OLEH Achmad
Zulfikar
Program Studi Ilmu Hubungan
Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Bahasa Indonesia kini telah menjadi
bahasa potensial untuk dipelajari oleh masyarakat Internasional dikarenakan
kemajuan yang ditunjukkan Indonesia di segala sektor, utamanya bidang ekonomi.
Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia juga menjadi pasar yang strategis. Bahkan
di tahun 2015, Indonesia telah memasuki era Komunitas ASEAN, dimana
negara-negara di kawasan Asia Tenggara akan berintegrasi menjadi masyarakat
ASEAN.
Makalah ini merupakan hasil telaah dari aspek politik, dan bahasa yang
merupakan gagasan untuk merealisasikan bahasa Indonesia sebagai embrio bahasa
ASEAN. Metode yang digunakan yakni kajian teoretik dari perspektif hubungan
internasional. Kesimpulan dari makalah ini menitikberatkan pada peluang,
tantangan, dan rekomendasi.
Indonesia memiliki peluang secara kekuatan
nasional, dan itikad politik dari pemerintah, namun demikian Indonesia juga
menghadapi tantangan yakni rivalitas dengan Malaysia yang juga ingin merebut
peluang Indonesia, serta kurangnya penanganan teknis terkait wacana yang ingin
direalisasikan. Sedangkan rekomendasi yang diusulkan oleh penulis yakni
mendorong pakar bahasa, Badan Bahasa, dan Kemlu RI untuk mengambil perannya
masing-masing untuk bersama-sama menyukseskan wacana ini.
Kata Kunci: Bahasa Indonesia, Bahasa
ASEAN, Komunitas ASEAN
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang sangat
potensial. Geopolitik Indonesia yang strategis, ditambah lagi dengan sumber
daya alam dan sumber daya manusia yang berlimpah menjadikan Indonesia sebagai
pasar strategis untuk dikelola. Hal ini tentunya berimbas pada alat komunikasi
yang digunakan sehari-hari yakni bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa ini di
masa kini tidak hanya dipelajari oleh orang Indonesia, namun juga oleh orang
asing yang tertarik dengan potensi yang dimiliki Indonesia.
Di skop yang lebih kecil yakni kawasan
Asia Tenggara, Indonesia juga termasuk negara anggota yang mempunyai banyak
potensi. Arus perdagangan dan investasi di kawasan ASEAN berdatangan dari
negara-negara maju. Menjelang era Komunitas ASEAN 2015, dimana negara-negara di
kawasan Asia Tenggara akan berbaur menjadi masyarakat ASEAN. Tentunya
dibutuhkan prasyarat yang perlu dipersiapkan sebelum melakukan integrasi salah
satunya dari aspek kebahasaan. Bahasa sebagai alat komunikasi memegang peranan
penting dalam proses integrasi. Melalui bahasa, seseorang dapat mengerti maksud
dan tujuan yang ingin dibicarakan. Hal ini dapat mengurangi kesalahan dalam
berkomunikasi, serta mempererat rasa kepemilikan satu sama lain.
Pertanyaan yang terlintas di benak para
akademisi yang merupakan pemerhati bahasa: apakah pemerintah dan pemangku
kepentingan terkait menempatkan urgensi perumusan bahasa ASEAN sebagai
prioritas? Tentunya pertanyaan ini tidak bisa hanya sekedar di jawab tanpa
melakukan telaah lebih lanjut terhadap upaya pengguliran wacana bahasa ASEAN di
berbagai forum publik.
Lebih lanjut dalam makalah ini akan
dibahas peluang dan tantangan bahasa Indonesia sebagai embrio bahasa ASEAN
menuju Komunitas ASEAN 2015. Kajian ini sangat menarik mengingat Indonesia
memiliki kekuatan dan potensi yang luar biasa jika dilihat dari sudut pandang
kajian Hubungan Internasional. Kemudian dari aspek politik bahasa, Indonesia
memiliki latar belakang historis terhadap bahasa Indonesia yang merupakan
bahasa persatuan yang tentunya dapat memberikan inspirasi agar menjadi momentum
awal bagi persatuan Komunitas ASEAN 2015.
Rumusan Masalah: Bagaimana peluang dan
tantangan bahasa Indonesia agar menjadi embrio bahasa ASEAN dalam menyongsong
Komunitas ASEAN 2015.
Kekuatan
Diplomasi Kebahasaan Indonesia
Diplomasi kebahasaan dalam kajian
Hubungan Internasional termasuk dalam kategori diplomasi kebudayaan. Secara
makro, diplomasi kebudayaan adalah usaha-usaha suatu negara dalam upaya memperjuangkan
kepentingan nasionalnya melalui dimensi kebudayaan dalam percaturan masyarakat
internasional termasuk di dalamnya adalah bidang-bidang sosial, ekonomi, maupun
kebahasaan. (Tulus dan Wahyuni, 2007:19)
Kekuatan diplomasi suatu bangsa di kancah
internasional banyak ditentukan oleh kekuatan nasional bangsa tersebut.
Kekuatan nasional menurut Morghenthau (2010:125) sebagaimana merujuk pada
pengertian dasar kekuatan (power) merupakan kekuatan negara atas
pemikiran dan tindakan negara lainnya, fenomena atau gejala yang dapat
ditentukan manakala negara satu sama lain hidup dalam hubungan atau pergaulan
sosial.
Dalam mengukur kekuatan nasional suatu
bangsa, maka perlu diketahui komponen atau unsur kekuatan nasional yang
menopangnya. Morghentau (2010:135-180) memberikan 9 unsur kekuatan nasional
sebagai berikut: (1) geografi, (2) sumber daya alam, (3) kemampuan industri,
(4) kesiagaan militer, (5) penduduk, (6) karakter nasional, (7) moral nasional,
(8) kualitas diplomasi, dan (9) kualitas pemerintah.
Dalam konteks keindonesiaan maka 9
unsur tersebut dapat dipaparkan secara singkat sebagai berikut: Pertama,
unsur geografi. Indonesia merupakan negara kepulauan di Asia Tenggara yang
memiliki 13.487 pulau besar dan kecil yang terhampar di khatulistiwa. Posisi
Indonesia yang terletak pada koordinat 6°LU - 11°08'LS dan dari 95°'BT -
141°45'BT, serta diapit oleh dua samudra, yakni Samudra Hindia dan Samudra
Pasifik. Didukung juga dengan luas daratan 1.922.570 km² dan luas perairan
3.257.483 km².
Kedua, sumber daya alam.
Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya sumber daya alam. Menurut World Bank
(1994) sumber daya alam Indonesia meliputi minyak bumi, timah, gas alam, nikel,
kayu, bauksit, tanah subur, batu bara, emas, dan perak dengan pembagian lahan
terdiri dari tanah pertanian sebesar 10%, perkebunan sebesar 7%, padang rumput
sebesar 7%, hutan dan daerah berhutan sebesar 62%, dan lainnya sebesar 14%
dengan lahan irigasi seluas 45.970 km.
Ketiga,
kemampuan industri. Perkembangan industri di Indonesia tidak signifikan
berpengaruh terhadap kekuatan nasional, karena ekspansi industri asing yang
masuk ke Indonesia lebih dominan dibandingkan pembangunan industri dalam
negeri.
Keempat,
kesiagaan militer. Ketiga faktor yang telah disebutkan sebelumnya menunjang
unsur keempat ini. Kesiagaan militer ditunjang oleh pranata militer yang mampu
mendukung politik luar negeri yang ditempuh. Kemampuan ini didasari pada
inovasi, teknologi, kepemimpinan, dan kuantitas maupun kualitas angkatan
bersenjata. Indonesia dalam hal ini terus berbenah, karena militer Indonesia
dari Angkatan Darat, Laut, dan Udara sudah mulai berekspansi dalam misi-misi
perdamaian yang difasilitasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Kelima,
penduduk. Berdasarkan pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk
Indonesia adalah sebesar 237.556.363 orang, yang terdiri dari 119.507.580
laki-laki dan 118.048.783 perempuan. Distribusi penduduk Indonesia masih
terkonsentrasi di Pulau Jawa yaitu sebesar 58 persen, yang diikuti oleh Pulau
Sumatera sebesar 21 persen. Selanjutnya untuk pulau-pulau/kelompok kepulauan
lain berturut-turut adalah sebagai berikut: Sulawesi sebesar 7 persen;
Kalimantan sebesar 6 persen; Bali dan Nusa Tenggara sebesar 6 persen; dan
Maluku dan Papua sebesar 3 persen. (Badan Pusat Statistik: 2010)
Keenam,
karakter nasional. Indonesia memiliki karakter nasional Pancasila dengan
semboyannya Bhinneka Tunggal Ika (unity in diversity), disertai dengan
kebijakan luar negeri bebas-aktif. Maka kebijakan yang dirumuskan akan mengacu
pada karakter nasional yang dimiliki.
Ketujuh,
moral nasional. Poin ini dapat dipahami sebagai kebulatan tekad suatu bangsa
untuk mendukung politik luar negeri pemerintahnya dalam waktu damai dan perang.
Di Indonesia poin ini sangat terkait dengan rasa nasionalisme dan patriotisme
rakyat Indonesia, yakni rasa cinta tanah air yang kemudian mendasari bagi
keterlibatan dalam upaya bela negara.
Kedelapan,
kualitas diplomasi. Poin ini sangat penting karena merujuk pada upaya
maksimalisasi unsur kekuatan nasional yang lain sehingga dapat mengatasi
permasalahan internasional yang berkaitan langsung dengan kepentingan negara.
Dalam hal ini, Indonesia memiliki visi diplomasi ‘membuat seribu kawan tanpa
ada satu musuh’. Hal ini menunjukkan upaya Indonesia untuk menjalin kerjasama
dan kemitraan dengan mengedepankan sikap keterbukaan.
Kesembilan,
kualitas pemerintah. Pemerintah memegang peran sentral dalam pembentukan
kebijakan luar negeri. Pada poin terakhir ini ditekankan bahwa pemerintah yang
baik berarti tiga hal: di satu pihak perimbangan antara sumber daya material
dan manusia yang turut membentuk kekuatan nasional, di pihak lain, politik luar
negeri yang akan ditempuh, dan dukungan rakyat untuk politik luar negeri yang
akan ditempuh. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia harus mampu menjalankan
perannya secara strategis dan efektif.
Dari pemaparan di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa dalam rangka menjalankan diplomasi kebahasaan secara intensif
dan efektif, pada dasarnya Indonesia sudah ditunjang oleh 9 unsur kekuatan
nasional yang dimiliki dan turut menentukan kekuatan diplomasi Indonesia.
Berdasarkan kekuatan yang dimiliki maka Indonesia dapat memaksimalkan
potensinya dalam rangka menyukseskan tujuan yang ingin dicapai.
Bahasa
sebagai Alat Pemersatu Menuju Komunitas ASEAN 2015
Dalam konteks keindonesiaan, bahasa
Indonesia memiliki kedudukan yang sangat vital salah satunya sebagai bahasa
persatuan, atau bahasa nasional. Kedudukan ini dimiliki oleh bahasa Indonesia
sejak dicetuskannya sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 dan dihadapkan
dengan kenyataan bahwa bahasa Melayu yang mendasari bahasa Indonesia itu, telah
dipakai sebagai lingua franca selama berabad-abad sebelumnya di seluruh
kawasan Indonesia. (Alwi dan Sugono, 2011b:5)
Perlu disadari juga bahwa pada
peristiwa sumpah pemuda 1928 bahasa Indonesia telah mengukuhkan kehadirannya
sebagai bahasa yang demokratis, yang tidak mencerminkan status stratifikasi
sosial pemakainya. Oleh karena itu bahasa Indonesia dapat diterima dan dengan
mudah dipelajari oleh generasi muda bangsa dari seluruh kelompok etnik yang
juga memiliki bahasa daerah yang beranekaragam.
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa
nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebangaan nasional,
(2) lambang identitas nasional, (3) alat pemersatu berbagai kelompok etnik yang
berbeda latar belakang sosial budaya dan bahasanya, dan (4) alat perhubungan
antarbudaya serta antardaerah.
Selain berkedudukan sebagai bahasa
nasional, bahasa Indonesia juga berkedudukan sebagai bahasa negara, sesuai
dengan ketentuan yang tertera di dalam Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal
36: Bahasa negara ialah bahasa Indonesia.
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa
negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) bahasa resmi kenegaraan, (2)
bahasa pengantar resmi di lembaga pendidikan, (3) bahasa resmi di dalam
perhubungan dalam tingkat nasional, (4) bahasa resmi untuk pengembangan
kebudayaan nasional, (5) sarana pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern, (6) bahasa media massa, (7) pendukung sastra Indonesia, dan (8)
pemerkaya bahasa dan sastra daerah. (Alwi dan Sugono, 2011b:5)
Seringkali bahasa Indonesia hanya
dipandang sebagai alat komunikasi, namun perlu kita sadari potensi yang
strategis bahasa Indonesia untuk melakukan ekspansi ke ranah yang lebih luas
dengan melakukan diplomasi kebahasaan, salah satunya menjadikan bahasa
Indonesia sebagai embrio bagi perumusan bahasa ASEAN.
Menjelang integrasi Komunitas ASEAN
2015 seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) mulai berbenah diri dan
mempersiapkan berbagai macam strategi guna menghadapi momentum ini. Perlu
diketahui bahwa saat ini seluruh negara anggota ASEAN yang terdiri atas Brunei
Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura,
Thailand, dan Viet Nam telah mempersiapkan sektor-sektor potensil negaranya
agar mampu bersaing dan unggul dari negara anggota lainnya.
Seyogyanya para ahli kebahasaan turut
berkontribusi dalam menyongsong Komunitas ASEAN, salah satu upaya yang dapat
dilakukan dengan merumuskan bahasa ASEAN. Saat ini bahasa yang digunakan
sebagai bahasa pergaulan dalam forum pertemuan ASEAN masih menggunakan bahasa
Inggris sebagai bahasa pengantar, padahal beberapa negara anggota ASEAN
memiliki kesamaan bahasa yakni bahasa Melayu yang merupakan asal mula bahasa
Indonesia.
Mengacu pada kedudukan bahasa Indonesia
sebagai bahasa persatuan melalui momentum integrasi komunitas ASEAN 2015,
Indonesia harus tampil di depan sebagai pionir bagi perumusan bahasa ASEAN,
salah satu usulan konkrit yakni menjadikan bahasa Indonesia sebagai embrio bagi
bahasa ASEAN. Diharapkan dengan hadirnya bahasa ASEAN dapat menjadi alat
pemersatu bagi Komunitas ASEAN sebagaimana keberadaan bahasa Indonesia saat
peristiwa sumpah pemuda 1928.
Peluang
dan Tantangan Bahasa Indonesia sebagai Embrio Bahasa ASEAN
Indonesia pada dasarnya memiliki
kekuatan untuk melakukan diplomasi kebahasaan, didukung 9 unsur kekuatan
nasional yang beberapa diantaranya merupakan keunggulan Indonesia. Di tambah
lagi dengan pengalaman Indonesia dalam menjadikan bahasa sebagai alat pemersatu
digambarkan dalam peristiwa sumpah pemuda 1928. Melalui pembahasan ini akan
dikaji lebih lanjut terkait peluang dan tantangan yang dihadapi Indonesia untuk
menjadikan bahasa Indonesia sebagai embrio bahasa ASEAN.
Itikad politik (political will)
merupakan salah satu penentu bagi keberhasilan Indonesia merebut peluang tersebut.
Keketuaan Indonesia di ASEAN tahun 2011 merupakan momentum awal bagi pewacaan
bahasa Indonesia sebagai bahasa ASEAN. Pada masa tersebut telah banyak wacana
yang bergulir dari berbagai pihak terkait dukungannya terhadap upaya ini.
Forum "Roundtable Conference
Indonesia-Malaysia" merekomendasikan penggunaan Bahasa
Indonesia-Malaysia sebagai bahasa resmi di lingkungan Perhimpunan Bangsa di
Asia Tenggara (ASEAN).
Hal tersebut disampaikan oleh Mantan
Dubes Indonesia untuk Kamboja, Nazaruddin Nasution pada 28 Juli 2011. Ia
menambahkan bahwa pihak-pihak terkait dalam forum ini akan menyampaikan
rekomendasi tersebut dan berharap para kepala negara dan kepala pemerintahan
anggota ASEAN dapat menyetujuinya dalam konferensi tingkat tinggi mereka nanti.
(Republika Online, 2011)
Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso
dalam pertemuan parlemen negara-negara ASEAN pada 23 September 2011 menyatakan
bahwa delegasi RI dengan penuh pendirian mengusulkan Bahasa Indonesia bisa
digunakan sebagai bahasa resmi ASEAN. Ia juga menambahkan bahwa bahasa
Indonesia digunakan oleh banyak orang yang merupakan penduduk di negara ASEAN,
seperti Malaysia yang menggunakan bahasa Melayu (akar bahasa Indonesia). Namun
demikian yang berkeberatan yakni Filipina yang hanya 5 persen penduduknya berbahasa
Indonesia di wilayah Moro dan sekitarnya. (VIVAnews, 2011)
Pewacanaan bahasa Indonesia sebagai
bahasa ASEAN pada KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) ASEAN ke-18 dan 19 pada 4-8
Mei 2011 di Jakarta dan 17-19 November 2011 di Bali rupanya tidak masuk ke
dalam prioritas pembahasan. Indikasinya karena tidak ada keputusan yang
menyinggung hal ini.
Namun demikian, pada konferensi pers
pada KTT ASEAN ke-18 di Jakarta Presiden SBY dengan bangga menggunakan bahasa
Indonesia, termasuk saat menjawab pertanyaan dari wartawan asing. (detikNews,
2011) Penggambaran ini patut dilihat sebagai salah satu itikad politik presiden
untuk mempromosikan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang dapat digunakan pada
forum pertemuan ASEAN.
Sedangkan tantangan yang dihadapi yakni
rivalitas antara Indonesia dan Malaysia dalam memperebutkan pengaruh terhadap
bahasa ASEAN. Menteri Penerangan, Komunikasi, dan Budaya Malaysia, Rais Yatim
saat melakukan kunjungan ke Sumatera Barat mengusulkan agar bahasa Melayu
digunakan sebagai bahasa resmi di kawasan Asia Tenggara. Ia mendasarinya pada
penelitian yang dilakukan di Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapura, dan
selatan Thailand yang menggunakan Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia sebagai
percakapan sehari-hari. (VIVAnews, 2011b)
Selain itu, tantangan juga datang dari
negara yang bukan penutur bahasa Melayu maupun bahasa Indonesia seperti
Filipina, Kamboja, Thailand, Laos, dan Myanmar. Negara yang menyatakan
keberatan secara langsung barulah Filipina. Hal yang perlu diperhatikan adalah
prinsip-prinsip pada Piagam ASEAN. Salah satunya yakni, "menghormati
prinsip-prinsip teritorial, kedaulatan integritas, tidak interverensi dan
identitas nasional anggota ASEAN".
Dikarenakan bahasa merupakan identitas
nasional bagi suatu bangsa, termasuk Indonesia, dan negara anggota ASEAN
lainnya. Maka cara-cara yang digunakan untuk mendorong agar disepakatinya
bahasa ASEAN haruslah menggunakan pendekatan yang lunak agar negara anggota
ASEAN selain penutur bahasa Melayu maupun bahasa Indonesia mendapatkan pengertian
yang memadai.
Tantangan berikutnya yakni tidak
masuknya bahasa ASEAN sebagai prioritas dalam KTT ASEAN. Penulis
mengindikasikan alasan tidak masuknya bahasa ASEAN dalam pembahasan di KTT
ASEAN karena kurangnya pembahasan sebelum pelaksanaan KTT di antara pemangku
kepentingan di bidang kebahasaan. Pembahasan yang menyeluruh (holistik) oleh
para ahli yang berkompeten di bidangnya sangat diperlukan untuk menetapkan
teknis-teknis pelaksanaan, sebelum dilakukan pengesahan melalui forum KTT.
Penutup
Kesimpulan
Bahasa Indonesia memiliki peluang yang
besar untuk menjadi embrio bahasa ASEAN dalam rangka menyongsong Komunitas
ASEAN 2015. Hal ini didasarkan pada kekuatan nasional Indonesia yang cukup
memadai di kawasan Asia Tenggara, utamanya unsur sumber daya alam (SDA) dan
penduduk (SDM) yang berlimpah. Kekuatan nasional ini akan menjadi modal
Indonesia untuk menjalankan diplomasi kebahasaan secara intensif dan efektif
dalam rangka menyukseskan tujuan yang ingin dicapai.
Kedudukan bahasa Indonesia yang salah
satunya menempati posisi sebagai bahasa persatuan dapat menjadi landasan yang
kokoh bagi visi Komunitas ASEAN 2015 kedepannya yang dapat semakin bersatu
dengan adanya bahasa persatuan di ASEAN.
Peluang ini didorong juga itikad
politik yang datang dari pihak pemerintah, namun demikian tantangan yang ada
ialah rivalitas antara Indonesia dan Malaysia dalam mengambil peluang tersebut,
serta prinsip ‘identitas nasional’ yang harus di hormati bagi negara anggota
ASEAN yang penutur bahasa Indonesia atau Melayu-nya minoritas.
Hal yang perlu diperhatikan juga bahwa
penanganan teknis terhadap wacana bahasa Indonesia sebagai embrio bahasa ASEAN
perlu dilakukan, yakni dengan melibatkan para ahli bahasa dari Indonesia dan
seluruh negara anggota ASEAN untuk merumuskan bahasa ASEAN, kemudian
merekomendasikannya ke forum pertemuan pemimpin negara ASEAN sebagai prasyarat
politik.
Rekomendasi
Melalui makalah ini, penulis memberikan
usulan kongkrit yang dapat dijalankan dalam rangka mendorong agar wacana
tersebut dapat ditindaklanjuti.
- Mendorong pakar bahasa dari seluruh ASEAN untuk memformulasikan dan merumuskan struktur bahasa ASEAN agar dapat menjadi rujukan bagi pembuatan kebijakan para petinggi ASEAN.
- Mendorong Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud untuk secepatnya mengambil peran sebagai inisiator untuk merealisasikan pembahasan lebih lanjut terkait bahasa ASEAN.
- Mendorong Kementerian Luar Negeri RI untuk terlibat memberikan masukan dan arahan mengenai upaya yang dapat dilakukan oleh pihak-pihak terkait agar dapat merealisasikan wacana bahasa ASEAN.
Diharapkan dengan peran lebih yang
diambil Indonesia dalam pewacanaan bahasa ASEAN dapat menempatkan posisi tawar
Indonesia untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai embrio bahasa ASEAN dapat
meningkat hingga tercapainya tujuan yang diinginkan.
Daftar
Pustaka
Alwi, Hasan, dan Dendy Sugono (ed.).
2011. Politik Bahasa. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Kemdikbud.
Alwi Hasan, dan Dendy Sugono (ed.).
2011b. Politik Bahasa: Rumusan Seminar Politik Bahasa. Jakarta: Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud.
ASEAN. 2011. Roadmap for an ASEAN
Community 2009-2015. Jakarta: ASEAN Secretariat.
Badan Pusat Statistik. Hasil Sensus
Penduduk 2010: Data Agregat Per-Provinsi-
http://www.bps.go.id/65tahun/SP2010_agregat_data_perProvinsi.pdf, diakses 30
Juli 2013.
Burchill, Scott dan Andrew Linklater.
2011. Teori-Teori Hubungan Internasional. Bandung: Nusa Media.
Cipto, Bambang. 2007. Hubungan
Internasional di Asia Tenggara. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
detikNews. KTT ASEAN Hasilkan 10
Kesepakatan Penting-http://news.detik.com/read/2011/05/08/221910/1635039/10/ktt-asean-hasilkan-10-kesepakatan-penting,
diakses 30 Juli 2013.
Djelantik, Sukawarsini. 2008. Diplomasi
antara Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Irsan, Abdul. 2010. Peluang dan
Tantangan Diplomasi Indonesia. Jakarta: Himmah Media.
Jackson, Robert and Georg Sorensen.
2009. Pengantar Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Lombok News. Sembilan Capaian KTT
ASEAN 2011 di Nusa Dua Bali-
http://lomboknews.com/2011/11/19/sembilan-capaian-ktt-asean-2011-di-nusa-dua-bali/,
diakses 30 Juli 2013.
Mahbubani, Kishore. 2011. Asia
Hemisfer Baru Dunia: Pergeseran Kekuatan Global yang Tak Terelakkan.
Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Morgenthau, Hans J. 1999. Politik
Antar Bangsa. Terjemahan Cecep Sudrajat direvisi oleh J.Thomson Buku III,
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Nuraeni Suparman, Deasy Silvya, dan
Arfin Sudirman. 2010. Regionalisme dalam Studi Hubungan Internasional.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Republika Online. Badan Bahasa:
Dukung Indonesia Jadi Bahasa ASEAN-
http://www.republika.co.id/berita/internasional/asean/13/08/20/mrsi41-badan-bahasa-dukung-indonesia-jadi-bahasa-asean,
diakses 30 Juli 2013.
Warsito, Tulus, dan Wahyuni
Kartikasari. 2007. Diplomasi Kebudayaan: Konsep dan Relevansi bagi Negara
Berkembang Studi Kasus Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
VIVAnews. Indonesia atau Melayu
Bahasa Resmi ASEAN?-
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/249562-indonesia-atau-melayu-bahasa-resmi-asean-,
diakses 30 Juli 2013.
VIVAnews (b). Malaysia Usulkan
Melayu Jadi Bahasa ASEAN-
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/249528-malaysia-usulkan-melayu-jadi-bahasa-asean,
diakses 30 Juli 2013.
Winarno, Budi. 2011. Isu-isu Global
Kontemporer. Yogyakarta: Center for Academic and Publishing Service.
Zulfikar, Achmad. 2013. The Role of
Social Media as the Catalyst of ASEAN Community 2015 Integration. Makalah.
Disajikan pada 4th Social, Development, and Environmental Studies International
Conference 2013 di Universiti Kebangsaan Malaysia 19 Maret 2013.
Tulisan ini disampaikan dalam
Kongres Bahasa Indonesia X di Hotel Grand Sahid Jaya, 28—31 Oktober 2013 yang digelar
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Jakarta 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar