OLEH Azizul Mendra
Business and Technology Enthusiast dan Principal Konsultan Tata Kota
Bagi kelompok
pertama, maka jalur yang dikira terbaik untuk menolak adalah dengan
mengedepankan peraturan daerah kota Padang. Menyimak tulisan dari praktisi
hukum Miko Kamal 19 Desember lalu di koran ini, perda tata kota itu memang bisa
menjadi sandungan. Tapi, ketika Pemerintah Kota Padang merevisi Peraturan
Daerah itu apakah kelompok yang menolak otomatis setuju ? Atau cara yang lebih
cepat yaitu bila Lippo memindahkan lokasi super
block-nya apakah kelompok yang menolak otomatis Setuju? Bila tetap tidak
setuju, maka benarlah sentimen agama yang memicunya.
Saya memahami bahwa ada
sentimen lainnya—selain sentimen agama—yang memicu konflik investasi grup Lippo
di Kota Padang yaitu sentimen persaingan bisnis sesama pengusaha swasta. Kehadiran
bisnis grup Lippo yang sudah pasti banyak beririsan dengan beberapa bisnis
milik pelaku bisnis di Sumbar seperti rumah sakit, hotel, dan pusat belanja
saya yakini sebagai alasan terjadinya ketakutan dalam persaingan bisnis itu.
Apakah pandangan ini benar atau tidak, memang belum terlihat pergerakan secara
terbuka dari pengusaha lokal yang memiliki bisnis inti selaras dengan grup
Lippo.
Bila memang benar kekhawatiran
hadirnya Lippo Group menjadi “ancaman” pebisnis lokal, maka itu saatnya
pebisnis lokal menaikan kelasnya agar sekelas dengan Lippo. Persaingan diantara
mereka sejatinya akan menguntungkan konsumen karena para pelaku bisnis akan berlomba-lomba
memberikan layanan terbaik, harga termurah, dan kelebihan lainnya. Lihat saja
bisnis industri telekomunikasi di Indonesia. Tarif antar operator makin murah karena
operator ramai-ramai banting harga dan memberikan layanan terbaik karena Telkom
sendiri ketika itu tidak bisa mengelola bisnisnya dengan baik.
Saya menyebut
kelompok kedua sebagai kelompok yang setuju akan hadirnya grup Lippo. Mereka
mengklaim bahwa mereka juga sayang kepada anak kemenakan mereka bahwa di masa depan
tuntutan akan tersedianya lapangan pekerjaan dan dapur yang tetap “berasap”
menjadi pertimbangan yang realistis bagi mereka menerima investasi grup Lippo. Kelompok
kedua ini tentu saja bukan tidak menyadari bahwa isu kristenisasi itu ada, tapi
mereka sadar bahwa buruknya kondisi ekonomi, laparnya perut, rendahnya pendidikanlah yang
bisa mengubah akal sehat dan aqidah. Tapi, penting untuk saya garis bawahi
bahwa meskipun juga banyak pihak yang setuju, aspek kepatuhan akan hukum tetap
tidak boleh dilanggar.
Komitmen Pemko
Padang untuk mendatangkan investor ke daerah ini harus konsisten dijalankan. Konsisten
itu bukan pada memegang teguh apa yang pernah dikatakan sebelumnya. Konsistensi
itu adalah tetap teguh pada kebenaran meskipun kebenaran selanjutnya
menegasikan (menolak) kebenaran sebelumnya. Untuk menjelaskannya saya berikan
satu contoh. Misalnya, dahulu masyarakat Eropa diyakinkan oleh kaum agamawan mereka
bahwa mataharilah yang mengelilingi bumi (Geosentris, bumi sebagai pusat tata
surya). Namun, ternyata penelitian dalam upaya mencari kebenaran terus
dilakukan oleh Galileo yang seorang ilmuan sehingga diketahui bahwa bumilah yang
mengelilingi matahari (Heliosentris, Matahari sebagai pusat tata surya). Hanya
karena kaum agamawan takut dicap salah ketika itu, maka kalangan agamawan menghukum
dengan cara mengasingkan Galileo dan akhirnya si ilmuan itu meninggal.
Padahal, dalam Islam,
proses mencari kebenaran itu selaras dengan perkembangan ilmu pengetahuan itu
sendiri. Ilmu pengetahuan sebagai ayat-ayat kauniyah (alam takambang jadi guru)
sejatinya memperkuat ayat-ayat qauliyah (yaitu ayat-ayat dalam jalur wahyu melalui
perantaraan malaikat Jibril) yang diturunkan kepada Rasul-Nya. Namun, ketika
ilmu pengetahuan manusia masih terbatas, tapi agama mereka sudah menyeru tentang sesuatu,
maka disanalah perannya iman agar terus bisa meyakini kebenaran ayat-ayat qauliyah
harus tetap diikuti. Barangkali hanya urusan waktu saja kebenaran ilmiah
membantu kebenaran qauliyah itu dapat dibuktikan. Di sanalah sempurnanya Islam
itu. Untuk lebih jauhnya, studi perbandingan Islam di Fakultas Ushuludin saya
yakini bisa menjelaskan lebih baik daripada yang saya pahami.
Kembali kepada investasi
Lippo yang berada di Kota Padang. Pemerintah harus terus mengupayakan investasi
ini berjalan lancar karena mendatangkan investasi adalah komitmen Kota Padang
yang harus dijalankan dengan konsisten. Saya yakin, kalau memang Peraturan
Daerah tentang tata ruang yang belum detail mengatur dan menjabarkan itu melalui
aturan turunannya menjadi sandungan, maka pemerintah Kota Padang bila perlu dapat
melakukan merevisi Perda tersebut apabila memang ada klausul yang menghalangi
investasi masuk ke Kota Padang. Tugas kita hanyalah memantau jangan sampai ada investasi
datang bertentangan dengan aturan yang ada dan jangan sampai ada keputusan
politik transaksional yang menunggangi misi baik dari investasi apapun.
Menanggapi investasi
Lippo di Padang, saya ingin menyampaikan sebuah analogi kepada pihak yang
mengatakan bahwa datangnya investasi Lippo Group akan mendatangkan petaka bagi
agama mereka. Suatu hari, seorang balita yang diimunisasi merasa kesakitan
karena tusukan jarum suntik ditangannya. Si Ibu kemudian merasa tidak tega
melihat anaknya yang menangis namun karena si ibu tahu bahwa imunisasi penting
untuk si anak di masa depan maka si Ibu tetap mengizinkan petugas kesehatan melakukannya.
Saya pikir semoga seperti seorang ibu itu pulalah hendaknya prinsip yang
melandasi niat baik pemko hari ini, bukan prinsip lainnya.
Rekayasa Teknologi
Kecanggihan rekayasa
teknologi (engineered by advance
technology) hari ini tidak dapat Anda ingkari keberadaannya, bukan? Dulu, ketika
Anda ingin bergerak ke luar kota barangkali membutuhkan waktu lebih yang lama.
Namun, karena kecanggihan teknologi dari masa ke masa maka apa yang tidak
mungkin dulunya hari ini menjadi mungkin.
Bila Anda pikir Padang
rawan gempa dan Tsunami, maka Jepanglah yang sangat rawan. Apakah mereka takut
dengan bangunan tinggi? Apakah Tokyo sebagai kota Metropolitan 33,7 juta
penduduknya macet? Apakah Bandara Kansai Internasional yang dibangun di tengah laut
itu sebuah kecemasan ? Tidak. Tidak. Tidak. Bukan menolak kehendak Tuhan akan
bencana yang tertulis di lauhul mahfuz, tiga kali saya nyatakan tidak di atas untuk
mengaskan bahwa Jepang tidak cemas karena didasari oleh ilmu pengetahuan dan
teknologi yang unggul. Tiap saat mereka melakukan penyempurnaan. Harusnya
insinyur di Kota Padang menguatkan pemerintah dan membantu pemerintah mengatasi
keraguan, bukan menghentikan pembangunan. Sekarang apa yang terjadi ? Entah
karena mereka tidak mau tahu atau tidak melibatkan diri untuk mengatasi macet,
banjir, dan masalah lainnya di kota Padang sehingga masalah yang ada tidak
pernah selesai.
Sekarang kita akan kedatangan
satu investasi besar dalam infrastruktur yang modern. Bila konstruksi yang
direncanakan Lippo hari ini belum memenuhi standar minimal daerah yang berisiko
bencana, maka harap ditangguhkan dulu pembangunannya agar memenuhi standar bangunan
untuk rawan bencana seperti akses helipad, evakuasi kebakaran, banjir besar,
Tsunami, dan sebagainya. Jadi, bukan investasinya yang dibatalkan. Lantas
pertanyaan saya adalah apakah yang menolak investasi Lippo bisa mengeluarkan investasi
sebanyak Lippo di Padang? Kalau iya, silakan berinvestasi. Jangan kurangi
ketersediaan bangunan ramah gempa dan tsunami di Padang.
Amdal harus tetap
dipersiapkan dengan baik sehingga tidak ada lagi masalah yang timbul setelah
bangunan selesai seperti salah satu hotel baru hasil konstruksi ulang yang runtuh
setelah gempa 2009 kemarin karena bangunan hotel persis berdampingan dengan
jalan raya. Bila bangunan Lippo ternyata tidak sesuai dengan usulan awal, maka
pemerintah Kota Padang harus menindak karena memang demikianlah seharusnya
tugas Pemerintah Kota Padang.
Semua kebijakan selalu
bisa diperdebatkan. Tapi kualitas leadership-lah
yang membuat hasilnya tepat guna. Selamat mempersiapkan diri menuju kota modern
bagi Padang Kota Tercinta, Ku Jaga dan Ku Bela!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar