Senin, 10 Februari 2014

Optimis Menatap Pariwisata




OLEH DR Abdullah Rudolf Smit CTM CHt-IBH
Praktisi Pariwisata
Pada akhir setiap tahun berbagai lembaga maupun pribadi melakukan evaluasi terhadap tahun yang berlalu dan perencanaan untuk tahun yang akan datang. Termasuk kepariwisataan di Sumatera Barat. Tulisan ini mencoba melihat hal demikian.
Pariwisata sampai saat ini belum dianggap oleh pemerintah sebagai suatu industri, meskipun para pelaku sering menggunakan istilah ‘industri pariwisata’. Perbedaan paradigma ini saja menimbulkan berbagai permasalahan dalam pengelolaan usaha-usaha pariwisata secara nasional.

Masalah utama adalah dalam pembiayaan, perpajakan, dan harga jual yang cukup tinggi dibandingkan destinasi-destinasi wisata negara-negara tetangga. Khususnya di Sumatera Barat, pariwisata masih menjadi lip-service alias dibicarakan saja tanpa ada dukungan penuh baik dari dewan legislatif maupun dari eksekutif.
Anggaran yang disediakan untuk pembangunan dan pegembangan pariwisata masih sangat minim dibandingkan kegiatan-kegiatan pembangunan lainnya. Padahal ‘efek ganda (multiplier effect)’ dari pariwisata jauh lebih luas daripada yang lain. Masalah lain yang dihadapi adalah keabsahan data atau statistik kunjunggan wisatawan Nusantara dan mancanegara yang dikumpulkan dan diterbitkan oleh pemerintah yang tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
Semua itu disebabkan tidak adanya cara menghitung yang sama. Sumatera Barat menghadapi persoalan lain pula yakni rawannya provinsi ini terhadap bencana alam khususnya gempa dan potensi tsunami. Intinya, Sumatera Barat mendapatkan pemberitaan yang cenderung menakutkan bagi wisatawan Nusantara untuk berkunjung. Pasar Barat tidak begitu terpengaruh oleh pemberitaan yang cenderung negatif ini.
Analisis SWOT (strength-kekuatan, weakness-kelemahan, opportunity-peluang, threat-ancaman) singkat di atas tidak memberikan gambaran yang optimis mengenai masa depan pariwisata di Ranah Minang.
Bagaimana prospek pariwisata Sumatera Barat untuk 2011? Apakah pelaku pariwisata bernada pesimis juga, atau mungkin optimis dengan catatan?
Kita semua tahu bahwa potensi pariwisata Sumatra Barat, baik dilihat dari sudut pandang alamnya, kebudayaan dan seninya, serta kemahiran warganya dalam berdagang bisa mengalahkan Pulau Dewata, namun mengapa pengemasan dan manajemennya tidak bisa mengangkat posisi pariwisata sebagai penghasil PAD yang utama?
Bila dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di Pulau Sumatera mengapa Sumatera Barat cenderung lamban dalam pembangunan dan pengembangan pariwisata?
Menjawab itu semua membutuhkan sebuah pengkajian yang mendalam, yang juga pada umumnya tidak ditindaklanjuti.
Prospek 2011
Bicara prospek, kita bicara ramalan, prakiraan, dan apa rencana untuk tahun mendatang. Pariwisata Sumatera Barat menderita suatu pukulan dengan terjadinya gempa besar yang menghancurkan sebagian besar fasilitas akomodasi di Ibukota Padang. Tiga hotel besar seperti Bumiminang, Rocky Plaza, dan Ambacang mendapatkan pukulan mematikan. Ketiga hotel tersebut tak dapat dipergunakan lagi. Basko Best Western, Pangeran Beach dan Inna Muara mengalami kerusakan sedang dan setelah pembangunan pemulihan sekarang dapat dipergunakan lagi.
Inna Muara yang memutuskan untuk meruntuhkan seluruh bangunan dan membangun hotel baru yang lebih moderen. Diperkirakan bulan Agustus 2011 Inna Muara sudah dapat menerima tamu dengan membuka sebagian kamar barunya. Minat investor perhotelan juga tidak berkurang terbukti dengan rencana dibukanya Hotel Mercure (Manajemen Accor Hotel Group) pada bulan Juli mendatang.
Menanggapi pembangunan dua hotel baru di Padang, Acting General Manager Hotel Pangeran Beach (****), Soedjoko, mengatakan, bahwa sampai Juni diperkirakan bisnis hotelnya akan stabil dan setelah itu baru akan dievaluasi kembali karena kehadiran dua hotel baru akan berdampak pada tingkat hunian dan harga rata-rata kamar.
Memang boleh dikatakan bahwa Pangeran Beach mendapatkan berkah pascagempa karena ia adalah satu-satunya hotel yang pertama dibuka pascagempa dan memiliki fasilitas MICE yang cukup memadai. Soedjoko tersenyum saja bila ditanya mengenai durian runtuh ini. Memang Pangeran Beach hanya menderita kerusakan pada lantai 1 dan 2 saja padahal letak hotelnya di pinggir pantai.
Adik Hotel Pangeran Beach, Hotel Pangeran City, juga sedikit rusak dan telah beroperasi secara penuh. Akibat dari berkurangnya jumlah kamar di Kota Padang, kini telah muncul berbagai hotel kecil dengan kapasitas 10 sampai 50 kamar seperti Savali Hotel, Aliga Hotel, Sriwijaya Hotel, Rumah Nenek dan banyak lagi. Kejelian pengusaha pariwisata Sumatera Barat untuk segera bangkit dan membangun hotel-hotel kecil patut diacungi jempol.
Secara keseluruhan untuk Sumatera Barat, hanya Kota Padang yang mengalami penurunan dalam jumlah tamu yang menginap di hotel. Tetapi Kota Bukittinggi pada saat ini primadona pariwisata Sumatera Barathampir tidak mengalami penurunan yang signifikan.
Menurut Syahroni Falian, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Bukittinggi, pada awalnya tamu-tamu tradisional ke kota ini menurun, tetapi segera teratasi dengan terjadinya perubahan komposisi tamu. Para tamu yang biasanya datang dari Pekanbaru berkurang karena sebagian mengalihkan perhatian liburan mereka ke negeri jiran Malaysia dan Singapore. Turis-turis Malaysia juga banyak menjauhi Bukittingi karena rasa takut untuk berkunjung ke Ranah Minang. Kekurangan ini segera tertutupi oleh rapat-rapat, seminar-seminar, yang dilakukan oleh dinas-dinas pemerintah daerah dan BUMN yang biasanya mengisi hotel-hotel Padang sekarang melakukannya di Bukittinggi.
Ucok, pemilik Raun Sumatra Travel Indonesia, menyatakan optimismenya untuk 2011. “Teman-teman pengusaha biro perjalanan wisata diluar Sumatra Barat masih melirik Sumatera Barat karena memiliki daya tarik khas, walau sekarang harus bersaing dengan destinasi seperti Bandung dan Yogyakarta. Pasar ASEAN juga masih tertarik untuk mengirim wisatawan ke provinsi ini. Dan hotel-hotel Padang akan kebagian minimal 1-malam bagi wisatawan mancanegara,” demikian Ucok.
Yang menarik adalah pernyataan Jasman Rizal, dari Dinas Pariwisata Kabupaten Solok.
Katanya, “Insya Allah tanggal 14 Januari 2011, rombongan kapal pesiar dari Amerika Serikat (Odessey) yang berkeliling dunia, akan datang ke Sumatera Barat, dan akan melakukan kunjungan wisata ke Nagari Cupak Kabupaten Solok. Mereka datang di Teluk Bayur pukul 07.30 WIB dan langsung menuju Solok. Diperkirakan akan sampai di Solok pukul 10.00 WIB.  Acara utama adalah Prosesi Adat di Nagari Cupak bertempat di Rumah Gadang Pak Hasan Basri. Selanjutnya dilanjutkan peragaan pakaian penganten Minang di guest house rumah jabatan Bupati Solok oleh Uda-Uni Kabupaten Solok.”
Solusi
Nada optimisme mewarnai bincang-bincang kami dengan beberapa praktisi pariwisata Sumatera Barat. Yuliandre Darwis, pemilik UDA CS Holidays, menyampaikan bahwa diperlukan strategi baru untuk menjual pariwisata Sumatera Barat. Misalnya, segmen pasar MICE (Meetings, Incentives, Conferences, Exhibitions) harus secara serius digarap.
Andre, sapaan akrab Yuliandre Darwis, mengharapkan hotel-hotel baru di Kota Padang menyediakan cukup fasilitas untuk perjamuan, rapat, seminar, konperensi dan pameran. Walau saat ini dunia pariwisata Ranah Minang masih mengandalkan wisatawan domestik (dalam provinsi) sudah saatnya semua unsur pariwisata termasuk pemerintah daerah bersinergi, memiliki visi yang sama serta menjalankan program pemasaran, promosi, yang integratif.
Hal yang sama diamini Roni, sapaan akrab Syahroni Falian, plus pembenahan obyek-obyek pariwisata dan pengembangan sumber daya manusia pariwisata. Khususnya dalam bidang manajemen usaha-usaha pariwisata, Roni menegaskan, masih banyak yang harus dipelajari supaya pelayanan terhadap wisatawan domestik, Nusantara dan mancanegara, profesional, ramah dengan harga bersaing dibandingkan destinasi-destinasi luar Sumatra Barat.
Untuk itu doperlukan kreativitas tinggi dalam memproduksi paket-paket orisinil dan menarik, tambah Ridwan Tulus, Direktur Sumatra and Beyond, yang saat ini fokus pada wisatawan Eropa, Kanada dan Amerika Serikat.
Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan untuk memajukan pariwisata Sumatera Barat tetapi nada optimisme tertangkap dalam setiap pembicaraan kami dengan semua yang berkepentingan dengan pariwisata. Harapan kami adalah sudah waktunya kita semua beranjak dari wacana menuju tindakan. Sudah lama kita berbicara. Now is the time for action. n
Kereta api membelah Lembah Anai kini tak dijumpai lagi    
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...