Dampak penebangan hutan (Dok Rivo) |
Setiap hari hutan di Pesisir Selatan termasuk di TNKS
dibabat. Ada puluhan titik lahan kritis yang mengepung Pesisir Selatan yang
setiap saat bisa menjadi malapetaka bagi warga sekitar. Belum ada tindakan
konkret dari pemerintah.
Tahun 2008 sampai 2009
lalu, barangkali rentang masa puncak habisnya ribuan hektare
hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS)
di Hulu Batang Kambang, Pesisir Selatan. Diduga,
hutan dibabat
secara liar oleh oknum tak bertanggung jawab. Proses pembalakan liar yang telah
dijadikan sebagai lahan perkebunan tersebut oleh orang yang tidak dikenal telah
berlangsung lama.
Sementara warga Kambang
Utara saat ini mulai resah atas perbuatan oknum yang mengancam puluhan ribu
jiwa yang bermukim di Daerah Aliran Sungai Batang Kambang.
Terhadap upaya
pembalakan liar yang tidak bisa dipantau saban hari oleh masyarakat Kambang
Utara tersebut karena medan sangat berat. Maka pihak Pemerintahan
Nagari Kambang Utara telah meakukan upaya pencegahan. Bahkan terakhir telah
membentuk tim survei untuk mengamankan hulu Batang Kambang.
Wali Nagari Kambang
Utara Darmalis menyebutkan, tim survei telah menemukan sejumlah data yang
menunjukkan bahwa hutan bagian hulu Batang Kambang telah dalam keadaan kritis.
Khusus untuk kawasan yang masih berada di Kampung Pasir Lawas atau berada dalam
kawasan Kambang Utara tim menemukan ratusan hektare hutan yang telah dibabat
oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Di Lubuak Laok Kampung
Pasir Lawas bekas tebangan tampak tidak terurus, sejumlah tanaman tua seperti
kopi dan gambir sudah tampak mulai dibudidayakan, sementara di Ulu Aie sonsang,
kondisi bekas pembalakan lebih mengkawatirkan lagi, ribuan kayu bekas tebangan
tampak berserakan, sebagian dibakar. Begitu pula halnya dengan Tanjung Lawe
aktivitas pembabatan terus berlangsung, dibuktikan dengan banyaknya kayu bekas
tebangan yang masih bari.
"Jika tidak segera
disikapi maka tidak mustahil bencana alam berupa banjir bandang dan longsor yang
membawa material berupa potongan kayu ukaran besar akan meluluhlantakkan Kambang
Utara. Di hulu Batang Kambang pepohonan yang akan menampung air jumlahnya terus
berkurang," ujar Darmalis menjelaskan dampak negatif yang akan muncul di
kemudin hari.
Sementara terhadap
pembalakan liar yang terjadi di hulu Batang Kambang, pihak pemerintahan Nagari
Kambang Utara secara resmi melalui surat telah menyampaikan kepada Kerapatan
Adat (KAN) Nagari Kambang. Tidak hanya KAN, nagari juga menyurati dan
melaporkan persoalan pengundulan hutan ke Pemkab Pessel melalui Camat Lengayang
dan pihak TNKS supaya instansi terkait segera melakukan tindakan nyata.
Namun menurut Darmalis,
sangat disayangkan laporan yang disampaikan Pemrintah Nagari Kambang Utara tak
pernah digubris dan mendapat tanggapan, pengrusakan dan pembabatan hutan terus
berlangsung hingga kini.
Sementara tokoh
masyarakat Lengayang Yusrizal, ketika dikonfirmasi Haluan menyebutkan, pemerintah kabupaten dan pihak terkait harus
bersikap tegas terhadap oknum pembalak liar.
“Jika tidak sejumlah
dampak negatif akan terjadi di Lengayang,” kata Yusrizal.
Hutan yang secara
administrasi masuk ke teritorial Kambang tersebut ditengarai pelaku pembabatan
dilakukan warga dari kecamatan lain. Ke depan, menurut Yusrizal, jika penetapan
batas antarnagari dan kecamatan tidak diselesaikan akan memantik konflik
sosial."Sebelum malapetaka itu terjadi, seharusnya sudah ada upaya konkret
yang dilakukan pemerintah, selanjutnya melakukan upaya upaya penertiban,"
ujar Yusrizal.
Cerita Pembalakan di Amping Parak
Tahun 2009 lalu hutan
TNKS di Hulu Amping Parak juga mengalami kerusakan dan penggundulan hebat.
Setidaknya berdasarkan data Balai Besar TNKS Wilayah III Pessel, 1.500 hektare hutan setahun terakhir
telah gundul dibabat pembalak liar.
Pembalakan itu dilakukan
oknum yang sengaja membayar masyarakat baik untuk kepentingan pengambilan kayu
atau perluasan kawasan peladangan. Pada beberapa kawasan, justru pembabatan
dilakukan di kawasan sember air dan habita hidup satwa TNKS.
Kepala Seksi Pengelolaan
TNKS Wilayah III Kamaruzzaman, mengatakan, kerusakan paling merisaukan terdapat
di Kecamatan Sutera dan Lengayang. Di kecamatan ini setidaknya terdapat 700 hektare
hutan yang digunduli. Kamaruzzaman mengatakan, sejumlah upaya telah dilakukan
TNKS untuk mengantisipasi pembalakan. Misalnya melakukan pendekatan ke
masyarakat termasuk pemerintahan terendah.
“Masyarakat di 66
kampung di sekitar TNKS telah diberikan sosialisasi dan arti penting menjaga
TNKS. Pada beberapa lokasi bahkan juga ada kespakatan dan kesepahaman, sehingga
pembabatan setidaknya dapat dikurangi,” kata Kamaruzzaman.
Disebutkannya, di lapangan,
untuk antisipasi meluasnya pembalakan diupayakan tindakan persuasif. Bahkan
TNKS berusaha melibatkan masyarakat pinggiran
TNKS ikut berperan serta menjaga
kelestarian hutan.
Hutan yang begitu luas
hanya diawasi oleh 11 orang Polisi Kehutanan yang ada Balai TNKS Wilayah III. Kurangnya aparat
tersebut menjadi faktor tidak terkontrolnya secara baik pengrusakan hutan.
Titik
Pembalakan Aktif
Pengelola TNKS
menyebutkan, ditemukan enam belas titik lokasi perambahan hutan TNKS di Pesisir
Selatan. Perambahan itu semuanya masuk kategori aktif, tapi tidak di pemukiman,
namun nyaris separuh lokasi ada pondok. Lokasi perambahan itu berada di sepuluh
nagari dan di delapan kecamatan.
Dampak penebangan hutan (Rivo) |
Lokasi yang aktif
dirambah tersebut adalah Sungai Gambir, Muaro Sako di Muaro Sako Kecamatan Basa
IV Balai Tapan, perambah berdomisili di Muaro Sako, Sungai Gambir dan Tapan,”
kata Kamaruzzaman.
Selanjutnya menurut
Kamarauzzaman, titik perambahan di Air
Tuik, Nagari Koto Mudiak, Kecamatan Batang Kapas. Perambah umumnya berasal dari
Tuik dan Batang Kapas.
Selanjutnya pembalakan
juga terjadi di Koto Pulai, Nagari Kambang
Timur dan Pasir Lawas, Nagari Kambang Utara, keduanya berada di
kecamatan Lengayang. Sementara perambah berdomisili disekitar Koto Kandis, Koto
Pulai dan Pasir Lawas.
"Di Kecamatan
Sutera, pembalakan terpusat di nagari Amping Parak Timur dan Surantiah. Titik
pembalakan terjadi di Koto Tinggi, Batu Bala dan Langgai, dimana perambah rata
rata berdomisili di Koto, Tinggi, Batu Balah, Teratak Paneh, Tanjung Gadang dan
Kambang," kata Kamaruzzaman.
Kemudian menurut
Kamarruzaman, lokasi perambahan terbanyak itu terjadi di Linggo Sari Baganti.
Titik perambahan terjadi di Punggasan, Air Basung, Air Talang dan Air Bening.
Perambah berasal dari Koto Tingga, Rantau Simalenang dan Rantau Nipis.
"Sementara di
Pancuang Soal perambahan terjadi di Eks DMT Tunggul Betung, dan domisili
pembalak di Inderapura, Punggasan dan Lakitan," ungkapnya lagi.
Dikatakannya, di IV
Jurai, perambahan terpusat di Sari Bulan Nagari Salido dan di Hulu Batang
Painan. Pembalak rata rata berdomisili di Limau Gadang, Sungai Gayo dan salido
Ketek. Sementara di bayang Utara, pembalakan terjadi di Bukit Cakua, Limau
Gadang, pembalak umumnya berasal dari Limau Gadang.
"Seluruh titik
tadi, berdasarkan pantauan TNKS status perambahannya aktif. Ditujuh titik
ditemukan adanya pondok, artinya pembalak memang sengaja berhari hari untuk
melakukan permbahan dikawasan tersebut," ujar Kamaruzzaman.
Disebutkannya, titik
yang ada pondok tersebut adalah di Muaro Sako, Koto Pulai, Pasir Lawas, Koto
Tinggi, Batu Bala, Tanjung Gadang dan Tunggul Betung. Berdasarkan catatan TNKS
kecepatan pembabatan atau perambahan dikawasan TNKS mencapai 1.500 hektare
pertahun. Luas wilayah TNKS adalah 260.968 hektare, jika tidak tertangani
dengan segera, maka perambahan di enam belas titik akan membahayakan TNKS
kedepannya.
Uapaya yang telah
dilakukan atau tindakan yang telah dilakukan menurut Kamaruzzaman adalah,
penyuluhan atau sosialisasi KSDA, TSL dan Perundang-Undangan bidang kehutanan,
pemetaan, koordinasi dan sosialisasi ke para pihak terkait (Pemda, Polres,
Tokoh Masyarakat dan Tokoh Adat-red)). Patroli atau operasi fungsional
pengamanan kawasan hutan, operasi intelijen dan operasi gabungan.
"Khusus penanganan
perambahan penangkapan pelaku perambahan tahun 2010 dan sudah divonis Pengadilan
Negeri 1 tahun penjara dan denda Rp1 juta. Adanya pemahaman dan pengertian
tentang kawasan TNKS, khususnya di Kabupaten Pessel persamaan persepsi tentang
pengelolaan dan keberadaan TNKS, perimbangan dalam proses pemberitaan dan
informasi lapangan, meningkatkan
kerjasama (jejaring kerja) akan dapat menyelamatkan TNKS," katanya.
Banjir bandang yang
menghempaskan lima kecamatan di Kota Padang akibat meluapnya Batang Kuranji.
Diduga terjadi perambahan hutan di hulu sungai tersebut. RIVO
Hutan
Menyusut, SKAU Jadi “Kambing Hitam”
Penerbitan Surat
Keterangan Asal Usul (SKAU) kayu yang serampangan oleh wali nagari telah
menyebabkan tukak pembalakan semakin meruyak di Pesisir Selatan.
Oleh sebab itu, semenjak
dua tahun terakhir, walinagari di daerah itu dilarang menerbitkan surat
tersebut. Bila ada kayu yang dimobilisasi berarti illegal.
Selain pelarangan
penerbitan SKAU, wali nagari juga tidak diperkenankan merekomendasikan surat
bentuk apapun terkait dengan izin mobilisasi perkayuan asal daerah itu.
Menurut Nasrul Abit,
selama ini, penerbitan SKAU atau surat sejenis dengan itu sangat tidak
terkontrol dengan baik. Bahkan wali nagari sendiri tidak mengetahui peta atau
letak kayu yang akan di gergaji pengusul surat.
"Dan oleh pengurus
SKAU atau surat sejenisnya, surat tersebut disinyalir disalahgunakan. Modusnya
tetap dengan memanfaatkan surat tersebut, namun kayu yang ditebang dan
digergaji tidak sesuai dengan SKAU," kata Nasrul Abit.
Namun Nasrul Abit belum
bisa menjelaskan telah sejauh mana SKAU atau surat sejenis telah merusak hutan
di Pessel. "Tapi, jika lau dihitung jumlah surat yang terbit sudah ribuan
SKAU atau surat sejenis yang diterbitkan walinagari," kata Nasrul Abit
lagi.
Dikatakannya, tanpa
disadari walinagari dan perangkatnya, SKAU ternyata telah menimbulkan dampak
dan kerusakan hebat terhadap hutan di wilayah Pessel. Pada beberapa titik, SKAU
bahkan telah dipergunakan untuk menggunduli hulu hulu sungai.
"Contoh hulu Batang
Kambang, Hulu Batang Amping Parak dan sebagainya," katanya mencontohkan.
Maka menurutnya, setelah
penerbitan SKAU dilarang, maka jika ada kayu yang dimobilisasi ke daerah
manapun di Pessel, kayu tersebut illegal dan jika ada yang mengetahui kayu
dimobilisasi segera laporkan ke petugas.
Siap
Berenang di Laut Demi Hutan
Terkait pembalakan hutan
di pinggir pantai Inderapura, Tapan dan Lunang Silaut, Nasrul Abit menyatakan
siap berenang ke pinggir pantai untuk sampai ke titik titik pembalakan.
"Memang hutan di pinggir
pantai sulit untuk diawasi, apalagi tidak ada akses darat
selain laut. Dari laut kapal biasanya tidak bisa merapat ke pantai akibat
gelombang cenderung besar. Namun saya siap untuk berenang demi penyelamatan
hutan," katanya.
Sementara itu Kepala Dinas
Kehutanan Pesisir Selatan Mazwar Dedi menyebutkan, semenjak adanya aturan
tentang surat menyurat hasil hutan, ia tidak mengetahui jumlah surat yang telah
diterbitkan di tingkat nagari.
Ia menyebutkan,
terjadinya pembabatan hutan didaerah ini juga terkait kurang bagusnya
komunikasi pemerintah nagari.
"Misalnya antara
walinagari dengan sekretaris nagari, atau sekretaris nagari dengan perangkat
nagari lainnya. Belum lagi komunikasi pemerintah nagari dengan pihak kecamatan,
keaman dan pemerintah kabupaten," kata Mazwar Dedi.
Pembalakan
dan Pasokan Air
Pasokan air untuk
masyarakat pada sebelas kecamatan di Pesisir Selatan berasal dari Tanaman
Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Sementara disisi lain TNKS terus mengalami
pengrusakan. Perlu upaya serius untuk menghentikan pembalakan agar ketersediaan
air terus terjaga.
Kepala Seksi TNKS
Wilayah Pesisir Selatan Kamaruzzaman Kamis menyebutkan, kecamatan yang
tergantung pada pasokan air dari TNKS adalah Bayang Utara, Bayang, IV Jurai,
Batang Kapas, Sutera, Lengayang, Ranah Pesisir, Linggo Sari Baganti, Pancung
Soal, Basa IV Balai dan Lunang Silaut.
Dikatakannya, hanya satu
kecamatan yang tidak tergantung pada air TNKS yakni Koto XI Tarusan. "Kini
kondisi sejumlah hulu sungai di TNKS dalam kondisi tidak baik akibat pembabatan,
misalnya hulu Batang Kambang, hulu Batang Amping Parak dan Hulu
Surantiah," katanya.
Tahun lalu hingga saat
ini menurut Kamaruzzaman, TNKS bersama TNI telah melakukan rehabilitasi pada
sejumlah hulu dan hutan gundul. Misalnya di hulu Amping Parak, hulu Batang
Kambang dan Surantiah. Luas lahan yang telah direhabilitasi sekitar 800 hektaree.Ia
menyebutkan, untuk menyelamatakan sumber air bersih di daerah ini, warga yang
bermukim di dekat TNKS diminta untuk tidak mengganggu hutan. Tugas menjaga hutan
tidak hanya pengelola TNKS tapi juga perlu kepedulian masyarakat.
Dikatakannya, jika hutan
TNKS tidak lestari maka dipastikan kondisi sungai tempat mengalirnya bahan baku
air bersih akan memburuk. Kadang bisa mengering, namun bila musim penghujan sungai
meluap dengan kualitas air buruk dan berlumpur.
Terus
Diintai Bencana Banjir
Bila musim hujan datang,
warga di Pesisir Selatan yang bermukim di Daerah Aliran Sungai (DAS) diancam
banjir besar.
Kepala BPBD Pessel Dono
Gusrizal menyebutkan, sungai yang rawan menimbulkan banjir tersebut adalah
Batang Tarusan, Batang Bayang, Batang Jelamu, Batang Surantiah, Batang Amping
Parak, Batang Lengayang, Batang Air Haji dan Batang Tapan.
"Sungai sungai
besar tersebut, setiap tahun selalu menimbulkan bencana banjir. Namun biasanya
banjir besar terjadi bila Btang Tarusan dan Batang Bayang meluap. Diselatan
Batang Lengayang dan Batang Tapan yang selalu menimbulkan banjir,"
katanya.
Terkait hujan yang
mengguyur Pesisir Selatan dua minggu terakhir, Bupati Pesisir Selatan mengimbau
masyarakat yang bermukim di DAS untuk meningkatkan kewaspadaan.
"Sekarang musim
hujan, untuk itu diingatkan kepada masyarakat yang berdiam di sekitar DAS
berhati hati. Sejumlah sungai besar di Pesisir Selatan terindikasi rawan meluap
dan mengakibatkan banjir," katanya mengingatkan.
Dia menjelaskan, ditahun
2011 lalu sudah terjadi dua kali banjir. Terakhir terjadi di Pasir Putih
Kambang yang telah meluluhlantakkan fasilitas. Dengan memperhatikan intensitas
bencana banjir setiap tahun maka, sejumlah sungai didaerah ini harus diwaspadai
dimusim penghujan.
Sementara itu, Kepala
Balai Besar TNKS Wilayah III Pesisir Selatan Kamaruzzaman menyebutkan, sejumlah
hulu sungai di daerah ini dalam kondisi kritis. Bahkan beberapa sungai di
taksir akan terjadi banjir bandang.
"Hulu Bayang Amping
Parak, Surantih dan Lengayang sudah sangat kritis. Hujan yang mengguyur di
kawasan hulu bisa menyebakan banjir besar, karena air hujan tidak bisa terserab
di kawasan hulu dengan baik. Ditiga hulu dimaksud, berdasarkan catatan TNKS
terdapat 1.500 hektare sedang dalam kondisi gundul," kata Kamaruzzaman.
Harimau
Sumatra dan Satwa Lain Terdesak
Beberapa waktu lalu, di
Kecamatan Koto XI Tarusan harimau sumatra ditemukan masuk perangkap hingga
akhirnya mati. Sebelumnya, di Sutera tepatnya di Teratak Paneh Amping Parak
Timur seekor anak harimau juga ditemukan mati pada jerat babi. Hal tersebut
adalah sekelumit kasus proses pengrusakan kenapa populasi hewan yang dilindungi
ini terus menyusut di Pesisir Selatan.
Penyebab lainnya adalah
pembabatan hutan dan illegal loging
juga nerupakan sebab utama menyusutnya populasi harimau sumatra (Panthera
Tigris Sumatrae). Diduga hanya ada sekitar 136 individu harimau sumatra
bertahan hidup di seluruh wilayah Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), kondisi
ini sudah sangat mengkhawatirkan. Bila dikerucutkan lagi di TNKS Pessel
populasi yang ada tentu jauh lebih sedikit. Mungkin hanya tinggal puluhan ekor
saja.
Menurut Kepala Seksi
Balai TNKS Pesisir Selatan Kamaruzaman kepada penulis baru baru ini, pembabatan
hutan dan illegal loging tersebut
telah menyebabkan terdesaknya habitat alami harimau sumatra.
“Mereka tidak punya
ruang yang cukup untuk bisa bertahan hidup sebagai mana biasanya,” kata Kamaruzaman.
Disebutkan, pembabatan
hutan mengakibatkan serangkaian tindakan ancaman lainnya bagi harimau sumatera.
Artinya tidak sekadar membabat, namun ada pula kegiatan tambahan. Misalnya
setelah membabat mereka melakukan perburuan, para pelaku illegal loging dan perambah hutan biasanya akan melakukan tindakan
perburuan terhadap harimau sumatra dan satwa lain. Pembabatan dan perburuan
biasanya serangkai.
“Selain itu, dengan
terjadinya pembabatan hutan dengan sendirinya habitat dan lingkungan harimau
sumatra kian terdesak, demikian pula dengan sumber makanan harimau sumatra juga
akan habis. Ini adalah konsekuensi lainnya dari tindakan tidak bertanggung
jawab tersebut” ujar Kamaruzaman.
Menurutnya, jika wilayah
territorial harimau sumatra telah dibabat atau dirambah, harimau sumatra
tersebut mencoba mencari wilayah kekuasaan lain untuk bisa mencari makanan,
namun pada akhirnya ia tidak bisa bertahan hidup di wilayah baru.
Selain hal tersebut
menurut Kamaruzaman, pembukaan jalan baru yang melintasi wilayah harimau
sumatra juga menjadi ancaman bagi hewan yang telah diambang kepunahan tersebut.
Kondisi tersebut juga mempersempit wilayah harimau.
“Pembabatan hutan, illegal logging dan pembukaan jalan
selain telah mempersempit ruang gerak harimau, juga telah mempermudah akses
bagi pemburu untuk membunuh atau menjerat hewan tersebut, sehingga tidak jarang
kita menemukan sejumlah harimau mati akibat dijerat,” kata Kamaruzaman lagi.
Selanjutnya menurut
Kamaruzaman, konflik manusia dengan satwa satwa di TNKS secara perlahan akan
memperburuk kondisi satwa yang menduduki puncak piramida rantai makanan di
wilayah TNKS. Manusia memiliki kepentingan dan motivasi untuk melakukan aktivitas
di hutan. Mulai dari sekadar mencari kayu bakar hingga memburu hewan lain yang
seharusnya menjadi sumber makanan bagi harimau sumatera.
Meski tidak bisa
menaksir kecepatan pembabatan hutan di TNKS yang terlaksana secara massif
tersebut, Kamaruzaman berharap perlu menyatukan persepsi bagi penyelamatan TNKS
dan seluruh isinya tersebut. Pemerintah kabupaten hingga nagari, kemudian
masyarakat memiliki cara pandang yang sama untuk melestarikan hewan langka
tersebut.
Dijelaskannya, dalam
rangka mensinergikan dan mengoptimalkan upaya upaya pelestarian satwa tersebut,
Pemerintah Indonesia melalui Depertemen Kehutanan bersama pihak terkait telah merevisi
dan menyusun kembali Dokumen Stategi dan Rencana Aksi Konservasi Harimau
Sumatera tahun 2004.
“Dan itu telah
ditetapkan melalui Permenhut No P.42/
Menhut/II/2007 tentang Stategi dan Rencana Aksi Konservasi Harimau Sumatera
2007-2017, mudah mudahan harimau sumatera terselamatkan” kata Kamaruzaman penuh
harap.
Yang Ada Aktivitas Kecil IllegaL
Logging
Kegiatan perambah hutan dalam skala besar sudah tak
ada. Namun dalam skala kecil masih berlangsung. Perambahan skala kecil jika
dilakukan tiap hari, akan menjadi ancaman juga
Dalam rentang waktu dua bulan,
banjir bandang dua kali menyapu Kota Padang.
Kerugian mencapai miliaran rupiah dan menelan empat korban jiwa. Batang Kuranji
dan anak sungai-sungai ikutannya meluap.
Penyebabnya diperkirakan
akibat aktivitas penebangan hutan di hulu sungai di samping faktor
gempa bumi 2009 silam yang menyebabkan pergerakan tanah di kawasan Bukit
Barisan sehingga strukturnya labil.
Jika kita
lihat secara kasat mata dari kejauhan maupun dengan menggunakan helikopter
kondisi kawasan hutan kita di Sumatera Barat sepertinya masih terlihat
baik-baik saja karena terlihat masih tertutup oleh hijaunya perbukitan.
Namun dari
hasil temuan investigasi kami ternyata telah terjadi deforestasi (berkurangnya
tutupan kawasan hutan) dan bahkan pada beberapa daerah justru telah terjadi
degradasi kawasan hutan yang cukup parah diantaranya adalah Kabupaten Pasaman,
Pasaman Barat, Solok, Solok Selatan, Pesisir Selatan dan Kota Padang. Degradasi
kawasan hutan ini terjadi sebagian besar karena aktivitas pembukaan perkebunan
kelapa sawit, pertambangan dan juga perladangan.
Illegal Logging
Kepala Bidang Pengamanan dan Perlindungan Hutan Dinas Kehutanan Sumbar,
Yonefis, tak membantah bila aktivitas penebangan kayu secara ilegal ini masih
tetap berjalan dalam skala kecil. Selain dapat dilihat dari bekas penebangan
hutan di lokasi bencana, juga dalam beberapa kali operasi peredaran hasil
hutan, berhasil ditangkap kayu yang tidak jelas asal usulnya ini.
Namun diyakininya bila praktek tersebut dilakukan oleh masyarakat dengan
kayu yang dikeluarkan 1 m3 hingga 3 m3. Sebab di Sumbar
tidak ada lagi perusahaan besar bidang perkayuan ini.
“Illegal logging sudah menurun
drastis di Sumbar. Kini yang tersisa hanya aktivitas masyarakat saja untuk
memenuhi kebutuhannya. Kayu diambil umumnya di luar kawasan hutan, tetapi
memang sering membahayakan lingkungan,” katanya.
Aktivitas penebangan kayu yang membahayakan ini umumnya di daerah penyangga
seperti Agam, Solok, Padang Pariaman dan Pesisir Selatan. Karena itu, pembinaan
akan terus dilakukan kepada masyarakat agar selalu memperhatikan aspek
lingkungan.
Sepanjang tahun 2012, dari 8 kali operasi peredaran hasil hutan yang
digelar, 5 kali di antaranya membuahkan hasil tangkapan. Diantaranya pada April
lalu di Ujung Tanjung, Pesisir Selatan berhasil diamankan kayu tanpa dokumen 8
m3.
Selanjutnya di Silungkang, Agam juga berhasil diamankan 45 meter kubik kayu. Saat ini aparat
kepolisian setempat tengah memprosesnya. Sejumlah saksi sudah dipanggil dan
tersangkanya juga sudah ditetapkan.
Pada bulan Juli lalu di Bungus, Kota Padang juga ditemukan aktivitas
industri pembuatan perahu dan bagan milik masyarakat yang diduga menggunakan
kayu dari kawasan hutan. Industri ini sendiri memiliki izin usaha. Kasus
tersebut kini ditangani langsung Dinas Kehutanan Kota Padang. Pemilik industri
sudah membuat perjanjian untuk tidak memanfaatkan kayu dari kawasan hutan.
Pemilik sawmill keluarga H.Novel di Padang, yang bergerak di bidang industri
pengolahan kayu lanjutan (IPKL) juga diduga menampung kayu illegal karena dari
dokumen yang dimilikinya dicurigai ada yang tidak beres. Industri ini pun
diberi peringatan dan membuat pernyataan agar tidak lagi menampung kayu
illegal.
Terakhir di Batusangkar, Tanah Datar. Daerah perbatasan di kota ini juga
rentan sebagai jalur pengangkut kayu. Biasanya kayu dari Sijunjung dan
Dharmasraya diangkut lewat jalur ini ke Bukittinggi, Payakumbuh dan terus ke
Pekanbaru Ketika digelar operasi peredaran hasil hutan di perbatasan kota
beberapa waktu lalu, yang berhasil ditangkap kayu-kayu sibiran atau afkir saja.
“Kita selalu rutin menggelar operasi peredaran kayu ini dengan melibatkan
Dinas Kehutanan setempat dan aparat kepolisian. Selama 2012, dari 8 kali
operasi, 5 operasi berhasil terjaring kayu illegal dan peringatan bagi pemilik
usaha pengolahan kayu,” katanya.
Sedangkan 3 operasi lainnya di perbatasan Padang-Solok dan Padang-Pesisir
Selatan, meski tak membuahkan hasil tetapi untuk pemiliknya dilakukan
pembinaan. BPBD Sumbar pun sudah
turun tangan bersama dengan BNPB memantau dari udara. Memang tak bisa
dipungkiri, dari foto udara terlihat sejumlah titik kawasan hutan di hulu
sungai tidak lagi hijau. Lokasi itu sudah gundul. Hanya tanah merah usai
longsor.
Namun menurut Dinas Kehutanan Sumbar, kawasan yang terbuka itu bukan
kawasan hutan konservasi. Dari hasil penelusuran yang dilakukannya, titik
longsoran berada di luar kawasan hutan, tepatnya Areal Penggunaan Lain (APL).
“Kita juga sudah melakukan penelusuran ke titik longsor, tetapi memang
tidak sampai ke hulunya di perbukitan. Dari temuan kami, titik longsor bukan di
kawasan hutan, melainkan di kawasan APL,” terang Kepala Bidang Pengamanan dan
Perlindungan Hutan Dinas Kehutanan Sumbar, Yonefis.
Lokasi APL yang rawan longsor itu memiliki topografi kelerengan yang curam
dan curah hujan yang tinggi. Di tempat itu memang ditemukan adanya praktek
penebangan kayu. Tetapi intensitasnya sangat kecil dengan kayu yang dikeluarkan
sekitar 1 m3 sampai 3 m3. Aktivitas ini pun ditengarai dilakukan oleh
masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya.
Untuk itu perlu penyadaran masyarakat, agar kawasan dengan kelerengan yang
curam ini dibiarkan tetap alami. Jangan diambil juga kayunya walau pun berada
di lahan milik sendiri. Sebab bahaya akan mengintai bila kawasan ini dirusak.
Tanahnya menjadi labil karena tidak ada lagi penyangga.
Dinas Kehutanan Sumbar sudah menjadwalkan melakukan mitigasi bencana alam
dalam kawasan hutan pada bulan Oktober mendatang. Lokasi yang ditetapkan ada 3
diantaranya Lembah Anai (Tanah Datar), Tanjung Sani (Agam) dan Pesisir Selatan.
Ketiga lokasi yang terkenal rawan bencana itu akan diidentifikasi dan
diinventarisir kawasan hutannya yang berpotensi menimbulkan longsor, seperti
kondisi sungai dan air yang mengalir, tegakan kayu di hutan, tingkat kerusakan
dan beberapa item lainnya. Patut pula diidentifikasi aktivitas lain yang berada
di kawasan hutan ini, seperti praktek ilegal logging, perladangan dan aktivitas
tambang rakyat.
“Untuk kawasan yang sudah terbuka dan beberapa titik lokasi potensi bencana
ini, kita akan lakukan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL),” katanya.
Titik Perambahan Hutan
1.
Sungai Gambir dan Muaro Sako
2.
Air Tuik, Nagari Koto Mudiak
3.
Koto Pulai, Nagari Kambang Timur
4.
Pasir Lawas, Nagari Kambang Utara
5.
Amping Parak Timur
6.
Surantiah.
7.
Koto Tinggi
8.
Batu Bala
9.
Langgai
10.
Linggo Sari Baganti
11.
Punggasan
12.
Air Basung
13.
Air Talang
14.
Air Bening
15.
Pancuang Soal
16.
Sari Bulan Nagari Salido
17.
Muaro Sako
18.
Koto Pulai
19.
Pasir Lawas
20.
Koto Tinggi
21.
Batu Bala
22.
Tanjung Gadang
23.
Tunggul Betung
Sumber: TNKS
Laporan: Haridman
Kambang
dan Devi Diani
Baca
berita terkait wawancara
dengan Khalid Syaifullah Direktur Walhi Sumbar, penebangan hutan di Agam, Tanah Datar, dan Solok Selatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar