Penebangan hutan (http://awalinfo.blogspot.com) |
Hutan Solok Selatan memberi hasil bagi daerah cukup besar, tapi jika tak
dikelola baik, bahaya latennya lebih dahsyat. Banyak perusahaan kayu besar yang beroperasi di sini.
Sebagain besar hutan di Kabupaten Solok Selatan masih perawan. Hasil hutan telah mendatangkan
miliaran rupiah bagi pembangunan daerah. Setidaknya Rp9 miliar/tahun PAD Solsel
disumbangkan oleh hasil hutan.
Kadis Kehutan dan Perkebunan Kabupaten Solok Selatan menyebutkan, sumbangan
PAD dari PT Andalas Merapi Timber (AMT) mencapai Rp5 miliar, PT Bukit Raya
Mudisa (BRM) Rp4 miliar, dan SKAU hutan rakyat Rp225 juta. Sejak 2005
sampai 2009, PT AMT telah menyumbangkan pendapatan asli daerah (PAD) sebesar
Rp9,16 miliar.
Carri Over 2011 seluas 2.844 ha dengan target produksi sebanyak
223.651 M3 dengan rincian Kayu Bulat 29.071 M3,
Kayu Bulat Sedang 60.530 M3 dan Kayu Bulat Kecil
134.060 M3. RKT 2012 (Murni) seluas 3.622 ha
dengan target produksi sebanyak 322.283 M3 dengan
rincian Kayu Bulat 41.891 M3, Kayu Bulat Sedang 87.222 M3 dan
Kayu Bulat Kecil 193.170 M3. Hitungan produksi tersebut dapat
menyumbangkan PAD sebesar Rp.4.178.050.000. Akan tetapi, PT Bukit Raya
Mudisa tidak bersedia membayarkan dana hibah sehingga PAD dari perusahaan itu
masih nihil.
Data yang dihimpun dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Solok
Selatan menyebutkan, sekitar 66 persen dari luas hutan di Kabupaten Solok
Selatan masih merupakan kawasan hutan murni. Sedangkan 34% lainnya sudah
menjadi kawasan areal penggunaan lain (APL).
Kabupaten Solok Selatan memiliki kawasan hutan seluas 334.620 ha, dan
APL seluas 121.799 ha (34,07%) yang dijadikan lahan pemukiman, lahan
perkebunan dan pertanian masyarakat.
Hutan konservasi seluas 66.287 ha (18,54%), hutan lindung seluas 84.425 ha
(23,57%), hutan produksi terbatas 53.606 ha (14,99%), hutan produksi wilayah
Kecamatan Sangir Batang Hari seluas 12.240 ha (3,42%) dan hutan produksi yang
dapat dikonversi seluas 19.356 ha (5,41%). Seluas 28.840 ha hutan produksi
terbatas sudah merupakan wilayah peizinan PT Andalas Merapi Timber (PT AMT) dan
hutan produksi di Kecamatan Sangir Batang Hari termasuk wilayah perizinan usaha
Hutan Tanam Industri PT Bukit Raya Mudisa (PT BRM).
Kabid Kehutanan Dishutbun Solsel Jhon Kapi mengatakan, kondisi hutan di
Kabupaten Solok Selatan berdasarkan status kritis atau tidak, maka hutan seluas
334.620 ha terdiri dari 104.210 ha tidak kritis, 106.132 ha potensial kritis,
108.623 ha agak kritis, 10.697 kritis, dan 4.955 ha sangat kritis. Hutan yang
kritis terluas berada dalam areal penggunaan lainnya sekitar 4.706 ha dan 3.583
ha berada di hutan lindung. Untuk hutan yang sangat kritis, paling banyak
berada di lokasi areal penggunaan lainnya 2962 ha dan 1881 ha berada di hutan
konservasi.
“Untuk mereboisasi kawasan hutan dan hutan kritis itu, Dishutbun Solok
Selatan sudah membentuk 9 unit KBR, satu unit KBR sebanding dengan luas sekira
50 ha. Kini, akan dibentuk 35 unit KBR dari bantuan BPDAS Batanghari dan Agam
Kuantan,” katanya.
Selain membentuk KBR, Kabupaten Solok Selatan juga mendapatkan
izin pemanfaatan hutan nagari (PHN) untuk pencegahan pembalakan liar
hutan. Hutan nagari merupakan pengelolaan hutan secara lestari, bersinambungan
dan dapat dikelolah secara budidaya. Masyarakat hanya memiliki kewenangan
mengelolah (hak pakai) dalam jangka waktu yang diizinkan, bukan berarti hak
kepemilikan. Program ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang
berdomisili di pinggir hutan. Kini, dicadangkan 50.000 ha hutan Solok Selatan
untuk dijadikan PHN.
Selain itu, Pemerintah Kabupaten Solok Selatan akan membangun agro forestry seluas 75 ha di empat
lokasi yang berbeda. Pembangunan agro forestry melalui dana alokasi khusus dari
Kemenhut Republik Indonesia, bertujuan untuk pengembangan bidang kehutanan,
yaitu merehabilitasi tanaman vegetative.
Agro Forestry berada pada empat lokasi yang berbeda, yaitu Nagari Pakan
Rabaa Utara, Pinti Kayu, dan Ulu Suliti Kecamatan Koto Parik Gadang Diateh dan
Jorong Liki Kecamatan Sangir. Adapun jenis tanaman yang akan ditanam pada agro
forestry ini adalah jenis kayu mahoni, surian dan karet dengan anggaran Rp.500
juta.
Untuk usaha kayu rakyat, seluas 162 hektare hutan hak dalam kawasan hutan
areal penggunaan lainnya (hutan APL) yang diajukan oleh pengusaha kayu mampu
menghasilkan 6.666 kubik kayu per tahun. Kini, di Kabupaten Solok Selatan
terdapat 27 unit lokasi hutan hak yang diajukan sebagai lokasi penebangan,
dengan kapasitas 6 ha perunit. Satu hektare hutan, mampu menghasilkan 41 kubik
kayu setiap tahunnya. Kalau dijumlahkan, maka ada 162 ha hutan hak yang akan
dikuras pengusaha kayu masyarakat. Atau, sekitar 6.666 kubik kayu masyarakat
menghilang setiap tahun. Walaupun 6666 kubik kayu yang hilang setiap tahun,
namun retribusi yang didapatkan oleh pemerintah daerah rata-rata mencapai Rp200
juta pertahun.
Pengawasan dan pemeliharaan hutan dari aktivitas illegal logging, bukan
hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan juga membutuhkan kesadaran
masyarakat. Menjaga kelestarian hutan sangat penting karena hutan bukan warisan
nenek moyang melainkan titipan untuk anak cucu di masa mendatang. Oleh karena
itu, Dinas Kehutanan memberdayakan tenaga masyarakat untuk menjaga keamanan dan
pengawasan hutan. Mereka berjumlah 40 orang dan berhimpun dalam Satuan Tugas
Pengawasan Hutan Berbasis Nagari (Satgas PHBN), terdiri dari tokoh masyarakat
dan pemuda. Satgas PHBN bertugas memberikan penyuluhan, menjaga sarana
pemberitahuan seperti iklan, billboard, dan selalu berkoordinasi dengan dinas
bila ada gangguan terhadap kawasan hutan.
Perselisihan
Selain pemberdayaan masyarakat setempat, hutan Solok Selatan diawasi oleh
11 orang polisi hutan (polhut). Usia polhut tidak produktif, karena sudah
berumur lebih 40 tahun. Tiga orang di antaranya sudah difungsikan sebagai
pengawas di PT Andalas Merapi Timber (AMT) dan PT Bukit Raya Medusa (BRM).
Penebangan hutan (Warsi) |
Tidak dapat dipungkiri, persoalan hutan melanda dua perusahaan raksasa itu.
Persoalan dengan PT AMT adalah kurang kooperatifnya pihak manajemen dengan
masyarakat sekitar. Sempat masyarakat adat alam Sungai Pagu menggugat agar izin
PT AMT dicabut. Akan tetapi, penyelesaian pihak berselisih harus menunggu hasil
audit amdal PT AMT.
Informasi terkini, hasil audit PT AMT sudah keluar sejak awal 2012, namun
belum ada informasi tindak lanjutnya. Dalam dokumen itu, pihak perusahaan
berkewajiban membenahi 26 macam, dan tidak ada disebutkan pencabutan
izin.
Persoalan keengganan PT BRM membayarkan dana hibah (sumbangan pihak
ke-3/lama) untuk kabupaten penghasil, karena mereka merasa sudah banyak
mengeluarkan dana, baik pungutan sah negara maupun sumbangan ke masyarakat
nagari/adat. Kadis Hutbun Solsel Tri Handoyo Gunardi menyampaikan bahwa
pemerintah daerah sudah mengupayakan penyelesaian yang terbaik bagi kedua belah
pihak, namun perusahaan belum menjawab waktu yang tepat untuk membicarakan
sumbangan PAD itu.
Trauma
Galodo Warga Pasie Laweh
Dalam operasionalnya,
para pembalak sudah pasti hanya memikirkan keuntungan pribadi dan kelompoknya.
Dampak dari perbuatannya merambah hutan, sudah pasti tak ada dalam benaknya
mereka.
Di wilayah Kabupaten
Tanah Datar sesuai dengan topogtafi lahannya yang berbukit-bukit, sangat rawan
terjadinya bencana tanah longsor dan banjir bandang, akibat perambahan hutan, terutama
pada wilayah pemukiman warga di sepanjang aliran anak sungai.
Peristiwa banjir
bandang Nagari Pasie Laweh pertama pada
tahun 1978 silam telah menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi warga
setempat, baik korban manusia, harta benda, rumah penduduk, bangunan sekolah
dan sarana umum lainnya.
Peristiwa yang sama juga
terulang lagi 30 puluh tahun kemudian. Pada akhir tahun 2008 lalu aliran Batang
Bungkahan yang melewati wilayah Nagari Pasie Laweh meluap, material yang dibawa
arus air bah seperti bebatuan, kayu bekas olahan dan pasir yang telah lama
tersekat di hulu sungai menerjang apa saja yang ada di sepanjang aliran sungai
itu.
Idealnya peristiwa
bencana banjir bandang yang lebih dikenal dengan galodo Pasie Laweh ini menjadi
perhatian pihak berkompeten. Bencana itu terjadi tidak lain adalah ulah dari
segelintir oknum yang hanya menangguk keuntungan pribadi membabat kayu yang ada
di hulu sungai yang berakibat fatal bagi keselamatan manusia yang ada di ranah
hilir.
Masyarakat yang bermukim
di sepanjang aliran anak sungai yang melintas di wilayah Nagari Pasie Laweh ini
setiap cuaca mendung selalu memperhatikan kondisi aliran air. Bila hujan turun
di hulu sungai, aliran air tetap tidak bertambah, warna air sungai pun tidak keruh, maka warga yang ada pada zona hingga 50 meter
dari bibir sungai menjadi cemas dan berusana menjauh ke arah bukit.
Seperti yang dituturkasn
Camat Sungai Tarab Syahril kepada Haluan,
warga Pasie Laweh yang telah dua kali merasakan pahitnya getirnya bencana
banjir bandang, selalu waspada setiap cuaca mendung.
“Warga trauma saat hujan
di hulu,” katanya.
Sebagai pertanda alam,
dari wilayah pemukiman masyarakat Pasie Laweh terlihat jelas aliran Sarasah di
lereng Gunung Marapi. Bila airnya melebihi debit biasa ataupun anak Sarasah
bertambah banyak, maka warga secara spontan meningkatkan kewaspadaan.
Untuk mengantisipasi
kikisan air di sepanjang bantaran Batang Bungkahan, pihak Pemkab Tanah Datar
sejak beberapa tahun belakangan juga telah berupaya menerapkan program
reboisasi di sepanjang aliran anak sungai ini.
Pada tahun lalu, bencana
serupa juga dialami warga Nagari Padang Laweh Malalo Kecamatan Batipuh Selatan.
Bencana banjir bandang juga telah terjadi dua kali selama kurun waktu 10 tahun
terakhir. Wilayah pemukiman warga, lahan pertanian seperti hamparan sawah dan
perkebunan menjadi porak poranda diterjang banjir.
Wilayah nagari Padang
Laweh Malalo berada di bawah pinggang bukit Patah Gigi yang menyatu dengan
gugusan Bukik Barisan yang terkenal dengan tulang punggung Pulau Sumatera itu. Bukik
Patah Gigi ini merupakan hamparan tebing yang memiliki kemiringan cukup terjal.
Selama ini hutan rimba
yang ada di Bukik Patah Gigi tidak pernah diganggu. Hutannya selalu rindang dan
tidak ada orang yang berani mengambil satu batang pohon yang ada di perbukitan
yang dikenal cukup angker itu.
Menurut keyakinan warga
setempat secara turun temurun di lokasi Buki Patah Gigi ada makhluk penunggunya.
Bila kayu yang ada di sana ditebang, akan mendatangkan bahaya yang cukup besar
sehingga tak seorangpun masyarakat di sana yang berani memasuki areal hutan
rimba ini.
Namun sejak beberapa
tahun belakangan keyakinan itu sudah dilanggar sejumlah oknum, mereka tertarik
menikmati kayu yang ada di Bukik Patah Gigi. Tak ayal bahaya banjir bandang
melanda wilayah
Melalui program
bambunisasi yang diluncurkan Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Tanah Datar,
sepanjang sepuluh kilo meter wilayah zona merah di pinggiran batang Bungkahan
hingga ke wilayah Nagari Sungai Tarab, telah dihijaukan dengan pohon bambu
serta berbagai jenis tanaman produktif lainnya, seperti mangga, durian dan lain
sebagainya. (Laporan Icol Dianto dan Emrizal)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar