OLEH Puti Reno Raudha Thaib
Ketua Umum Bundo Kanduang Provinsi Sumatera Barat
Sejumlah warga Kota Padang membakar pondok yang diduga
tempat maksiat di Bungus
|
“Segan Bergalah Hanyut Serantau”
Kita dikejutkan dengan adanya video mesum anak SMA dan
penari bugil yang nyata basuluah matoari
terjadi di ranah Minangkabau yang kita cintai ini. Video mesum, penari bugil
(pornografi dan pornoaksi), korupsi, pembunuhan, penipuan, penggelapan, narkoba,
pelacuran dan berbagai kejahatan lainnya, disebut penyakit masyarakat,
merupakan perbuatan yang dilakukan secara individual atau kelompok dengan
berbagai sebab dan alasan. Penyakit masyarakat bukanlah produk dari suatu
budaya, apalagi ajaran-ajaran adat maupun
agama.
Budaya Minangkabau merujuk pada nilai dan sistem adatnya,
ajaran Islam merujuk pada ajaran dan hukum-hukumnya. Ajaran-ajaran adat dan agama itu sesuatu yang bersifat
preventif dan persuasif, dalam perbaikan akhlak, moral untuk setiap individu
dalam suatu kerangka ajaran yang lengkap, menyeluruh dan berkesinambungan. Oleh
karena itu, pencegahan dan penanggulangan penyakit masyarakat tidak dapat
dicarikan pamungkas atau obatnya secara sporadis, terpisah-pisah atau setengah
hati.
Hukum Positif
Penyakit masyarakat hanya dapat ditaklukkan dengan
tindakan yang nyata, hukum positif dan sanksi hukum yang dijalankan. Masalah
pencegahan dan penanggulangan penyakit masyarakat sesungguhnya lebih terkait
dari penerapan hukum positif, hukum yang diberlakukan oleh negara. Disebabkan kini
hukum adat maupun hukum agama tidak punya kekuatan untuk dapat dijalankan
sepenuhnya. Pengadilan adat tidak dijalankan lagi sekarang oleh institusi
penghulu atau ninik mamak.
Penyakit masyarakat itu jika ditinjau lebih dalam lagi,
merupakan bagian yang gelap dalam diri dan kehidupan setiap diri manusia.
Menurut ilmu hukum, semua manusia berpotensi membuat kejahatan, dan potensi
inilah yang secara preventif dicegah oleh ajaran-ajaran adat dan agama. Namun,
apabila potensi itu muncul ke permukaan dalam bentuk tindakan dan perilaku,
yang dapat membahayakan diri sipelaku, orang sekitar ataupun masyarakatnya,
maka pencegahan yang dilakukan adalah dengan menerapkan hukum negara atau hukum
positif dengan segala sanksi-sanksinya.
Persoalan yang kini dihadapi cukup rumit dan kompleks
yang tidak kunjung dapat teratasi, karena hukum positif tidak berjalan secara
semestinya, sehingga membuat setiap individu tidak merasa takut dengan segala
kesalahannya di depan hukum.
Ajaran adat Minangkabau pada hakikatnya dapat
mengendalikan potensi berbuat kejahatan itu pada masyarakatnya.
Institusi mamak kemenakan dalam sistem matrilineal yang
pada hakikatnya adalah lembaga kontrol sosial yang efisien, instisusi merantau
yang sesungguhnya merupakan ventilasi bagi berbagai kecenderungan, merupakan
salah satu dari cara pengendalian potensi itu. Pelanggaran yang terjadi, yang
seharusnya dapat diatasi oleh hukum adat, saat ini tidak dapat diterapkan
karena hukum adat tidak punya kekuatan formal untuk dijalankan. Sebagaimana
juga hukum Islam, yang tidak dapat diterapkan seluruhnya karena berbagai
faktor.
Pada prinsipnya “adat” beserta sistem, nilai, dan hukum-hukumnya,
disusun oleh mereka yang menginginkan keteraturan dan mereka yang ingin teratur
dan mereka yang mau diatur. Artinya di sini, adat akan dijalankan oleh mereka
yang mau mengatur dan mau diatur.
Ada tiga komponen penting yang secara preventif dan devensif
dapat mencegah berbagai bentuk penyakit masyarakat itu; ajaran adat dan ajaran
Islam, yang keduanya menyatu dalam budaya Minangkabau. Penerapan ajaran
adat dan ajaran Islam di dalam kehidupan bermasyarakat di Minangkabau akan
dapat mencegah secara dini timbulnya berbagai penyakit itu. Apabila penyakit
itu sudah menjelma menjadi sebuah tindakan, maka ajaran adat dan ajaran agama
tidak berwibawa lagi dibanding dengan hukum positif negara.
Oleh karena itu ketiga komponen; ajaran adat, ajaran
agama dan hukum positif negara, masing-masingnya harus dapat berada pada
posisinya masing-masing, seiring sejalan. Namun hal itu tidak pula dapat
dijalankan dengan baik, karena hukum positif kita dalam pelaksanaannya terlalu
pilih kasih, sedangkan ajaran-ajaran adat dan agama dalam pelaksanaanya seperti
“macam kertas”.
Usaha yang dapat dilakukan adalah dengan memberi ruang
untuk menerapkan kembali ketiga komponen itu; 1) Menfungsikan kembali sistem
adat Minangkabau dengan baik, 2) Menjalankan kembali ajaran Islam dengan benar
sesuai Alquran dan Hadist, dan 3) Menerapkan kembali hukum negara dengan tegas
tanpa pilih kasih.
Namun di Sumatera Barat ketiga usaha tersebut tidak dapat
dijalankan secara efektif karena timbulnya berbagai persoalan di kalangan
orang-orang Minangkabau itu sendiri. Beberapa
persoalan yang sangat mengganjal dalam usaha menjalankan ketiga hal tersebut di
atas tadi, antara lain;
Pertama, ketika ada usaha
untuk menerapkan syariat Islam secara benar di dalam masyarakat Minangkabau,
pada saat itu pula beberapa orang tokoh Minangkabau, bahkan tokoh agama itu
sendiri menampiknya dengan alasan-alasan politik, bukan alasan untuk mencegah
penyakit masyarakat dan kejahatan-kejahatan sebagaimana yang dicemaskan semua
orang. Penerapan syariat Islam adalah penerapan ajaran Islam, termasuk di
dalamnya pencegahan dan penanggulangan masalah-masalah penyakit masyarakat yang
timbul. Sebagian dari tokoh-tokoh itu lebih mementingkan strategi politiknya,
kelompoknya.
Kedua, ketika ada usaha
untuk menjalankan adat dan budaya Minangkabau dengan baik, agar lembaga kontrol
sosial keluarga dan kaum, mamak dan kemenakan berjalan secara efektif dan
sekaligus pula dapat mencegah penyakit masyarakat, pada saat itu pula beberapa
tokoh Minangkabau, cendekiawan, tokoh politik menampiknya, dengan berbagai
alasan seperti misalnya; ABS-SBK tidak relevan bagi kehidupan masyarakat
Minangkabau hari ini; sistem kekerabatan Koto Piliang harus dihapuskan,
terapkan saja sistem Bodi Caniago agar masyarakat jadi demokratis, sistem matrilineal
itu sudah waktunya harus ditinggalkan, bahwa luhak nan tuo itu adalah Luhak
Limo Puluah, bukan Luhak Tanah Data dan banyak lagi gugatan lainnya yang tidak
punya relevansi dan referensi yang jelas. Padahal, apa yang mereka tampik itu
hanyalah komponen-komponen atau pernik-pernik dari kerangka besar dari sebuah
“kebudayaan” yang tidak mungkin dapat dihilangkan oleh satu atau dua orang saja
dalam masa yang singkat. Mereka bergerak dalam pola berpikir penghancuran suatu
sistem, bukan mengukuhkan sistem untuk menanggulangi berbagai penyakit
masyarakatnya.
Ketiga, ketika ada usaha
untuk menjalankan hukum negara dengan tegas, pada saat itu pula para birokrat
berkelit untuk lepas dari berbagai tuduhan dan tanggung jawab. Banyak birokrat
yang ikut tertular oleh penyakit masyarakat itu, namun mereka dengan gagahnya
dapat melepaskan diri dari tuntutan hukum. Bahkan mereka justru menuding
masyarakatnya pula; jika saya bersalah, buktikan! Padahal buktinya sudah
ada di tangan pemegang hukum. Akibat
berikutnya adalah, dalam masalah narkoba misalnya, hanya dibatasi, dilokalisir
dan dijadikan sebagai penyakit yang diidap hanya oleh “anak-anak muda, generasi
muda”. Padahal, sesungguhnya, narkoba hanyalah
salah satu penyakit dari sekian penyakit masyarakat yang lebih besar dan lebih parah
lagi. Seperti penari bugil,video mesum, korupsi dll. Generasi muda dijadikan
tumbal dari berbagai kejahatan yang dilakukan para, orang dewasa, orang tua,
birokrat ataupun tokoh-tokoh politik.
Secara umum dapat dikatakan bahwa penanggulangan dan
pencegahan penyakit masyarakat tidak dapat dilihat dalam satu aspek saja., atau
secara adat dan budaya Minangkabau saja. Penyakit masyarakat merupakan produk
zaman, hasil panen dari hukum yang tidak jelas, efek dari tidak berfungsinya
lembaga-lembaga kontrol masyarakat, akibat dari para pemegang kekuasaan yang
tidak punya komitmen yang jelas terhadap nilai-nilai dan budaya, para politisi
yang tidak suka menyalahkan diri sendiri dan banyak aspek lainnya justru
merupakan sesuatu yang sangat menentukan. Generasi muda terutama mereka yang
terlibat narkoba, video mesum hanyalah akibat dari sesuatu yang berada di luar
dirinya. Di dalam pepatah Minang disebutkan:
apaknyo kuriak, anaknyo rintiak.
Oleh karena itu, jika kita mau jujur, yang harus dipermasalahkan
lebih dulu adalah penyebab dari semua persoalan ini terjadi, penyebab kenapa
masalah, korupsi narkoba, tari bugil, video mesum tidak kunjung tertanggulangi
sampai hari ini
Bila ditanyakan, cara pencegahan dan penanggulangannya
dalam adat dan budaya Minangkabau, jawabannya adalah; jalankan adat dan budaya
Minangkabau itu, yang di dalamnya sekaligus penerapan ajaran Islam (ABS-SBK).
Salah satu item dari menjalankan ABS-SBK itu adalah; kemauan pemerintah dan
masyarakat untuk menghidupkan dan penguatan lembaga-lembaga kontrol sosial pada
semua lini: keluarga, kaum, nagari dengan urang ampek jinihnyo (niniak mamak,
alim ulama, cadiak pandai) dan kaum perempuannya (Bundo Kanduang). Dan jika
tidak, maka “segan bergalah hanyut
serantau”, kata orang-orang tua kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar