OLEH M Sayuti Datuak Rajo Pangulu
Ketua
Umum Pucuk Pimpinan LKAAM Sumbar
Nagari Pariangan |
Menanggapi pendapat yang dikemukakan Hermanto, anggota Komisi II
DPR-RI (periode 2009-2014) yang menyatakan Revisi UU No.32/2004 berpotensi rugikan Sumbar. Apa
yang dikatakan Hermanto ada benarnya bila pembangunan nagari selalu diukur
dengan uang. Kembali ke sistem pemerintahan nagari baik di kabupaten maupun di
kota merupakan amanat dari Peraturan Daeran No 2 Tahun 2006 Tentang Ketentuan
Pokok Pemerintahan Nagari.
Seluruh kabupaten di Sumatera Barat sudah melaksanakan pemerintahan nagari, kecuali kota belum kembali
ke pemerintahan nagari. Padahal amanat
Perda tersebut tidak ada pengecualiannya. Tetapi saya juga bertanya-tanya kalau
amanat perda yang dilanggar oleh pemerintah kota siapakah yang memberikan
sanksi, gubernur atas desakan DPRD atau Menteri Dalam Negeri atau
bisa ditegur Satpol PP sebagai penegak perda.
Hermanto mengatakan, jika Sumbar tetap
sebutan lain dari desa adalah nagari yang jumlahnya 628 nagari, sementara
jorong/korong/kampuang berjumlah 3.625. Jika pemerintah mengalokasikan anggaran
sebesar Rp1 miliar untuk satu desa atau nama lainnya nagari, maka sumbar akan
dapat bantuan lebih kurang Rp600 miliar. Tetapi jika jorong
ditetapkan sebagai desa, maka sumbar mendapat alokasi bantuan kurang lebih Rp3,6 triliun.
Permasalahan ini tidak akan selesai
selagi pemerintah dan masyarakat Sumbar tidak memperjuangkan nagari bersifat
istimewa. Orang pintar dan orang menghormati sejarah dan pedahulunya pasti
membaca amanat UUD 1945 pasal 18 yang menyatakan: Pembagian daerah Indonesia
atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan
dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan
dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah
yang bersifat istimewa”.
Dalam penjelasan pasal 18 tersebut
dinyatakan pada angka dua Romawi “Dalam
territoir negara
Indonesia terdapat lebih kurang 250 Zelfbesturende
landschappen dan Volksgemeenchappen,
seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dan
sebagainya.
Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat
dianggap sebagai daerah yang bersifat Istimewa. UUD 45 ini harus menjadi
landasan hukum dasar bagi pengurus negara. Tidak boleh undang- undang atau
peraturan yang lebih rendah bertentangan dengan peraturan dan
perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam prinsip stratum hukum di dunia
disebutkan Lex Superior Derogat Legi
Inferiori (Undang-undang yang lebih tinggi mengalahkan undang-undang
yang lebih rendah).
Jadi kalau ada orang bertanya apa dasar
pembentukan pemerintahan nagari di Kabupaten dan kota. Maka orang itu sudah
bisa ditebak belum memahami prinsip strata hukum dan UUD 1945. Dasar
pembentukan pemerintahan nagari itu adalah UUD 1945.
Sedangkan dasar hukum tidak tertulis adalah hukum adat itu sendiri.
Hukum adat
yang tidak tertulis itu termasuk hukum positif di Indonesia. Dengan kata lain
belum ada negara kesatuan RI ini negeri di Minangkabau sudah
mempunyai sistem yang efektif dan mandiri. Jadi kembali ke sistem pemerintahan
nagari itu adalah totalitas dan jangan mendua hati dan memaroh prinsip.
Stibbe (1850) menyebutkan nagari merupakan
masyarakat di sesuatu daerah yang berdiri sendiri dengan alat-alat perwakilan,
hak milik, kekayaan, dan tanah-tanah sendiri. Berlainan dengan desa dan lurah di Jawa,
telah berdiri sendiri sebelum kedatangan kita (orang-orang Belanda ) di Sumatera.
Lurah dan desa milik
istimewanya Jawa. Nagari milik istimewanya Minangkabau. Asal mula nagari
ini dengan jelas dan historis dapat kita selidiki secara saksama.
Prof Mr Muhammad Yamin SH pernah
berpidato di parlemen pada 1957
dalam rapat dengar pendapat dengan pemerintah Kabinet Sastroamijoyo ke-II yang
berjudul “Dewan Banteng Contra Neo Ningrat”, yang mengatakan bahwa kepemimpinan nagari akan kontra dengan
kepemimpinan Neo Ningrat yang ada di desa dan lurah.
Minangkabau istimewanya nagari, sedangkan jawa
istimewanya lurah dan desa. Nagari dikatakan bersifat istimewa dengan alasan
antara lain: Pertama, sebelum ada
negara, nagari sudah tersusun menurut asal-asul dan susunan
aslinya tetapi tentram dan makmur; Kedua,
anak nagari menganut sistem kekerabatan matriliniel; Ketiga, landasan kemasyarakatannya adalah adat basandi syara’,
syara’ basandi kitabullah; Keempat,
hukum adatnya dapat menjawab pertanyaan sepanjang masih ada, artinya masih ada;
Kelima, pemimpinnya yang disebut
ninik mamak pemangku adat dapat menjawab pertanyaan sepanjang masih ada. Artinya masih ada. Keenam,
wilayah adatnya yang disebut tanah ulayat dapat menjawab pertanyaan sepanjang
masih ada, artinya masih ada; Ketujuh,
rakyatnya yang setia dengan Pancasila,UUD 1945, dan NKRI tetap dapat menjawab
pertanyaan sepanjang masih ada. Artinya masih
ada. Dari tujuh alasan itu tidak ada
alasan pemerintah pusat tidak mau meberikan nagari bersifat istimewa.
Pengalaman Pahit Masa Lalu
Ketika Sumbar mengharapkan uang, maka pikirannya ingin
kembali ke desa seperti UU No 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Daerah. Biar
kita dijajah istilah desa dan lurah asal mendapat uang dari pusat. Lurah bukan
istilah orang Minang. Sebab lurah bagi orang Minang jurang atau languah atau
baruah dalam. Orang kalau masuk lurah mati tantangannya atau setidak-tidaknya
patah-patah sampai di bawah atau setidak-tidaknya patah dan remuk.
Sistem
pemerintah lurah sudah membunuh demokrasi pada tingkat pemerintah kelurahan.
Karena lurah adalah seorang PNS yang ditunjuk oleh walikota bukan
dipilih oleh rakyat. Rakyat dikelurahan hanya pasrah dengan “pemerintahan mumbang jatuah”, kato pituah
Dt Parpatiah Nan Sabatang. Begitu juga kata dalang.
Dalang bagi orang Jawa pemimpin
teater wayangan. Sedangkan dalang bagi orang Minang adalah orang kurang waras
atau orang rusak “tali akinya”. Saya menghimbau
marilah kita bangga dengan memakai kepunyaan Minang. Begitu juga marilah kita
biarkan Pulau Jawa memakai
istilah desa dan lurah. Sebab pengertian istilah geografis suatu daerah harus
cocok dengan masyarakat pemilik budayanya. Hentikanlah saling menjajah sesama
bangsa. Sadarkah kita bahwa Bhineka Tunggal Ika itu mengakui berbeda-beda
tetapi satu. Artinya perbedaan itu diakui untuk memperkuat bangsa dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Jadi, kalau nagari bersifat istimewa itu diakui oleh
pemerintah pusat alokasi dana itu diberikan saja dalam bentuk hibah atau total
besar. Pemerintah pusat memberikan bantuan untuk pemerintahan terendah di
Sumbar sebanyak jorong/korong/kampuang atau lebih misalnya dialokasikan dana untuk
Sumbar sebanyak Rp5 triliun. Tata cara mengatur bantuan
itu serahkan saja kepada Gubernur. Di sinilah terletaknya nagari yang bersifat
istimewa, yaitu nagari sebagai pusat pemerintahan sedangkan jorong/korong/kampuang
sebagai wilayah pembangunan yang berjumlah kurang lebih 3.625.
Jadi, bantuan pembangunan langsung ke jorong/korong/kampuang
melalui nagari sebagai mana yang telah diberlakukan oleh
pemerintah pusat bahwa jorong atau korong sama levelnya dengan desa di jawa
atau dusun dan marga di Palembang. Sehingga tidak mengurangi nagari bersifat
istimewa di Minangkabau. Artinya, otonomi daerah berjalan dengan baik sesuai
dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika dalam NKRI dan Sumbar tidak dirugikan dalam
mendapatkan bantuan.
Hal ini sudah dilakukan oleh pemerintah pusat sebelum otonomi
daerah sesuai dengan UU No 5 Tahun 1979 dan sudah barang tentu tidak merusak
budaya Minangkanbau sebagai bagian dari budaya nasional. Karena UU menetapkan
pemerintahan terendah adalah desa, maka untuk mempertahankan nagari sebagai
satu kesatuan masyarakat hukum adat dibuat Perda No 13 Tahun 1983 Tentang
Nagari Sebagai Satu Kesatuan Masyarakat Hukum adat atas kegigihan Gubernur
Azwar Anas Dt Rajo Sulaiman meyakinkan pemerintah pusat yang waktu
itu Menteri Dalam Negerinya Amir Mahmud. Walaupun Azwar Anas dan Amir Mahmud
menyadari belum adanya otonomi daerah waktu itu. Maka selamatlah nagari ketika
itu walaupun suasana ketika itu membuat Perda sangat sulit untuk diloloskan oleh Pemerintah
pusat. Akhirnya Perda No 13 Tahun 1983 tersebut diakui dan diizinkan oleh pemerintah pusat.
Dengan keistimewaan seperti itu Sumbar mendapat dua kali penghargaan
tertinggi dari pemerintah pusat, yaitu
Penghargaan Prasamya Purna Karya Nugraha satu-satunya provinsi di luar Pulau
Jawa. Tentu perjuangan menjadikan nagari bersifat istimewa akan dapat terwujud karena
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi Dt Rajo Nan Sati dan Gubernur Irwan Prayitno Dt Rajo Bandaro Basa
dan Wakil Gubernur Muslim Kasim Dt Sinaro Basa adalah ninik mamak berjabatan
penghulu akan selalu menegakkan ABS,SBK sebagai
bagian dari istimewa nagari di Minangkabau.
Ketiga datuk ini diharapkan selalu berjuang dan punya
semangat pantang menyerah agar bantuan pembangunan langsung ke jorong yang
jumlahnya 3.625 malalui pemerintah nagari. Artinya, Nagari sebagai pusat administrasi
pemerintahan dan jorong/korong/kampuang sebagai wilayah pembangunan yang akan mendapat
bantuan lebih kurang Rp3,6 triliun dari pemerintah pusat.
Walinagari sebagai koordinator pembangunan di wilayah kekuasaannya.
Alternatif lain adalah nagari sebagai desa
adat dan jornong sebagai desa negeri. Hal ini juga dilakukan oleh Pemerintah Provinsi
Bali, Desa Pakraman sebagai desa adat dan desa negeri sebagai desa pemerintah. Akhirnya
sumbar akan mendapat bantuan Nagari sebagai desa adat sebanyak 628+3.625 desa
negeri yang berjumlah 4.253. Artinya Sumbar akan mendapat bantuan dari
pemerintah pusat Rp4,2 triliun.
Konsekuensinya tentu segala peraturan perundang-undangan
serta perda harus pula disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat
Minangkabau-Sumatera Barat. Tak kalah pentingnya tentu diminta
pendapat semua pihak agar jangan dek arok
galah anyuik, galah di tangan dilapehkan, selanjutnya jangan alah mandapek mako kahilangan, alah ado mako
bacakak.
Jila nagari bersifat istimewa ini dapat
diakui oleh pemerintah pusat,
tentunya diperjuangkan oleh Pemerintahan Sumatera Barat bersama
rakyatnya, maka dapat ditarik kesimpulan: fungsi pemerintah berjalan dengan
baik, otonomi daerah berjalan efektif, keistimewaan nagari terlihat secara
nyata, dana perbantuan tepat sampai sasaran, NKRI tetap utuh dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika, pelayanan
masyarakat semakin efisien dan dirasakan langsung oleh masyarakat banyak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar