Sabtu, 19 Juli 2014

Mediasi Buntu, Oknum Disbudpar Segera Dilaporkan KSNT Tempuh Jalur Hukum

KSNT TEMPUH JALUR HUKUM 
Komunitas Seni Nan Tumpah (KSNT) memutuskan melaporkan oknum pejabat Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Sumbar ke penegak hukum atas tuduhan pemotongan biaya produksi seniman. Ini dilakukan setelah mediasi antara KSNT dengan Disbudpar menemui jalan buntut atau tidak mencapai titik temu.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Sumbar melakukan mediasi dengan Komunitas Seni Nan Tumpah (KSNT) Rabu (16/7/2014).

Mediasi itu untuk menyelesaikan polemik pemotongan biaya produksi seniman yang heboh sejak sebulan lalu.
Pimpinan KSNT Mahatma Muhammad menegaskan tidak ada lagi mediasi dengan Disbudpar. Dia merasa, tidak ada gunanya pertemuan yang berlangsung selama tiga jam lebih pada hari itu. Kekesalan terlihat pada 13 anggota KSNT yang hadir. Pasalnya, oknum pejabat yang melakukan pemotongan tidak mengakui kesalahannya.
"Jadi Nan Tumpah (KSNT-red), hari ini terakhir berdiskusi atau mediasi dengan Disbudpar Sumbar.
Percuma saja mediasi ini," katanya sambil meninggalkan kantor Disbudpar Sumbar, Rabu (16/7/2014).
Menurutnya, tujuan dasar menghadirkan anggota KSNT dalam mediasi itu agar semua dapat berbicara terbuka dan berbaikan. "Sayangnya itu tidak terwujud," ungkapnya.
Dia menilai, mediasi tidak bisa menyelesaikan kisruh tersebut. Salah satu jalan yang akan ditempuh adalah dengan jalur hukum. Dalam waktu dekat, KSNT akan melaporkan perilaku oknum yang bersangkutan ke kejaksaan. Solusi yang sama dengan tawaran anggota DPRD Sumbar dan beberapa budayawan Sumbar lainnya.
Bahkan, LBH Padang hingga Ketua Gerakan Lawan Mafia Hukum (GLMH) Sumbar, juga pernah mendesak kejaksaan turun tangan menyelidiki kasus pemotongan biaya produksi pementasan teater "Nilam Binti Malin" tersebut. Mereka menilai, meski dana yang dipotong jumlahnya dinilai sedikit, namun hal itu patut ditindaklanjuti karena kasus seperti ini dianggap sudah sering terjadi di kalangan pemerintahan.
Ketua Gerakan Lawan Mafia Hukum (GLMH) Sumbar Miko Kamal menilai, pemotongan hak seseorang, atau hak suatu kelompok dengan cara tidak semestinya, hingga berakibat hilangnya hak mereka yang seharusnya menikmati, murni sebuah pelanggaran hukum.
"Hukum tidak bicara soal nilai nominal. Besar kecilnya berapa, bukan begitu. Hukum melihat pada perilakunya, menyimpangkah? Melawan hukumkah dia? Atau bagaimana. Karena perilaku ini yang menjadi persoalan, akan meninggalkan pelajaran buruk. Bagaimana kalau sikap yang sama dilanjutkan pegawai muda?" tanya Miko Kamal.
Pada pertemuan itu, Kepala Bidang Seni dan Nilai Budaya Disbudpar Sumbar Syafri Yusuf hadir sebagai mediator. Menurutnya, kedua belah pihak sebetulnya saling harga menghargai dan tidak ada persoalan. Soal belum adanya titik temu, katanya, karena belum bertemunya titik rasa antar kedua belah pihak. "Ada saatnya akan bertemu (lagi)," ujarnya.
Saat ditanya Padang Ekspres perihal langkah hukum yang akan ditempuh KSNT, Syafri Yusuf enggan mengomentarinya. Alasannya, dia yakin akan ada cara yang lebih bersifat kekeluargaan. Hal itu bertolak belakang dengan apa yang disampaikan pimpinan KSNT bahwa tidak ada lagi mediasi setelah pertemuan Rabu (16/7) itu.
Kasus ini berawal ketika KSNT ditunjuk mewakili Sumbar pada Festival Nasional Teater Tradisional 2014 di Jakarta, pertengahan Juni lalu. Mereka menampilkan karya teater "Nilam Binti Malin". Namun, dana produksi dipotong oleh oknum di Disbudpar Sumbar.
Ceritanya, untuk penampilan, KSNT mendapat biaya produksi sebesar Rp 10 juta (setelah potong pajak jadi Rp 8 juta) yang diberikan panitia penyelenggara (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, red). Lalu, biaya produksi itu dipotong sebesar Rp 3 juta oleh Kepala Seksi Seni dan Film Bidang Seni dan Nilai Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Sumbar Anita Dikarina.
Pimpinan KSNT Mahatma Muhammad Kamis (26/6) lalu mengatakan, Anita Dikarina bersama Endri yang merupakan staf Bidang Sejarah dan Purbakala Disbudpar Sumbar adalah pendamping KSNT ke festival yang diselenggarakan di Gedung Dewan Kesenian Jakarta itu.
Dalam surat tugasnya tertera Anita Dikarina sebagai offisial dan Endri sebagai tim artistik. Setelah bendahara KSNT Riza Jhulia Santikha menerima biaya produksi dari panitia acara pada 17 Juni lalu, Endri meminta uang tersebut di depan panitia dan tim dari provinsi lain dengan alasan untuk laporan kepada Anita Dikarina.
Sayangnya, uang produksi yang seharusnya sebesar Rp 8 juta hanya diberikan Rp 5 juta. Alasannya, Rp 2,5 juta dipakai untuk pengganti biaya perjalanan Anita Dikarina dan Endri sebagai pendamping. "Sedangkan yang lima ratus ribu lagi guna pengganti airport tax mereka. Padahal sesuai juknis, baik biaya pesawat dan airport tax, akomodasi serta produksi ditanggung Kemendikbud," terang Mahatma Muhammad.
Anita Dikarina sendiri, masih enggan untuk berkomentar. "Saya tidak mau komentar," ujarnya saat Padang Ekspres menemui di dekat aula kantornya. (d)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...