OLEH Nasrul Azwar dan Esha
Tegar Putra
Pementasan Teater Rumah Teduh di Minangkabau Arts Festival |
Hari
kedua pagelaran naskah-naskah Wisran Hadi atau A Tribute to Wisran Hadi, Kelompok Teater Gaung
Ekspose Padang tampil mementaskan naskah Dr Anda karya Wisran Hadi dengan sutradara Anita Dikarina dan
Armeynd Sufhasril di Teater Utama Taman Budaya Sumatera Barat, Minggu (13/11) sore. Malamnya, pukul 20.00 di tempat yang sama, Komunitas Teater Kamus
Padang memboyong Matri Lini dengan
sutradara Muslim Noer.
Nyaris sama, problem utama kelompok
teater yang ada di Sumatera Barat adalah kurangnya militansi dan eksplorasi terhadap naskah serta segenap
pengetahuan di dalamnya.
Elemen penting teater adalah pencarian
yang maksimal. Sutradara sebagai sentral dalam sebuah garapan teater sangat
dikesankan harus mentransformasikan gagasan, ide, dan problem-problem, pengetahuan,
kepada segenap pendukungnya. Biasanya, pola ini bisa mengalir jika komunikasi
berjalan dan berkembang baik.
Namun, minimnya pencarian, dan kehendak
menggali lebih dalam membuat teater menjadi tontonan yang sangat menyebalkan.
Sepanjang 45 menit pementasan Gaung Ekspose kemarin, saya terus terang
mengalaminya.
Keberhasilan sebuah garapan teater—definisi
yang telah klasik ini, siapa pun yang menyutradarainya—sangat ditentukan
pemilihan cerita, aktor, dan bentuk penggarapan. Kebutuhan lain yang sangat
penting adalah setting, lighting hingga musik, serta properti.
Namun
demikian, ketika awal lampu hidup dan musik modern berdentum dengan
iringan gitar, saat itu juga saya sudah merasakan aroma pertunjukan teater yang
sangat mononon dan verbal, hingga lampu terang kembali. Gaung Ekspose sore itu
hadir dengan mengutamakan pementasan konser musik daripada seni panggung yang
bernama teater. Teater hanya selingan dari konser musik itu.
Naskah yang ditulis Wisran Hadi sekitar
tahun 1989 tersebut bercerita tentang seorang
doktor, sekaligus ahli kebudayaan, yang melakukan riset tentang pragmatik dalam
bahasa Minangkabau. Hasil riset pragmatik (salah satu cabang ilmu lingustik)
dalan riset tersebut dibacakan dalam sebuah forum ceramah umum.
Konflik
Etimilogi
Melalui sebuah slide, Dr Anda yang dilakonkan Silvia Eka Putri, dalam ceramah
umumnya menggugat kesalahkaprahan penggunaan struktur dan
makna kata bahasa
secara eksternal yang tidak dipahami oleh berbagai kalangan dalam masyarakat
Miangkabau. Dr Anda bicara tentang etimologi asal-usul suatu kata.
Ia pun mempresentasikan di depan budayawan tentang makna kata yang bisa
berakibat hancur sistem sosial, terutama bagi masyarakat Minangkabau, karena
kesalahan memaknai sebuah kata.
Wisran
Hadi dalam naskah itu mencoba menyusur etimilogi, misalnya, tentang kata
Minangkabau, yang memunculkan kerancuan makna.
Dr Anda dalam ceramahnya menjelaskan
beberapa unsur kata dalam bahasa Minang yang lazim dipakai daam interaksi
sehari-hari tersebut, jika dipecah unsur bahasanya bermakna lain. Mulai dari
memaparkan konsep ‘tubuh’ melalui, kepala, tangan, punggung, mata, dan kaki
kesalah-kaprahan ini dijabarkan.
“…kepala, tempatnya lebih tinggi dari
yang lain. Bahkan dapat lebih tinggi dari poon kelapa, tergantung pada Eska dan
Surat Ketetapan yang diberikan kepada kepala itu,” kata si Doktor perempuan
dalam ceramahnya. Dana memang, dalam tahapan pragmatik, permainan bahasa yang
disampaikan oleh tokoh menjadi kekuatan dalam naskah yang dibuat Wisran Hadi
tersebut. Relasi antarkata (bahasa) dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu
catatan menjadi pengertian beda jika “dipisahkan”, “diasingkan”, atau “dibuang”
dari kandungan filosofis masyarakat pembacanya.
Dalam lajunya pementasan, selain
persoalan pemaknaan bahasa, kebudayaan Minangkabau juga digugat.
Tokoh doktor memisalkan, jika gabungan kata
(morfem dalam ilmu ingustik) dalam “Minangkabau” dipisahkan, akan menjadi “minang”
dan “kabau”. Dan bagaimana jika kata “minang” tidak lagi
digabungkan dengan “kabau”, tapi “ayam”, “ikan”, atau “beruk”.
Persoalan pendekatan pragmatik lain dalam
ceramah Dr Anda yang lain adalah relasi penggunaan bahasa antar tokoh bernama “Mas
Gul” (suara berlogat Minang) dan “Elkam”
(suara berlogat Jawa). Ini bagian terpenting dalam teks naskah yang
dipertunjukkan. Persoalan ini muncul ketika Mas Gul yang merupakan masyarakat
biasa diminta Elkam untuk menyerahkan kerbau buntingnya untuk pengangkatan
penghulu. “Jangan karena hanya ingin jadi penghulu kerbauku dikorbankan… kau
kan tahu, semua kerbau telah habis dipotong setiap pengangkatan penghulu. Coba
pikir Elkam. Mana yang pentingbagi kita saat ini, kerbau atau penghulu?” kata
Mas Gul pada Elkam. Pertengkaran itu pun tidak berlangsung dipanggung, tapi
suara Mas Gul dan Elkam terdengar melalui pengeras suara, dari belakang
panggung.
Bangunan Pertunjukan
Ada pertunjukan yang berat sebelah jika
dilihat dari sudut pandang penonton atas konsep pemanggunangan Dr Anda. Lagu-lagu di tiap perpindahan
babak seakan mendominasi semua konsep pemanggungan. Apalagi, lagu-lagu tersebut merupakan musik
populer yang sedang digandrungi anak muda, seperti lagu pembukaan dengan musik
reggae, lagu grub musik Peterpan, lagu Bunga Citra Lestari, dan penutup
pementasan lagu dari grub musik Armada. Ditambah lagi lagu-lagu tersebut
dinyanyikan oleh vokalis yang masuk ke tengah panggung di tiap pergantian babak
dan pengisi musik yang berada pada sudut kanan panggung.
Konsep tersebut juga menghancurkan
bangunan dramaturgi pada aktor yang terkesan tanggung dan tidak total. Aktor
doktor perempuan seakan terbebani dengan penjabaran bahasa ceramahnya. Sesekali
kesalahan pengucapan terdengar.
Tokoh doktor perempuan juga terkesan terbebani
oleh garis (batas) blocking yang telah
dibakukan di atas panggung. Garis batas (tidak imajiner) menjadi kepatuhan yang
harus dituruti tokoh doktor. Garis tersebut membentang dari sudut kiri belakang
panggung, membelah ke sudut kanan depan panggung, dan tokoh doktor selelu
berjalan ke arah sana dengan gerakan yang terbebani.
Tokoh yang berceramah di bagian tengah
panggung juga terikat pada layar di bagian belakang panggung ketika berdialog.
Sesekali layar ini terlambat, terkadang terlalu cepat, atau berhenti pada
dialog yang tidak tepat ia ucapkan. Hal ini menjadi gangguan dalam pementasan,
gangguan dengan kesan bangunan pementasan telah rusak akibat kesalahan
teknis—meski sesekali keluar ucapan “ini salah teknis” dari tokoh doktor.
Teater
tetap saja bagaimana kemampuan orang-orang di dalamnya mengurai problem,
menginventarisir, lalu membuat sebagai laku dramatik di atas panggung. Gaung
Ekspose, dari sekian buah pertunjukannya yang pernah saya tonton, memang jauh
sekali bedanya.
Saya
tak tahu, dari Gubernur Nyentrik yang
dimainkan tiga hari lalu, dan kini Dr
Anda, warna Gaung Ekspose menjadi beda dengan garapan sebelumnya. Apakah
pola garapan yang sedikit ngepop ini yang menjadi trennya? Entahlah. n
Tidak ada komentar:
Posting Komentar