(Bagian 1 dari 5 tulisan)
OLEH Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo
OLEH Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo
Ketua
V LKAAM Sumatera Barat
Yulizal Yunus |
Kebijakan “kembali
ke nagari” sebagai strategi pelaksanaan otonomi daerah di Sumatera Barat
mengundang pembicaraan hangat publik. Tidak saja pasalnya disebut-sebut
implementasinya setengah hati, bahkan disebut sebagai “lebih parah”,
paradoksal dan dehumanisasi. Parodoksal, teramati, dulu ketika pemerintahan
desa melaksanakan UU 5/1979 dan Perda Sumar No.13/ 1983, nagari tidak pecah dan
kelembagaan adat esksis, sekarang di era otonomi daerah melaksanakan UU 22/
1999 diganti dengan UU 32/ 2004 plus UU 08/2005 dan Perda 09/2000 direvisi Perda
02/2007, justru nagari lama menjadi pecah dan dibagi dalam beberapa nagari
disebut dengan istilah pemekaran. Dehumanisasi, teramati, niat pemekaran nagari
hendak memudahkan urusan dan pelayanan warga, justru menghadang bahaya besar, ibarat
meninggalkan bom waktu untuk anak cucu di nagari dan bisa meledak 5-10 tahun
yang akan datang.