Yusriwal |
Tidak
banyak buku tentang estetika terdapat dalam bahasa Indonesia yang dapat
digunakan sebagai buku sumber atau buku teori untuk menelaah objek estetika.
Beberapa buku dapat disebutkan di sini, antara lain Estetika Filsafat Keindahan (Mudji Sutrisno, 1993), Estetika Sebuah Pengantar (Djelantik,
1999), Filsafat Estetika (Anwar,
1985), Filsafat Seni (Jakob Sumarjo,
2000), dan ada 4 buah buku tentang Estetika dari The Liang Gie.
Namun
dalam bahasa Inggris terdapat cukup banyak buku estetika yang dapat dapat
digunakan sebagai sumber teori dalam penelaahaan objek estetika. Namun, karena
keterbatasan bahasa menjadikan buku-buku tersebut tidak dapat digunakan secara
maksimal.
Selain
itu, buku-buku yang ada dalam bahasa Indonesia pun lebih cenderung kepada
teori-teori estetika secara umum. Mudji Sutrisno misalnya, membicarakan
estetika dalam kerangka filosofis. Tidak mengarah kepada estetika konkret. Ia
lebih berbicara pada tataran atas yaitu filsafat. Jelantik lebih bebicara
estetika dalam tataran kesenian secara umum. Namun, ia sedikit menyinggung
tentang hubungan estetika dengan ilmu lain. Buku Jakob Sumardjo merupakan
kumpulan anrtikelnya yang tersebar di berbagai media masa ditambah dengan
makalah seminar. Oleh sebab itu sulit untuk mencari benang merah tentang
estetika yang dibahas dalam buku tersebut.
Berdasarkan
alasan di atas, dirasa perlu untuk menyusun sebuah buku (baca diktat) yang
diharapkan dapat digunaka sebagai pedoman pengajaran estetika di jurusan
kesusastraan. Didorong oleh keinginan tersebut, buku dapat disusun sebagaimana
adanya.
Buku
ini terdiri atas lima bagian. Bagian pertama yang merupakan pengantar, mencoba
mengantarkan pembaca (mahasiswa) ke pemahaman tentang estetika. Pemahaman
terhadap estetika tidak dapat terlepas dari sejarah perkembangan ilmu estetika
itu sendiri. Dalam bagian ini, selain dipaparkan pengertian tentang estetika,
juga dipaparkan secara ringkas tentang sejarah perkembangan estetika dari zaman
Yunani kuno sampai zaman modern.
Namun,
karena ingin melihat kaitannya dengan estetika Minangkabau, dalam bagian
pertama ini juga dipaparkan tentang estetika yang ada dalam masyarakat
Minangkabau. Pemaparan ini, dimaksudkan juga untuk membantu pemahaman terhadap
kupasan estetika Minangkabau pada bagian tiga, empat dan lima.
Bagian
kedua memuat tentang teori-teori estetika yang pernah ada dan berkembang secara
umum. Perhatian lebih ditumpukan pada teori estetika yang erat kaitannya dengan
kesusastran, tanpa meningglkan teori estetika yang berhubungan dengan seni
lainnya, seperti musik dan lukis. Pada bagian akhir sedikit dipaparkan tentang
hubungan estetika ilmu lainnya. Kadang, teori estetika tidak mampu menjelaskan
nilai estetika sebuah objek, karena estetika membutuhkan bantuan ilmu lain. Hal
itu, menyebabkan pentingnya akhir bagian ini.
Dalam
bagian tiga dan empat, pembaca (mahasiswa) diajak untuk melihat estetika
Minangkabau dalam sastra dan budaya Minangkabau. Pembaca akan dibawa mengembara
ke dalam sastra dan budaya Minangkabau sambil menggunakan salah satu atau
beberapa teori estetika pada bagian dua ditambah dengan pendekatan atau teori
ilmu lain.
Jika
dalam bagian pertama dan kedua pembicaraan estetika berkisar antara zaman
Yunani kuno dan zaman modern, maka pada bagian lima dicoba untuk melihat
estetika hari ini. Akhir-akhir ini, pembicaraan terfokus pada fenomena
posmodernisme. Apa sebenarnya posmodernisme tersebut?
Tidak
semua persoalan dapat dijawab hanya dalam satu bagian tulisan. Namun,
setidaknya bagian lima, mencoba mencoba membuka pemikiran pembaca terhadap
fenomena posmodernisme tersebut. Dapat menggugah saja, sekiranya sudah dianggap
cukup.
Terlepas
dari hal-hal di atas. Diktat ini, tentu saja tidak terlepas dari kekurangan.
Semua itu sepebuhnya tanggung jawab penulis. Untuk itu kritik dan saran sangat
hiharapkan.
Limau Manih, 5 Julis 2003
Yusriwal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar