OLEH Alfian Jamrah
DARI
REDAKSI: Polemik
tentang Perlu atau Tidak Perlunya Dinas Kebudayan
Tulisan Prof Dr Herwandi M Hum yang diturunkan di rubrik ini mengupas sengkarut masalah pengelolaan kebudayaan yang berada
dalam satu dinas dengan pariwisata. Herwandi meminta agar kebudayaan dipisahkan
dengan pariwisata dalam pengelolaannya. Artinya, pemerintah harus mendirikan
Dinas Kebudayaan yang berdiri sendiri.
Berikut ini, ditulis Alfian Jamrah dihadirkan sebagai respons terhadap tulisan Herwandi sebelumnya.
Alfian Jamrah bersetuju
pemerintah mendirikan Dinas Kebudayaan dengan pembagian tugas pokok dan fungsi,
sementara Sudarmoko, lebih menekankan pada aspek agar pemerintah memahami
terlebih dahulu arti kebudayaan secara luas. Selamat mengikuti.***
Alfian Jamrah |
Tulisan Profesor
Herwandi perlu ditanggapi, terutama oleh orang-orang yang berkecimpung atau
sekurang-kurangnya yang terkait dengan bidang ini. Pendapat
tersebut ada benarnya meskipun pemerintah juga punya alasan tertentu untuk
menyatakan tidak setuju. Dapat dikatakan benar karena sesungguhnya
kebudayaan itu termasuk urusan wajib oleh pemerintah, sedangkan pariwisata
hanya termasuk urusan pilihan.
Dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tanggal 15 Mei 2006 dinyatakan ada 25
macam urusan wajib, yaitu antara lain urusan pendidikan, kesehatan, tenaga
kerja, pekerjaan umum, pemuda olahraga, perhubungan, lingkungan hidup, sosial
dan kebudayaan.
Sementara itu urusan
pilihan ada 8 macam, yaitu pertanian, kehutanan, ehergi sumber daya mineral,
kelautan perikanan, perdagangan, perindustrian, transmigrasi dan
pariwisata. Sedangkan pengertian urusan itu adalah tugas pemerintah
yang menjadi hak dan kewajiban setiap tingkatan pemerintahan dalam rangka
melindungi, melayani, memberdayakan dan mensejahterakan masyarakat.
Kebudayaan
Kapalo Galeh
Dengan demikian
berarti idealnya pemerintah harus memberikan porsi yang lebih besar pada
kebudayaan, baik dalam program, struktur organisasi maupun pendanaannya.
Seharusnya kebudayaan yang menjadi “kapalo galeh” dan
pariwisata ikut di dalamnya. Akan tetapi secara proporsional diakui bahwa
selama ini kebudayaan agak kurang dibicarakan atau sekurang-kurangnya agak
tertinggal dibandingkan dengan pariwisata. Kecuali oleh orang-orang yang
punya perhatian, minat dan peduli terhadap kebudayaan tersebut.
Pengalaman selama
ini dalam struktur pemerintahan, memang kebudayaan belum pernah dijadikan
lembaga khusus tersendiri dan selalu dicantolkan kepada lembaga lain.
Misalnya dulu pernah ada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan kemudian kini
ada Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata. Bahkan di daerah juga ada yang
digabungkan dengan urusan pemuda dan olahraga.
Kebudayaan
Sangat Luas
Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Herwandi bahwa kebudayaan itu adalah segala sesuatu yang
dihasilkan dari daya, cipta, karya dan karsa manusia, baik berupa benda (tengible)
maupun tidak berupa benda (intengible). Bahkan saya merasakan
kebudayaan itu lebih luas lagi, pokoknya semua yang terkait dengan aktivitas
keseharian manusia bisa dikatakan sebagai kebudayaan. Mungkin aktivitas
makan, berpakaian, berbicara, tidur, tegur sapa dan sopan santun juga bagian
dari kebudayaan. Jadi kegiatan seseorang mulai dari bangun tidur di pagi
hari hingga tidur lagi di malamnya tidak terlepas dari kebudayaan.
Maaf! Apakah toilet bersih itu bisa pula dimasukkan bagian dari
kebudayaan, maka manusia itulah yang kebudayaan.
Beberapa waktu yang
lalu di suatu kabupaten ketika membentuk lembaga Dewan Kesenian pernah
ditawarkan agar nama Dewan Kesenian diganti menjadi Dewan Kebudayaan.
Tapi timbul kegamangan karena katanya urusan kebudayaan terlalu luas dan
sulit untuk mengerjakannya, sedangkan kesenian hanya bahagian dari
kebudayaan tersebut. Akhirnya yang dibentuk hanyalah Dewan Kesenian saja
yang mengurus masalah seni budaya saja, itupun tugasnya sudah sangat banyak dan
luas.
Apabila diuraikan
satu persatu, maka urusan kebudayaan memang bermacam ragam, sebutlah seni
tradisional, permainan anak nagari, prosesi adat, pencak silat, adat dengan
segala macam pernak perniknya, tokoh-tokoh adat, budaya bercocok tanam dan
banyak lagi yang lainnya. Seni tradisional saja mungkin ratusan macam
jumlahnya di Minangkabau ini karena berbeda pada setiap daerah.
Pariwisata
yang Berbudaya
Pemerintah tentu
juga punya alasan untuk menggabungkan kebudayaan dengan pariwisata karena kedua
bidang ini dipandang sejalan dan dapat saling mengisi. Secara umum,
konsepnya adalah untuk mewujudkan pariwisata yang berbudaya agar dalam
mengembangkan kepariwisataan tetap berdasarkan aspek kebudayaan. Pariwisata
jangan jalan sendiri karena apabila tidak dikontrol oleh nilai-nilai budaya,
maka pariwisata akan lepas kendali. Pemerintah tetap menjadikan
kebudayaan sebagai tugas pokok atau urusan wajib dan hasil kebudayaan itulah
yang dilihat oleh wisatawan. Sambil kita menjaga, melaksanakan dan
melestarikan kebudayaan maka orang lain datang untuk menyaksikan dan
mengenalnya.
Jadi yang terpenting
itu adalah agar pemegang kekuasaan dan pelaku pariwisata tidak berfikir
terbalik, jangan sampai mengorbankan kebudayaan hanya untuk pariwisata
yang mendatangkan keuntungan. Jangan merubah apalagi meruntuhkan
kebudayaan hanya demi wisatawan dan kepentingan lainnya. Bahkan hendaknya
wisatawan yang harus menyesuaikan diri dengan pola budaya setempat dan
hal itu tidak bisa ditawar-tawar lagi. Maka diperlukan komitmen pemerintah dan
seluruh masyarakat untuk bersama-sama mengawal kebudayaan tersebut.
Alasan lainnya
adalah untuk efisiensi dan efektivitas karena dengan satu lembaga saja tentu
akan banyak terjadi penghematan, sesuai dengan kondisi keuangan
negara/daerah. Sinergisitas keduanya juga dapat diwujudkan sehingga
kebudayaan bisa berkembang dan tersosialisasikan melalui kegiatan-kegiatan
kepariwisataan.
Harapan
ke Depan
Pemikiran
bernas Herwandi perlu didukung agar nanti kebudayaan diurus oleh lembaga
tersendiri. Apalagi kita hidup di Sumatera Barat yang notabene dikenal
sebagai daerah beradat dengan beragam budayanya, yakni Minangkabau. Suatu
waktu nanti mungkin saja di tingkat Provinsi Sumatera Barat dan di
kabupaten/kota akan ada dinas kebudayaan sebagai lembaga tersendiri. Hal
ini sudah dilakukan oleh Provinsi Bali dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sesungguhnya kita punya alasan yang kuat untuk merealisasikannya jika Sumatera
Barat konsisten untuk melestarikan adat budaya Minangkabau tersebut.
Selama ini memang
porsi kebudayaan jauh lebih kecil dibandingkan porsi pariwisata. Kita
belum banyak mempunyai kegiatan di bidang kebudayaan, selain Pekan Budaya
Sumatera Barat. Bagaimana dengan galanggang siliah baganti pencak
silat, pelatihan pidato pasambahan, lomba pepatah petitih, pembinaan
tokoh-tokoh adat, aktualisasi prosesi adat seperti acara baralek, turun
mandi, maminang dan manjapuik marapulai serta yang lainnya.
Sanggar seni budaya dan kelompok permainan anak nagari jumlahnya ratusan unit
di propinsi ini yang perlu dibina dan dikembangkan. Nah. semoga nanti
para pelaku kebudayaanpun akan tinggi aktivitasnya dan mendapat perhatian oleh
pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar