Son Gemestone, pengrajin batu akik |
Namanya
tiga huruf saja: Son. Ia datang dari Indra Puro, Pesisir Selatan, Sumatera
Barat, ikut dalam Festival Batu Akik
Kemilau Minangkabau 2014 di Mercure Hotel Padang yang digelar selama tiga hari
19-21 Desember 2014.
Son
mendapatkan stand B khusus untuk pedagang batu akik. Ia mengaku mendaftar ke
panitia menjelang tutup registrasi pendaftaran.
“Saya
baru dapat informasi dari seorang teman di atas mobil travel saat saya ada
keperluan lain ke Padang. Sesampai di Padang, saya langsung daftar untuk ambil
stand,” kata Son dengan bahasa Minang dialek Jawa saat bincang-bincang dengan mantagibaru.com, Minggu (21/12/2014)
menjelang pengumuman pemenang kontes batu akik yang digelar dalam Festival
Kemilau Minangkabau ini.
Son
memang bukan orang Minang, tapi beristri orang Indrapuro, perempuan Minang yang
ia persunting pada 2005. Son berasal dari Lampung. Saat berkomunikasi,
bahasanya Jawanya masih kentara. Kini ia punya keluarga di Indrapuro itu. Ia
buka usaha kerajinan batu akik, yang ia utamakan untuk batu akik asal Ujung
Tanjung, Pesisir Selatan.
Sejak
2006, ia bersama istri tercintanya, membuka usaha kedai batu akik ini yang ia
beri nama Son Gemestone. Posisinya persis di dekat Pasar Indrapuro. “Pinggir
jalan,” katanya.
Son
sangat bersemangat bercerita tentang usaha batu akik yang ia kelola ini.
Baginya, batu akik ini, bukan untuk gaya-gayaan.
“Ini
usaha saya. Batu akik ini adalah kehidupan saya. Bagian penting dari masa depan
keluarga saya, dan anak-anak saya. Maka, dengan sekuat dan semampu saya, saya akan
berupaya membangun usaha ini agar bisa bertahan dan alhamdullilah jika besar
dan berkembang,” kisah Son, pria kelahiran 1976 ini, dengan terbata-bata.
Son
mengaku, ia datang dan ikut pameran serta sekaligus berjualan dalam Kemilau
Minangkabau ini dengan biaya sendiri.
“Karena
saya yakin, ajang seperti ini jarang-jarang, maka saya tertekad ikut. Ini
promosi penting untuk batu akik Ujung Tanjung. Jika tak ikut, orang tak akan
tahu. Dan saya ke sini dengan biaya sendiri. Tak ada bantuan dari pihak pemerintah,
terutama Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan,” jelasnya.
Bupati Tak Singgah
Untuk
itu pula, saat Bupati Pesisir Selatan Nasrul Abit tak singgah ke standnya
setelah Nasrul Abit menerima Akik Award dari Yayasan Gemestone Minangkabau pada
Jumat (19/12) sebagai tokoh yang peduli dengan potensi batu akik di daerahnya,
hati Son agat tersurut.
“Pak
Bupati tak singgah ke sini (standnya). Padahal tak jauh dari tempat Bupati
berdiri itu, ini ada tulisan besar yang ditempel di kaca ini ‘Batu Akik Ujung
Tanjung Pesisir Selatan.’ Saya tak mengerti juga mengapa Pak Bupati tak
mendatangi stand ini. Saya tak berniat untuk minta bantuan dana kok,” tanyanya.
Menurut
Son, batu akik Ujung Tanjung tak kalah pamor dengan batu akik seperti lumuik
suliki dan sungai dareh. Dan ia yakin, batu alam dari Pesisir Selatan bisa jadi
ikon dan cindera mata daerah ini.
“Tinggal
bagaimana kita bersama-sama mempromosikan dan membranding batu daerah kita ke
masyarakat luas. Ini harus jadi gerakan bersama-sama dari komunitas batu akik,
pengrajin batu akik, pemerintah khususnya, dan stokeholder lainnya,” kata Son
yang mengaku menggeluti batu akik ini sejak duduk di bangku SMP di
Lampung.
Pemerintah
Kabupaten Pesisir Selatan harus memiliki sensitivitas pengembangan ekonomi dan
industri kreatif menuju kemakmuran rakyatnya.
“Bupatinya
saja ngak peduli, bagaimana mau maju batu akik daerah ini,” kata Son.
Memoles Batu Akik dan Kisah
Ayahnya
Son
adalah seorang yang kehidupannya dekat dengan batu akik. Ayahnya pencinta dan
kolektor batu akik yang bekerja sebagai sopir truk. Setiap singgah di suatu
daerah, acap kali ayahnya diberi batu akik oleh kenalannya.
Suatu
kali, cerita Son, ayahnya punya batu akik yang memacarkan cahaya. Jika
didekatkan ke batu lain, muncul dalam ratusan bayangan batu akik lainnya di
dalam batu itu.
“Warnanya
putih. Batu itu harus dijual untuk menutupi biaya berobat kakak saya yang sakit.
Sampai sekarang tak tahu lagi kemana batu itu beredarnya,” cerita Son.
Son
mengaku pernah memoles batu seberat 1 ton. Batu 1 ton itu dibagi jadi empat
bagian. Ini batu alam asli dari Lampung jenis ruyung. Empat potongan batu ini
akan dipamerkan di Jakarta. Itu pada tahun 2004.
“Hampir
dua bulan saya memolesnya agar tampak berkilau dan memancarkan cahayanya. Ini
bagian penting dalam hidup saya. Saya memang seorang yang hidup sehari-hari tak
bisa lepas dari batu akik,” katanya.
Son
Gemestone usaha yang ia rintis ini, kini sudah mendapatkan pasar, dan para
pencinta batu akik sudah mengenalnya sebagai pengasah batu yang telaten.
Banyak
batu Ujung Tanjung saat ditemukan berupa bahan, tidak memperlihatkan keindahannya.
Tapi setelah dipoles dan diasah oleh Son, batu itu penuh dengan keindahan dan
bercahaya.
Kisah Batu Akik Ujung
Tanjung
Hampir
setiap batu akik sepertinya menyimpan kisahnya sendiri-sendiri. Dan kisah di
balik itu, kebanyakan berbau mistis dengan segenap kemisteriusannya.
Ujung Tanjung merupakan daerah pantai termasuk dalam Nagari
Muaro Sakai, Inderapura, Kecamatan Pancung Soal. Di Pesisir Selatan,
Pantai Ujung Tanjung satu-satunya daerah pantai yang menghasilkan batu akik.
Jenis batu akik yang dihasilkan adalah jenis kalsedon.
Alkisah, dahulu sebelum dibukanya perkebunan kelapa sawit di
kawasan Pantai Ujung Tanjung, daerah adalah kawasan hutan rawa yang lebat tanpa
ada berpenghuni. Masyarakata sekitar di sekitar Muaro Sakai dan Inderapura
mengatakan kalau Pantai Ujung Tanjung ini angker.
Tak berbilang, sering masyarakat nelayan sekitar Air Haji dan
Muaro Sakai saat malam melihat cahaya lampu bak sebuah kapal besar atau api unggun
di Pantai Ujung Tanjung dari tengah lautan. Aneh, cahaya dan api menyerupai
unggung itu tak akan pernah ditemukan saat didekati.
Menurut cerita orang tua-tua di sekitar Muaro Sakai dan Air
haji, konon kabarnya di Pantai Ujung Tanjung ini dahulunya berdiri sebuah
istana. Istana Gando Layu namanya yaitu tempat berdiamnya istri Sultan
Zatullahsyah, raja dari Kerajaan Inderapura.
Dari cerita turun temurun Istana Gando Layu, Pantai Ujung Tanjung ini pernah digunakan Bundo
Kanduang (Mande Rubiah) untuk menyembunyikan Puti Bungsu (Puti Kemala Sani),
istri Dang Tuangku dari kejaran Raja Tiang Bungkuk.
Sampai sekarang legenda itu masih terdengar di tengah masyarakat
Muaro Sakai dan Inderapura. Terkadang ada cerita yang menyebutkan, banyajk
orang berpapasan dengan orang tua saat berkunjung ke Pantai Ujung Tanjung ini.
“Orang tua ini selalu mengingatkan agar berhati-hati. Jika
hujan panas saat di pantai itu, lebih baik pulang saja,” kata Son
berkisah.
Lokasi Pantai Ujung Tanjung ini dapat dicapai dengan kendaraan
roda dua atau roda empat. Dari Padang, Anda menuju Painan terus ke Inderapura. Sesampai
di Inderapura belok ke kanan arah ke Muaro Sakai. Setiba di Simpang Pasing
Ganting, Anda lurus saja. Sampai bertemu Sungai Muaro Sakai. Di sini Anda
menyeberang dengan naik ponton yang disediakan gratis untuk penduduk sekitar sebuah
perusahaan sawit.
Setelah itu turun dari ponton, Anda terus memasuki kawasan
perkebunan sawit dan akan bertemu dengan sebuah kantor dan bertanyalah arah
jalan ke Pantai Ujung Tanjung.
“Pantai ini bisa untuk berwisata sekaligu mencari batu akik. Batu
delima sangat terkenal dihasilkan pantai yang sepi ini,” kata Son. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar