Rabu, 03 September 2014

Sekapur Sirih Peletakan Batu Pertama Pembangunan Bandar Udara Katapiang

Jalinan Cinta antara Minangkabau dan NKRI

OLEH Kamardi Rais Datuak Panjang Simulie
Bismillahir Rahmanir Rahim
Biluluak di ataeh tabiang
Siturak jatuah ka lambah
Duduak ambo jo rundiang
Tagak dalam manyambah
Lapun malapun ka Indogiri
Naiak juaro rang Batipuah
Sungguahpun ambo tagak badiri
Labiah bak duduak basimpuah
Bundo Kanduang di Limo Kaum
Masaklah padi rang Pitalah
Baru kinilah ka dituainyo
Niat dikanduang lah batahun
Dek takadir garak Allah
Baru kinilah kasampainyo

Alhamdulillah, puji dan syukur kapado Allah Tuhan nan Maha Kuaso, salawat juo kapado Nabi, Rasul Allah, Muhammad junjungan kito, khataman Nabiyun, penutup segala nabi.
Bapak-bapak, Ibu-ibu, hadirin yang saya hormati
Pada hari ini, entah hari ko nan elok, entah kutiko nan lai baiak, hari paneh alah bakulik, tabanglah si burung Rajowali dari puncak gunung Ledang, tabang mambubuang ka udaro, kapak mangipeh, sayok manjariang angin, tabuak ka awan gumawan, lah dakek ka langik nan tinggi, badan sajuak, bulu baminyak, lambok tasiram dek ambun jantan. Alah sanang hati kami.
Namun baato lai tu kini, pandang jauah dilayangkan, pandang dakeklah ditukiakkan, nampaklah pantai Gondoriah, tampek malapeh Si Tungga Magek Jabang, balayie jauah sampai ka lauik Sailan, nan mancari kandak Puti Gondoriah, kandak nan saratuih duo puluah.
Bapak Menteri dan Bapak Gubernur yang saya hormati
Apa yang saya kemukakan secuil kata-kata di atas adalah kutipan (citta/quotation) dari kaba klasik Minang Anggun nan Tungga Magek Jabang yang melukiskan jalinan cinta dan semangat kepahlawanan yang konon terjadi pada masa dahulu di daerah Padang Pariaman di mana bandar udara ini akan kita bangun sekarang.
Jalinan cinta yang sangat romantis di antara dua orang anak manusia, bagaikan jalinan cinta antara Minangkabau (Sumatera Barat) dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Putri Gandaria yang berarti (kembang hias berwarna indah) dengan Anggun nan Tungga Magek Jabang merupakan kisah cinta yang penuh heroik, penuh kepahlawanan dapat ditamsilkan antara Minang-kabau (Sumatera Barat) dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 yang diproklamasikan oleh dua orang pemimpin Nasional kita Soekarno-Hatta.
Putri Gandaria adalah gadis manis yang berhati luhur bagaikan ranah Minang dengan spektrum adat dan budayanya memendam cintanya yang amat dalam. Hal ini dibuktikan dengan pengorbanannya dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta ini. Di mulai dari perjuangan Tuanku Imam Bonjol sampai kepada The Founding Fathers para pendiri republik ini, seperti Bung Hatta, Sjahrir, Natsir, Mohammad Yamin, H. Agus Salim, dan lain-lain.
Kita teringat ketika lapangan udara Maguwo diserang di kala subuh 19 Desember 1948, dan ibukota Republik Indonesia Yogyakarta diduduki Belanda ketika halimun pagi masih menyelimuti kota itu, maka Bukittinggi bagaikan “saudara kembar” tampil menggantikan peranan Yogyakarta disebut sebagai Yogya ke-2.
Dan ketika Presiden dan Wakil Presiden R.I., Soekarno-Hatta dan para pemimpin republikein lainnya ditawan Belanda, maka PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia) di bawah pimpinan Mr. Sjafruddin Prawiranegara melanjutkan perjuangan gerilya di hutan belantara Sumatera, khususnya di Sumatera Barat.
Bapak Menteri dan hadirin yang saya muliakan.
Adalah wajar bila Putri Gandaria menguji pula kecintaan Anggun nan Tungga Magek Jabang yang amat dicintai itu. Apakah anak muda yang gagah berani itu, pria satu-satunya yang punya tiga nama, 3 in 1, ke darat yang dipanggail si Anggun, sementara di kalangan ayah-ibunya di tengah keluarga dan famili ia dipanggil si Tunggal (tunggal) dan di daerah Tiku, Pariaman, ia dipanggilkan Magek Jabang.   
 Barangkali dapat kita tafsirkan bahwa si Anggun adalah kepulauan Nusantara kita yang bagaikan permata zamrud di khatulistiwa; si Tungga (tunggal) adalah Negara Kesatuan RI yang kita cintai ini yang ber-Bhinneka Tunggal Ika dan Magek Jabang adalah megat kebangsawanan turunan leluhur kita.
Untuk membuktikan pula kecintaan Anggun nan Tungga Magek Jabang kepada Putri Gandaria, mau dia berlayar jauh dengan dandang yang panjang sampai ke laut Ceylon (Srilangka) untuk mencarikan keinginan (ka[ha]ndak nan 120) dari Putri Gandaria.
Anggun nan Tungga Magek Jabang berani menghadang bahaya, ombak besar yang bergulung-gulung, badai dan topan silih berganti, nan Tungga ternyata tak takut akan karam di laut lepas. Bahaya di laut bukan itu saja. Lanun dan perompak harus jadi perhitungan pula. Bagi Anggun nan Tungga semuanya itu sudah harus dihadang. Konon berkali-kali terjadi peperangan antara nan Tungga Magek Jabang di dandang nan panjang melawan kapal Siensuik (Sheen Ship) dengan pasukan Tambi Basa. Yang penting bagi nan Tungga adalah kandak nan Gondariah harus terbawa pulang. Antara lain burung nuri pandai berkata, sebuah kancah berterawang, burung rajawali (garuda) penghuni puncak Gunung Ledang, seekor beruk yang pandai berkecapi, dan banyak lagi yang lain-lain.
Bapak-bapak/Ibu-ibu yang saya hormati
Mengambil tamsil kisah klasik tersebut dewasa ini bagi daerah Sumatera Baratkandak nan 120 itu keinginan yang begitu banyak itutelah terkabul pada hari ini salah satunya, yakni pembangunan bandar udara baru tempat orang terbang dan mendarat di bumi Minangkabau yang indah ini, tepatnya di kenagarian Katapiang, Kabupaten Padang Pariaman yang pada hari ini diletakkan batu pertamanya oleh Bapak Menteri Perhubungan Republik Indonesia, Bapak Agum Gumelar pada hari Jumat bulan yang penuh berkat pada bulan puasa, yakni 21 hari bulan Ramadhan 1422 Hijriah.
Bapak Agum Gumelar adalah sumando urang Minang, lebih khusus lagi sumando urang Piaman, iyolah sigai mancari anau, alah dijalankan fungsi beliau, singkek nan ka mauleh, kurang nan akan manukuak, condong ka manungkek.
Bapak-bapak/Ibu-ibu hadirin yang berbahagia. Inilah yang dikatakan oleh pantun Minang:
Bundo Kanduang ka Limo Kaum
Masaklah padi rang Pitalah
Barulah kini kadituainyo
Niat dikanduang alah batahun
Dek takadie garak Allah
Barulah kini ka sampainyo
Atas nama masyarakat seluruh Sumatera Barat, kami meng-ucapkan terima kasih kepada pemerintah pusat, semoga dengan dibangunnya Bandar Udara  Katapiang yang bertaraf internasional ini, kiranya daerah Sumatera Barat akan semakin maju, hubungan semakin terbuka dan lancar dalam meningkatkan perekonomian daerah, terutama dalam mengembangkan dunia kepariwisataan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Kalau masa dahulu rajawali (burung garuda) yang terbang dari puncak gunung Ledang di negeri Pariaman ini, di masa datang diharapkan burung garuda yang punya mesin dan berkerangka besilah yang terbang dari Bandar Udara Katapiang ini. Insya Allah.
Kepada Gubernur Sumatera Barat  H. Zainal Bakar, S.H. yang kami lihat pontang-panting mengurus dan memperjuangkan proyek Bandara Katapiang ini, dan inilah obat jariah pelerai damam, bagi Bapak Gubernur. Semoga semuanya itu menjadi amal saleh Bapak.
Mudah-mudahan bangunan bandara ini selesai pada waktunya. Kepada Allah Swt kita mohonkan lindungan dan petunjuk-Nya.
Wabillahi taufik walhidayah. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.*
                                               
Padang, 7 Desember 2001   
*Disadur dari buku Mesin Ketik Tua
*Tulisan ini muncul sebelum pemberian nama resmi Bandar Udara Internasional Minangkabau (BIM)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...