OLEH GUSRIYONO
Jurnalis
Pertunjukan teater dalam iven Panggung Publik Sumatera 2012 |
Sebenarnya, teater
itu milik publik yang tercerabut ketika pekerja dan pegiat teater memboyongnya
ke gedung pertunjukan sehingga sulit diakses oleh si empunya. Lalu, ketika
muncul keinginan untuk mengembalikan teater ke panggung masyarakat, pekerja dan
seniman teater harus membangun memori sosial serta menciptakan teater untuk semua
orang di ruang publik.
Ratusan orang,
meliputi anak-anak, pelajar, mahasiswa, dan masyarakat umum, berkumpul di gerbang
masuk gedung M Syafei Padangpanjang. Seorang lelaki berdasi lengkap dengan
stelan jas berteriak-teriak mengaku koruptor dan minta ditangkap oleh polisi.
Namun tidak ada polisi yang mau menangkapnya. Berbagai argumen ia lontarkan,
seperti wakil rakyat atau pemerintah menghadapi kumpulan massa. Hingga akhirnya
yang mengaku koruptor ngacir dengan vespa butut, yang disebut mobil itu,
bersama dua pengawalnya.
Demikian bagian dari
pementasan monolog Koruptor Budiman
karya NN oleh aktor Andy Jagger pada Selasa (27/3/2012) siang. Pementasan yang
cukup menarik, menggelitik dan mendapat apresiasi penonton yang membaur dalam
panggung tanpa pembatas ruang itu. Andy berhasil membawa penonton menjadi
bagian dari pertunjukan, membuat mereka tergelak, dan geleng-geleng kepala ulah
aktingnya.
Setelah Koruptor Budiman berangkat dengan
“mobil” meninggalkan panggung. Penonton bergerak ke pelataran parkir depan
gedung M Syafei untuk menyaksikan pertunjukan berikutnya. Grup Kuciang Tuo
mementaskan teater rakyat Minangkabau berjudul Si Tupai Janjang sutradara Edi Satria Mak Itam. Pementasan ini pun
mendapat apresiasi masyarakat yang berjubel menonton di pelataran parkir hingga
di balik pagar gedung pertemuan itu. Para pemain yang notabene mahasiswa
Jurusan Teater ISI Padangpanjang mampu menghadirkan pertunjukan yang rileks dan
tanpa beban dengan guyonan-guyonan satir, termasuk Mak Itam sendiri yang juga
ikut main. Meski sesekali gerimis turun seperti tempias dibawa angin dalam
pertunjukan outdoor itu. Namun penonton masih bergeming dan tak memedulikannya.
Arak-arakan oleh
anak-anak teater dari kampus ISI hingga Pasar Padangpanjang dan berakhir di
Gedung M Syafei juga menyita perhatian publik pada pagi harinya. Bahkan, Polisi
dan TNI yang bertugas juga ikut mengapresiasi dengan memoto dan berfoto
arak-arakan, meski masih menanyakan izin acara tersebut. Setelah berarak dengan
beraneka kostum itu dilanjutkan dengan baca puisi dan happening art di depan
Gedung M Syafei.
Rangkaian
pertunjukan bernama “Panggung Publik Sumatera”, yang digelar memperingati Hari
Teater Dunia (World Theatre Day) 2012, itu sudah dimulai sejak Senin (26/3/2012).
Pembukaannya juga diawali dengan pementasan Malin Kundang oleh Lee Production
di Gedung M Syafei pukul 1.30 siang. Dilanjutkan dengan Orang-Orang Bawah Tanah karya Wisran Hadi disutradarai Yusril dan
dimainkan Komunitas Seni Hitam-Putih.
Dari sore hingga
malam dilanjutkan dengan pementasan Dongeng Mande dari Bukit Tui karya dan
sutradara Tya Setyawati dan dimainkan Teater Sakata di tambang pekapuran Bukit
Tui. Kemudian monolog Complicated
karya Yusril disutradarai Kurniasih Zaitun dengan aktor Edi Satria Mak Itam.
Sementara itu, di depan Man Foto Padangpanjang ada kuliah adat Dr Anda karya Wisran Hadi, sutradara
Deri Shukaik, dan aktris Rakena Anjani Amak. Sedangkan di Pasar Sayur Lama
digelar dua pementasan pada malam hari. Komunitas Sambilan Ruang mementaskan Matahari di Sebuah Jalan Kecil karya
Arifin C Noer sutradara Fitri Noveri. Serta, Komunitas Batahi Mime Theatre
dengan pentas Batu karya-sutradara
Muhammad Hibban Mauludi Hasibuan.
“Semua pementasan
itu mendapat apresiasi masyarakat di sekitarnya. Bahkan, di Bukit Tui ada ketua
RT yang meminta pementasan lagi di kampungnya. Karena bagi mereka terlalu mahal
untuk mendatangkan grup kesenian mengadakan pertunjukan atau pementasan.
Sementara kita mendatangi mereka tanpa dipungut biaya apa pun. Mereka sangat
berterima kasih sekali dengan itu,” kata koordinator penyelenggara Panggung
Publik Sumatera, Enrico Alamo.
Munculnya ide
mengenalkan teater ke masyarakat melalui ruang-ruang publik ini, menurut
Enrico, bagian dari sumbangsih kelompok maupun seniman teater yang berdomisili
di Padangpanjang dalam pertumbuhan teater di Sumbar dan Indonesia. Sebab,
keberadaan para pegiat dan pekerja teater ini tidak begitu akrab dan dikenal
oleh masyarakat Padangpanjang. Sehingga perlu kerja bersama untuk mengenalkan
teater, baik secara bentuk, genre, style, serta senimannya ke masyarakat.
Mulanya, cerita
Enrico, pertemuan sesama pegiat teater telah dilakukan di sekretariat Teater
Sakata Padangpanjang pada 29 Desember 2011 dan 4 Januari 2012. Pertemuan ini dihadiri
oleh Komunitas Seni Hitam Putih, Komunitas Seni Kuflet, Teater Plong, Sembilan
Ruang, Kelompok Pematang, Katatari, Batahimimetheatre dan Teater Sakata sebagai
tuan rumah. Disepakati untuk menggelar kegiatan Panggung Publik Sumatera dengan
tema Menjamu Penonton di Ruang Publik, saat
peringatan Hari Teater Dunia 2012.
“Untuk kelanjutan
kegiatan ini ke depannya, kita akan bahas dengan kawan-kawan lain, setelah
laporannya selesai. Apakah nantinya akan diadakan perbulan atau pertahun,” ujar
Enrico.
Diapresiasi Pemko
Tidak hanya
masyarakat yang antusias melihat pertunjukan ini, pemerintah kota pun cukup
perhatian. Bahkan, wakil walikota Padangpanjang, Edwin, ikut bergabung dengan
masyarakat menonton pertunjukan. Perhatian wawako terhadap kesenian juga ditunjukkan
melalui arahan agar Dewan Kesenian Padangpanjang nantinya bekerjasama dengan
ISI Padangpanjang, untuk turun ke sekolah-sekolah, mengenalkan teater pada
remaja dan pelajar.
“Saya ingin
sanggar-sanggar seni di Padangpanjang ini disatukan dalam sebuah wadah kegiatan
kesenian. Yang nantinya mampu memunculkan talenta-talenta lain, terutama di
bidang kesenian,” katanya saat penutupan Panggung Publik Sumatera.
Ruang Publik dan Pecinta Teater
Dalam sarasehan di
pengujung Panggung Publik Sumatera ini, networker kebudayaan, Halim HD,
mengungkapkan kesejarahan sosial masyarakat Padangpanjang masih terjaga.
Masyarakat memiliki daya adaptasi dan penerimaan yang baik terhadap kesenian.
Dengan rasa keingintahuannya, terlepas mengerti atau tidak, mereka tetap bertahan
menonton pertunjukan. Hanya saja sejarah sosial zaman orde baru juga masih
terasa dalam berkesenian. Seperti dijaga polisi dan tentara, dicurigai, ditanya
izinnya dan sebagainya.
“Dalam sejarah
sosial orde baru, tubuh kita dipenuhi larangan. Ruang publik menjadi komoditas
yang memunculkan ekonomisasi kebudayaan dan ekonomisasi nilai-nilai. Proses ini
terjadi dimana-mana sehingga menimbulkan pergeseran persepsi sosial,” kata pria
yang menetap di Solo ini.
Meskipun begitu,
penerimaan masyarakat terhadap kesenian harus terus dijaga dengan menciptakan
kerangka memori sosial mereka. Inilah yang terus menerus ditanamkan dengan
kontinyuitas pertunjukan-pertunjukan di ruang publik. Serta, didukung oleh
riset-riset mengenai ruang publik dan ruang sosial dalam pertunjukan.
“Potensi ini tidak
akan teraktualisasikan menjadi fakta sosial jika tidak dilakukan secara
berkesinambungan. Kita berharap personal atau komunitas teater melakukannya
terus menerus, sebab tidak akan berarti jika hanya dilakukan setahun sekali.
Kontinyuitas di ruang publik akan menciptakan memori sosial, bahwa, kita punya
sesuatu yang berharga untuk dimiliki,” katanya.
Memaksimalkan Fungsi Media Sosial
Sementara itu, budayawan,
Yusrizal KW, sebagai pembicara menekankan perlunya gairah untuk membuat teater
lebih baik di masyarakat. Sehingga orang-orang teater merasa memiliki
tanggungjawab mengenai kehidupan teater di masa depan. Ia menyampaikan kepada
mahasiswa, guru, dan pekerja teater dalam diskusi itu, tentang visi Steve Jobs,
menjadikan komputer berada di tangan orang biasa. Artinya, pekerja atau seniman
teater harus memiliki visi yang jelas untuk menjadikan teater sebagai tontonan semua
orang.
“Orang-orang teater
hari ini banyak yang pintar dan cerdas. Tapi mereka tidak memiliki gairah, passion. Sementara, dengan gairah orang-orang
bisa mengubah dunia menjadi lebih baik. Jika hari ini pekerja atau seniman
teater hanya puas karyanya ditonton oleh tiga atau empat orang saja itu sama saja
munafik. Pekerja teater jangan bangga karyanya hanya ditonton oleh seniman saja,”
ujar redaktur budaya Padang Ekspres ini.
Menciptakan teater
untuk semua ini, kata Yusrizal KW, dibutuhkan inovasi dalam perubahan tata
kelola pertunjukannya. Teater harus memiliki inovasi dan publikasi yang terus
menerus untuk bisa sampai di ruang publik dan menjadi milik semua orang.
Seniman atau pekerja teater juga harus menjaga penontonnya dengan memanfaatkan
jejaring sosial seperti facebook, twitter, blackberry masanger, dan sebagainya.
“Harus ada yang
menyatukan para penonton atau pecinta teater dalam sebuah ruang sosial, seperti,
komunitas pecinta teater. Merekalah yang akan membantu menyebarkan atau
mempublikasikan teater di masyarakat. Kalau dengan reptil saja orang bisa
disatukan dalam komunitas pecinta reptil, kenapa teater tidak bisa pula
menyatukan penontonnya. Artinya, harus ada inovasi-inovasi menarik untuk
menyatukan para penonton teater ini,” pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar