OLEH Kamardi Rais Datuak Panjang Simulie
Ia melompat pagar Gedung
Radio Hosokyoku membawa berita Proklamasi RI agar cepat tersiar. Ia tewas di Singapura sebagai pejuang kemerdekaan. Pantas kepadanya diberikan penghargaan oleh pemerintah dan
RRI dan sebagai pejuang kemerdekaan.
Sudah banyak dipaparkan orang tentang riwayat Proklamsi RI,
tentang hari-hari bersejarah di awal kemerdekaan, tentang peranan tokoh-tokoh
besar seperti Bung Karno, Bung Hatta, Bung Sjahrir, H. Agus Salim, Mr. Achmad
Soebardjo, Moh. Yamin, Mononutu, Maramis, dan lain-lain.
Banyak ditulis orang tentang peranan pemuda Soekarni,
Chairul Saleh yang dihubungkan dengan Peristiwa Rengasdengklok. Ibu Fatmawati
yang menjahit sendiri bendera Sang Saka Merah Putih yang dikibarkan di
Pegangsaan Timur 56, peranan Adam Malik, Latief Hendraningrat yang Chudanco
Peta bertindak sebagi penggerek bendera,
dan lain-lain.
Namun amat langka orang mengungkapkan peranan orang-orang
kecil lainnya seperti wartawan Pangulu Lubis yang menyelipkan berita Proklamasi
itu melalui KB Domei, Frans Mendoer dari Foto IPPOS, wartawan
Sjahruddin yang berani meloncat pagar gedung radio Hosokyoku di Jalan
Merdeka Barat yang menyelundupkan berita Proklamasi Kemerdekaan RI untuk dapat
disiarkan melalui radio. Pada waktu itu, studio radio masih dikuasai Jepang dan
wartawannya tidak diundang pada detik-detik yang bersejarah itu. Sudah jelas
rekan-rekan yang bekerja di radio Jepang tersebut tidak memperoleh informasi
bahwa Bung Karno dan Bung Hatta akan mencanangkan Proklamasi RI pada pagi hari
17 Agustus 1945 tersebut.
Sjahruddin, yang berasal dari Lubuk Sikaping, Kabupaten
Pasaman, berhasil menyelundupkan berita proklamasi tersebut ke Gedung Hosokyoku.
Makanya berita proklamasi dapat disiarkan pada jam 7 malam melalui radio
Jakarta. Pembaca berita adalah Yusuf Ronodipuro dan terjemahannya dalam bahasa
Inggris oleh Suprapto.
Kemudian, Station Call yang bersejarah: ”Di sini
Bandung, siaran Radio Republik Indonesia.” Setelah itu bergemalah suara
Sakti Alamsyah dari bumi Parahiyangan. Teks proklamasi mengudara. Pada mulanya
tampak sebagai peristiwa sederhana di depan Gedung Proklamasi, Pegangsaan Timur
56, Jakarta. Siaran itu berulang kali dibacakan sampai pukul 10.00 malam oleh
Sam Amir.
Pada bulan Januari 1946, ketika semangat kemerdekaan baru
beberapa bulan meliputi suasana tanah air, maka wartawan Sjahruddin dari Kantor
Berita DOMEI menjadi wartawan Kantor Berita (KB) Antara. Ia
diperintahkan oleh Adam Malik berangkat ke Singapura guna merintis jalan untuk
membuka KB Antara di luar negeri.
Adam Malik tidak memberi bekal Sjahruddin dengan biaya
perjalanan dan biaya untuk tinggal menetap di kota Singapura yang pada zaman
pendudukan Jepang berganti nama dengan Shyonanto.
Apa Akal Sjahruddin?
Dia punya teman namanya Sofyan Muchtar yang lebih muda
usianya. Ia berangkat bersama Sofyan meninggalkan Jakarta menuju Palembang
untuk bergabung dengan anak buah Dr. A.K Gani, Gubernur Sumatera Selatan.
Sebagai seorang pejuang kemerdekaan, orang pergerakan A.K. Gani dikenal sebagai
seorang smuggler, penyelundup. Ia menyelundupkan karet ke Singapura dan
dari Singapura menyelundupkan senjata untuk para pejuang, para gerilyawan
menghadapi Belanda.
Adik Sjahruddin, Nurana Abidin yang kini tinggal di Lubuk
Sikaping, Pasaman, Sumatera Barat,
mengatakan, ketika itulah pertama kali Sjahruddin pulang kampung. Ia membonceng
bersama Pak Gani yang meninjau keadaan Bukittinggi di Sumatera Tengah. Kemudian
Sjahruddin kembali ke Palembang untuk terus ke Singapura bersama Sofyan Muchtar
dan kawan-kawannya.
Dari Jakarta, Sjahruddin membawa barang-barang perak buatan
Kota Gede Yogya untuk dijual di Singapura. Sejak dari Palembang menumpang kapal
yang membawa karet yang baunya amat tengik. Setelah selesai timbang terima
karet dengan seorang penadah di Singapura, Sjahruddin berusaha menyiarkan
berita proklamasi yang menyatakan Indonesia telah merdeka, lepas dari
penjajahan Jepang dan Belanda. Proklamasi kemerdekaan itu telah dibacakan dan
dicanangkan oleh Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945.
Orang-orang Melayu di Singapura amatlah gembira mendengar
negara tetangganya telah merdeka. Mereka bersimpati dan mendukung tugas-tugas
Sjahruddin untuk membuka cabang KB Antara di kota itu. Di samping
itu, ia berupaya untuk mencari dukungan politik luar negeri.
Biaya hidup Sjahruddin dari hasil penjualan barang-barang
perak Yogya makin menipis. Dr.A.K. Gani tetap mengirimnya uang dari hasil
penjualan karet Palembang di Singapura. Jerih payah Sjahruddin berhasil membuka
kantor cabang Antara di Singapura bertempat di Raffles Square.
Suatu hari yang naas datang menimpa Sjahruddin. Pada tanggal
16 Agustus 1946, sehari menjelang HUT pertama Proklamasi RI, sebuah granat
meledak di tangannya. Ia tewas terkapar di rumah seorang Indonesia yang sudah
lama menetap di kota itu. Esoknya tanggal 17 Agustus 1946, dihari kemerdekaan
yang keramat, Sjahruddin dimakamkan teman-temannya di kampung Melayu Singapura.
Inna Lillahi wa inna illaihi roji’un. Seorang pejuang telah pergi buat
selama-lamanya tanpa dapat menikmati hasil perjuangannya.
Menurut keterangan, sejumlah senjata yang sudah terkumpul di
tangannya siap untuk dikirimkan kepada Dr. A.K. Gani di Palembang. Mungkin
karena Sjahruddin tak tahu caranya, sebuah granat telah meledak ketika sedang
diamatinya.
Buku-buku catatan dan bajunya dikirim orang kepada Mr.
Soemanang, Ketua PWI Pusat yang pertama pada waktu itu, tapi konon kiriman itu
tak sampai ke tangan Mr. Soemanang.
Almarhum wartawan pejuang Sjahruddin lahir di Curup,
Sumatera Selatan, putra Yasin gelar Datuk Indo Maradjo, guru kepala Gouvernement
di zaman Belanda. Lahir 17 September 1919 dan menamatkan pendidikan pada
Taman Dewasa Raya Bukittinggi, setingkat SMA sekarang.
Dalam usia 20 tahun berangkat ke Betawi dan terjun ke dunia
wartawan. Mulanya wartawan Bintang Timur, kemudian pindah ke Barita
Oemoem, selanjutnya jadi wartawan Kantor Berita Antara yang dipimpin
oleh trio wartawan Adam Malik, Soemanang, dan Sipahutar.
Saya mengusulkan sudah selayaknya almarhum Sjahruddin diberi
penghargaan oleh pemerintah dan RRI atas jasa-jasanya itu, dan kalau mungkin
diangkat sebagai perintis kemerdekaan.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar