Sabtu, 19 Juli 2014

PEKAN BUDAYA SISAKAN MASALAH: Honor Penari tak Dibayar, MC Diberi Kuitansi Kosong

Satu per satu permasalahan di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Sumbar diungkap seniman ke permukaan. Setelah Komunitas Seni Nan Tumpah (KSNT) mengungkap adanya pemotongan dana produksi mereka, kini giliran penari kolosal yang tampil di pembukaan Pekan Budaya Sumbar mengaku honor belum dibayar.
Honor 48 penari kolosal yang tampil di acara pembukaan Pekan Budaya Sumbar 2014, Jumat 20 Juni 2014 di kantor Gubernur Sumbar, belum dibayar. Sedianya masing-masing penari mendapatkan honor Rp 250 ribu, namun hingga kemarin (6/7/2014) mereka belum mendapatkan haknya.
Rama, 30, salah seorang penari mengatakan, untuk tampil di acara itu mereka latihan selama dua bulan. Tari yang mereka tampilkan adalah gabungan dance dan tari tradisi.
Rama mengaku kecewa dengan sikap Disbudpar Sumbar. Kata dia, banyak penari yang sangat mengharapkan honor tersebut. Karena sebagian besar penari adalah mahasiswa.
"Sempat dijanjikan akan dibayarkan jelang puasa. Kawan-kawan yang mahasiswa sempat menunda pulang kampung gara-gara menunggu itu. Ternyata, sampai hari ini tak kunjung dibayarkan," ujar Rama, kemarin.
Kata Rama, pihak Disbudpar beralasan honor mereka belum bisa dibayarkan karena dana belum turun dari pihak sponsor.
Asal-asalan
Kalangan seniman juga menilai pelaksanaan Pekan Budaya Sumbar terkesan asal-asalan. Tujuan pelaksanaannya seakan hanya untuk menghabiskan anggaran dan berbasis proyek. "Tidak ada nilainya untuk pengembangan kebudayaan di Sumbar. Acara pembukaannya di Gubernuran. Siapa masyarakat yang akan menonton ke sana," ujar Rama.
Lain lagi dengan Joni Andra, salah seorang MC yang dipakai pada acara pembukaan Pekan Budaya Sumbar. Dia mengaku baru dihubungi pihak Disbudpar malam sebelum acara. Ini menandakan panitia tidak profesional dan mempersiapkan acara dengan baik.
Dia menilai, persiapan itu jadi asal-asalan karena pihak Disbudpar sibuk mempersiapkan tim ke Maroko. Lebih parahnya, usai menjadi MC, Joni Andra diminta menandatangani kuitansi kosong untuk pembayaran honor untuknya. "Kuitansi tersebut tidak dibarengi dengan ketikan jumlah upah secara tertulis. Honor yang saya terima dipotong pajak pula. Akhirnya karena saya protes, saya disuruh menulis sesuai jumlah yang saya terima dengan tulisan tangan," ujarnya.
Ketika dikonfirmasi soal itu, Kepala Disbudpar Sumbar Burhasman Bur mengaku belum mengetahui permasalahan tersebut. "Saya akan mencari tahu dan memanggil anggota saya," ujarnya kepada Padang Ekspres, kemarin sore.
Sebelumnya, Komunitas Seni Nan Tumpah (KSNT) yang mewakili Sumbar pada Festival Nasional Teater Tradisional 2014 di Jakarta, 13-18 Juni lalu, juga bermasalah dengan Disbudpar Sumbar.
Meski mereka berhasil meraih penghargaan sebagai Grup Penampil Terbaik. Namun, prestasi itu tak sepenuhnya bisa dinikmati para seniman yang berkreativitas di grup yang dikelola secara swadaya tersebut.
Biaya produksi sebesar Rp 10 juta (setelah potong pajak jadi Rp 8 juta) yang diberikan panitia penyelenggara (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, red) kepada KSNT, dipotong sebesar Rp 3 juta oleh oknum pejabat dan staf Disbudpar Sumbar.
KSNT pun menolak menerima seluruh uang tersebut sebelum pihak Disbudpar menyampaikan permintaan maaf secara terbuka dan memberi sanksi pejabat yang melakukan pemotongan.
Namun, Kadisbudpar Sumbar Burhasman Bur tak bergeming. Dia menolak menyampaikan sanksi yang diberi pada anggotanya. Akibatnya, KSNT menyatakan, menolak terlibat dalam seluruh kegiatan Disbudpar periode kepemimpinan Burhasman Bur. Menyikapi ini, Burhasman Bur menegaskan, siap bila persoalan ini diselesaikan di DPRD Sumbar. "Ya tidak masalah. Silakan saja bawa ke DPRD," ujarnya.
KSNT menilai, di bawah kepemimpinan Bushasman Bur, Disbudpar Sumbar gagal mengayomi, melindungi, memberikan penghargaan terhadap karya dan pelaku seni di Sumbar. Soal ini, Burhasman Bur tak mau ambil pusing.
"Semua orang bebas berpendapat. Tapi belum tentu pendapat itu benar," tandasnya. (cr4)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...