Jalinan Cinta antara Minangkabau dan
NKRI
OLEH Kamardi Rais Datuak Panjang Simulie
Bismillahir
Rahmanir Rahim
Biluluak di ataeh
tabiang
Siturak jatuah ka lambah
Duduak ambo jo rundiang
Tagak dalam manyambah
Lapun malapun ka
Indogiri
Naiak juaro rang
Batipuah
Sungguahpun ambo tagak
badiri
Labiah bak duduak
basimpuah
Bundo Kanduang di Limo
Kaum
Masaklah padi rang
Pitalah
Baru kinilah ka
dituainyo
Niat dikanduang lah
batahun
Dek takadir garak Allah
Baru kinilah kasampainyo
Alhamdulillah, puji
dan syukur kapado Allah Tuhan nan Maha Kuaso, salawat juo kapado
Nabi, Rasul Allah, Muhammad junjungan kito, khataman Nabiyun, penutup
segala nabi.
Bapak-bapak, Ibu-ibu, hadirin yang saya
hormati
Pada hari ini, entah hari ko nan elok,
entah kutiko nan lai baiak, hari paneh alah bakulik, tabanglah si burung
Rajowali dari puncak gunung Ledang, tabang mambubuang ka udaro, kapak mangipeh,
sayok manjariang angin, tabuak ka awan gumawan, lah dakek ka langik nan tinggi,
badan sajuak, bulu baminyak, lambok tasiram dek ambun jantan. Alah sanang hati
kami.
Namun baato lai tu kini, pandang jauah
dilayangkan, pandang dakeklah ditukiakkan, nampaklah pantai Gondoriah, tampek
malapeh Si Tungga Magek Jabang, balayie jauah sampai ka lauik Sailan, nan
mancari kandak Puti Gondoriah, kandak nan saratuih duo puluah.
Bapak Menteri dan Bapak Gubernur yang saya
hormati
Apa yang saya kemukakan secuil kata-kata di
atas adalah kutipan (citta/quotation) dari kaba klasik Minang Anggun
nan Tungga Magek Jabang yang melukiskan jalinan cinta dan semangat
kepahlawanan yang konon terjadi pada masa dahulu di daerah Padang Pariaman di
mana bandar udara ini akan kita bangun sekarang.
Jalinan cinta yang sangat romantis di
antara dua orang anak manusia, bagaikan jalinan cinta antara Minangkabau
(Sumatera Barat) dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Putri Gandaria yang berarti (kembang hias
berwarna indah) dengan Anggun nan Tungga Magek Jabang merupakan kisah cinta
yang penuh heroik, penuh kepahlawanan dapat ditamsilkan antara Minang-kabau
(Sumatera Barat) dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945
yang diproklamasikan oleh dua orang pemimpin Nasional kita Soekarno-Hatta.
Putri Gandaria adalah gadis manis yang
berhati luhur bagaikan ranah Minang dengan spektrum adat dan budayanya memendam
cintanya yang amat dalam. Hal ini dibuktikan dengan pengorbanannya dalam
menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta ini. Di mulai dari
perjuangan Tuanku Imam Bonjol sampai kepada The Founding Fathers para
pendiri republik ini, seperti Bung Hatta, Sjahrir, Natsir, Mohammad Yamin, H.
Agus Salim, dan lain-lain.
Kita teringat ketika lapangan udara Maguwo
diserang di kala subuh 19 Desember 1948, dan ibukota Republik Indonesia
Yogyakarta diduduki Belanda ketika halimun pagi masih menyelimuti kota itu,
maka Bukittinggi bagaikan “saudara kembar” tampil menggantikan peranan
Yogyakarta disebut sebagai Yogya ke-2.
Dan ketika Presiden dan Wakil Presiden
R.I., Soekarno-Hatta dan para pemimpin republikein lainnya ditawan
Belanda, maka PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia) di bawah pimpinan
Mr. Sjafruddin Prawiranegara melanjutkan perjuangan gerilya di hutan belantara
Sumatera, khususnya di Sumatera Barat.
Bapak Menteri dan hadirin yang saya
muliakan.
Adalah wajar bila Putri Gandaria menguji
pula kecintaan Anggun nan Tungga Magek Jabang yang amat dicintai itu. Apakah
anak muda yang gagah berani itu, pria satu-satunya yang punya tiga nama, 3
in 1, ke darat yang dipanggail si Anggun, sementara di kalangan ayah-ibunya
di tengah keluarga dan famili ia dipanggil si Tunggal (tunggal) dan di daerah
Tiku, Pariaman, ia dipanggilkan Magek Jabang.
Barangkali dapat kita tafsirkan bahwa si
Anggun adalah kepulauan Nusantara kita yang bagaikan permata zamrud di
khatulistiwa; si Tungga (tunggal) adalah Negara Kesatuan RI yang kita cintai
ini yang ber-Bhinneka Tunggal Ika dan Magek Jabang adalah megat kebangsawanan
turunan leluhur kita.
Untuk membuktikan pula kecintaan Anggun nan
Tungga Magek Jabang kepada Putri Gandaria, mau dia berlayar jauh dengan dandang
yang panjang sampai ke laut Ceylon (Srilangka) untuk mencarikan keinginan
(ka[ha]ndak nan 120) dari Putri Gandaria.
Anggun nan Tungga Magek Jabang berani
menghadang bahaya, ombak besar yang bergulung-gulung, badai dan topan silih
berganti, nan Tungga ternyata tak takut akan karam di laut lepas. Bahaya di
laut bukan itu saja. Lanun dan perompak harus jadi perhitungan pula. Bagi
Anggun nan Tungga semuanya itu sudah harus dihadang. Konon berkali-kali terjadi
peperangan antara nan Tungga Magek Jabang di dandang nan panjang melawan
kapal Siensuik (Sheen Ship) dengan pasukan Tambi Basa. Yang penting bagi
nan Tungga adalah kandak nan Gondariah harus terbawa pulang. Antara lain
burung nuri pandai berkata, sebuah kancah berterawang, burung rajawali (garuda)
penghuni puncak Gunung Ledang, seekor beruk yang pandai berkecapi, dan banyak
lagi yang lain-lain.
Bapak-bapak/Ibu-ibu yang saya hormati
Mengambil tamsil kisah klasik tersebut
dewasa ini bagi daerah Sumatera Barat—kandak
nan 120 itu keinginan yang begitu banyak itu—telah terkabul pada hari ini salah satunya,
yakni pembangunan bandar udara baru tempat orang terbang dan mendarat di bumi
Minangkabau yang indah ini, tepatnya di kenagarian Katapiang, Kabupaten Padang
Pariaman yang pada hari ini diletakkan batu pertamanya oleh Bapak Menteri
Perhubungan Republik Indonesia, Bapak Agum Gumelar pada hari Jumat bulan yang
penuh berkat pada bulan puasa, yakni 21 hari bulan Ramadhan 1422 Hijriah.
Bapak Agum Gumelar adalah sumando urang Minang,
lebih khusus lagi sumando urang Piaman, iyolah sigai mancari anau,
alah dijalankan fungsi beliau, singkek nan ka mauleh, kurang nan akan
manukuak, condong ka manungkek.
Bapak-bapak/Ibu-ibu hadirin yang berbahagia.
Inilah yang dikatakan oleh pantun Minang:
Bundo Kanduang ka Limo Kaum
Masaklah padi rang Pitalah
Barulah kini kadituainyo
Niat dikanduang alah batahun
Dek takadie garak Allah
Barulah kini ka sampainyo
Atas nama masyarakat seluruh Sumatera
Barat, kami meng-ucapkan terima kasih kepada pemerintah pusat, semoga dengan
dibangunnya Bandar Udara Katapiang yang
bertaraf internasional ini, kiranya daerah Sumatera Barat akan semakin maju,
hubungan semakin terbuka dan lancar dalam meningkatkan perekonomian daerah,
terutama dalam mengembangkan dunia kepariwisataan sebagai salah satu sumber
pendapatan daerah. Kalau masa dahulu rajawali (burung garuda) yang terbang dari
puncak gunung Ledang di negeri Pariaman ini, di masa datang diharapkan burung
garuda yang punya mesin dan berkerangka besilah yang terbang dari Bandar Udara
Katapiang ini. Insya Allah.
Kepada Gubernur Sumatera Barat H. Zainal Bakar, S.H. yang kami lihat
pontang-panting mengurus dan memperjuangkan proyek Bandara Katapiang ini, dan
inilah obat jariah pelerai damam, bagi Bapak Gubernur. Semoga semuanya
itu menjadi amal saleh Bapak.
Mudah-mudahan bangunan bandara ini selesai
pada waktunya. Kepada Allah Swt kita mohonkan lindungan dan petunjuk-Nya.
Wabillahi taufik walhidayah.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.*
Padang, 7 Desember
2001
*Disadur dari buku Mesin Ketik Tua
*Tulisan ini muncul sebelum pemberian nama resmi Bandar Udara
Internasional Minangkabau (BIM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar