Senin, 09 Februari 2015

HARI PERS NASIONAL: Pers Masih Banyak yang Jadi Penjilat

mantagibaru.com—Kehidupan pers di Tanah Air, tak seperti yang dibayangkan sebagai kontrol sosial yang mampu mengkritisi hal-hal yang timpang. Kehidupan pers, terutama di daerah, tak bisa lepas dari ketiak pemerintah daerah. Ini menjadi masalah besar sebenarnya. Kondisi pers di Sumatera Barat, tak lepas dari hal demikian.     

Wartawan Senior Hasril Chaniago mengatakan, hari ini pers di Sumbar tengah berlarut-larut dalam menjalankan roda bisnis diban­ding mengedepankan idealisme dalam menjalankan fungsinya, terutama fungsi kontrol sosial.
Kenyataan tersebut bukan tanpa sebab, jika dirunut satu per satu, segala macam kelambanan pembangunan di Sumbar pasca kemerdekaan menjadi alasan mengapa fungsi itu menjadi terbagi.
Memang kita tidak menutup mata, kelangsungan hidup pers tidak bisa bergantung pada produksi beritanya saja. Namun, peranan iklan sangat besar sehingga tidak bisa dikesampingkan, apalagi pada media cetak. Apalagi jika dibandingkan dengan negara maju, memang minat baca di negara berkembang seperti Indonesia jauh lebih rendah. Hal itu berimbas pula pada jumlah penjualan koran yang lemah, terutama di daerah-daerah, sehingga iklan pada media cetak sangat dibutuhkan.
Hasril melanjutkan, lemahnya ekonomi yang menjadi sahabat karib di negara berkembang selalu men­jadi alasan mengapa oplah koran di Sumbar ikut lemah. Dari oplah lemah berimbas pada keprihatinan kehidupan wartawan dari segi ekonomi, sehingga mau tidak mau dan suka tidak suka sebagian wartawan harus memutar otak mencari jalan lain untuk memenuhi kebutuhan.
Bicara kesejahteraan insan pers, Hasril menilai semuanya bisa diraih asalkan profesionalisme serta mutu wartawan dan karyawan marketing bisa ditingkatkan. Meskipun bukan pekerjaan gampang, tapi Hasril yakin suatu saat pers Sumbar akan sampai pada tahapan tersebut.
“Khusus untuk media cetak, bahkan saat ini kehadiran media elektronik dan media online kadang menjadi tantangan tersendiri, bahkan ancaman. Bagi media cetak yang cepat tanggap, mereka bisa menggabungkan ketiganya dalam satu wadah. Bagi yang tidak bisa, tentu akan sangat terancam,” katanya lagi.
Perihal peran pers Sumbar dalam pembangunan, Pemimpin Redaksi (Pimred) Singgalang Khairul Jasmi ikut angkat bicara, ia menilai pers Sumbar saat ini kerap bergantung pada aktivitas angkek talua (bisnis, red). Sehingga sejalan dengan pemikiran Hasril Chaniago, KJ—sapaan akrab Khairul Jasmi— menilai wartawan kerap terlena dan mengabaikan tugas utama jurnalistik untuk mendorong pembangunan.
“Memang bisnis dalam pers tidak bisa dielakkan,namun sepenting apapun itu, sosial kontrol, penyebaran informasi dan pendidikan tetap harus diutamakan. Mungkin cara yang paling masuk akal dengan menyediakan space (ruang) khusus untuk itu, seperti advertorial, pariwara atau halaman kontrak. Dan semestinya, hurufnya dibedakan,” terang Khairul.

Masih terkait peran pers dalam pembangunan, Khairul juga mengkritisi para wartawan, terutama redaktur politik dan wartawan yang biasa nongkrong di gubernuran dan di kantor parlemen Sumbar. Menurutnya wartawan harus membaca dengan seksama rencana-rencana pembangunan Sumbar, sehingga tahu mana yang mesti dikiritisi dan mana pula yang harus dilakukan tindakan indept reporting (laporan mendalam).
“Pembangunan Sumbar itu bu­kan sekadar fisik saja. Halaman ekonomi dan berita mendalam soal ekonomi di semua surat kabar di Sumbar masih kurang serius diker­jakan, kadang terlalu banyak berita promosi produk. Selain itu sisi pembangunan adat dan agama juga masih kurang disentuh dengan serius,” ucapnya lagi.
Khairul juga menerangkan, sekurang-kurangnya ada empat pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan secepatnya. Pertama, memantapkan peran pers sebagai pedoman dalam melahirkan pemikiran, karena pers ibarat agen bus di terminal, tahu bus masuk dan keluar, tahu tipe penumpang, tipe sopir, tipe pedagang kaki lima dan tipe semua petugas di sana. Untuk itu pers juga harus menjadi tempat bertanya, bukan sekadar melempar isu.
Pekerjaan rumah kedua, bagai­manapun pers harus menjaga ideologi jurnalistik. Sebagaimana diketahui, institusi pers terdiri dari pemilik, pemasang iklan dan ideologi. Semuanya harus saling mengerti posisi satu sama lain. Perusahaan perlu bekerja secara profesional sehingga idealisme wartawan bisa tagak tali karena wartawan merasa cukup ke­butuhan dan bisa menjaga ideologi jurnalistik.
“Itu beban berat kita sebagai wartawan, tapi bagaimanapun itu harus dilakukan demi martabat kewartawanan,” tegas Khirul lagi.
Sedangkan dua pekerjaan rumah lainnya adalah masalah kesejahteraan dan peningkatan penjualan. Menarik kepercayaan konsumen membeli koran dan memasang iklan tentu dengan cara mengedepankan akurasi dan kepercayaan dalam pemberitaan.
Hari Pers Nasional (HPN) yang jatuh pada 9 Februari, dan peringatannya tahun ini diselenggarakan pada 6-10 Februari 2015 di Tanjung­pinang dan Batam dengan tema Pers Sehat, Bangsa Hebat juga ditanggapi oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Wilayah Sumbar Prof. Dr. H. Syamsul Bahri dengan turut mengungkapkan sukacita sembari menitip pesan.
“Kehadiran pers di Sumbar tentu sangat berpengaruh dalam pem­bangunan. Fungsinya sebagai media penyalur informasi sangat dibu­tuhkan. Apalagi media cetak, yang tentu memiliki kompetensi tersendiri di antara media lainnya,” ucap Syamsul.
Ia juga berharap pers di Sumbar tetap konsisten menjadi bagian dari media pendidikan, baik pendidikan agama, politik, ekonomi dan lain sebagainya. “Selain itu, peran pers sebagai media perdamaian juga sangat diandalkan oleh masyarakat yang kadang berpotensi terpecah belah. Tentu kita sangat berharap pers di Sumbar bisa menjalankan fungsinya demi kemajuan Sumbar,” tutup Syamsul.
Sumber Harian Haluan  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...