OLEH Fitriyanti
Keradjinan Amai Setia (KAS) merupakan organisasi
perempuan pertama yang berdiri di
Kotogadang, Bukittinggi, Minangkabau, Sumatera Barat. Tujuan utama
pendirian KAS adalah untuk kemajuan
perempuan dan berupaya melestarikan serta mengembangkan berbagai keahlian
kerajinan tangan. Terbentuknya organisasi perempuan KAS disebabkan kaum
perempuan belum mendapat kesempatan menempuh pendidikan formal dan nonformal,
karena pada masa itu pendidikan lebih diutamakan untuk kaum laki-laki.
Nagari Kotogadang merupakan salah satu dari 11 nagari yang
terletak di Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam. Asal usul Nagari Kotogadang
menurut sejarahnya dimulai pada akhir abad ke-17. Ketika itu sekelompok kaum
yang berasal dari Pariangan Padang Panjang mendaki dan menuruni bukit dan
lembah, menyeberangi anak sungai, untuk mencari tanah yang elok untuk
dipeladangi dan dijadikan sawah serta untuk tempat pemukiman.
Demi meningkatkan kehidupan yang lebih baik dengan
menuntut ilmu yang lebih tinggi, banyak kaum laki-laki Kotogadang yang merantau
ke luar kampung, meninggalkan keluarganya untuk memasuki sekolah formal atau
menimba ilmu dan keterampilan langsung dari mereka yang ahli di bidang
masing-masing, sehingga Kotogadang menjadi tempat yang dikenal banyak
melahirkan orang-orang pandai di berbagai disiplin ilmu dan keterampilan.
Sementara kaum laki-laki merantau, maka kaum perempuan
tinggal di kampung untuk mengurus keluarga dan harta pusaka kaumnya (seperti
sawah, ladang, dan rumah), sambil menunggu ayah, suami atau anak laki-lakinya
kembali pulang ke kampung halaman.
Dalam menjalani kehidupan kesehariannya, perempuan
Kotogadang juga harus bisa menjalankan
kehidupan rumah tangga sehari-hari menyesuaikan dengan kondisi apa adanya. Hal
ini menggugah hati beberapa Bundo Kanduang, yang kemudian mencetuskan
ide untuk mengadakan pendidikan khusus perempuan.
Pada masa itu, umumnya perempuan Kotogadang telah
dibekali ilmu dan keterampilan yang turun-temurun diwariskan. Keterampilan itu
adalah menjahit, menyulam, menenun, mengaji dan sebagainya.
Ekonomi yang Baik
Pada abad ke-19, kehidupan perempuan Kotogadang bisa
dibilang biasa-biasa saja, tidak jauh beda dengan kehidupan perempuan di Tanah Melajoe pada umumnya. Namun
dibandingkan dengan nasib kaum perempuan di Tanah
Melajoe—di bawah penjajahan pemerintahan kolonial Belanda pada umumnya—
perputaran roda kehidupan perempuan Kotogadang lebih baik.
Keadaan ekonomi mereka umumnya cukup berada karena mamak atau ayah mereka yang
mempunyai usaha sebagai perajin emas dan perak, pedagang, dan pejabat tinggi
pemerintahan.
Perempuan Kota Gadang mengikuti perjalanan hidup yang sudah
ditentukan secara turun-temurun oleh peraturan adat istiadat dan penafsiran
agama yang dikaitkan pada Adat Basandi
Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah.
Karena kaum perempuan tidak boleh meninggalkan Kotogadang,
kesempatan untuk masuk sekolah cenderung diberikan kepada kaum laki-laki saja.
Sikap ini baru mulai berubah pada 1905 ketika bundo kanduang, ninik-mamak,
dan ulama sepakat memutuskan bahwa anak perempuan boleh menempuh pendidikan
formal dan nonformal yang setara dengan kaum laki-laki
Pada 1907, di Kotogadang didirikan “Kinder Julius Vereeniging”, sebuah perkumpulan untuk anak-anak,
baik laki-laki maupun perempuan, yang mempunyai gedung sekolah sendiri. Di
sana, anak-anak diajarkan pengetahuan bahasa Belanda sebagai persiapan untuk
memasuki Sekolah Belanda (Europeesche
School).
Dari Kinder Julius
Vereeniging itulah lahir Studiefonds
Kota Gedang yang mendapat besluit
dari Pemerintah Belanda No. 10 pada 27 Januari 1910 untuk diberikan rechtspersoon (badan hukum).
Lewat organisasi ini masyarakat Kotogadang, baik yang
tinggal di kampung maupun yang berada di rantau, berlomba-lomba mengumpulkan
dana untuk membiayai studi anak-kemenakan mereka ke Jawa dan juga ke Belanda.
Dengan terbukanya kesempatan bagi perempuan Kotogadang, maka
lahirlah Vereeniging “Karadjinan Amai
Setia” te Kota Gedang. Amai Setia (Amai = ibu/ perempuan) sebuah organisasi
perempuan pertama di Minangkabau, Sumatera yang didirikan pada awal abad ke-20
di zaman Hindia Belanda. Organisasi ini didirikan atas kesadaran jiwa kaum
perempuannya untuk berjuang mencapai kemajuan.
Berdirinya KAS
Pada 11 Februari 1911, atas prakarsa Rangkayo (Rky) Rekna
Puti yang punya inisiatif mendirikan perkumpulan amai-amai perajin diiringi
pemikiran Rky Roehana Koeddoes untuk meningkatkan pendidikan ilmu pengetahuan
umum serta keahlian Hadisah sebagai penenun dan atas dukungan seluruh kaum
perempuan di Kotogadang, maka didirikan organisasi perempuan Kerajinan Amai
Setia. Tujuan utama: “Mengangkat Harkat
dan Martabat Perempuan Kotogadang” untuk membekali kaum perempuan dengan
berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan. Dan Ketua Vereeniging K.A.S te Kota Gedang terpilih pada 11 Februari 1911
adalah Rky Roehana Koeddoes.
Tanggal 14 Juni 1913, Rky. Roehana cs (bestuursleden), dalam hal ini
didampingi oleh Rky. Hadisah dan Rky. Adisah, lalu mengajukan permohonan kepada
Pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan Vereeniging K.A.S., agar
diakui dan disahkan sebagai rechtspersoon.
Setelah permohonan dicatat dan diterima,
Rky. Roehana bisa mengajukan permohonan untuk menyelenggarakan geldloterij (lotere uang).
Pada tanggal 20 November1913 diperoleh izin dari
departemen Onderwijs en Eerendienst untuk
penyelenggaraan lotere tersebut. Hadiah lotere sebesar f 10.000. Penarikan lotere oleh pemerintah diselenggarakan pada 20 Oktober 1914.
Dari hasil keuntungan lotere, Rky. Roehana didampingi Rky. Hadisah dan
Rky. Adisah lalu membeli sebidang tanah di Koto Kaciak, Kotogadang dengan akte notaris J. Tewnacht pada 28 Agustus 1914 dan
diakui oleh Assistent Resident Van Agam, Karel Armand
James. Pelunasan
pembayaran untuk pembelian tanah tersebut sebesar f 180 terlaksana pada 14
Desember 1914. Pada tahun 1915 secara bertahap dibangunlah gedung Keradjinan
Amai Setia yang baru selesai hingga tahun 1919.
Pada 15 Januari 1915, Kerajinan Amai Setia dinyatakan
sebagai perkumpulan yang berbentuk Badan
Hukum dengan diterbitkannya Besluit
No.31 Tahun 1915 dari Pemerintah Hindia Belanda.
Dengan berkembangnya kegiatan Vereeniging
K.A.S te Kota Gedang, dirasakan bahwa gedung Studiefonds sudah tidak memadai lagi bagi murid-murid yang
menumpang belajar dari pukul 14.00-17.00 di sana. Atas perhatian dan bantuan
dari Groeneveld, Koemendur Lumbung, maka K.A.S. disarankan mengadakan kegiatan
lotere untuk memperoleh dana mendirikan gedung sekolah, keuntungannya boleh
diambil oleh penyelenggara.
Berkat dukungan para tokoh adat dan cendekiawan
Kotogadang dan usaha para tokoh Vereeniging
(perkumpulan) Karadjinan Amai Satia
(KAS) te Kota Gedang, maka jumlah
anak perempuan yang dapat baca-tulis, serta masuk sekolah formal dan nonformal
terus meningkat.
Selain mengajari baca-tulis dan pengetahuan umum lainnya,
Amai Setia juga mengajari berbagai keterampilan yang menunjang pergerakan
ekonomi kaum perempuan, bahkan masyarakat di Kotogadang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar