harapan agar bahasa dan sastra Indonesia lebih bermartabat di negeri sendiri dapat terwujud dengan baik.
Ada dua saran yang dapat penulis sampaikan dalam makalah ini, yakni 1) pemerintah perlu mengoptimalkan media massa dalam pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia melalui kebijakan-kebijakan yang konkret; dan 2) lembaga bahasa seyogyanya dapat membuat program pembinaan kreatif, inovatif dan menarik bekerja sama dengan media massa untuk mewujudkan pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan dan Dendy Sugono. 2011. Politik Bahasa. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
--------------2011. Kumpulan Putusan Kongres Bahasa Indonesia I—IX Tahun 1938—208. Jakarta: Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Chaer, Abdul.2010. Bahasa Jurnalistik.Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Depari, Eduard dkk, Peranan Komunikasi Massa Dalam Pembangunan, Suatu. Depdiknas. 2007. Panduan Penyelenggaraan Rintisan Bertaraf Internasioan. Jakarta.
Gie, The Liang. 1995. Pengantar Karang-Mengarang. Yogyakarta: Penerbit Liberty.
Kumpulan Karangan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1978.
 _______. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.
Paryono, Yani. 2011. Implementasi Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2009 dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Bertaraf Internasional di Indonesia dalam Prosiding Forum Peneliti di Lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan, kemdiknas
Sumber internet:
(http://edukasi.kompasiana.com/ 2012/12/06)
(http://kangmartho.com /2012/12/06)
(http://berita.upi.edu/2013/07/24/martabat-bahasa-indonesia-ayat-ayat-syukur-dalam-kurikulum-2013/).Diakses pada 15 Agustus 2013.
http://balaibahasabandung.web.id./bli/index.php/opini/10-bahasa-di-media-massa.Diakses pada 15 Agustus 2013.
http://www.sarjanaku.com/2012/12/pengertian-media-massa-menurut-para.html.
Diakses pada 15 Agustus 2013.

Tulisan ini disampaikan dalam Kongres Bahasa Indonesia X di Hotel Grand Sahid Jaya, 28—31 Oktober 2013 yang digelar Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...