Sabtu, 26 April 2014

Siapa yang Peduli dengan Nasib Petani Kita

OLEH Moehar Daniel
Direktur Pemberdayaan Petani Yayasan AFTA
Sering kita baca dan sering kita dengar dan bahkan juga sering kita lihat, petani menerima penghargaan. Petani sering diusung ke Istana Negara untuk menerima hadiah, menerima piagam penghargaan ataupun menerima sertifikat. Setiap tahun di Agustus, saat peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik, sangat banyak lapisan masyarakat yang menerima segala macam penghargaan.

Begitu juga sering kita baca dan lihat di siaran televisi, banyak para pemberdaya masyarakat yang menerima hadiah, mendapat penghargaan dan juga didaulat sebagai anak bangsa yang berjaya. Melihat semua itu, kita pasti merasa bangga dan gembira, rupanya anak bangsa ini sudah pada maju dan sudah banyak juga yang bermanfaat untuk orang lain. Sudah banyak petani yang sukses, menjadi kaya dan hidup sejahtera. Itulah gambaran di layar kaca dan di kolom berita.
Kalau kita dalami kondisi yang sebenarnya terjadi, ternyata masih sangat banyak petani kita yang menderita. Bekerja membanting tulang dan bermandikan keringat dari pagi sampai petang, tetapi hasil yang diterimanya belum cukup untuk bisa hdup lebih baik dan tenang.
Sementara orang kota menganggap petani kita sudah maju, rumahnya sudah rumah batu, dan bahkan sudah banyak juga yang sering tampil menjadi selebritis baru. Manakah yang benar? Apakah petani yang tampil tersebut mewakili semua petani, atau hanya mewakili 50 persen petani, atau apakah bisa mewakili 10 persen  petani. Ekstremnya, apakah mewakili dirinya sendiri yang kebetulan adalah petani? Kalau memang dia petani. Harus diingat dan diketahui bahwa, data statistik mengatakan 62 persen  penduduk Indonesia (lebih kurang 125 juta jiwa) hidup dari sektor pertanian.
Kita tidak bisa memungkiri bahwa telah terjadi perbaikan di mana kehidupan petani sekarang lebih baik dibanding 10-15 tahun yang lalu. Ukurannya adalah “mata telanjang”. Sebagian mereka sudah memiliki rumah baru, memiliki sepeda motor, bahkan banyak juga yang sudah memiliki kendaraan roda empat. Apakah itu ukuran kesejahteraan dan apakah itu mewakili semua petani?
Belum ada data akurat yang bisa menjelaskan semua itu, yang pasti kenyataan di lapangan, masih sangat banyak petani yang hidup menderita di antara kehidupan mewah lapisan masyarakat di atasnya. Kesenjangan kehidupan antara petani dengan lapisan masyarakat yang lebih beruntung sangat jauh dan mencolok. Masih banyak anak petani yang tidak sekolah dan tidak mendapat pekerjaan yang layak untuk memperjuangkan kehidupannya. Siapa yang peduli kepada nasib dan kehidupan mereka?
Dalam beberapa tulisan sering dibahas mengenai kondisi dan keberadaan petani serta rakyat kecil dewasa ini. Intinya, mereka berada dalam ketidakberdayaan yang sebagian besar dicerminkan oleh maraknya kemiskinan, pengangguran, kebodohan dan kepincangan. Tanpa menyalahkan siapa dan apa, sudah saatnya kita sebagai bagian dari anak bangsa yang besar ini untuk mulai menengok dan memperhatikan serta “peduli” kepada bagian terbesar anak bangsa ini. Kepedulian bisa diwujudkan melalui berbagai kegiatan seperti pemikiran, himbauan, perbuatan dan lain sebagainya. Paling tidak kita harus gunakan apa yang kita miliki untuk berbuat dan berperan serta mendukung upaya pemerintah dalam memerangi ketiga hal di atas. Ketiganya merupakan butir akibat yang sangat ditakuti oleh negara berkembang yang sedang giat melakukan pembangunan.
Petani kita butuh sentuhan. Sentuhan itu merupakan kata kunci dalam membimbing dan memotivasi masyarakat untuk menggali semua potensi yang ada guna mencapai kesejahteraan dan kekuatan mencapai keseimbangan. Dengan demikian, posisi tawar masyarakat kecil akan meningkat dan sekaligus kemiskinan serta pengangguran dapat dieliminir. Bagaimana memberi “sentuhan” kepada petani, dan apa yang dimaksud dengan sentuhan”.
Pada dasarnya, di samping masalah harga dan pemasaran, masalah utama yang dihadapi petani yang menciptakan ketidak berdayaan mereka adalah: 1) Lemahnya penguasaan modal, 2) Lemahnya penguasaan informasi dan teknologi serta 3) Kurangnya pembinaan yang berkelanjutan.
Sampai saat ini petani masih tertatih-tatih mencari jatidiri untuk memperkuat posisi tawar mereka. Tetapi tampaknya tanpa campur tangan pemerhati atau personal maupun lembaga yang punya “kepedulian” terhadap petani, sulit diharapkan nasib petani akan berubah. Bahkan dikhawatirkan bila keadaan ini berlanjut, pergeseran yang akan terjadi lebih mengarah pada penajaman jurang pemisah antara mereka dengan lapisan yang lebih beruntung yang membuat petani semakin terpuruk. Apalagi kalau diperhatikan, dewasa ini sistem kapitalis sudah merasuk sampai kelapisan bawah untuk menghisap rakyat kecil.
Petani Dimanfaatkan
Celakanya lagi, suasana pemilu dan pilkada dimana-mana banyak yang memanfaatkan keberadaan petani. Karena kantong suara untuk pemenangan pertarungan politik ada di tangan petani. Pengalaman masa lalu diharapkan tidak berulang kembali, dimana petani sering dimanfaatkan sesaat untuk mencapai tujuan sang pemain politik.
Berbagai embel-embel, berbagai janji manis atau angin surga dilemparkan supaya petani memilih mereka. Tetapi setelah terpilih, mereka asyik memperjuangkan kepentingan diri pribadi dan kelompoknya. Sementara petani dan rakyat kecil lainnya tetap terabaikan. Diharapkan, petani dan masyarakat kecil mulai berpikir jernih, tidak mudah terpengaruh dan berupaya tidak tergoda dengan segala bujuk rayu agar tidak menimbulkan penyesalan nantinya.
Sementara, kepada para petani juga kita himbau untuk ikut aktif dan progresif  dalam merubah nasibnya sendiri. Satu hal yang mendasar dan sangat dibutuhkan dari petani adalah perubahan perilaku. Petani sering menganggap bahwa setiap yang datang dari atas (pemerintah) selalu membawa bantuan. Dan bantuan itu tidak harus dikembalikan. Perilaku ini telah menggagalkan program pembangunan yang dilakukan pemerintah melalui berbagai kegiatan bantuan, ataupun penguatan modal.
Bantuan yang telah banyak dikucurkan melalui program yang disebut dengan dana bergulir (revolving fund), ternyata tidak banyak memberi manfaat. Jangankan mengharapkan dana bantuan akan kembali (bukan itu tujuannya), perubahan nasib petani saja pun tidak diperoleh. Yang terakhir inilah yang diharapkan sebagai sasaran, dimana dengan bantuan dana bergulir, petani bisa meningkatkan usahanya guna perbaikan kehidupan. Tetapi apa yang terjadi? Dana yang digulirkan tersebut kebanyakan tidak dimanfaatkan untuk keperluan bagaimana mestinya. Petani lebih cenderung menggunakan dana tersebut untuk memenuhi kebutuhan sesaat, dengan berbagai alasan. Petani cenderung menjadi konsumtif, apalagi karena tidak ada sanksi dari penyimpangan penggunaan ataupun penunggakan guliran dana tersebut. Buah yang diperoleh dari program ini adalah perubahan perilaku petani, menjadi tidak bertanggung jawab dan tidak peduli dengan nasibnya sendiri.   
Disadari bahwa kesalahan tidak hanya terletak ditangan petani, tetapi juga karena lemahnya bimbingan dan pengawasan serta tindakan dari petugas. Tetapi kita tidak akan mempersalahkan hal tersebut, nasi sudah jadi bubur. Ke depan mari kita jadikan pengalaman tersebut sebagai pelajaran untuk mengubah diri, mengubah metode dan merubah pendekatan agar semua kegiatan pembangunan yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun oleh swasta, bahkan oleh petani sendiri bisa dilakukan lebih baik, agar bisa dicapai sasaran yang diinginkan.
Petani jangan hanya mau dipedulikan saja, tetapi juga harus bisa memperlihatkan bahwa mereka juga peduli dengan nasibnya sendiri. Harus ikut membangun dirinya dan harus bertanggung jawab dalam menjalankan program yang semuanya adalah untuk kebaikan dan kesejahteraan petani. Kata kunci semuanya adalah partisipatif dan saling peduli. Jangan ada dusta di antara petani dan pemberdaya, dan jangan ada jurang pemisah antara petani dengan aparat pemerintah. Aparat pemerintah bekerja untuk petani dan petani bekerja untuk keluarganya, mereka adalah pejuang pembangunan negara dan anak bangsa.
Penulis menghimbau kepada semua pihak yang tergerak hatinya dan yang mempunyai kepedulian terhadap nasib sesama anak bangsa serta punya rasa tanggung jawab terhadap perkembangan daerah, untuk ikut berpartisipasi. Mari kita peduli dengan nasib petani kita. Petani adalah orangtua kita, yang telah susah payah mendidik dan menyekolahkan kita. Sekarang mereka terpuruk oleh keadaan, pedulikah kita?
Allah SWT telah memerintahkan kita untuk peduli dengan sesama dan hidup saling mengasihi. Manusia yang paling mulia disisi Allah adalah manusia yang berguna bagi manusia lainnya. Kepedulian kita berarti telah mengangkat martabat anak bangsa dan berperan mengembangkan perekonomian daerah. Siapa lagi yang akan membangun negeri ini kalau tidak kita sendiri. Mari kita coba untuk saling peduli dan mari kita maju bersama petani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...