OLEH
Nasrul Azwar
Rumah bako (orang tua laki-laki Chairil Anwar) |
Malam
hening. Gemericik hujan gerimis melembabkan tanah nagari kecil itu, yang
jaraknya lebih kurang 8 km dari pusat Kota Payakumbuh atau 150 km dari Kota
Padang.
Gerimis
tak juga reda, namun puluhan majelis taqlim anak nagari Taeh Baruah, Kecamatan
Payakumbuah, Kabupaten Limapuluhkota, dengan khusuk melantunkan doa-doa dan
ayat Yasin untuk alharmum Chairil Anwar, sastrawan besar Indonesia, yang
orangtuanya berasal dari nagari itu, pada Sabtu (28/5/2005).
"Pembacaan
doa dan ayat Yasin salah satu bentuk penghormatan anak nagari Taeh Baruah
kepada almarhum Chairil Anwar. Charil Anwar telah memberikan kekuatan pemikiran
dan mengenalkan Nagari Taeh Baruah kepada dunia luar. Anak nagari Taeh Baruah
sangat menghargainya," kata Yasri Dt. Topa, salah seorang ninik mamak di
nagari tersebut.
Itulah
salah satu rangkaian acara "Alek Puisi Taeh" yang digelar dari
tanggal 27-29 Mei 2005 di Nagari Taeh Baruah, Kabupaten Limopuluah Koto,
Sumatra Barat, hasil kerjasama masyakarat nagari dengan Dewan Kesenian Sumatra
Barat (DKSB) dan didukung oleh Kompas.
"Alek
Puisi Taeh" merupakan pemaknaan terhadap sosok panyair Chairil Anwar sebagai
representasi modernitas di ranah sastra Indonesia dan membuka ingatan
kultural-terutama-bagi anak nagari Taeh Baruah bahwa nagari itu adalah tanah
asal penyair besar Chairil Anwar, yang dalam sejarah sastra Indonesia menjadi
tonggak perpuisian Indonesia modern.
Program
ini dirancang bersama masyarakat Taeh Baruah tidak semata bersifat sementara.
Beberapa agenda yang telah terealisasi adalah hadirnya Rumah Pengetahuan
Chairil Anwar di Nagari Taeh Baruah yang dikelola anak nagari itu sendiri.
Kehadiran Rumah Pengetahuan Chairil Anwar ini untuk sementara waktu
memanfaatkan bangunan kantor jorong menjelang rumah gadang orangtua Chairil
Anwar yang nyaris roboh itu selesai diperbaiki.
Rumah
Pengetahuan Chairil Anwar diproyeksikan sebagai salah satu titik persinggahan bagi
para pelajar, mahasiswa, sastrawan, peneliti sastra, dan masyarakat umum untuk
mengenal lebih jauh sosok Chairil Anwar. Selain itu, juga dijadikan sentral
kegiatan perpuisian di Sumatra Barat. Dan Rumah Pengetahuan Chairil Anwar kini
menjadi salah satu aset Nagari Taeh Baruah.
***
Rumah
gadang yang bagonjong empat itu tak begitu luas dan juga tak terlihat istemewa
untuk ukuran rumah gadang yang dibangun semasanya. Rumah itu tak memiliki
sembilan ruang seperti kebanyakan rumah gadang di Minangkabau dulunya. Tangga
untuk menuju ke atas rumah telah roboh.
Begitu
pula lantai untuk menuju pintu masuknya telah hancur. Sisi depan rumah tampak
jelas dindingnya telah lama melapuk dan tidak pernah tersentuh cat. Sebelah
kanan dan kirinya ditumbuhi lalang dan batang kayu liar. Memang tak terlihat
bahwa rumah orang tua laki-laki penyair Chairil Anwar itu pernah dibersihkan.
Maka,
untuk masuk ke dalam rumah tersebut kita mesti ekstra hati-hati, bisa saja
terjerembab ke kolong rumah karena lantainya sangat lapuk. Rumah itu telah
hampir berusia 100 tahun dan tela berpuluh tahun tidak lagi dihuni. Sangat
panjang, memang.
Namun
demikian, masyarakat Nagari Taeh Baruah mencatat bahwa pada tahun 1942 Chairil
Anwar-saat usianya 20 tahun-pernah mendatangi rumah rumah gadang itu dan
tinggal selama 6 bulan.
"Pada
tahun 1942 Chairil Anwar pulang ke Nagari Taeh guna menelusuri tanah asal dan
mengetahui sanak saudara yang sebapak. Selama 6 bulan Chairil berada di sini.
Dalam waktu yang singkat itu pula dia mengenal kampung dan budaya Minang,"
jelas Yasri Dt Topa, tokoh masyarakat yang juga Ketua Pelaksana "Alek
Puisi Taeh".
Dia
menjelaskan, selama 6 bulan itu Chairil Anwar lebih sering bermain di sawah
sambil menunggangi kerbau. Kadang ia pergi memanen tembakau dan acap tertidur
di pondok kebun tembakau.
"Di
pondok kebun tembakau itu pula salah satu puisi Chairil Anwar yang berjudul
'Nenek' lahir. Puisi itu ditulisnya di atas bungkus rokok 'Cap Tombak' Saya
hapal sekali puisi itu," kata Tuhilwi Tulus, adik sebapak Chairil Anwar.
Lalu dia membacakan isi puisi itu: Bukan
kematianmu menusuk kalbu, hanya kepergianmu yang menerima segala apa.
Akan
tetapi, dari pengakuan Tuhilwi Tulus, sampai kini ia tak bisa menemukan kertas
bungkus rokok "Cap Tombak". "Telah hilang entah di mana."
Untuk
itu pula, ahli waris keluarga Tulus (orang tua laki-laki Chairil Anwar)
menyambut baik "Alek Puisi Taeh" sebagai sebuah iven yang
berkelanjutan, dan dengan rela menyerahkan rumah gadang beserta tanahnya kepada
Nagari Taeh Baruah untuk dijadikan sebagai salah satu situs sejarah sastra
Indonesia sekaligus dijadikan lokasi Rumah Pengetahuian Chairil Anwar, yang
pada Sabtu (28/5) diresmikan oleh Penjabat Gubernur Sumatra Barat, M Thamrin,
yang diwakili Yulizar Baharin, Kepala Dinas Pariwisara, Seni, dan Budaya
Sumatra Barat. Dengan koleksi buku yang terbatas, kini Rumah Pengetahuan
Chairil Anwar telah dapat dimanfaarkan masyarakat, terutama pelajar di nagari
itu.
***
Menurut
Tuhilwi Tulus, setelah 6 bulan di Taeh Baruah, Chairil kembali melanjutkan
perjalanannya ke Medan, kota tempat kelahirannya, dan selanjutnya ke Jakarta.
Tak lama setelah pulang kampung, Chairil Anwar melepas masa lajangnya dan
dikarunia seorang anak perempuan bernama Evawani Alisa.
Orang
tua laki-laki Chairil Anwar bernama Tulus, mantan bupati Kabupaten Indragiri,
Riau. Orang tua perempuan Chairil Anwar bernama Saleha berasal dari Nagari
Situjuah, Kabupaten 50 Kota.
"Jadi,
jika mengacu pada sistem adat Minangkabau yang matrilineal, kampung halaman
Chairil Anwar adalah Nagari Situjuah. Nagari Taeh Baruah adalah bako bagi
Chairil Anwar karena orangtua laki-lakinya berasal dari Taeh Baruah," ujar
Tuhilwi Tulus.
Pada
tahun 1925, saat usia Chairil Anwar 3 tahun, rumah tangga Tulus dan Saleha
pecah. Kedua orangtuanya bercerai. Chairil kecil diboyong Saleha ke Jakarta dan
dibesarkan di kota itu hingga ajal menjemputnya pada 28 April 1949 dalam usia
masih muda, 27 tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar