Sabtu, 02 November 2013

PENEBANGAN HUTAN SOLOK SELATAN DAN TANAH DATAR: Bahaya Laten Lebih Dahsyat

Penebangan hutan (http://awalinfo.blogspot.com)
Hutan Solok Selatan memberi hasil bagi daerah cukup besar, tapi jika tak dikelola baik, bahaya latennya lebih dahsyat. Banyak perusahaan kayu besar yang beroperasi di sini.
Sebagain besar hutan di Kabupaten Solok Selatan masih perawan. Hasil hutan telah mendatangkan miliaran rupiah bagi pembangunan daerah. Setidaknya Rp9 miliar/tahun PAD Solsel disumbangkan oleh hasil hutan.
Kadis Kehutan dan Perkebunan Kabupaten Solok Selatan menyebutkan, sumbangan PAD dari PT Andalas Merapi Timber (AMT) mencapai Rp5 miliar, PT Bukit Raya Mudisa (BRM) Rp4 miliar, dan SKAU hutan rakyat Rp225 juta. Sejak 2005 sampai 2009, PT AMT telah menyumbangkan pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp9,16 miliar.

Carri Over 2011 seluas 2.844 ha dengan  target produksi sebanyak 223.651 M3 dengan rincian Kayu Bulat 29.071 M3, Kayu  Bulat Sedang 60.530 M3 dan Kayu Bulat Kecil 134.060 M3. RKT  2012 (Murni) seluas 3.622 ha dengan  target produksi sebanyak 322.283 Mdengan rincian Kayu Bulat 41.891 M3, Kayu  Bulat Sedang 87.222 M3 dan Kayu Bulat Kecil 193.170 M3. Hitungan produksi tersebut dapat menyumbangkan PAD sebesar Rp.4.178.050.000. Akan tetapi, PT Bukit Raya Mudisa tidak bersedia membayarkan dana hibah sehingga PAD dari perusahaan itu masih nihil.
Data yang dihimpun dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Solok Selatan menyebutkan, sekitar 66 persen dari luas hutan di Kabupaten Solok Selatan masih merupakan kawasan hutan murni. Sedangkan 34% lainnya sudah menjadi kawasan areal penggunaan lain (APL).
Kabupaten Solok Selatan memiliki kawasan hutan seluas 334.620 ha, dan APL seluas 121.799 ha (34,07%) yang dijadikan lahan pemukiman, lahan perkebunan dan pertanian masyarakat.
Hutan konservasi seluas 66.287 ha (18,54%), hutan lindung seluas 84.425 ha (23,57%), hutan produksi terbatas 53.606 ha (14,99%), hutan produksi wilayah Kecamatan Sangir Batang Hari seluas 12.240 ha (3,42%) dan hutan produksi yang dapat dikonversi seluas 19.356 ha (5,41%). Seluas 28.840 ha hutan produksi terbatas sudah merupakan wilayah peizinan PT Andalas Merapi Timber (PT AMT) dan hutan produksi di Kecamatan Sangir Batang Hari termasuk wilayah perizinan usaha Hutan Tanam Industri PT Bukit Raya Mudisa (PT BRM).
Kabid Kehutanan Dishutbun Solsel Jhon Kapi mengatakan, kondisi hutan di Kabupaten Solok Selatan berdasarkan status kritis atau tidak, maka hutan seluas 334.620 ha terdiri dari 104.210 ha tidak kritis, 106.132 ha potensial kritis, 108.623 ha agak kritis, 10.697 kritis, dan 4.955 ha sangat kritis. Hutan yang kritis terluas berada dalam areal penggunaan lainnya sekitar 4.706 ha dan 3.583 ha berada di hutan lindung. Untuk hutan yang sangat kritis, paling banyak berada di lokasi areal penggunaan lainnya 2962 ha dan 1881 ha berada di hutan konservasi.
“Untuk mereboisasi kawasan hutan dan hutan kritis itu, Dishutbun Solok Selatan sudah membentuk 9 unit KBR, satu unit KBR sebanding dengan luas sekira 50 ha. Kini, akan dibentuk 35 unit KBR dari bantuan BPDAS Batanghari dan Agam Kuantan,” katanya.
Selain membentuk KBR, Kabupaten Solok Selatan juga mendapatkan izin pemanfaatan hutan nagari (PHN) untuk pencegahan pembalakan liar hutan. Hutan nagari merupakan pengelolaan hutan secara lestari, bersinambungan dan dapat dikelolah secara budidaya. Masyarakat hanya memiliki kewenangan mengelolah (hak pakai) dalam jangka waktu yang diizinkan, bukan berarti hak kepemilikan. Program ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berdomisili di pinggir hutan. Kini, dicadangkan 50.000 ha hutan Solok Selatan untuk dijadikan PHN.
Selain itu, Pemerintah Kabupaten Solok Selatan akan membangun agro forestry seluas 75 ha di empat lokasi yang berbeda. Pembangunan agro forestry melalui dana alokasi khusus dari Kemenhut Republik Indonesia, bertujuan untuk pengembangan bidang kehutanan, yaitu merehabilitasi tanaman vegetative.
Agro Forestry berada pada empat lokasi yang berbeda, yaitu Nagari Pakan Rabaa Utara, Pinti Kayu, dan Ulu Suliti Kecamatan Koto Parik Gadang Diateh dan Jorong Liki Kecamatan Sangir. Adapun jenis tanaman yang akan ditanam pada agro forestry ini adalah jenis kayu mahoni, surian dan karet dengan anggaran Rp.500 juta.
Untuk usaha kayu rakyat, seluas 162 hektare hutan hak dalam kawasan hutan areal penggunaan lainnya (hutan APL) yang diajukan oleh pengusaha kayu mampu menghasilkan 6.666 kubik kayu per tahun. Kini, di Kabupaten Solok Selatan terdapat 27 unit lokasi hutan hak yang diajukan sebagai lokasi penebangan, dengan kapasitas 6 ha perunit. Satu hektare hutan, mampu menghasilkan 41 kubik kayu setiap tahunnya. Kalau dijumlahkan, maka ada 162 ha hutan hak yang akan dikuras pengusaha kayu masyarakat. Atau, sekitar 6.666 kubik kayu masyarakat menghilang setiap tahun. Walaupun 6666 kubik kayu yang hilang setiap tahun, namun retribusi yang didapatkan oleh pemerintah daerah rata-rata mencapai Rp200 juta pertahun.
Pengawasan dan pemeliharaan hutan dari aktivitas illegal logging, bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan juga membutuhkan kesadaran masyarakat. Menjaga kelestarian hutan sangat penting karena hutan bukan warisan nenek moyang melainkan titipan untuk anak cucu di masa mendatang. Oleh karena itu, Dinas Kehutanan memberdayakan tenaga masyarakat untuk menjaga keamanan dan pengawasan hutan. Mereka berjumlah 40 orang dan berhimpun dalam Satuan Tugas Pengawasan Hutan Berbasis Nagari (Satgas PHBN), terdiri dari tokoh masyarakat dan pemuda. Satgas PHBN bertugas memberikan penyuluhan, menjaga sarana pemberitahuan seperti iklan, billboard, dan selalu berkoordinasi dengan dinas bila ada gangguan terhadap kawasan hutan.
Perselisihan
Selain pemberdayaan masyarakat setempat, hutan Solok Selatan diawasi oleh 11 orang polisi hutan (polhut). Usia polhut tidak produktif, karena sudah berumur lebih 40 tahun. Tiga orang di antaranya sudah difungsikan sebagai pengawas di PT Andalas Merapi Timber (AMT) dan PT Bukit Raya Medusa (BRM).
Penebangan hutan (Warsi)
Tidak dapat dipungkiri, persoalan hutan melanda dua perusahaan raksasa itu. Persoalan dengan PT AMT adalah kurang kooperatifnya pihak manajemen dengan masyarakat sekitar. Sempat masyarakat adat alam Sungai Pagu menggugat agar izin PT AMT dicabut. Akan tetapi, penyelesaian pihak berselisih harus menunggu hasil audit amdal PT AMT.
Informasi terkini, hasil audit PT AMT sudah keluar sejak awal 2012, namun belum ada informasi tindak lanjutnya. Dalam dokumen itu, pihak perusahaan berkewajiban membenahi 26 macam, dan tidak ada disebutkan pencabutan izin. 
Persoalan keengganan PT BRM membayarkan dana hibah (sumbangan pihak ke-3/lama) untuk kabupaten penghasil, karena mereka merasa sudah banyak mengeluarkan dana, baik pungutan sah negara maupun sumbangan ke masyarakat nagari/adat. Kadis Hutbun Solsel Tri Handoyo Gunardi menyampaikan bahwa pemerintah daerah sudah mengupayakan penyelesaian yang terbaik bagi kedua belah pihak, namun perusahaan belum menjawab waktu yang tepat untuk membicarakan sumbangan PAD itu.
Trauma Galodo Warga Pasie Laweh
Dalam operasionalnya, para pembalak sudah pasti hanya memikirkan keuntungan pribadi dan kelompoknya. Dampak dari perbuatannya merambah hutan, sudah pasti tak ada dalam benaknya mereka.
Di wilayah Kabupaten Tanah Datar sesuai dengan topogtafi lahannya yang berbukit-bukit, sangat rawan terjadinya bencana tanah longsor dan banjir bandang, akibat perambahan hutan, terutama pada wilayah pemukiman warga di sepanjang aliran anak sungai.
Peristiwa banjir bandang  Nagari Pasie Laweh pertama pada tahun 1978 silam telah menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi warga setempat, baik korban manusia, harta benda, rumah penduduk, bangunan sekolah dan sarana umum lainnya.
Peristiwa yang sama juga terulang lagi 30 puluh tahun kemudian. Pada akhir tahun 2008 lalu aliran Batang Bungkahan yang melewati wilayah Nagari Pasie Laweh meluap, material yang dibawa arus air bah seperti bebatuan, kayu bekas olahan dan pasir yang telah lama tersekat di hulu sungai menerjang apa saja yang ada di sepanjang aliran sungai itu.
Idealnya peristiwa bencana banjir bandang yang lebih dikenal dengan galodo Pasie Laweh ini menjadi perhatian pihak berkompeten. Bencana itu terjadi tidak lain adalah ulah dari segelintir oknum yang hanya menangguk keuntungan pribadi membabat kayu yang ada di hulu sungai yang berakibat fatal bagi keselamatan manusia yang ada di ranah hilir.
Masyarakat yang bermukim di sepanjang aliran anak sungai yang melintas di wilayah Nagari Pasie Laweh ini setiap cuaca mendung selalu memperhatikan kondisi aliran air. Bila hujan turun di hulu sungai, aliran air tetap tidak bertambah, warna air sungai pun tidak keruh,  maka warga yang ada pada zona hingga 50 meter dari bibir sungai menjadi cemas dan berusana menjauh ke  arah bukit.
Seperti yang dituturkasn Camat Sungai Tarab Syahril kepada Haluan, warga Pasie Laweh yang telah dua kali merasakan pahitnya getirnya bencana banjir bandang, selalu waspada setiap cuaca mendung.
“Warga trauma saat hujan di hulu,” katanya.
Sebagai pertanda alam, dari wilayah pemukiman masyarakat Pasie Laweh terlihat jelas aliran Sarasah di lereng Gunung Marapi. Bila airnya melebihi debit biasa ataupun anak Sarasah bertambah banyak, maka warga secara spontan meningkatkan kewaspadaan.
Untuk mengantisipasi kikisan air di sepanjang bantaran Batang Bungkahan, pihak Pemkab Tanah Datar sejak beberapa tahun belakangan juga telah berupaya menerapkan program reboisasi di sepanjang aliran anak sungai ini.
Pada tahun lalu, bencana serupa juga dialami warga Nagari Padang Laweh Malalo Kecamatan Batipuh Selatan. Bencana banjir bandang juga telah terjadi dua kali selama kurun waktu 10 tahun terakhir. Wilayah pemukiman warga, lahan pertanian seperti hamparan sawah dan perkebunan menjadi porak poranda diterjang banjir.
Wilayah nagari Padang Laweh Malalo berada di bawah pinggang bukit Patah Gigi yang menyatu dengan gugusan Bukik Barisan yang terkenal dengan tulang punggung Pulau Sumatera itu. Bukik Patah Gigi ini merupakan hamparan tebing yang memiliki kemiringan cukup terjal.
Selama ini hutan rimba yang ada di Bukik Patah Gigi tidak pernah diganggu. Hutannya selalu rindang dan tidak ada orang yang berani mengambil satu batang pohon yang ada di perbukitan yang dikenal cukup angker itu.
Menurut keyakinan warga setempat secara turun temurun di lokasi Buki Patah Gigi ada makhluk penunggunya. Bila kayu yang ada di sana ditebang, akan mendatangkan bahaya yang cukup besar sehingga tak seorangpun masyarakat di sana yang berani memasuki areal hutan rimba ini.
Namun sejak beberapa tahun belakangan keyakinan itu sudah dilanggar sejumlah oknum, mereka tertarik menikmati kayu yang ada di Bukik Patah Gigi. Tak ayal bahaya banjir bandang melanda wilayah
Melalui program bambunisasi yang diluncurkan Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Tanah Datar, sepanjang sepuluh kilo meter wilayah zona merah di pinggiran batang Bungkahan hingga ke wilayah Nagari Sungai Tarab, telah dihijaukan dengan pohon bambu serta berbagai jenis tanaman produktif lainnya, seperti mangga, durian dan lain sebagainya. (Laporan Icol Dianto dan Emrizal)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...