OLEH Salma, M. Ag, Ph. D
Dosen Pada Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Imam Bonjol Padang
Allah SWT sangat menghargai orang-orang yang erilmu
sehingga Allah SWT meninggikan derajat orang-orang yang berilmu. Seruan untuk
menuntut ilmu ini dinyatakan oleh Allah dalam banyak ayat, misalnya dalam surat
al-Mujadalah ayat 11 dengan makna:”Wahai orang-orang yang beriman! Apabila
dikatakan kepadamu:”Berlapang-lapanglah dalam majlis,” maka lapangkanlah,
niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan berdirilah
kamu, maka berdirilah, niscaya Allah meninggikan derajat orang-orang yang
beriman di antara kamu, dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Pada dasarmya Allah SWT tidak membeda-bedakan ilmu yang
harus dikuasai oleh manusia, sehingga kemajuan di seluruh penjuru dunia
menunjukkan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang.
Kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat ditentukan oleh penguasaan ilmu.
Allah SWT mengingatkan manusia agar tidak semata-mata hanya terfokus pada penguasaan ilmu untuk kepentingan dunia
saja. Akan tetapi Allah SWT mengingatkan agar ada segelintir orang yang mau dan
berkeinginan untuk memahami dan mendalami ilmu-ilmu agama sebagaimana
dinyatakan oleh Allah SWT dalam surat at-Taubah ayat 122 dengan makna:”Dan tidak sepatutnya bagi orang-orang yang
beriman itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari
tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya. Supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya.”
Salah satu aspek penting dalam memahami agama adalah
dengan memahami Alquran sebagai sumber ajaran agama. Banyak cara yang dilakukan
oleh ahli ilmu untuk memahami dan mendalami Alquran. Usaha untuk memahami Alquran
ini telah dimulai sejak awal proses penurunannya kepada Nabi Muhammad SAW.
Rasulullah SAW adalah orang pertama yang menjelaskan tentang makna-makan ayat Alquran
kepada umat Islam ketika itu. Raulullah SAW dalam hal ini menegaskan fungsinya
sebagai penjelas ayat-ayat Allah SWT (at-tabyin). Di samping itu, Rasulullah memberi kebebasan kepada para
Sahabat untuk memahami dan menafsirkan Alquran sesuai dengan kemampuan mereka
masing-masing.
Alquran diturunkan dalam bahasa Arab, sehingga pada
umumnya orang-orang Arab dapat mengerti dan memahaminya dengan mudah. Dalam
pada itu, para Sahabat Nabi adalah orang-orang yang paling mengerti dan
memahami ayat-ayat Alquran. Akan tetapi, para Sahabat itu sendiri mempunyai
tingkatan yang berbeda-beda dalam memahami Alquran. Hal ini terutama disebabkan
oleh perbedaan tingkatan pengetahuan serta kecerdasan para sahabat itu sendiri.
Sekalipun para sahabat adalah orang-orang Arab dan berbahasa Arab, tetapi
pengetahuan mereka tentang bahasa Arab berbeda-beda. Seperti berbedanya
pengetahuan Sahabat tentang sastra Arab, gaya bahasa Arab, adat istiadat dan
sastra Arab jahiliyah, kata-kata yang terdapat dalam Alquran dan sebagainya.
Oleh sebab itu tingkatan mereka dalam memahami ayat-ayat Alquran berbeda-beda
pula.
Ada Sahabat yang sering mendampingi Nabi Muhammad SAW,
sehingga banyak mengetahui sebab-sebab ayat Alquran diturunkan dan ada pula
yang jarang mendampingi beliau. Pengetahuan tentang sebab-sebab Alquran
diturunkan itu, sangat diperlukan untuk menafsirkan Alquran, sehingga
Sahabat-sahabat yang banyak pengetahuan mereka tentang sebab-sebab ayat
diturunkan, lebih mampu menafsirkan ayat-ayat Alquran dibandingkan dengan yang
lain.
Pada masa hidup Rasulullah SAW, kebutuhan tentang tafsir Alquran
belum begitu dirasakan. Apabila para Sahabat tidak atau kurang memahami ayat Alquran,
maka mereka dapat secara langsung menanyakannya kepada Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW akan memberikan jawaban yang memuaskan. Setelah Rasulullah SAW
meninggal, apalagi setelah agama Islam menyebar luas ke wilayah jazirah Arab
dan memasuki daerah dengan kebudayaan lama/kuno, maka terjadilah persinggungan
antara agama Islam yang masih dalam bentuk kesederhanaannya di satu pihak
dengan kebudayaan lama yang telah mempunyai pengalaman, perkembangan serta
keuletan daya juang di pihak yang lain. Di samping itu umat Islam menghadapi
berbagai persoalan baru dalam kekuasaan pemerintahan Islam. Persoalan-persoalan
itu akan dapat dipecahkan apabila ayat Alquran ditafsirkan dan diberi komentar
untuk menjawab persoalan-persoalan yang baru muncul itu. Maka bermunculanlah
beberapa orang Sahabat dan tabi’in yang memberanikan diri menafsirkan ayat-ayat
Alquran yang masih bersifat umum sesuai dengan batas-batas kebolehan melakukan
ijtihad.
Dewasa ini penafsiran Alquran dilakukan dengan cara yang
berbeda dengan penafsiran pada zaman klasik. Para ahli ilmu mencoba memahami Alquran
dari sudut pandang ilmu dan kekuatan akal yang dimilikinya. Penafsiran seperti
ini dikenal dengan istilah (at-tafsir bil
ilm) atau (at-tafsir bir-ra'yi). Cara
ini menimbulkan kontroversi di kalangan ulama yang telah menggariskan
batas-batas yang ketat dalam menafsirkan Alquran. Perbedaan itu pada dasarnya
bersumber dari kapasitas seseorang yang tidak memiliki ilmu alat yang memadai
seperti menguasai ilmu bahasa Arab, ilmu ushul fikih dan lain-lain, tetapi
mereka memiliki kapasitas ilmu yang memadai di bidang lain.
Dr Haji Ahmad Laksamana Haji Omar (Dr. Halo-N) adalah seorang
insinyur matematika. Latar belakang keilmuannya tidak menghalanginya untuk
menulis berbagai buku keislaman dengan tema yang berbeda-beda. Di antara buku
yang ditulisnya adalah Al Fathun Nawa Jilid I yang berisi tentang pemahamannya
terhadap Alquran surat al-Fatihah dan surat al-Baqarah ayat 1 sampai 29. Pendekatan pemahaman yang digunakan dalam
buku ini terlihat berbeda dengan pendekatan-pendekatan tafsir yang telah dikenal
selama ini. Perbedaan itu sepertinya dapat dipahami karena latar belakang
keilmuan yang dimiliki dan caranya memandang tentang maksud Alquran sebagai Umm
al-Kitab.
Secara garis besar, pemahamannya menggunakan ayat Alquran
menjelaskan ayat Alquran yang lain. Pada dasarnya cara ini telah lama dikenal
dan tidak menjadi hal yang baru dalam tafsir. Dalam buku Al Fathun Nawa setiap
ayat yang diuraikan maknanya dijelaskan oleh beberapa ayat. Penjelasan demi
penjelasan ayat itu berujung pada satu teori yang berbentuk rumusan kata-kata
maupun simbol-simbol yang sarat makna. Beliau menemukan empat teori yang
berkaitan dengan bidang natural products
sebagai hasil dari pemahamannya terhadap Alquran surat al-Fatihah dan surat al-Baqarah
ayat 1 sampai 29. Teori-teori tersebut adalah (1). Nine Stars Halo-N Theory (2). Nawiah 9 x 45 (1) Theory (3). Nawiah
9 x 45 (2) Theory dan (4). Halo-N 9.2 Homolength Theory. Penjelasan
teori-teori dan hasil pengujiannya secara ilmiah dapat diltelusuri lebih jauh
dalam buku Al Fathun Nawa Jilid I. Buku ini ini dilengkapi dengan
pendekatan-pendekatan tarikat dan tasauf secara terperinci dan mendalam. Adakalanya
teori-teori tarikat yang selama ini dikenal dikemukakan secara ilmiah. Selain
itu, pemahaman yang dilakukan terhadap ayat-ayat Alquran ini senantiasa dilihat
Dr. Halo-N dari sudut pandang dunia dan akhirat. Penggabungan sains dan tarikat
menjadi keunikan tersendiri dalam buku ini. Cara seperti ini tentunya
melahirkan pemahaman Alquran yang tidak biasa dan tidak dikenal sebelumnya. (Wallahu A’lam)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar