Sabtu, 02 November 2013

Perambahan Hutan di Agam: Air Danau Maninjau Terancam Kering

Air danau Maninjau menyusut (komapost.com)
Keberadaan hutan sebagai bagian dari sebuah ekosistem memiliki arti dan peran penting dalam menyangga sistem kehidupan. Di sisi lain juga memiliki peranan sangat penting bagi keberhasilan pembangunan, baik secara nasional maupun daerah.

Kerusakan hutan akan berdampak pada lingkungan. Lingkungan yang rusak akan menimbulkan petaka bagi makhluk hidup.

Hal itu sangat disadari Bupati Agam H Indra Catri Dt Malako Nan Putiah. Makanya, sejak dilantik sebagai Bupati Agam, yang pertama menjadi perhatiannya adalah masalah pelestarian hutan dan lingkungan.


Dari pemikiran itu, lahirlah program “Agam Menyemai.” Program tersebut menitikberatkan kegiatan pembangunan di sektor pemanfaatan lahan untuk kesejahteraan warga.

Setiap warga diimbau menanami lahan kosong. Konsekuensinya, pihak Pemkab Agam mesti menyediakan bibit tanaman. Maka Dinas Kehutanan dan Perkebunan terpacu untuk menyediakan aneka bibit tanaman dan kayu-kayuan.

Lahan kosong bukan hanya daratan, tetapi juga perairan. Selama ini banyak sumber air tak termanfaatkan. Begitu juga kolam ikan, banyak yang tidak berfungsi. Maka warga juga dihimbau untuk menebar benih ikan di bandar, kali, dan kolam ikan. Kali ini, pihak Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Agam dipacu untuk menyediakan benih ikan berbagai jenis.

Khusus di bidang kehutanan, di daerah itu terdapat sekitar 142.287,6 ha kawasan hutan. Sekitar 75.599,8 ha merupakan lahan kritis. Lahan kritis tersebut terdapat dalam kawasan hutan PPA (8.000 ha), hutan lindung (31.510), hutan produksi terbatas (5.925), dan hutan produksi (1.150).

Sementara itu Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Agam Yunasri, dalam acara acara Pembahasan Trayek Batas Kawasan Hutan Kabupaten Agam di Aula Utama Kantor Bupati Agam, Rabu (26/9), menyebutkan kawasan hutan di daerah itu terdiri dari hutan konversi sumber daya alam seluas 27.023 ha, hutan lindung (22.003), hutan produksi tetap (7.248), hutan produksi (3.146), dan hutan produksi yang dapat dikonversi seluas 14.891 Ha.

Melalui Balai Pemantapan Kawasan hutan Wilayah I Medan pada tahun 2012 ini sesuai Survei Kepala Balai Nomor S.103/VII?BPKH I-2/2012 tanggal (24/1) untuk Kabupaten Agam dialokasikan penataan batas kawasan hutan sebanyak 8 kegiatan yaitu pemancangan batas sementara dan identifikasi hak-hak pihak ketiga kawasan Hutan Produksi Maninjau Utara sepanjang 22.395, 10 M, pemancangan batas sementara dan identifikasi hak-hak pihak ketiga kawasan Hutan Lindung Maninjau Utara sepanjang 45.300 M, pemancangan batas sementara dan identifikasi hak-hak pihak ketiga kawasan Hutan Lindung Maninjau Selatan sepanjang 18.100 M.

Pengukuhan kawasan hutan di Kabupaten Agam lebih lanjut ke tahap definitif, akan membantu Pemerintah Kabupaten Agam dalam mewujudkan kepastian kawasan hutan negara dan lahan milik masyarakat. Dalam artian, upaya pengawasan dan pemeliharaan hutan semakin bisa diwujudkan.

Illegal Logging dan Antisipasi

Perambahan hutan, yang lebih dikenal dengan istilah ilegal loging, merupakan ancaman nyata terhadap kelestarian hutan. Selama ini memang sudah ada upaya untuk mencegahnya, namun kurang begitu berhasil. Masih banyak kayu ditebangi, termasuk di kawasan hutan lindung, walau sudah banyak pula pelaku yang diseret ke pengadilan.

Kerusakan hutan bisa dilihat dari dampak dari semakin menyusutnya debit air sungai. Bahkan di kawasan hutan di perbukitan sekitar Danau Maninjau sudah banyak mata air yang kering. Dampaknya, dari sekitar 82 kali dan bandar, yang mensuplai air Danau Maninjau,kini tinggal sekitar 32 kali dan bandar yang masih berair. Sisanya sudah kering kerontang. Akibatnya, debit air Danau Maninjau juga menyusut.

Pada beberapa sungai yang ada di daerah itu, debit air menurun drastis pada musim kemarau. Namun bila hujan turun, air kali akan cepat meluap. Itu sebuah indikator kalau hutan tangkapan air di kawasan itu sudah rusak.

Sejak Indra Catri menjabat Bupati Agam, operasi pengawasan dan penyelamatan hutan terus ditingkatkan. Hutan yang sudah terlanjur rusak, menurut perkiraan mencapai 30 persen dari luas hutan yang ada, secara bertahap terus diperbaiki, dengan jalan penanaman kembali. Untuk itu, setiap tahun Dinas Kehutanan dan Perkebunan Agam menyediakan bibit tanaman penghijauan, dan jenis MPTS.

Tahun ini setidaknya disediakan 2.050.000 bibit aneka kayu pada 41 unit KBR (kebun bibit rakyat). Bibit kayu tersebut akan disebarkan kepada warga yang membutuhkan.

Untuk mendukung percepatan upaya perbaikan hutan, dan lahan kritis, Agam juga memperoleh bantuan pembangunan 1 unit kebun bibit permanen. Kebun bibit permanen tersebut dibangun dekat SMKN 2 Lubuk Basung, di Sungai Jariang. Pad areal 2 ha tersebut akan dihasilkan sekitar 1 juta bibit kayu setiap tahunnya.

Yang menggembirakan, menurut Indra Catri, adalah bangkitnya semangat warga untuk menanam. Semangat seperti itu merupakan modal strategis untuk membangun ke depan. Dengan tingginya semangat menanam, diharapkan 5 tahun ke depan warga tidak akan lagi “mencuri kayu” di hutan, untuk kebutuhan mereka. Karena ada kayu yang bisa menghasilkan dalam tempo 5 tahun.

Bila kebutuhan warga terhadap kayu sudah terpenuhi dari hasil tanaman mereka sendiri, diyakini pencurian kayu di hutan tidak akan terjadi lagi. Kalaupun masih terjadi, pihak Polhut dan aparat keamanan akan semakin gampang mengamankannya.

Hutan Ulayat Kaum Digerogoti

Kendati secara kasat mata, hutan di Kabupaten Agam masih hijau, namun secara pelan tapi pasti penggerogotan hutan  terus berlangsung. Hal itu terindikasi dengan munculnya berbagai bentuk bencana di sekitar hutan itu.

Penggerogotan secara ileggal bukan rahasia lagi. Hal itu telah dibuktikan dengan seringnya penangkapan yang dilakukan aparat terhadap pelaku illegal logging.

Aktivitas illegal logging yang cukup marak terjadi di Kecamatan Ampek, Palembayan, Palupuah dan sekitarnya.

Sementara penggerogotan legal pada hutan ulayat kaum juga kian gencar, terutama dilakukan untuk membuka lahan perkebunan. Kondisi demikian kebanyakan terdapat pada Agam wilayah barat.

Bahkan dalam membuka kebun masyarakat membabat hutan pada tebing dengan tingkat kemiringan tinggi dan pada daerah aliran sungai, kadang menyerempet ke kawasan hutan lindung karena tidak ada batas yang jelas.

Penggerogotan hutan tersebut membawa dampak terhadap lingkungan sekitarnya, semisal menimbulkan fluktuasi debit air sungai, sehingga sungai-sungai yang mengalir di wilayah Agam saat ini bagaikan syair dalam lagu Bengawan Solo ciptaan Gesang: Musim kemarau tak seberapa airmu di musim hujan air meluap sampai jauh". Hal yang sama juga dialami Danau Maninjau.

Akibat kondisi air yang demikian, kini muncul daerah langganan banjir seperti wilayah sekitar Manggopoh Kecamatan Lubuk Basung dan Tiku Limo Jorong kecamatan Tanjung Mutiara dan beberapa tempat di kecamatan Ampek Nagari.

Untuk memperbaiki kondisi kehutanan yang mengalami degradasi tersebut pemerintah memang telah menjalankan sejumlah program rehabilitasi dengan melakukan penanaman pohon pada hutan kritis dan pada daerah aliran sungai. Namun upaya itu sepertinya berpacu dengan upaya penebangan.

Sementara untuk menciptakan agar kondisi kehutanan semakin membaik pemerintah Agam dibawah bupati Indra Catri tidak tinggal diam dengan melakukan berbagai upaya, melalui program penghijauan atau reboisasi disamping menggerakkan masyarakat untuk menanam dengan program Agam Menyemai.

Hingga saat ini telah ribuan pohon ditanam melalui program tersebut, dan dalam pelaksanaannya masyarakat tampil sebagai pelaksana terdepan.

Kata bupati, Agam harus selalu bergerak atau "go green" menuju pelestarian hutan sebagai bahagian penting dalam eksosistem.

Pada acara Pembahasan Trayek Kawasan Hutan Rabu beberapa waktu lalu Bupati Indra Catri menegaskan agar perhatian terhadap hutan ditingkatkan dan batas hutan harus diperjelas.

Sementara data luas hutan di Agam yang dikemukakan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Agam Yunasi seluas 74.311 hektare tediri dari 27.023 hektare hutan konversi sumber daya alam, 22.003 hektare hutan lindung, 7.248 hektare hutan produksi tetap, 3.146 hektare hutan produksi dan 14.891 hutan yang dapat dikonversi. (Laporan Miazuddin dan Kasra Scorpi)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...