OLEH DR
Abdullah Rudolf Smit CTM CHt-IBH
Praktisi Pariwisata
Pada akhir setiap
tahun
berbagai lembaga maupun pribadi melakukan evaluasi terhadap tahun
yang
berlalu dan perencanaan untuk tahun yang akan datang. Termasuk
kepariwisataan di Sumatera Barat. Tulisan ini mencoba
melihat hal demikian.
Pariwisata sampai
saat ini belum dianggap oleh pemerintah sebagai suatu industri,
meskipun para pelaku sering menggunakan istilah ‘industri pariwisata’. Perbedaan
paradigma ini saja menimbulkan berbagai permasalahan dalam pengelolaan
usaha-usaha pariwisata secara nasional.
Masalah utama adalah
dalam pembiayaan, perpajakan, dan harga jual yang cukup tinggi dibandingkan
destinasi-destinasi wisata negara-negara tetangga. Khususnya di Sumatera Barat,
pariwisata masih menjadi lip-service
alias dibicarakan saja tanpa ada dukungan penuh baik dari dewan legislatif
maupun dari eksekutif.
Anggaran yang
disediakan untuk pembangunan dan pegembangan pariwisata masih sangat minim
dibandingkan kegiatan-kegiatan pembangunan lainnya. Padahal
‘efek ganda (multiplier effect)’ dari pariwisata jauh lebih luas daripada yang
lain. Masalah lain yang dihadapi adalah keabsahan data atau statistik kunjunggan
wisatawan Nusantara
dan mancanegara yang dikumpulkan dan diterbitkan oleh pemerintah yang tidak
sesuai dengan kenyataan di lapangan.
Semua itu disebabkan
tidak adanya cara menghitung yang sama. Sumatera Barat menghadapi persoalan
lain pula yakni rawannya provinsi ini terhadap bencana alam khususnya gempa dan
potensi tsunami. Intinya, Sumatera Barat mendapatkan pemberitaan yang cenderung
menakutkan bagi wisatawan Nusantara untuk berkunjung.
Pasar Barat tidak begitu terpengaruh oleh pemberitaan yang cenderung negatif
ini.
Analisis
SWOT (strength-kekuatan,
weakness-kelemahan,
opportunity-peluang,
threat-ancaman)
singkat di atas
tidak memberikan gambaran yang optimis mengenai masa depan pariwisata di Ranah
Minang.
Bagaimana prospek
pariwisata
Sumatera Barat untuk 2011? Apakah pelaku pariwisata bernada pesimis juga, atau
mungkin optimis dengan catatan?
Kita semua tahu
bahwa potensi pariwisata Sumatra Barat, baik dilihat dari sudut pandang
alamnya, kebudayaan dan seninya, serta kemahiran warganya dalam berdagang bisa
mengalahkan Pulau Dewata, namun mengapa pengemasan
dan manajemennya tidak bisa mengangkat posisi pariwisata sebagai penghasil PAD
yang utama?
Bila dibandingkan
dengan provinsi-provinsi lainnya di Pulau Sumatera mengapa Sumatera
Barat cenderung lamban dalam pembangunan dan pengembangan pariwisata?
Menjawab itu semua
membutuhkan sebuah pengkajian yang mendalam, yang juga pada umumnya tidak
ditindaklanjuti.
Prospek 2011
Bicara prospek,
kita bicara ramalan, prakiraan, dan apa rencana untuk tahun mendatang.
Pariwisata Sumatera Barat menderita suatu pukulan dengan terjadinya gempa besar
yang menghancurkan sebagian besar fasilitas akomodasi di Ibukota Padang. Tiga
hotel besar seperti Bumiminang, Rocky Plaza, dan Ambacang mendapatkan pukulan
mematikan. Ketiga hotel tersebut tak dapat dipergunakan lagi. Basko Best
Western, Pangeran Beach dan Inna Muara mengalami kerusakan sedang dan setelah
pembangunan pemulihan sekarang dapat dipergunakan lagi.
Inna Muara yang
memutuskan untuk meruntuhkan seluruh bangunan dan membangun hotel baru yang lebih
moderen. Diperkirakan bulan Agustus 2011 Inna Muara sudah dapat menerima tamu
dengan membuka sebagian kamar barunya. Minat investor perhotelan juga tidak
berkurang terbukti dengan rencana dibukanya Hotel Mercure (Manajemen Accor
Hotel Group) pada bulan Juli mendatang.
Menanggapi
pembangunan dua hotel baru di Padang, Acting General Manager Hotel Pangeran
Beach (****), Soedjoko, mengatakan, bahwa sampai Juni
diperkirakan bisnis hotelnya akan stabil dan setelah itu baru akan dievaluasi
kembali karena kehadiran dua hotel baru akan berdampak pada tingkat hunian dan
harga rata-rata kamar.
Memang boleh
dikatakan bahwa Pangeran Beach mendapatkan berkah pascagempa karena ia adalah
satu-satunya hotel yang pertama dibuka pascagempa dan memiliki fasilitas MICE
yang cukup memadai. Soedjoko tersenyum saja bila ditanya mengenai durian runtuh
ini. Memang Pangeran Beach hanya menderita kerusakan pada lantai 1 dan 2 saja
padahal letak hotelnya di pinggir pantai.
Adik Hotel Pangeran
Beach, Hotel Pangeran City, juga sedikit rusak dan telah beroperasi secara
penuh. Akibat dari berkurangnya jumlah kamar di Kota Padang, kini telah muncul
berbagai hotel kecil dengan kapasitas 10 sampai 50 kamar seperti Savali Hotel,
Aliga Hotel, Sriwijaya Hotel, Rumah Nenek dan banyak lagi. Kejelian pengusaha
pariwisata Sumatera Barat untuk segera bangkit dan membangun hotel-hotel kecil
patut diacungi jempol.
Secara keseluruhan
untuk Sumatera Barat, hanya Kota Padang yang mengalami penurunan dalam jumlah
tamu yang menginap di hotel. Tetapi Kota Bukittinggi—
pada saat ini primadona pariwisata Sumatera Barat—hampir
tidak mengalami penurunan yang signifikan.
Menurut Syahroni
Falian, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Bukittinggi, pada
awalnya tamu-tamu tradisional ke kota ini menurun,
tetapi segera teratasi dengan terjadinya perubahan komposisi tamu. Para tamu
yang biasanya datang dari Pekanbaru berkurang karena sebagian mengalihkan
perhatian liburan mereka ke negeri jiran Malaysia dan Singapore. Turis-turis
Malaysia juga banyak menjauhi Bukittingi karena rasa takut untuk berkunjung ke
Ranah Minang. Kekurangan ini segera tertutupi oleh rapat-rapat,
seminar-seminar, yang dilakukan oleh dinas-dinas pemerintah daerah dan BUMN
yang biasanya mengisi hotel-hotel Padang sekarang melakukannya di Bukittinggi.
Ucok, pemilik Raun
Sumatra Travel Indonesia, menyatakan optimismenya untuk 2011. “Teman-teman
pengusaha biro perjalanan wisata diluar Sumatra Barat masih melirik Sumatera
Barat karena memiliki daya tarik khas, walau sekarang harus
bersaing dengan destinasi seperti Bandung dan Yogyakarta.
Pasar ASEAN juga masih tertarik untuk mengirim wisatawan ke provinsi ini. Dan
hotel-hotel Padang akan kebagian minimal 1-malam bagi wisatawan mancanegara,”
demikian Ucok.
Yang menarik adalah
pernyataan Jasman Rizal, dari Dinas Pariwisata Kabupaten Solok.
Katanya, “Insya
Allah tanggal 14 Januari 2011, rombongan kapal pesiar dari Amerika Serikat
(Odessey) yang berkeliling dunia, akan datang ke Sumatera Barat, dan akan
melakukan kunjungan wisata ke Nagari Cupak Kabupaten Solok. Mereka datang di
Teluk Bayur pukul 07.30 WIB dan langsung menuju Solok. Diperkirakan akan sampai
di Solok pukul
10.00 WIB. Acara utama adalah Prosesi
Adat di Nagari Cupak bertempat di Rumah Gadang Pak Hasan Basri. Selanjutnya
dilanjutkan peragaan pakaian penganten Minang di guest house rumah jabatan Bupati Solok oleh Uda-Uni Kabupaten
Solok.”
Solusi
Nada optimisme
mewarnai bincang-bincang kami dengan beberapa praktisi pariwisata Sumatera
Barat. Yuliandre Darwis, pemilik UDA CS Holidays, menyampaikan bahwa diperlukan
strategi baru untuk menjual pariwisata Sumatera Barat. Misalnya, segmen pasar
MICE (Meetings, Incentives, Conferences, Exhibitions) harus secara serius
digarap.
Andre, sapaan akrab
Yuliandre Darwis, mengharapkan hotel-hotel baru di Kota Padang menyediakan
cukup fasilitas untuk perjamuan, rapat, seminar, konperensi dan pameran. Walau
saat ini dunia pariwisata Ranah Minang masih mengandalkan wisatawan domestik
(dalam provinsi) sudah saatnya semua unsur pariwisata termasuk pemerintah
daerah bersinergi, memiliki visi yang sama serta menjalankan program pemasaran,
promosi, yang integratif.
Hal yang sama
diamini Roni, sapaan akrab Syahroni Falian, plus pembenahan obyek-obyek
pariwisata dan pengembangan sumber daya manusia pariwisata. Khususnya dalam
bidang manajemen usaha-usaha pariwisata, Roni menegaskan,
masih banyak yang harus dipelajari supaya pelayanan terhadap wisatawan
domestik, Nusantara
dan mancanegara, profesional, ramah dengan harga bersaing dibandingkan
destinasi-destinasi luar Sumatra Barat.
Untuk itu doperlukan
kreativitas
tinggi dalam memproduksi paket-paket orisinil dan menarik, tambah Ridwan Tulus,
Direktur Sumatra and Beyond, yang saat ini fokus pada wisatawan Eropa, Kanada
dan Amerika Serikat.
Masih banyak pekerjaan
rumah yang harus dilakukan untuk memajukan pariwisata Sumatera Barat tetapi
nada optimisme tertangkap dalam setiap pembicaraan kami dengan semua yang
berkepentingan dengan pariwisata. Harapan kami adalah sudah waktunya kita semua
beranjak dari wacana menuju tindakan. Sudah lama kita berbicara. Now is the time for action. n
Kereta api membelah Lembah Anai kini tak dijumpai lagi |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar