KSNT TEMPUH JALUR HUKUM
Komunitas Seni Nan Tumpah (KSNT)
memutuskan melaporkan oknum pejabat Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar)
Sumbar ke penegak hukum atas tuduhan pemotongan biaya produksi seniman. Ini
dilakukan setelah mediasi antara KSNT dengan Disbudpar menemui jalan buntut
atau tidak mencapai titik temu.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
(Disbudpar) Sumbar melakukan mediasi dengan Komunitas Seni Nan Tumpah (KSNT)
Rabu (16/7/2014).
Mediasi itu untuk menyelesaikan polemik
pemotongan biaya produksi seniman yang heboh sejak sebulan lalu.
Pimpinan KSNT Mahatma Muhammad menegaskan
tidak ada lagi mediasi dengan Disbudpar. Dia merasa, tidak ada gunanya
pertemuan yang berlangsung selama tiga jam lebih pada hari itu. Kekesalan
terlihat pada 13 anggota KSNT yang hadir. Pasalnya, oknum pejabat yang
melakukan pemotongan tidak mengakui kesalahannya.
"Jadi Nan Tumpah (KSNT-red), hari
ini terakhir berdiskusi atau mediasi dengan Disbudpar Sumbar.
Percuma saja mediasi ini," katanya
sambil meninggalkan kantor Disbudpar Sumbar, Rabu (16/7/2014).
Menurutnya, tujuan dasar menghadirkan
anggota KSNT dalam mediasi itu agar semua dapat berbicara terbuka dan
berbaikan. "Sayangnya itu tidak terwujud," ungkapnya.
Dia menilai, mediasi tidak bisa
menyelesaikan kisruh tersebut. Salah satu jalan yang akan ditempuh adalah
dengan jalur hukum. Dalam waktu dekat, KSNT akan melaporkan perilaku oknum yang
bersangkutan ke kejaksaan. Solusi yang sama dengan tawaran anggota DPRD Sumbar
dan beberapa budayawan Sumbar lainnya.
Bahkan, LBH Padang hingga Ketua Gerakan
Lawan Mafia Hukum (GLMH) Sumbar, juga pernah mendesak kejaksaan turun tangan
menyelidiki kasus pemotongan biaya produksi pementasan teater "Nilam Binti
Malin" tersebut. Mereka menilai, meski dana yang dipotong jumlahnya
dinilai sedikit, namun hal itu patut ditindaklanjuti karena kasus seperti ini
dianggap sudah sering terjadi di kalangan pemerintahan.
Ketua Gerakan Lawan Mafia Hukum (GLMH)
Sumbar Miko Kamal menilai, pemotongan hak seseorang, atau hak suatu kelompok
dengan cara tidak semestinya, hingga berakibat hilangnya hak mereka yang
seharusnya menikmati, murni sebuah pelanggaran hukum.
"Hukum tidak bicara soal nilai
nominal. Besar kecilnya berapa, bukan begitu. Hukum melihat pada perilakunya,
menyimpangkah? Melawan hukumkah dia? Atau bagaimana. Karena perilaku ini yang
menjadi persoalan, akan meninggalkan pelajaran buruk. Bagaimana kalau sikap
yang sama dilanjutkan pegawai muda?" tanya Miko Kamal.
Pada pertemuan itu, Kepala Bidang Seni
dan Nilai Budaya Disbudpar Sumbar Syafri Yusuf hadir sebagai mediator. Menurutnya,
kedua belah pihak sebetulnya saling harga menghargai dan tidak ada persoalan.
Soal belum adanya titik temu, katanya, karena belum bertemunya titik rasa antar
kedua belah pihak. "Ada saatnya akan bertemu (lagi)," ujarnya.
Saat ditanya Padang Ekspres perihal
langkah hukum yang akan ditempuh KSNT, Syafri Yusuf enggan mengomentarinya.
Alasannya, dia yakin akan ada cara yang lebih bersifat kekeluargaan. Hal itu
bertolak belakang dengan apa yang disampaikan pimpinan KSNT bahwa tidak ada
lagi mediasi setelah pertemuan Rabu (16/7) itu.
Kasus ini berawal ketika KSNT ditunjuk
mewakili Sumbar pada Festival Nasional Teater Tradisional 2014 di Jakarta,
pertengahan Juni lalu. Mereka menampilkan karya teater "Nilam Binti
Malin". Namun, dana produksi dipotong oleh oknum di Disbudpar Sumbar.
Ceritanya, untuk penampilan, KSNT
mendapat biaya produksi sebesar Rp 10 juta (setelah potong pajak jadi Rp 8
juta) yang diberikan panitia penyelenggara (Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, red). Lalu, biaya produksi itu dipotong sebesar Rp 3 juta oleh
Kepala Seksi Seni dan Film Bidang Seni dan Nilai Budaya Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata (Disbudpar) Sumbar Anita Dikarina.
Pimpinan KSNT Mahatma Muhammad Kamis
(26/6) lalu mengatakan, Anita Dikarina bersama Endri yang merupakan staf Bidang
Sejarah dan Purbakala Disbudpar Sumbar adalah pendamping KSNT ke festival yang
diselenggarakan di Gedung Dewan Kesenian Jakarta itu.
Dalam surat tugasnya tertera Anita
Dikarina sebagai offisial dan Endri sebagai tim artistik. Setelah bendahara
KSNT Riza Jhulia Santikha menerima biaya produksi dari panitia acara pada 17
Juni lalu, Endri meminta uang tersebut di depan panitia dan tim dari provinsi
lain dengan alasan untuk laporan kepada Anita Dikarina.
Sayangnya, uang produksi yang seharusnya
sebesar Rp 8 juta hanya diberikan Rp 5 juta. Alasannya, Rp 2,5 juta dipakai
untuk pengganti biaya perjalanan Anita Dikarina dan Endri sebagai pendamping.
"Sedangkan yang lima ratus ribu lagi guna pengganti airport tax mereka.
Padahal sesuai juknis, baik biaya pesawat dan airport tax, akomodasi serta
produksi ditanggung Kemendikbud," terang Mahatma Muhammad.
Anita Dikarina sendiri, masih enggan
untuk berkomentar. "Saya tidak mau komentar," ujarnya saat Padang
Ekspres menemui di dekat aula kantornya. (d)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar