Jumat, 28 November 2014

Pejabat Publik Bak Urang Sumando

OLEH al Malik
Idiom Minangkabau nasib rang sumando sarupo abu di ateh tungku cukup relevan dianalogikan dengan keberadaan para pejabat publik di  dalam era otonomi daerah. Pejabat publik diibaratkan “urang sumando” yang masuk ke dalam kelompok elit dalam pemerintahan. Sebagai “urang sumando” sebelumnya tentu saja mesti mendapatkan legitimasi dan “penguasa rumah”, yang notabene merupakan kepala daerah. Sebagai “urang datang” seorang “sumando” haruslah pintar-pintar menempatkan diri dan pandai membaca situasi yang berkembang.
Rapuhnya eksistensi seorang pejabat publik dalam tatanan birokrasi pemerintahan daerah dewasa ini, merupakan dampak dari lemahnya regulasi bidang kepegawaian daerah. Selain itu, belum jelas pula sistem penjenjangan karier bagi seorang pejabat publik.

Fakta menunjukkan, perjalanan karier seorang pejabat publik masa otonomi ini sering ditentukan faktor-faktor “non teknis”. Bukan melalui mekanisme jenjang karier yang diatur secara jelas.
Saat ini, bukan lagi sesuatu yang mengherankan, seorang pejabat publik dengan latar belakang pendidikan ilmu agama, ditugaskan sebagai pejabat yang mengurus urusan bidang kehutanan. Tak aneh lagi, seseorang tenaga pendidik ditempatkan pada jabatan teknis bidang pertanian.
Pejabat publik yang dianalogikan sebagai “rang sumbado sarupo abu di ateh tungku” tersebut bisa bergerak kemana angin bertiup. Beruntunglah bila anginnya berhembus dengan lembut dan sepoi-sepoi. Tapi jika angin badai, maka terbang tinggilah si abu tanpa jelas arah dan tujuannya.
Ketidakjelasan sistem, mekanisme dan prosedur jenjang karier seorang pejabat publik dewasa ini, menyebabkan munculnya pejabat-pejabat publik dengan berbagai kategori dalam tata kelola birokrasi pemerintahan daerah. Misalnya, pejabat publik kategori urang sumando lapiak buruak,  urang sumando kacang miang dan urang sumando langau hijau.
Pejabat publik dengan kategori sumando lapiak buruak,  cenderung hanya duduk dan lebih suka berdiam di kursi empuk jabatannya saja. Ia hanya memberikan perintah kerja kepada bawahannya, tanpa mau  tahu dengan persoalan yang ada di sekelilingnya. Pejabat publik yang seperti ini, cenderung hanya mencari amannya saja. Tidak kreatif dan bersikap asal pimpinan senang.
Loyalitas yang diberikan bukanlah terhadap pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, namun hanya kepada pimpinan semata. Pejabat seperti ini sangat mudah dikenal, karena selalu  berada di ruang kerjanya secara terus menerus. Sering juga dijumpai  di kediaman pimpinannya ketika acara serimonial dilaksanakan. Tipikal pejabat seperti ini, umumnya lahir dari proses rekrutmen yang hanya mengandalkan kedekatan hubungan kekeluargaan, rekomendasi “orang berpengaruh”, atau mungkin saja atas usulan kelompok tim sukses sang kepala daerah.
Pejabat publik dengan kategori sumando langau hijau, biasanya amat mudah dikenal karena aktivitasnya yang super-aktif, selalu hadir dan datang pada berbagai acara serimonial pemerintahan daerah, walaupun tidak ada korelasinya dengan tugas pokok dan fungsinya jabatannya sendiri. Pejabat publik seperti ini biasanya sangat suka mancikaraui (usil dan ikut campur) persoalan-persoalan yang di luar bidang tugasnya. Sikapnya sering menimbulkan gesekan dan perselisihan dengan rekan-rekannya sesama pejabat publik.
Alasan yang seringkali dipakai untuk memasuki “wilayah tugas” pihak lain adalah untuk membangun koordinasi dan sinergi kerja secara lebih baik, namun hasilnya seringkali justru kontra produktif dalam tata kelola birokrasi pemerintahan yang baik.
Pejabat publik yang dapat dikategorikan sebagai sumando kacang miang  merupakan pejabat yang selalu membuat masalah, baik dalam internal kantornya maupun di luar kantor. Biasanya tipikal seperti ini hadir karena rendahnya mentalitas, kompetensi dan kematangan kepribadian yang dimiliki untuk menjadi seorang pejabat publik. Atau bisa juga karena merasa adanya faktor privilage yang dimilikinya, sehingga suka mencari-cari kesalahan orang lain. Acap juga menjadikan kelemahan-kelemahan orang lain sebagai bahan baginya untuk menguasai bidang kerja pihak lain. Faktor privilege secara berlebihan yang diberikan oleh seorang pimpinan kepada seorang pejabat, cenderung akan melahirkan pejabat publik seperti ini.
Kehadiran berbagai tipikal pejabat publik tersebut, merupakan dampak dari proses pelaksanaan rekrutmen pejabat yang seringkali lebih mengedepankan subjektivitas semata. Penilaian tak melihat objektivitas, kompetensi, kematangan kepribadian, kepemimpinan serta track record kariernya di pemerintahan.
Dengan asumsi bahwa kita masih menggunakan akal sehat dalam bekerja, tentunya berbagai tipikal pejabat publik tersebut di atas bukanlah sosok pelayan publik yang diharapkan, tidak saja oleh masyarakat tetapi juga oleh kepala daerah.
Tipikal urang sumando ninik mamak  merupakan kategori pejabat publik yang ideal dan diharapkan  semua pihak. Pejabat public tipe ini mampu menempatkan diri secara benar dan memberikan dampak positif terhadap semua pihak. Pejabat publik dengan kategori seperti ini, menjadi sosok tempat untuk bertanya dan berdiskusi tentang berbagai hal. Dia mampu memberikan masukan secara objektif dan berimbang, serta akan lebih mengedepankan profesionalisme dalam bekerja.
Pejabat publik dengan tipikal urang sumando ninik mamak  ini hanya akan hadir dalam tatanan birokrasi pemerintahan daerah melalui proses rekrutmen yang mengedepankan objektifitas dan fit and propert test yang dilakukan secara tegas, dan relevan dengan visi dan misi yang telah dibangun seorang kepala daerah.
Seorang  kepala daerah akan selalu mencari pembantu-pembantunya yang memiliki idealisme dan komitmen yang kuat sebagai pejabat publik, sehingga mampu mendukung eksistensi seorang kepala daerah. Ia tidak saja sebagai agent of development, tetapi juga sebagai agent of trust setelah mendapatkan kepercayaan dari masyarakat melalui pemilihan kepala daerah yang dilakukan secara langsung.
Dalam konteks ini, pejabat publik yang memiliki kualifikasi sebagai “urang sumando ninik mamak” akan mampu menjadi pembantu yang ideal bagi seorang  kepala daerah dalam menjalankan tugas-tugas pelayanan publik di masa depan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...