Kamis, 06 Maret 2014

PANGGUNG PUBLIK SUMATERA 2012: Melawan Lupa Memori Sosial Bersama Teater



OLEH GUSRIYONO
Jurnalis
Pertunjukan teater dalam iven Panggung Publik Sumatera 2012
Sebenarnya, teater itu milik publik yang tercerabut ketika pekerja dan pegiat teater memboyongnya ke gedung pertunjukan sehingga sulit diakses oleh si empunya. Lalu, ketika muncul keinginan untuk mengembalikan teater ke panggung masyarakat, pekerja dan seniman teater harus membangun memori sosial serta menciptakan teater untuk semua orang di ruang publik.
Ratusan orang, meliputi anak-anak, pelajar, mahasiswa, dan masyarakat umum, berkumpul di gerbang masuk gedung M Syafei Padangpanjang. Seorang lelaki berdasi lengkap dengan stelan jas berteriak-teriak mengaku koruptor dan minta ditangkap oleh polisi. Namun tidak ada polisi yang mau menangkapnya. Berbagai argumen ia lontarkan, seperti wakil rakyat atau pemerintah menghadapi kumpulan massa. Hingga akhirnya yang mengaku koruptor ngacir dengan vespa butut, yang disebut mobil itu, bersama dua pengawalnya.

Demikian bagian dari pementasan monolog Koruptor Budiman karya NN oleh aktor Andy Jagger pada Selasa (27/3/2012) siang. Pementasan yang cukup menarik, menggelitik dan mendapat apresiasi penonton yang membaur dalam panggung tanpa pembatas ruang itu. Andy berhasil membawa penonton menjadi bagian dari pertunjukan, membuat mereka tergelak, dan geleng-geleng kepala ulah aktingnya.
Setelah Koruptor Budiman berangkat dengan “mobil” meninggalkan panggung. Penonton bergerak ke pelataran parkir depan gedung M Syafei untuk menyaksikan pertunjukan berikutnya. Grup Kuciang Tuo mementaskan teater rakyat Minangkabau berjudul Si Tupai Janjang sutradara Edi Satria Mak Itam. Pementasan ini pun mendapat apresiasi masyarakat yang berjubel menonton di pelataran parkir hingga di balik pagar gedung pertemuan itu. Para pemain yang notabene mahasiswa Jurusan Teater ISI Padangpanjang mampu menghadirkan pertunjukan yang rileks dan tanpa beban dengan guyonan-guyonan satir, termasuk Mak Itam sendiri yang juga ikut main. Meski sesekali gerimis turun seperti tempias dibawa angin dalam pertunjukan outdoor itu. Namun penonton masih bergeming dan tak memedulikannya.
Arak-arakan oleh anak-anak teater dari kampus ISI hingga Pasar Padangpanjang dan berakhir di Gedung M Syafei juga menyita perhatian publik pada pagi harinya. Bahkan, Polisi dan TNI yang bertugas juga ikut mengapresiasi dengan memoto dan berfoto arak-arakan, meski masih menanyakan izin acara tersebut. Setelah berarak dengan beraneka kostum itu dilanjutkan dengan baca puisi dan happening art di depan Gedung M Syafei.
Rangkaian pertunjukan bernama “Panggung Publik Sumatera”, yang digelar memperingati Hari Teater Dunia (World Theatre Day) 2012, itu sudah dimulai sejak Senin (26/3/2012). Pembukaannya juga diawali dengan pementasan Malin Kundang oleh Lee Production di Gedung M Syafei pukul 1.30 siang. Dilanjutkan dengan Orang-Orang Bawah Tanah karya Wisran Hadi disutradarai Yusril dan dimainkan Komunitas Seni Hitam-Putih.
Dari sore hingga malam dilanjutkan dengan pementasan Dongeng Mande dari Bukit Tui karya dan sutradara Tya Setyawati dan dimainkan Teater Sakata di tambang pekapuran Bukit Tui. Kemudian monolog Complicated karya Yusril disutradarai Kurniasih Zaitun dengan aktor Edi Satria Mak Itam. Sementara itu, di depan Man Foto Padangpanjang ada kuliah adat Dr Anda karya Wisran Hadi, sutradara Deri Shukaik, dan aktris Rakena Anjani Amak. Sedangkan di Pasar Sayur Lama digelar dua pementasan pada malam hari. Komunitas Sambilan Ruang mementaskan Matahari di Sebuah Jalan Kecil karya Arifin C Noer sutradara Fitri Noveri. Serta, Komunitas Batahi Mime Theatre dengan pentas Batu karya-sutradara Muhammad Hibban Mauludi Hasibuan.
“Semua pementasan itu mendapat apresiasi masyarakat di sekitarnya. Bahkan, di Bukit Tui ada ketua RT yang meminta pementasan lagi di kampungnya. Karena bagi mereka terlalu mahal untuk mendatangkan grup kesenian mengadakan pertunjukan atau pementasan. Sementara kita mendatangi mereka tanpa dipungut biaya apa pun. Mereka sangat berterima kasih sekali dengan itu,” kata koordinator penyelenggara Panggung Publik Sumatera, Enrico Alamo.
Munculnya ide mengenalkan teater ke masyarakat melalui ruang-ruang publik ini, menurut Enrico, bagian dari sumbangsih kelompok maupun seniman teater yang berdomisili di Padangpanjang dalam pertumbuhan teater di Sumbar dan Indonesia. Sebab, keberadaan para pegiat dan pekerja teater ini tidak begitu akrab dan dikenal oleh masyarakat Padangpanjang. Sehingga perlu kerja bersama untuk mengenalkan teater, baik secara bentuk, genre, style, serta senimannya ke masyarakat.
Mulanya, cerita Enrico, pertemuan sesama pegiat teater telah dilakukan di sekretariat Teater Sakata Padangpanjang pada 29 Desember 2011 dan 4 Januari 2012. Pertemuan ini dihadiri oleh Komunitas Seni Hitam Putih, Komunitas Seni Kuflet, Teater Plong, Sembilan Ruang, Kelompok Pematang, Katatari, Batahimimetheatre dan Teater Sakata sebagai tuan rumah. Disepakati untuk menggelar kegiatan Panggung Publik Sumatera dengan tema Menjamu Penonton di Ruang Publik, saat peringatan Hari Teater Dunia 2012.
“Untuk kelanjutan kegiatan ini ke depannya, kita akan bahas dengan kawan-kawan lain, setelah laporannya selesai. Apakah nantinya akan diadakan perbulan atau pertahun,” ujar Enrico.
Diapresiasi Pemko
Tidak hanya masyarakat yang antusias melihat pertunjukan ini, pemerintah kota pun cukup perhatian. Bahkan, wakil walikota Padangpanjang, Edwin, ikut bergabung dengan masyarakat menonton pertunjukan. Perhatian wawako terhadap kesenian juga ditunjukkan melalui arahan agar Dewan Kesenian Padangpanjang nantinya bekerjasama dengan ISI Padangpanjang, untuk turun ke sekolah-sekolah, mengenalkan teater pada remaja dan pelajar.
“Saya ingin sanggar-sanggar seni di Padangpanjang ini disatukan dalam sebuah wadah kegiatan kesenian. Yang nantinya mampu memunculkan talenta-talenta lain, terutama di bidang kesenian,” katanya saat penutupan Panggung Publik Sumatera.
Ruang Publik dan Pecinta Teater
Dalam sarasehan di pengujung Panggung Publik Sumatera ini, networker kebudayaan, Halim HD, mengungkapkan kesejarahan sosial masyarakat Padangpanjang masih terjaga. Masyarakat memiliki daya adaptasi dan penerimaan yang baik terhadap kesenian. Dengan rasa keingintahuannya, terlepas mengerti atau tidak, mereka tetap bertahan menonton pertunjukan. Hanya saja sejarah sosial zaman orde baru juga masih terasa dalam berkesenian. Seperti dijaga polisi dan tentara, dicurigai, ditanya izinnya dan sebagainya.
“Dalam sejarah sosial orde baru, tubuh kita dipenuhi larangan. Ruang publik menjadi komoditas yang memunculkan ekonomisasi kebudayaan dan ekonomisasi nilai-nilai. Proses ini terjadi dimana-mana sehingga menimbulkan pergeseran persepsi sosial,” kata pria yang menetap di Solo ini.
Meskipun begitu, penerimaan masyarakat terhadap kesenian harus terus dijaga dengan menciptakan kerangka memori sosial mereka. Inilah yang terus menerus ditanamkan dengan kontinyuitas pertunjukan-pertunjukan di ruang publik. Serta, didukung oleh riset-riset mengenai ruang publik dan ruang sosial dalam pertunjukan.
“Potensi ini tidak akan teraktualisasikan menjadi fakta sosial jika tidak dilakukan secara berkesinambungan. Kita berharap personal atau komunitas teater melakukannya terus menerus, sebab tidak akan berarti jika hanya dilakukan setahun sekali. Kontinyuitas di ruang publik akan menciptakan memori sosial, bahwa, kita punya sesuatu yang berharga untuk dimiliki,” katanya.
Memaksimalkan Fungsi Media Sosial
Sementara itu, budayawan, Yusrizal KW, sebagai pembicara menekankan perlunya gairah untuk membuat teater lebih baik di masyarakat. Sehingga orang-orang teater merasa memiliki tanggungjawab mengenai kehidupan teater di masa depan. Ia menyampaikan kepada mahasiswa, guru, dan pekerja teater dalam diskusi itu, tentang visi Steve Jobs, menjadikan komputer berada di tangan orang biasa. Artinya, pekerja atau seniman teater harus memiliki visi yang jelas untuk menjadikan teater sebagai tontonan semua orang.
“Orang-orang teater hari ini banyak yang pintar dan cerdas. Tapi mereka tidak memiliki gairah, passion. Sementara, dengan gairah orang-orang bisa mengubah dunia menjadi lebih baik. Jika hari ini pekerja atau seniman teater hanya puas karyanya ditonton oleh tiga atau empat orang saja itu sama saja munafik. Pekerja teater jangan bangga karyanya hanya ditonton oleh seniman saja,” ujar redaktur budaya Padang Ekspres ini.
Menciptakan teater untuk semua ini, kata Yusrizal KW, dibutuhkan inovasi dalam perubahan tata kelola pertunjukannya. Teater harus memiliki inovasi dan publikasi yang terus menerus untuk bisa sampai di ruang publik dan menjadi milik semua orang. Seniman atau pekerja teater juga harus menjaga penontonnya dengan memanfaatkan jejaring sosial seperti facebook, twitter, blackberry masanger, dan sebagainya.
“Harus ada yang menyatukan para penonton atau pecinta teater dalam sebuah ruang sosial, seperti, komunitas pecinta teater. Merekalah yang akan membantu menyebarkan atau mempublikasikan teater di masyarakat. Kalau dengan reptil saja orang bisa disatukan dalam komunitas pecinta reptil, kenapa teater tidak bisa pula menyatukan penontonnya. Artinya, harus ada inovasi-inovasi menarik untuk menyatukan para penonton teater ini,” pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...