OLEH Ari Febrianto
Anak Petani Gambir
Petani gambir ( |
Keadaan petani gambir menjadi semakin tidak menentu, hidup di daerah penghasil
terbesar gambir, komoditas ekspor, tapi harganya sayur. Petani berharap dengan
janji toke yang mengatakan harga gambir akan segera naik, tapi kenyataannya
sekarang harga komuditas ekspor itu semakin menurun tajam jauh di bawah rata-rata.
Lagi-lagi orang membayangkan enaknya menjadi petani
gambir, padahal jika dilihat dengan situasi dan kemurungan petani ditengah
kegalauan harga gambir yang tidak menentu, bisa saja dibilang petani gambir
adalah petani termiskin diantara petani komuditas ekspor lain, betapa tidak,
dengan harga yang sedemikian rendahnya tidak menutup kemungkinan petani
mempunyai hutang yang jauh lebih besar dari penghasilan perbulannya, apakah ini
yang disebut petani sejahtera?
Walaupun sudah ada perancangan pemerintah setempat dalam
membicarakan masalah ini dan telah melahirkan konsep dan langkah-langkah, tapi
semuanya itu masih berada dalam kontek tekstual dan belum terealisasi sampai
sekarang, terbukti sampai sekarang harga gambir dipasaran masih berada di bawah
standar.
Problemanya sejauh
ini, belum ada usaha nyata yang diperlihatkan untuk membantu petani gambir
keluar dari kesulitannya. Petani gambir menjadi pasrah dan tidak punya pilihan
lain dan masyarakat tidak tahu masalah utama yang membuat harga gambir
sedemikian jatuhnya dipasaran.
Angan-angan
Sejahtera
Kata sejahtera rasanya masih jauh dari petani gambir,
mungkin masih berada dalam angan-angan. Pokoknya kesejahteraan Petani gambir
masih jauh. Kasihan kita dengan mereka. Walaupun daerah kita terus
digadang-gadangkan sebagai daerah petro dolar untuk gambir, kenyataannya Petani
terus dihadang banyak persoalan, ucap mantan Petinggi Bank Indonesia, Iramadi
Irdja. Tidak hanya Iramadi, sekretaris Daerah Kabupaten Limapuluh Kota Resman
Kamars juga mengungkapkan hal serupa. Dihadapan
utusan Kementerian Perekonomian saat Rakor kebijakan pengembangan dan
pengelolaan sarana produksi pertanian dengan Kementerian Koordinator bidang
Perekonomian di ruang rapat Bupati Limapuluh Kota (perbincangan media lokal).
Namun semua itu kalau hanya dibicarakan dan didengarkan tidak akan ada hasilnya
dan belum tentu akan merubah nasib para petani gambir.
Petani kita sudah memberikan usaha dan hasil yang
maksimal dalam bidang penghasilan gambir, tercatat produksi gambir nasional
mencapai 90 persen kebutuhan gambir dunia dan 90 persennya berasal dari daerah Sumbar, sehingga hal ini menjadi
pembius masyarakat kita untuk terus meningkatkan produksinya disamping lahan
yang memadai. Ketergantungan masyarakat kita terhadap komuditas ini juga
semakin tinggi, jadi jika harga gambir berada dilevel yang terendah dan menurun
akan sangat mempengaruhi kehidupan rakyat.
Beberapa bulan terakhir harga gambir berada ditingkat
terbawah dalam sejarahnya, beberapa pekan terakhir harga gambir masih berada
antara kisaran dua belas ribu rupiah sampai tiga belas ribu rupiah perkilonya, tapi
sekarang harga gambir menurun tajam sekitar delapan ribu rupiah perkilonya,
dengan harga yang sedemikian rendahnya tidak setimpal dengan pekerjaan yang
harus dilakukan oleh para Petani “manggampo gambia, gigi ajo nan indak
bapaluah”, dari pernyataan ini dapat kita gambarkan bagaimana susahnya menjadi petani
gambir yang harus menguras tenaga dengan kerja keras tidak mengenal lelah hanya
untuk menutupi kebutuhan sehari-hari keluarga, dengan harga gambir seperti
sekarang memenuhi kebutuhan sehari saja kadangkala tidak mencukupi, “karajo
sehari, habis sehari”.
Mimpi dan Harapan Petani
Gambir
Gambir sebagai salah satu
komoditi ekspor andalan dari Sumbar dalam beberapa dasawarsa belakangan
ini, seharusnya dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, tapi
kenyataannya masih jauh panggang dari api. Kestabilan harga akan sangat
membantu masyarakat petani dalam melanjutkan hidup dan peran aktif pemda
dibutuhkan dalam mengawasi dan memantau harga gambir dipasaran dan menetapkan
harga gambir secara berkala. Dengan embel-embel komuditi ekspor, seharusnya tentu
dapat mensejahterakan masyarakatnya bukan sebaliknya menyengsarakan.
Pemerintah telah berupaya untuk memajukan dan berjanji
akan mensejahterakan masyarakat Petani gambir, Petani menjadi milestone (tonggak penting) dalam
kesejahteraan Sumbar yang mayoritas mengantungkan hidup pada gambir. Jangan
sampai mimpi ini buyar dan hanya menjadi bunga mimpi, tapi diharapkan akan
menjadi kenyataan. Dengan demikian kalau Petani gambir sejahtera dapat
dipastikan kehidupan masyarakat Sumbar akan mengalami perubahan kearah lebih
baik kedepannya.
Di sisi lain kejatuhan harga gambir seperti sekarang
setidaknya bisa diatasi, sehingga harapannya kehidupan masyarakat (petani
gambir) akan lebih baik dan sejahtera dengan harga gambir yang stabil. Petani
berharap kepada pemerintah setempat untuk dapat meniupkan angin perubahan
kepada petani gambir, tidak hanya bicara dan janji tapi harus ada langkah-langkah
konkrik yang harus dilaksanakan. Akhirnya mimpi dan harapan petani gambir akan
hidup lebih baik selangkah lebih maju.
Usaha ke Depan
Usaha yang sejauh ini dilakukan oleh pemerintah sudah
mencapai satu titik temu persoalan yang harus diatasi, walaupun secara umum
belum mendapatkan hasil yang bisa melebarkan senyum para petani gambir.
Di Indonesia, terutama di Sumbar gambir pada umumnya
digunakan untuk menyirih (wanita-wanita Minang), kegunaan lain yang lebih
penting sejauh ini di negara kita adalah untuk penyamak kulit dan pewarna (Toni
Nainggolan, Kepala Bidang Alat, Mesin, dan Sarana Pertanian dan Kelautan).
Disamping itu gambir juga mengandung katekin (catechin), suatu bahan alami yang
bermanfaat untuk antioksidan. Di Sumbar sendiri
terdapat dua daerah sentral penghasil gambir, pertama di daerah
Payakumbuh Limapuluh Kota yang tersebar dibeberapa wilayah dan kecamatan (Harau,
Kapur IX, Mungka, dan Pangkalan Kotabaru) sedangkan daerah lain yakni daerah
Pesisir Selatan (Bungus, Teluk Kabung, Surantih) dan tersebar dibeberapa
wilayah lainnya.
Sumbar sebenarnya sudah menjadi salah satu acuan dan referensi
dalam pengembangan alat-alat pertanian semenjak tahun 1980-an, tetapi yang
disayangkan kita sebagai acuan malah jauh tertinggal dari daerah-daerah yang
masih bayi dalam pengembangan pertanian, seharusnya kita bisa lebih sedikit
agresif dan bersunguh-sungguh dalam mengembangkan agrarian, karena Sebagian
besar orang Minang bekerja dan bergantung dari hasil pengolahan pertanian,
salah satunya adalah gambir. Semoga kedepan kehidupan Petani gambir menjadi
lebih sejahtera, bukan hanya dalam mimpi dan angan-angan serta pembicaraan
kelompok tertentu, tapi dapat terealisasi secepatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar