OLEH Eva Krisna (Balai Bahasa Sumatera Barat)
evakrisna_bbp@yahoo.co.id
Karupuak sanjai |
Abstrak
Pariwisata adalah satu di antara berbagai
industri kreatif yang dapat dikembangkan di Indonesia sebagai pilihan pengganti
devisa selain migas. Industri pariwisata Indonesia memiliki peluang dan
tantangan yang cukup besar di tengah pariwisata dunia yang terus berkembang.
Produk pariwisata bukan cuma alam, tetapi
juga kebudayaan, petualangan, lingkungan hidup, dan kuliner. Kuliner menjadi
salah satu penanda pariwisata bagi berbagai tempat di berbagai belahan dunia,
seperti: Inggris dengan roti scones, Singapura dengan mie fishball noodles, serta Malaysia dengan masakan nasi kandar.
Indonesia juga memiliki puluhan kuliner yang terdapat di berbagai daerah,
seperti bakpia di Yogyakarta, kerak telur di Jakarta, bika ambon di Medan, dan
keripik balado di Padang.
Di Sumatera Barat pada masa lalu kuliner
memiliki satu keunikan, yakni dijajakan dengan nyanyian yang disebut bajojo. Tradisi bajojo berlanjut menjadi nyanyian rakyat yang kemudian berkembang
pula menjadi nyanyian yang direkam secara komersial. Nyanyian kuliner bajojo adalah salah satu bentuk karya
sastra, yakni karya sastra lisan.
Nyanyian kuliner Sumatera Barat sudah
memantapkan kehadirannya melalui industri dan teknologi rekaman yang semakin
maju sehingga menjadi lagu popular di Sumatera Barat. Tidak kurang dari
tigapuluh rumah produksi yang aktif menghasilkan berpuluh-puluh judul rekaman
berbentuk kaset dan cakram padat atau CD (compact
disc) di Sumatera Barat.
Lagu-lagu pop Minangkabau bernuansa
kuliner melalui teknologi perekaman memiliki peran langsung dalam pengembangan
pariwisata di Sumatera Barat. Hal tersebut patut dikaji dalam rangka kajian
terhadap industri kreatif (pariwisata) berbasis bahasa dan sastra yang turut
berperan untuk meningkatkan daya saing bangsa di antara bangsa-bangsa lain di dunia.
Tulisan ini akan mengkaji lintas sejarah
perkembangan lagu-lagu kuliner Minangkabau melalui industri rekaman di
Indonesia dan nilai-nilai kekulineran yang dikandung oleh syair lagu popular
Minangkabau hingga akhirnya ditemukan perannya sebagai media promosi dalam
pengembangan wisata kuliner. Tulisan ini menggunakan pendekatan historis dengan
pengunaan teori teori stilistika dan teori struktural dinamik.
Kata kunci: syair lagu popular,
Minangkabau, karya sastra, wisata kuliner, serta pendekatan historis, teori
stilistik, dan teori struktural dinamik.
Pendahuluan
Menjajakan makanan atau kue-kue dengan
mengasong adalah kebiasaan masyarakat tradisional Minangkabau. Di tengah
keramaian seperti pasar, terminal, balapan tradisional (seperti pacu jawi, pacu
itik, dan pacu kuda), berburu babi, serta alek nagari (pesta rakyat) biasanya
para pedagang makanan asongan menjadi bagian dari situasi tersebut.
Pada kehidupan keseharian yang bukan
keramaian musiman, pelaku berdagang makanan asongan adalah mereka yang benar-benar
melakoni pekerjaan sebagai penjaja keliling dan biasanya dengan berjalan kaki.
Menjajakan masakan tradisional secara
asongan tidak dilakukan begitu saja tanpa upaya menarik perhatian pembeli,
tetapi dengan berbagai kekhasan yang dimiliki oleh masing-masing panjojo (penjaja) makanan tersebut.
Kekhasan tersebut terletak pada nyanyian
yang dilantunkan oleh si penjaja untuk menarik minat calon pembeli atau
pelanggannya pada makanan yang mereka jajakan. Menyanyikan makanan yang dijual
pada akhirnya menjadi strategi iklan untuk melariskan jualan yang dilakukan
bersamaan dengan aktivitas jual-beli.
Sala lauak |
Minangkabau memiliki berbagai macam
makanan (kuliner) yang menjadi kekhasan masing-masing daerah, sebut saja
misalnya karupuak sanjai (Bukittinggi), bika mariana (Padangpanjang), lamang
tapai (Limo Kaum, Batusangkar), ampiang badadiah (Batusangkar), galamai
(Payakumbuh), sala lauak (Pariaman), dokok-dokok (Pariaman), gulai paku
(Pariaman), palai bada (Pariaman), palai rinuak (Maninjau), serta randang darek
(Batusangkar, Bukittinggi, dan Payakumbuh).
Seperti sudah dituliskan pada bagian
awal, para penjaja makanan tersebut mengasong jualannya sambil bernyanyi,
pembeli memanggil mereka apabila tertarik, penjual menghampiri calon pembeli,
lalu terjadilah transaksi. Setelah transaksi pertama selesai, penjaja kembali
mengasong dengan bernyanyi untuk menggugah perhatian calon pembeli selanjutnya.
Hal menarik dari manjojo (menjaja) makanan tradisional tersebut adalah syair lagu
yang didendangkan oleh panjojo tersebut. Syair lagu tersebut biasanya berbentuk
pantun, pada baris awal bersifat iklan atas makanan yang dijajakan, uniknya
baris kedua berisi berbagai hal termasuk ajaran moral, sosial, dan agama.
Lagu berisi kuliner tradisional
Minangkabau tersebut mengalami perkembangan yang menggembirakan ketika industri
rekaman dan kreativitas pengarang lagu Minangkabau menjadikannya lagu-lagu
popular yang dapat didengar oleh banyak orang, di berbagai tempat, dan pada
sembarang suasana.
Seorang di antara puluhan pengarang lagu
yang produktif menggubah lagu-lagu bersifat kuliner tersebut adalah Nuskan
Syarief (alm.) dan seorang pula di antara penyanyi yang aktif menyanyikan
lagu-lagu jenis tersebut adalah penyanyi legendaris Elly Kasim.
Pegiat
Lagu Bernuansa Kuliner dan Industri Rekaman Lagu Pop Minangkabau
Jakarta memang kota besar tempat segala
impian terwujud, demikian pula dengan perkembangan industri rekaman lagu pop
Minangkabau di era kemerdekaan pun berawal dari kota ini. Para pengamat musik
mencatat bahwa tonggak awal perkembangan musik daerah tersebut dimulai dengan
berdirinya Orkes Gumarang yang didukung oleh nama-nama seperti Awaluddin Jamin
(mantan Kapolri), Alidir, Anwar Anif, Dhira Suhud, Joeswar Khairudin, Taufik,
Syaiful Nawas, dan Asbon Majid (PadangKini.com/24/03/2011;
niadilova.blogdetik.com/2009/03/15; dan Tempo.interaktif.padang/24/04/2012).
Kemunculan Gumarang diikuti oleh Orkes
Kumbang Tjari pada tahun 1961 di bawah pimpinan Nuskan Syarief yang sebelumnya
sempat bergabung sebentar dengan Gumarang. Kehadiran Nuskan Syarief bersama
Orkes Kumbang Tjari perlu dicatat agak lengkap sebab Nuskan Syarief adalah
penyanyi dan pengarang lagu produktif yang mengarahkan kreativitasnya untuk
menggali dan mengembangkan lagu-lagu rakyat bernuansa kuliner menjadi lagu
popular Minangkabau.
Suatu ketika pada awal tahun 1970, Nuskan
Syarief berkesempatan tampil bersama Elly Kasim yang ketika itu bergabung
dengan kelompok band Gatario di Jakarta. Kesempatan itu berlanjut sampai kepada
tawaran membuat ph (piringan hitam) untuk merekam lagu-lagu Minangkabau.
Elly Kasim dan Nuskan Syarief bersama
Orkes Kumbang Cari mengawali kiprahnya di industri rekaman dengan ph pertama
dengan judul Asmara Dara. Lagu-lagu
yang terdapat dalam ph tersebut adalah Randang
Darek (dinyanyikan Nuskan Syarief), Taratak
Tingga (Elly Kasim dan kawan-kawan), Mak
Taci (Nuskan Syarief), Apo Dayo
(Elly Kasim dan kawan-kawan), Cita
Bahagia (Elly Kasim dan Nuskan Syarief), Cha Cha Mari Cha (Nuskan Syarief), Gadih Tuladan (Nuskan Syarief), Kumbang
Janti (Elly Kasim), Langkisau (Nuskan
Syarief dan kawan kawan), Kureta Solok
(Nuskan Syarief dan kawan-kawan), dan Oi
Bulan (Elly Kasim dan kawan-kawan).
Lagu Randang
Darek adalah lagu bernuansa kuliner pertama yang direkam oleh Nuskan
Syarief. Tahun-tahun berikutnya, Elly Kasim menyanyikan lagu-lagu kuliner
ciptaan Nuskan Syarief lainnya, seperti Bareh
Solok, Lamang Tapai, Sala Lauak, dan Lansek
Manih. Berikutnya, lagu-lagu lain seperti Karupuak Sanjai, Gulai Paku, Lamang Tapai, Bareh Solok, Sala Lauak,
Palai Bada, Randang Darek, Bika Mariana, dan Dokok-Dokok pun berwujud ph pula yang dapat dinikmati banyak orang
di banyak daerah di Indonesia, bahkan sampai ke negara tetangga.
Lagu-lagu daerah tersebut tidak direkam
di Padang, tapi di Jakarta. Nuskan Syarief dan Elly Kasim menjadi pasangan duet
serasi dalam mempopulerkan lagu-lagu kuliner Minangkabau. Nuskan Syarief
pencipta yang produktif dan kreatif sekaligus penyanyi dan pemain musik,
sedangkan Elly Kasim dikenal sebagai perempuan penyanyi yang memiliki cengkok
suara yang khas dan mendayu-dayu sehingga ia sangat cocok menyanyikan lagu-lagu
yang bernuansa imbauan (iklan) makanan tradisional.
Seiring dengan semakin meng-Indonesia-nya
lagu-lagu daerah Minangkabau, lagu-lagu Minangkabau bernuasa kuliner pun
semakin popular. Nuskan Syarief yang mencirikan gaya musik grupnya pada
dominasi suara gitar yang sangat dekat dengan bunyi alat musik tradisional
Minangkabau seperti talempong, rabab, dan saluang menyebabkan lagu-lagunya
menjadi sangat akrab di telinga masyarakat Minangkabau, terutama para perantau
yang telah berjarak dengan kampung halamannya. Lagu-lagu yang bercerita tentang
kuliner tradisional Minangkabau ciptaan Nuskan Syarief pun menjadi lagu yang
disukai dan dicari rekamannya oleh orang Minangkabau bahkan masyarakat
Indonesia yang menyukai alunan musiknya, meskipun tidak paham syair lagunya.
Grup Kumbang Cari bersama Nuskan Syarief
telah lama bubar. Mereka berjaya selama dua tahun (1961—1963), lalu vakum
karena kepindahan Nuskan Syarief sebagai guru olahraga SMP dari Jakarta ke
Jayapura (1963—1968), berjaya kembali setelah Nuskan Syarief kembali ke Jakarta
(1969—1970-an), tetapi tidak lagi melalui rekaman, melainkan melalui berbagai
acara panggung dan tur hingga ke Malaysia bersama Elly Kasim, Benyamin S., Ida
Royani, serta Ellya Khadam.
Nuskan Syarief meninggal dunia pada
tanggal 13 Februari 2007 dengan meninggalkan “segerobak” lagu-lagu ciptaannya
yang pernah disukai banyak orang. Di antara lagu-lagu tersebut, di antaranya
enam lagu kuliner, yakni Ampiang
Badadiah, Bareh Solok, Bika si Mariana, Dokok-Dokok, Randang Darek, dan Lamang Tapai.
Selain Nuskan Syarief, lagu-lagu
Minangkabau bernuansa kuliner pun disemarakkan oleh beberapa nama lain, di
antaranya adalah Ujang Virgo, Yul Khaidir, dan M. Gaus. Ujang Virgo mencipta
tiga lagu, yakni: Katupek Gulai Paku,
Karupuak Sanjai, dan Palai Rinuak.
Yul Khaidir mencipta satu lagu berjudul Sala
Lauak dan M. Gaus pun mencipta satu lagu berjudul Palai Bada.
Industri rekaman lagu Minangkabau telah
mengalami rentang waktu yang panjang. Setelah sukses merekam lagu-lagu
Minangkabau melalui Orkes Gumarang dan Kumbang Cari, industri rekaman lagu
Minangkabau semenjak tahun 1970-an mulai berkiprah di Sumatera Barat, tercatat
tiga produser rekaman yang aktif ketika itu, yakni: Edo Record, Ganto Minang,
dan Tanama Record.
Pada tahun 1980-an industri rekaman lagu
Minangkabau sempat vakum. Pada tahun 1990-an industri rekaman lagu Minangkabau
bangkit kembali melalui penyanyi Zalmon yang diikuti oleh berbagai penyanyi
muda yang lain. Industri rekaman lagu Minangkabau popular hingga tahun ini
(2013) sangat marak degan hadirnya puluhan penyanyi dan berdirinya puluhan pula
studio rekaman di Sumatera Barat.
Pada tahun 2000-an berdiri ASRINDO
(Asosiasi Industri Rekaman Indonesia) di Padang. Organisasi ini berdiri dengan
tujuan memberantas maraknya pembajakan terhadap lagu-lagu Minangkabau.
Perkembangan industri rekaman di Sumatera Barat sangat pesat.
Menurut catatan ASRINDO, dari Juli
2005—Juli 2006 ada 304 album yang direkam dan dipasarkan. Dalam jumlah tersebut
tidak ada lagi lagu baru bernuansa kuliner yang mencapai puncak popularitasnya
seperti pada masa lalu. Artinya, lagu-lagu popular Minangkabau bernuansa
kuliner lebih berjaya melalui sosok pengarang sekaligus penyanyi alm. Nuskan
Syarief, grup Kumbang Cari, dan penyanyi Elly Kasim serta kawan-kawan.
Lagu-lagu itu telah direkam dalam puluhan ph dan direkam ulang dalam bentuk
pita kaset maupun vcd selama lebih dari 40 tahun, dari tahun 1970-an hingga
2013 ini.
Analisis
Syair Lagu Kuliner Minangkabau
Pada hari ini, syair lagu Minangkabau
popular bernuansa kuliner tidak lagi bermakna sebatas pemberi rasa nikmat,
tetapi sekaligus ia dapat dimaknai sebagai pemberi manfaat (dulce et utile;
Wellek dan Warren, 2000). Oleh sebab itu, rumusan masalah pada tulisan ini
adalah bagaimanakah makna lagu Minangkabau bernuansa kuliner sebagai pemberi
rasa nikmat dan bagaimana pula perannya sebagai pemberi manfaat. Dengan
demikian, tujuan penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan dan mengungkapkan
kenikmatan (keindahan) yang dikandung oleh lagu Minangkabau bernuansa kuliner
sekaligus manfaat (pesan) yang dibawanya.
Makna lagu Minangkabau bernuansa kuliner
sebagai pemberi rasa nikmat dapat diperoleh melalui kajian terhadap struktur,
diksi, bahasa kias, imaji, dan bunyi yang terdapat pada syair lagu tersebut,
sedangkan makna berupa manfaat yang ditimbulkannya dapat dianalisis melalui
makna lagu-lagu tersebut secara lengkap. Untuk mencapai tujuan kajian ini
digunakan metode kualitatif melalui analisis konten dengan bantuan teori
struktural dinamik dan stilistika.
Mengikuti pendapat Endraswara (2004:62),
strukturalisme dinamik mengakui kesadaran subjektif dari pengarang, mengakui
peran sejarah serta lingkungan sosial, meskipun sentral penelitian tetap pada
karya sastra itu sendiri. Strukturalisme dinamik juga mengenalkan penelitian
sastra dalam kaitannya dengan sistem tanda. Caranya adalah menggabungkan kajian
otonom karya sastra dan semiotik.
Kajian otonom, dilakukan secara intrinsik
dan kajian semiotik akan merepresentasikan teks sastra sebagai ekspresi
gagasan, pemikiran, dan cita-cita pengarang. Selain itu, Pradopo dkk. (2001:64)
menyatakan bahwa dalam penerapan strukturalisme dinamik, terdapat dua hal yang
harus diperhatikan: (1) peneliti bertugas menjelaskan karya sastra sebagai
sebuah struktur berdasarkan unsur-unsur atau elemen-elemen yang membentuknya;
dan (2) peneliti bertugas menjelaskan kaitan antara pengarang, realitas, karya
sastra, dan pembaca.
Tentang stilistika, Aminuddin (1995:46)
mengartikannya sebagai studi tentang cara sastrawan dalam menggunakan sistem
tanda sejalan dengan gagasan yang ingin disampaikan dari kompleksitas dan
kekayaan unsur pembentuk karya sastra. Sasaran kajian hanya pada wujud
penggunaan sistem tandanya. Untuk memperoleh pemahaman tentang ciri penggunaan
sistem tanda bila dihubungkan dengan cara pengarang dalam menyampaikan gagasan,
kajian perlu menanamkan pemahaman tentang: (a) gambaran objek/peristiwa; (b)
gagasan, dan (c) ideologi yang terkandung dalam karya sastra bersangkutan.
Pada apresiasi sastra, analisis kajian
stilistika digunakan untuk memudahkan menikmati, memahami, dan menghayati
sistem tanda yang digunakan dalam karya sastra yang berfungsi untuk mengetahui
ungkapan ekspresif yang ingin diungkapkan oleh pengarang. Dengan demikian,
stilistika sastra menyangkut enam materi kajian, yakni: (1) sistem tanda; (2)
diksi; (3) bahasa kias; (4) imaji; (5) bunyi; dan (6) makna.
Pada tulisan ini dianalisis enam syair
lagu popular Minangkabau yang bernuansa kuliner, yakni: (1) Bika Mariana; (2) Karupuak Sanjai; (3) Dokok-Dokok; (4) Palai Bada;
(5) Sala Lauak; dan (6) Gulai Paku.
Keenam lagu tersebut dianalisis dengan teori struktural dinamik bersamaan
dengan stilistika yang pada akhirnya didapatkan makna setiap lagu dalam
manfaatnya sebagai promosi wisata kuliner Sumatera Barat.
Struktur
Pada awalnya, lagu-lagu rakyat
Minangkabau disebut dendang yang didominasi oleh pemakaian pantun. Oleh sebab
itu, struktur lagu rakyat Minangkabau memiliki kesamaan dengan struktur pantun
pada umumnya, yakni terdiri atas empat baris sebait, bersuku kata 8—12, terbagi
dua atas sampiran dan isi, serta cenderung memiliki persajakan. Yang menjadi
ciri khas lagu rakyat Minangkabau adalah adanya pengurangan atau pemendekan
kata (taking syllables) yang
berfungsi menjaga keseimbangan irama, misalnya kata urang (orang) menjadi ‘rang
(„rang), ondeh (aduh) menjadi ‘ndeh, dan kata alah (telah) menjadi ‘lah.
Pengurangan atau pemendekan kata pada
syair lagu kuliner Minangkabau tergambar pada lagu Sala Lauak yang dikutip
berikut ini, yaitu pada kata urang dipendekkan menjadi ‘rang.
Sasak bana pasa ‘rang
Tarusan... yo lah lai...
(ramai
sekali pasar „rang (orang) Tarusan... ya lah lai...)
Selain taking syllables, pada dendang juga terdapat filler syllables (penyisipan bunyi) berupa kata yang tidak
mengutamakan makna, tetapi lebih mengutamakan fungsi, yakni sebagai penyempurna
irama. Penyisipan bunyi pada teks dalam istilah sastra lisan Minangkabau
disebut darai kato (derai kata) yang terdiri atas darai kato pangka untuk
sisipan bunyi yang terletak di pangkal kalimat, darai kato salo untuk sisipan
bunyi yang terletak di sela (tengah) kalimat, dan darai kato ujuang untuk sisipan
bunyi yang terletak di ujung kalimat.
Kutipan di atas sekaligus juga
menunjukkan penggunaan kata ‘kok yo lah lai sebagai darai kato ujuang (derai
kata ujung) yang dimanfaatkan sebagai penyempurna irama.
Sasak bana pasa ‘rang
Tarusan... yo lah lai...
(ramai
sekali pasar „rang Tarusan... ya lah lai...)
Tanpa adanya kata-kata yang digarisbawahi
pada kedua kutipan di atas, sesungguhnya maknanya sudah lengkap atau sempurna,
tetapi untuk menjadi nyanyian, kalimat itu membutuhkan taking syllables dan
filler syllables agar indah dinyanyikan dan didengarkan.
Diksi
Gaya pemilihan kata pada dasarnya
digunakan pengarang untuk memberikan efek tertentu serta untuk penyampaian
gagasan secara tidak langsung sehingga memiliki kekhasan tersendiri. Pada lagu
Karupuak Sanjai misalnya pada larik Pakiriman Uda denai/Dari pakan tangah balai
dapat diartikan bahwa kerupuk terbuat dari singkong goreng yang berasal dari
Kampung Sanjai (Bukittinggi) itu dapat menjadi pengikat kasih antara dua orang
yang saling mencintai. Dari keramaian pekan, seorang laki-laki mengirim keripik
sanjai untuk kekasihnya sebagai pertanda bahwa ia selalu mengingat sang
perempuan.
Sanjai karupuak Sanjai
Sanjai
kerupuk Sanjai
Pakiriman uda denai
Kiriman
uda (abang) hamba
Dari pakan tangah balai
Dari
pekan tengah balai
Yo badaruak...
darai-badarai
Ya
garing... derai-berderai
(Lagu
Karupuak Sanjai)
Bahasa
Kias
Penggunaan bahasa kias dalam lagu Katupek Gulai Paku yang dikutip berikut
ini adalah untuk mengungkapkan hal yang bermakna konotatif. Larik nan tau jo
adaik Minang (yang mengerti dengan adat Minang) maksudnya adalah orang yang
mematuhi tata cara hidup bermasyarakat di Minangkabau sebagai suatu konvensi
yang disimpan dalam ungkapan lisan sebagai kearifan lokal setempat.
Gulai paku indak abih
makan sahari
Cubo angek-an …yo sero…
manjadi randang
Cari minantu nan pandai
mancari pitih
Nan tau …yo tau… jo
adaik Minang
Terjemahan:
Gulai
pakis tidak habis dimakan sehari
Coba
hangatkan …enak… menjadi rendang
Cari
menantu yang pintar mencari duit
Yang
mengerti…ya mengerti... dengan adat Minang
(Lagu
Katupek Gulai Paku)
Larik lagu Katupek Gulai Paku juga mengandung kiasan bahwa syarat ideal calon
menantu (laki-laki) di Minangkabau adalah pintar mencari uang dan mewarisi
kearifan lokal. Jadi, calon menantu tidak hanya harus memiliki kemampuan
finansial saja, melainkan juga memiliki moral yang baik.
Imaji
Gambaran angan suatu objek yang berkaitan
dengan hal-hal yang merangsang pancaindera, citraan, atau imaji ‘imagery’ yang
terbagi menjadi: pendengaran ‘auditory’, penglihatan ‘visual’, perabaan
‘thermal’, penciuman, dan pencecapan juga terdapat dalam syair lagu kuliner
Minangkabau seperti dikutip berikut ini.
Bareh puluik jo santan
bagulo anau
Pulut
dan santan bergula enau
Bagalimang sabana lamak
rasonyo
Dicampur
sangat enak rasanya
Bia kini badan ‘den
jauah di rantau
Biar
sekarang badanku di rantau
Si dokok-dokok oi
kanduang takana juo
Si
dokok-dokok terkenang jua
Hei…dokok-dokok,
dokok-dokok...
Hei..dokok-dokok,dokok-dokok
(Lagu
Dokok-Dokok)
Dokok-Dokok menurut KBBI (2008:272)
adalah kue berbungkus daun pisang yang terbuat dari campuran tepung pulut,
santan, dan gula enau yang dimasak dengan mengukusnya. Kue legit ini menjadi
ingatan bagi perantau, meskipun mereka berada jauh di negeri orang. Larik Bia kini badan ‘den jauah di
rantau/ Si dokok-dokok oi kanduang takana juo mengandung imaji penglihatan dan
pencecapan. Larik ini membawa kepada ingatan terhadap wujud kue ini dan kepada
pencecapan atas kelezatannya.
Rima dan
Ritma
Rima atau pengulangan bunyi biasanya
digunakan untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi. Dengan pengulangan
bunyi, larik-larik menjadi merdu dinyanyikan. Untuk mengulang bunyi itu,
pencipta lagu juga mempertimbangkan lambang bunyi. Dengan cara ini, pemilihan
bunyi-bunyi mendukung perasaan dan suasana lagu.
Dalam lagu Palai Bada yang dikutip
berikut ini terdapat rima pada bait pertama sampai bait keempat dengan bertolak
pada pengulangan vokal /a/ yang memberikan kesan riang (efoni).
Jikok jadi Tuan ka pasa
Jika
jadi Tuan ke pasar
Tolong balikan si gulo
saka
Tolong
belikan gula aren
Jikok Tuan salero patah
Jika
Tuan patah selera
Cubo makan si palai bada
Coba
makan palai bada
Yo… palai bada
Ya…
palai bada
Lamak rasonyo… makan
baduo
Enak
rasanya… makan berdua
(Lagu
Palai Bada)
Selain itu, pada lagu Palai Bada juga
terdapat ritma yang berhubungan dengan pertentangan bunyi; tinggi/rendah,
panjang/pendek, keras/lemah, yang mengalun dengan teratur dan berulang-ulang
sehingga membentuk keindahan. Jikok jadi Tuan ka pasa/ Tolong balikan si gulo
saka adalah larik bernada sedang, diikuti oleh larik bernada rendah Jikok Tuan
salero patah/Cubo makan si palai bada, lalu dilanjutkan oleh larik bernada
tinggi yang merupakan imbauan atau iklan dalam tradisi manjajakan kue di
Minangkabau, yakni pada larik Yo… palai bada/ Lamak rasonyo…, dan diakhiri oleh
nada rendah kembali dengan larik makan baduo.
Makna
Ketika ditinjau lebih lanjut, setiap
kata, larik, bait, dan tanda yang terdapat dalam syair lagu kuliner Minangkabau
memiliki kandungan maksud yang dapat dimaknai, misalnya pada larik yang dikutip
berikut ini.
Cubolah bika si Mariana
Cobalah
bika si Mariana
Kok rasonyo ‘yo sabana
kamek
Rasanya
benar-benar lezat
Cakak abih silek takana
Perkelahian
usai, silat teringat
Usah manyasa kok ndak
mandapek
Jangan
menyesal bila tak kebagian
(Lagu Bika si Mariana)
Cakak abih
silek takana
(perkelahian usai, silat teringat) adalah ungkapan Minangkabau yang
menggambarkan penyesalan seseorang yang tidak menggunakan kesempatan dengan
baik. Ia baru menyadari kemampuannya bersilat ketika perkelahian sudah usai.
Pada syair lagu ini ungkapan tersebut digunakan untuk mengingatkan supaya
jangan menyesal nanti, segeralah mencicipi bika si Mariana sebelum kue lezat
itu habis. Penggunaan lambang silat biasanya mengacu kepada strategi
pemertahanan diri dari serangan musuh, namun pada syair lagu ini secara asosiatif
dihubungkan dengan kompetisi mendapatkan suatu kue yang banyak diminati orang.
Kok jampang... Tuan ka Gaduang
Bila...
Tuan
ke Gaduang
Di Bukittinggi... amai
jo biyai
Di
Bukittinggi... ibu dan nenek
Kok jampang... pulang ka
kampuang
Bila...
pulang ke kampung
Balilah bali... karupuak
sanjai
Belilah
beli... kerupuk sanjai
(Lagu
Karupuak Sanjai)
Bait pertama lagu Karupuak Sanjai yang dikutip di atas berisi ajakan agar membeli
kerupuk Sanjai bila pulang ke kampung (bisa saja) untuk dijadikan oleh-oleh di
tanah perantauan.
Lain lagi halnya dengan lagu Dokok-Dokok yang dikutip di bawah ini.
Lagu ini menceritakan kue bernama dokok-dokok, kue koci, dan lamang baluo
(sejenis lemper) yang merupakan kudapan kesukaan orang Minangkabau. Larik lagu
itu menyatakan bahwa setelah mencoba satu akan minta tambah menjadi dua karena
kelezatan kue-kue tersebut.
Hei … dokok-dokok
Hei…
dokok-dokok
Kue koci, baluo lamang
baluo
Kue
koci, baluo, lamang baluo
Hei … cubo ciek
Hei…
mencoba satu
Cubo ciek,‘yo duo, sanak
nak duo
Coba
satu, saudara, ingin dua
(Lagu
Dokok-Dokok)
Larik Jikok Tuan indak picayo/Bali
sabungkuih baok pulang pada lagu Palai Bada di bawah ini menyatakan bahwa Palai
Bada adalah lauk yang lezat. Kelezatan pepes ikan kecil semacam teri tersebut
dapat dibuktikan dengan membelinya sebungkus lalu membawanya pulang untuk
dimakan.
Urang Rao pai ka danau
Orang
Rao pergi ke danau
Ambiak rumpuik si
bilang-bilang
Ambil
rumput si bilang-bilang
Jikok Tuan indak picayo
Jika
Tuan tidak percaya
Bali sabungkuih baok
pulang
Beli
sebungkus bawa pulang
(Lagu
Palai Bada)
Sebait larik lagu Sala Lauak yang dikutip berikut ini mengisahkan ulah Sidi (gelar
kebangsawanan untuk laki-laki di Pariaman) yang menambah makannya sepiring lagi
karena kelezatan sala lauak yang menjadi lauk nasinya. Hal itu diungkapkan
dalam larik Kok lah tacubo sala lauak … yo lah lai/Makan batambuah ‘lah Sidi …
sapiriang lai.
Urang Cimparuah pai ka
Sintuak … yo lah lai
Naiak kureta …yo lah
lai… di Kuraitaji
Kok lah tacubo sala
lauak … yo lah lai
Makan batambuah ‘lah
Sidi … sapiriang lai
(Lagu
Sala Lauak)
Terjemahan:
Orang
Cimparuah pergi ke Sintuak
Naik
kereta di Kuraitaji
Jika
telah mencicipi sala lauak
Makan
bertambuh Sidi sepiring lagi
Sala Lauak adalah nama sejenis
kudapan berbentuk bola-bola kecil seperti onde-onde yang terbuat dari tepung
beras dicampur ikan kering (lauak tukai) dan digoreng. Sala Lauak biasa dimakan sebagai kudapan atau dapat pula dijadikan
lauk ketika makan nasi. Sala Lauak
merupakan makanan yang tercipta atas kreativitas masyarakat pinggir pantai yang
hidup dari hasil laut yang melimpah seperti masyarakat Pariaman. Cimparuah,
Sintuak, dan Kuraitaji yang terdapat dalam sampiran larik lagu berbentuk pantun
tersebut adalah nama-nama tempat di Pariaman.
Yo lamak...yo lamak...si
gulai paku
Yo
bacampua...bacampua…si buah palo
‘lah tampak calon
minantu
Sayang
saketek…saketek... indak bakarajo
(Lagu Katupek Gulai
Paku)
Terjemahan:
Ya
enak..ya enak..si gulai pakis
Ya
bercampur...si buah pala
Sudah
ada calon menantu
Sayang
sedikit...sedikit... tidak bekerja
Lagu Salak
Lauak pada kutipan di atas mengisahkan tentang ketupat yang dimakan dengan
sayur gulai pakis atau yang disebut Katupek
Gulai Paku. Gulai pakis adalah gulai dengan bahan utama sayuran pakis yang
dimasak dengan santan, cabe rawit, dan bumbu-bumbu khas masakan Padang lainnya
seperti bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, laos, serai, daun kunyit, dan
pala. Yang menjadi rasa khas dari gulai pakis adalah buah pala basah yang
mendominasi masakan berkuah tersebut.
Hal unik dari larik lagu Katupek Gulai Paku yang berbentuk pantun
di atas adalah gulai pakis yang diceritakan tidak menjadi isi seperti lazimnya
pantun, tetapi menjadi sampiran, yakni: Yo lamak...yo lamak...si gulai paku/Yo
bacampua...bacampua…si buah palo//‘lah tampak calon minantu/Sayang
saketek…saketek... indak bakarajo//.
Sampiran yang menceritakan kelezatan
gulai pakis dijadikan pengantar untuk sampai kepada isi yang mengisahkan
curahan hati seseorang yang sudah memiliki pilihan calon menantu, namun sang
calon tersebut belum memiliki pekerjaan.
Hal tersebut menunjukkan kekayaan
estetika yang dimiliki pantun, yakni bersifat luwes untuk menyampaikan sesuatu,
baik berupa sampiran maupun berupa isi yang keduanya memiliki kandungan makna
masing-masing.
Dengan kalimat lain dapat dikatakan bahwa
sampiran bukan sekedar perangkat bunyi untuk memeroleh rima, sampiran dan isi
sama-sama penting karena mengandung makna yang sama-sama penting pula.
Penutup
Lagu-lagu kuliner yang menjadi lagu pop
daerah Minangkabau telah mengalami rentang waktu yang panjang dari era 70-an
hingga tahun 2013 ini. Lagu-lagu tersebut sangat dikenali pada masanya dan
menjadi kenangan pada masa sekarang. Perannya sebagai karya sastra pemberi rasa
nikmat dan manfaat telah dijalani oleh lagu-lagu tersebut.
Pada masa lalu, piringan hitam dan pita
kaset berisi lagu-lagu kuliner tersebut sangat diminati karena telah membuat
orang-orang terhibur. Hal lain yang tidak disadari secara langsung adalah
manfaat lagu-lagu tersebut terhadap penyumbang pengembangan pariwisata di
Sumatera Barat, khususnya di bidang pariwisata kuliner. Berkat lagu-lagu
tersebut Bika, Karupuak Sanjai, Dokok-Dokok, Palai Bada, Sala Lauak, dan Katupek Gulai Paku menjadi daya tarik
pariwisata bagi daerah-daerah tertentu.
Bila orang berwisata ke Kota Padangpanjang
misalnya, orang akan menelusuri jalan raya Padangpanjang-Bukitinggi untuk dapat
menikmati kue bika. Salah satu usahawan bika di antara dapur-dapur bika yang
berjejer di sepanjang jalan yang memiliki suatu danau kecil itu memanfaatkan
nama Bika si Mariana untuk menamai tempat usahanya.
Dapur-dapur bika yang mengepulkan asap
dari tungku pembakaran dengan bahan bakar sabut kelapa merupakan pemandangan
khas di tempat itu, apalagi bila wisatawan menebarkan pandangan ke arah Gunung
Merapi dan Singgalang yang terletak persis di hadapan jejeran dapur-dapur
tersebut, pemandangan indah kedua gunung berbalut mitos itu semakin memesona.
Pada masa lalu, Kota Bukittinggi menjadi
produsen karupuak sanjai satu-satunya sehingga Sanjai yang semula hanya nama
suatu kampung kecil, berkembang menjadi ikon kota yang indah itu. Kerupuk
(keripik) Sanjai adalah irisan sangat tipis goreng singkong garing tanpa
tambahan perasa sehingga keaslian singkong sangat terasa di lidah.
Kerupuk Sanjai berbentuk pipih berukuran
kira-kira 15 Cm dan berbentuk stik berukuran 5 Cm, baik yang dilumuri cabe atau
tidak. Kerupuk Sanjai dijual di pekan-pekan di kampung, di pasar-pasar di pusat
Kota Bukittinggi, dan di rumah-rumah produksi yang merupakan industri rumah
tangga dengan pengelolaan yang sangat sederhana.
Pada masa kini, popularitas karupuak
sanjai Bukittinggi seperti “digilas” oleh kreasi dan inovasi yang dilakukan
seorang perempuan usahawan keturunan Cina di Kota Padang yang memberi nama
merek dagangnya Keripik Balado Christine Hakim. Kim sang usahawan mengolah
karupuak sanjai menjadi keripik balado (dilumuri cabe) dengan menambahkan rasa
manis sehingga makanan tersebut berterima di lidah suku bangsa lain.
Kim berhasil mengubah makanan tersebut
menjadi bergengsi dalam kemasan modernitas sekaligus mempopulerkan nama baru,
keripik balado sehingga bila orang ke Padang, maka Keripik Balado Christine
Hakim adalah tentengan wajib ketika meninggalkan kota tersebut.
Dokok-dokok, lamang baluo, kacang tojin,
dan kue koci adalah di antara beberapa kudapan yang biasanya dijajakan di
terminal, stasiun kereta api, atau di tempat-tempat keramaian lainnya. Terutama
di Pariaman dan sekitarnya, menjajakan kue merupakan bagian dari kehidupan
masyarakat tradisional yang tetap berlanjut hingga sekarang, namun menjajakan
lagu dengan melagukannya sudah sangat jarang ditemui saat ini. Saat ini,
kue-kue semacam itu pun berada di toko-toko oleh-oleh yang dibuat oleh tenaga
terampil dengan fasilitas memasak dan mengemas secara modern.
Palai
Bada, Sala Lauak,
dan Katupek Gulai Paku saat ini
adalah kuliner Pariaman yang senantiasa dicari oleh wisatawan ke daerah itu.
Meskipun menjadi ikon kuliner Pariaman, namun makanan tersebut mudah ditemukan
di kota-kota lain di dalam bahkan di luar Provinsi Sumatera Barat dengan ciri
khas tetap mengembel-embeli makanan tersebut dengan daerah asalnya. Ketiga
jenis makanan tersebut di Jakarta misalnya dapat ditemukan di pasar Benhil atau
Pasar Senen.
Demikianlah, lagu-lagu pop daerah
Minangkabau telah turut berperan sebagai penyumbang pengembangan kepariwisata
Indonesia.
Industri pariwisata berbasis lagu-lagu
pop Minangkabau turut berperan dalam meningkatkan daya saing bangsa di antara
bangsa-bangsa lain di dunia karena kuliner yang disebarluaskan melalui lagu dan
disediakan di tempat-tempat tertentu dapat menjadi ikon bagi daerah tersebut.
Pada akhirnya, ikon tersebut menjadi daya tarik yang ampuh untuk mendatangkan
wisatawan ke Indonesia.
Kutipan
Syair Lagu Kuliner Minangkabau
BIKA SI MARIANA
Pencipta
: Nuskan Syarif Penyanyi : Nuskan Syarif dan Lily Syarif
Mudiak
kureta dari Padang (Datang kereta dari Padang)
Baranti
tantang Kotobaru (Berhenti di Kotobaru)
Jikok
dagang kok lai ka pulang (Jika perantau ingin pulang)
Bika
panggang bali daulu (Bika panggang beli dahulu)
Cubolah
bika si Mariana (Cobalah bika si Mariana)
Kok
rasonyo ‘yo sabana kamek (Rasanya benar-benar lezat)
Cakak
abih silek takana (Perkelahian usai, silat teringat)
Usah
manyasa kok ndak mandapek (Jangan menyesal tak kebagian)
Jikok
dicubo … batambuah juo … (Jika dicicip…semakin menambah)
Lamak
rasonyo dimakan baduo (Enak rasanya dimakan berdua)
Bika
ei bika … Bika ei bika… (Balilah bika … Belilah bika…)
Lamak
bikanyo si Mariana (Enak bikanya si Mariana)
Indak
dibali takana-kana (Jika tidak dibeli, selalu teringat)
KARUPUAK SANJAI
Pencipta
: Ujang Virgo Penyanyi : Elly Kasim dan Juni Amir
Kok
jampang... Tuan ka Gaduang (Bila... Tuan ke Gaduang)
Di
Bukittinggi... amai jo biyai (Di Bukittinggi... ibu dan nenek)
Kok
jampang... pulang ka kampuang (Bila... pulang ke kampung)
Balilah
bali... karupuak sanjai (Belilah beli... kerupuk sanjai)
Ikok
manjua si jando mudo (Jika yang menjual si janda muda)
Dari
jauah ‘nyo ‘lah manyapo (Dari jauh ia telah menyapa)
Sambia
galak jo kijok mato (Sambil senyum dan kedip mata)
Ondeh
Mak... ondeh Mande... (Aduh Mak... aduh Ibu...)
Sanjai
karupuak (Sanjai Sanjai kerupuk Sanjai)
Pakiriman
uda denai (Kiriman uda (abang) hamba)
Dari
pakan tangah balai (Dari pekan tengah balai)
Yo
badaruak... darai-badarai (Ya garing... derai-berderai)
DOKOK-DOKOK
Pencipta
: Nuskan Syarief Penyanyi : Ernie Djohan
Hei
… dokok-dokok (Hei… dokok-dokok)
Kue
koci, baluo lamang baluo (Kue koci, baluo, lamang baluo)
Hei
… cubo ciek (Hei… mencoba satu)
Cubo
ciek,‘yo duo, sanak nak duo (Coba satu, saudara, ingin dua)
Hei
… dokok-dokok (Hei … dokok-dokok)
Kacang
tojin ‘jo gulo kacang bagulo (Kacang tojin dan kacang bergula)
Bali
sabungkuih (Beli sebungkus)
Yo
sabungkuih, baduo kanyang baduo (Ya sebungkus kenyang berdua)
Bareh
puluik jo santan bagulo anau (Pulut dan santan bergula enau)
Bagalimang
sabana lamak rasonyo (Dicampur sangat enak rasanya)
Bia
kini badan ‘den jauah di rantau (Biar sekarang badanku di rantau)
Si
dokok-dokok oi kanduang takana juo (Si dokok-dokok terkenang jua)
Hei…dokok-dokok,
dokok-dokok... (Hei..dokok-dokok,dokok-dokok)
PALAI BADA
Pencipta
: M. Gaus Penyanyi : Elly Kasim
Jikok
jadi Tuan ka pasa (Jika jadi Tuan ke pasar)
Tolong
balikan si gulo saka (Tolong belikan si gula aren)
Jikok
Tuan salero patah (Jika Tuan patah selera)
Cubo
makan si palai bada (Coba makan si palai bada)
Yo…
palai bada (Ya… palai bada)
Lamak
rasonyo… makan baduo (Enak rasanya… makan berdua)
Urang
Rao pai ka danau (Orang Rao pergi ke danau)
Ambiak
rumpuik si bilang-bilang (Ambil rumput si bilang-bilang)
Jikok
Tuan indak picayo (Jika Tuan tidak percaya)
Bali
sabungkuih baok pulang (Beli sebungkus bawa pulang)
Yo…
palai bada (Ya… palai bada)
Lamak
rasonyo… makan baduo (Enak rasanya… makan berdua)
SALA LAUAK
Pencipta
: Zulkhaidir Penyanyi : Elly Kasim
Sasak
bana pasa ‘rang Tarusan (Ramai sekali pasar Tarusan …)
yo
lah lai Karuang jo sumpik …(yo lah lai… Karung dan sumpit)
di
tangah balai tengah balai
Lamaklah
bana sala ‘rang Piaman (Enak sekali sala orang Pariaman)
…
yo lah lai
Badaun
kunik …yo lah lai… (Berdaun kunyit balauak tukai ber-ikan tukai (kering) Sala…
lauak… (Sala… ikan)
Sala…
lauak… (Sala… ikan)
Urang
Cimparuah pai ka Sintuak (Orang Cimparuah pergi ke Sintuak)
…
yo lah lai Naiak kureta …yo lah lai… (Naik kereta di Kuraitaji)
Kok
lah tacubo sala lauak (Jika telah mencicipi sala lauak …)
yo
lah lai makan batambuah ‘lah Sidi (Makan bertambuh Sidi …)
sapiriang
lai sepiring lagi Sala… lauak (Sala… ikan Sala… lauak (Sala… ikan)
Jikok
tasasak jan lah baoto (Jika terburu-buru jangan naik mobil … )
yo
lah lai
Jikok
baoto …yo lah lai… (Jika bermobil jalannyo buruak jalannya buruk)
Jikok
taragak yo nak basuo (Jika rindu ingin bertemu …)
yo
lah lai Mmakanlah sala …yo lah lai… (Makanlah sala si lauak)
busuak
si ikan busuk (Busuk ikan busuk)
GULAI PAKU
Pencipta
: Ujang Virgo Penyanyi : Elly Kasim
Yo
lamak...yo lamak...si gulai paku (Ya enak..ya enak..si gulai pakis)
Yo
bacampua...bacampua…si buah palo (Ya bercampur...si buah pala)
‘lah
tampak calon minantu (Sudah ada calon menantu)
Sayang
saketek…saketek... (Sayang sedikit...sedikit...)
indak
bakarajo tidak bekerja (Jikok makan… yo makan… Jika makan …ya makan…) jo gulai
paku gulai pakis
Taraso
padeh… yo padeh… (Terasa pedas …)
balado
padi pakai rawit
Dek
anak lai katuju (Anak menyukainya)
Sayang
sakatek… saketek… (Sayang sedikit …sedikit…)
indak
bapiti (tidak berduit)
Gulai
paku indak abih (Gulai pakis tidak habis)
makan
sahari (dimakan sehari)
Cubo
angek-an …yo sero… (Coba hangatkan …enak…)
manjadi
randang (menjadi rendang)
Cari
minantu nan pandai (Cari menantu yang pintar)
mancari
pitih (mencari duit)
Nan
tau …yo tau… (Yang mengerti…) ya mengerti
jo
adaik Minang (dengan adat Minang)
Kok
takicok si gulai paku (Jika mencicipi si gulai paku)
Rancah
jo udang nan lamak bana (Dicampur udang enak sekali)
Sayang
anak… sayang minantu (Sayang anak… sayang menantu)
Sayang
ka cucu labiah bana (Sayang pada cucu berlebihan)
Daftar Pustaka
Aminuddin. 1995. Stilistika, Pengantar Memahami Bahasa
dalam Karya Sastra. Semarang: IKIP Semarang Press.
Endraswara, Suwardi. 2004. Metodologi Penelitian
Sastra:Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Edisi Keempat.
2008. Jakarta: Pusat Bahasa-Gramedia Pustaka Utama.
Pradopo, Rachmat Djoko dkk. 2001. Metode Penelitian
Sastra. Yogyakarta: PT Hanindita Graha Widya.
Waluyo, Herman. J. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi.
Jakarta: Erlangga.
Welek, Reene dan Austin Warren. 2000. Teori
Kesusasteraan. Diterjemahkan Melani Budianta. Jakarta: Gramedia
http://PadangKini.com/24/03/2011/Sejarah Industri Lagu
Minang//
http://niadilova.blogdetik.com/2009/03/15/Sejarah Pop
Minang Periode Awal//
http://Tempo.interaktif. padang/24/04/2012/Geliat
Rekaman Pop Minang//
Tulisan ini disampaikan dalam
Kongres Bahasa Indonesia X di Hotel Grand Sahid Jaya, 28—31 Oktober 2013 yang
digelar Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, Jakarta 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar