Satu per satu permasalahan di Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Sumbar diungkap seniman ke permukaan.
Setelah Komunitas Seni Nan Tumpah (KSNT) mengungkap adanya pemotongan dana
produksi mereka, kini giliran penari kolosal yang tampil di pembukaan Pekan
Budaya Sumbar mengaku honor belum dibayar.
Honor 48 penari kolosal yang tampil di
acara pembukaan Pekan Budaya Sumbar 2014, Jumat 20 Juni 2014 di kantor Gubernur
Sumbar, belum dibayar. Sedianya masing-masing penari mendapatkan honor Rp 250
ribu, namun hingga kemarin (6/7/2014) mereka belum mendapatkan haknya.
Rama, 30, salah seorang penari
mengatakan, untuk tampil di acara itu mereka latihan selama dua bulan. Tari
yang mereka tampilkan adalah gabungan dance dan tari tradisi.
Rama mengaku kecewa dengan sikap
Disbudpar Sumbar. Kata dia, banyak penari yang sangat mengharapkan honor
tersebut. Karena sebagian besar penari adalah mahasiswa.
"Sempat dijanjikan akan dibayarkan
jelang puasa. Kawan-kawan yang mahasiswa sempat menunda pulang kampung
gara-gara menunggu itu. Ternyata, sampai hari ini tak kunjung dibayarkan,"
ujar Rama, kemarin.
Kata Rama, pihak Disbudpar beralasan
honor mereka belum bisa dibayarkan karena dana belum turun dari pihak sponsor.
Asal-asalan
Kalangan seniman juga menilai pelaksanaan
Pekan Budaya Sumbar terkesan asal-asalan. Tujuan pelaksanaannya seakan hanya
untuk menghabiskan anggaran dan berbasis proyek. "Tidak ada nilainya untuk
pengembangan kebudayaan di Sumbar. Acara pembukaannya di Gubernuran. Siapa
masyarakat yang akan menonton ke sana," ujar Rama.
Lain lagi dengan Joni Andra, salah
seorang MC yang dipakai pada acara pembukaan Pekan Budaya Sumbar. Dia mengaku
baru dihubungi pihak Disbudpar malam sebelum acara. Ini menandakan panitia
tidak profesional dan mempersiapkan acara dengan baik.
Dia menilai, persiapan itu jadi
asal-asalan karena pihak Disbudpar sibuk mempersiapkan tim ke Maroko. Lebih
parahnya, usai menjadi MC, Joni Andra diminta menandatangani kuitansi kosong
untuk pembayaran honor untuknya. "Kuitansi tersebut tidak dibarengi dengan
ketikan jumlah upah secara tertulis. Honor yang saya terima dipotong pajak
pula. Akhirnya karena saya protes, saya disuruh menulis sesuai jumlah yang saya
terima dengan tulisan tangan," ujarnya.
Ketika dikonfirmasi soal itu, Kepala
Disbudpar Sumbar Burhasman Bur mengaku belum mengetahui permasalahan tersebut.
"Saya akan mencari tahu dan memanggil anggota saya," ujarnya kepada
Padang Ekspres, kemarin sore.
Sebelumnya, Komunitas Seni Nan Tumpah
(KSNT) yang mewakili Sumbar pada Festival Nasional Teater Tradisional 2014 di
Jakarta, 13-18 Juni lalu, juga bermasalah dengan Disbudpar Sumbar.
Meski mereka berhasil meraih penghargaan
sebagai Grup Penampil Terbaik. Namun, prestasi itu tak sepenuhnya bisa
dinikmati para seniman yang berkreativitas di grup yang dikelola secara swadaya
tersebut.
Biaya produksi sebesar Rp 10 juta
(setelah potong pajak jadi Rp 8 juta) yang diberikan panitia penyelenggara
(Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, red) kepada KSNT, dipotong sebesar Rp 3
juta oleh oknum pejabat dan staf Disbudpar Sumbar.
KSNT pun menolak menerima seluruh uang
tersebut sebelum pihak Disbudpar menyampaikan permintaan maaf secara terbuka
dan memberi sanksi pejabat yang melakukan pemotongan.
Namun, Kadisbudpar Sumbar Burhasman Bur
tak bergeming. Dia menolak menyampaikan sanksi yang diberi pada anggotanya.
Akibatnya, KSNT menyatakan, menolak terlibat dalam seluruh kegiatan Disbudpar
periode kepemimpinan Burhasman Bur. Menyikapi ini, Burhasman Bur menegaskan,
siap bila persoalan ini diselesaikan di DPRD Sumbar. "Ya tidak masalah.
Silakan saja bawa ke DPRD," ujarnya.
KSNT menilai, di bawah kepemimpinan
Bushasman Bur, Disbudpar Sumbar gagal mengayomi, melindungi, memberikan
penghargaan terhadap karya dan pelaku seni di Sumbar. Soal ini, Burhasman Bur
tak mau ambil pusing.
"Semua orang bebas berpendapat. Tapi
belum tentu pendapat itu benar," tandasnya. (cr4)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar