Rabu, 05 Februari 2014

A Tribute to Wisran Hadi: Gaung Ekspose “Dimakan" Konser Musik



OLEH Nasrul Azwar dan Esha Tegar Putra
Pementasan Teater Rumah Teduh di Minangkabau Arts Festival
Hari kedua pagelaran naskah-naskah Wisran Hadi atau A Tribute to Wisran Hadi, Kelompok Teater Gaung Ekspose Padang tampil mementaskan naskah Dr Anda karya Wisran Hadi dengan sutradara Anita Dikarina dan Armeynd Sufhasril di Teater Utama Taman Budaya Sumatera Barat, Minggu (13/11) sore. Malamnya, pukul 20.00 di tempat yang sama, Komunitas Teater Kamus Padang memboyong Matri Lini dengan sutradara Muslim Noer.
Nyaris sama, problem utama kelompok teater yang ada di Sumatera Barat adalah kurangnya militansi  dan eksplorasi terhadap naskah serta segenap pengetahuan di dalamnya.

Elemen penting teater adalah pencarian yang maksimal. Sutradara sebagai sentral dalam sebuah garapan teater sangat dikesankan harus mentransformasikan gagasan, ide, dan problem-problem, pengetahuan, kepada segenap pendukungnya. Biasanya, pola ini bisa mengalir jika komunikasi berjalan dan berkembang baik.
Namun, minimnya pencarian, dan kehendak menggali lebih dalam membuat teater menjadi tontonan yang sangat menyebalkan. Sepanjang 45 menit pementasan Gaung Ekspose kemarin, saya terus terang mengalaminya.
Keberhasilan sebuah garapan teater—definisi yang telah klasik ini, siapa pun yang menyutradarainya—sangat ditentukan pemilihan cerita, aktor, dan bentuk  penggarapan. Kebutuhan lain yang sangat penting adalah setting, lighting hingga musik, serta properti.
Namun  demikian, ketika awal lampu hidup dan musik modern berdentum dengan iringan gitar, saat itu juga saya sudah merasakan aroma pertunjukan teater yang sangat mononon dan verbal, hingga lampu terang kembali. Gaung Ekspose sore itu hadir dengan mengutamakan pementasan konser musik daripada seni panggung yang bernama teater. Teater hanya selingan dari konser musik itu.
Naskah yang ditulis Wisran Hadi sekitar tahun 1989 tersebut bercerita tentang seorang doktor, sekaligus ahli kebudayaan, yang melakukan riset tentang pragmatik dalam bahasa Minangkabau. Hasil riset pragmatik (salah satu cabang ilmu lingustik) dalan riset tersebut dibacakan dalam sebuah forum ceramah umum.
Konflik Etimilogi
Melalui sebuah slide, Dr Anda yang dilakonkan Silvia Eka Putri, dalam ceramah umumnya menggugat kesalahkaprahan penggunaan struktur dan makna kata bahasa secara eksternal yang tidak dipahami oleh berbagai kalangan dalam masyarakat Miangkabau. Dr Anda bicara tentang etimologi asal-usul suatu kata. Ia pun mempresentasikan di depan budayawan tentang makna kata yang bisa berakibat hancur sistem sosial, terutama bagi masyarakat Minangkabau, karena kesalahan memaknai sebuah kata.
Wisran Hadi dalam naskah itu mencoba menyusur etimilogi, misalnya, tentang kata Minangkabau, yang memunculkan kerancuan makna.
Dr Anda dalam ceramahnya menjelaskan beberapa unsur kata dalam bahasa Minang yang lazim dipakai daam interaksi sehari-hari tersebut, jika dipecah unsur bahasanya bermakna lain. Mulai dari memaparkan konsep ‘tubuh’ melalui, kepala, tangan, punggung, mata, dan kaki kesalah-kaprahan ini dijabarkan.
“…kepala, tempatnya lebih tinggi dari yang lain. Bahkan dapat lebih tinggi dari poon kelapa, tergantung pada Eska dan Surat Ketetapan yang diberikan kepada kepala itu,” kata si Doktor perempuan dalam ceramahnya. Dana memang, dalam tahapan pragmatik, permainan bahasa yang disampaikan oleh tokoh menjadi kekuatan dalam naskah yang dibuat Wisran Hadi tersebut. Relasi antarkata (bahasa) dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan menjadi pengertian beda jika “dipisahkan”, “diasingkan”, atau “dibuang” dari kandungan filosofis masyarakat pembacanya.
Dalam lajunya pementasan, selain persoalan pemaknaan bahasa, kebudayaan Minangkabau juga digugat. Tokoh doktor memisalkan, jika gabungan kata (morfem dalam ilmu ingustik) dalam “Minangkabau” dipisahkan, akan menjadi “minang” dan “kabau”. Dan bagaimana jika kata “minang” tidak lagi digabungkan dengan “kabau”, tapi “ayam”, “ikan”, atau “beruk”.
Persoalan pendekatan pragmatik lain dalam ceramah Dr Anda yang lain adalah relasi penggunaan bahasa antar tokoh bernama Mas Gul (suara berlogat Minang) dan Elkam (suara berlogat Jawa). Ini bagian terpenting dalam teks naskah yang dipertunjukkan. Persoalan ini muncul ketika Mas Gul yang merupakan masyarakat biasa diminta Elkam untuk menyerahkan kerbau buntingnya untuk pengangkatan penghulu. “Jangan karena hanya ingin jadi penghulu kerbauku dikorbankan… kau kan tahu, semua kerbau telah habis dipotong setiap pengangkatan penghulu. Coba pikir Elkam. Mana yang pentingbagi kita saat ini, kerbau atau penghulu?” kata Mas Gul pada Elkam. Pertengkaran itu pun tidak berlangsung dipanggung, tapi suara Mas Gul dan Elkam terdengar melalui pengeras suara, dari belakang panggung.
Bangunan Pertunjukan
Ada pertunjukan yang berat sebelah jika dilihat dari sudut pandang penonton atas konsep pemanggunangan Dr Anda. Lagu-lagu di tiap perpindahan babak seakan mendominasi semua konsep pemanggungan.  Apalagi, lagu-lagu tersebut merupakan musik populer yang sedang digandrungi anak muda, seperti lagu pembukaan dengan musik reggae, lagu grub musik Peterpan, lagu Bunga Citra Lestari, dan penutup pementasan lagu dari grub musik Armada. Ditambah lagi lagu-lagu tersebut dinyanyikan oleh vokalis yang masuk ke tengah panggung di tiap pergantian babak dan pengisi musik yang berada pada sudut kanan panggung.
Konsep tersebut juga menghancurkan bangunan dramaturgi pada aktor yang terkesan tanggung dan tidak total. Aktor doktor perempuan seakan terbebani dengan penjabaran bahasa ceramahnya. Sesekali kesalahan pengucapan terdengar.
Tokoh doktor perempuan juga terkesan terbebani oleh garis (batas) blocking yang telah dibakukan di atas panggung. Garis batas (tidak imajiner) menjadi kepatuhan yang harus dituruti tokoh doktor. Garis tersebut membentang dari sudut kiri belakang panggung, membelah ke sudut kanan depan panggung, dan tokoh doktor selelu berjalan ke arah sana dengan gerakan yang terbebani.
Tokoh yang berceramah di bagian tengah panggung juga terikat pada layar di bagian belakang panggung ketika berdialog. Sesekali layar ini terlambat, terkadang terlalu cepat, atau berhenti pada dialog yang tidak tepat ia ucapkan. Hal ini menjadi gangguan dalam pementasan, gangguan dengan kesan bangunan pementasan telah rusak akibat kesalahan teknis—meski sesekali keluar ucapan “ini salah teknis” dari tokoh doktor.
Teater tetap saja bagaimana kemampuan orang-orang di dalamnya mengurai problem, menginventarisir, lalu membuat sebagai laku dramatik di atas panggung. Gaung Ekspose, dari sekian buah pertunjukannya yang pernah saya tonton, memang jauh sekali bedanya.
Saya tak tahu, dari Gubernur Nyentrik yang dimainkan tiga hari lalu, dan kini Dr Anda, warna Gaung Ekspose menjadi beda dengan garapan sebelumnya. Apakah pola garapan yang sedikit ngepop ini yang menjadi trennya? Entahlah. n

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...