tiba-tiba aku serasa mencium bau pisang batu masak
ketika mendekap ubun-ubunmu
“lihat mataku. ada barisan anak cabe rawit; abu
jerami beterbangan; lendir biji cokelat; dan tangkai cangkul dari cabang
surian…”
senyummu menukik ke dalam tangisku
sesuatu yang menyenangkan telah meremangkan
ubun-ubunmu
tubuhku serasa mengerdil
meronta dalam buaian bayi tujuh bulan
kedipan terakhirmu begitu riang
mengajakku mencandai boneka musang
sebelum gelap, kikis lagi pisang batu masak
dengan ujung sendok teh itu
suapi aku
suapi aku
2010
sapu tangan
"ini sapu tangan. jika sepeninggalanku,
matamu basah lagi, pakailah." tulis seorang pemuda dalam sebuah surat
berisi sapu tangan kepada tunangannya. ia akan pergi merantau. gadis
tunangannya membalas surat itu: "airmataku kini sering jatuh ke dalam,
tuan. bagaimana menghapusnya? pulang sajalah. ia akan kering sendiri!"
(aku kenang gadis itu bertahun kemudian, mendiang
ibu)
2010
shafiy kecil penyembuh
sakit
:Amak
di jalan keluar pengunjung
sebuah tikungan siku-siku
seorang nenek mencabuti tali dari matanya
semakin panjang tali itu, semakin panjang pula
tawanya
adalah shafiy, bocah perempuan, sangat rapi rambut
dan sepatunya,
tampak riang menari lenggang
ia tarik tali itu,
"ini tali apa, nek?"
"ini tali tangis, nak!"
"tangis nenek wangi, ya!"
diciuminya tali itu
hingga tepi pelupuk mata si nenek berair-air
“kuberitahu rahasia padamu,” ucap si nenek.
“tangis itu obat,”
si shafiy kecil tidak mengerti
ia diajak ibunya ke rumah banyak simpang itu
memang mencari obat
tapi bukan obat yang disebut nenek
pada tikungan kedua, simpang empat
menjelang kamar mayat
di tengah tubuh berbaju perban lalu-lalang
seorang kakek mengurai cabikan kain dari mulutnya
ia seperti menjahit guntingan perca
yang biasa diikatkan ke pinggang orang-orang sawah
semakin panjang kain itu, makin panjang pula sudut
bibirnya
shafiy, si bocah perempuan yang rapi rambut dan
sepatunya tadi heran
ia berlari pula ke hadapan si kakek yang menganga
antara tangis dan tawa
"ini kain apa, kek?"
"ini kain bahagia, cucu"
"kakek bahagia?"
"tepatnya, kakek sedang mengeluarkan bahagia
dari perut kakek,"
si shafiy makin tidak mengerti
sampai kain perca berubah jadi rantai besi
kakek terbungkuk menghelanya
semakin ia hela, semakin keras dentingnya
wajah kakek bercahaya
seakan rantai itu memutar dinamo penyala dua
lubang di atas hidungnya
si shafiy yang mungkin tidak akan pernah mengerti
berjingkrak
menghampiri kakek
"kakek, ini rantai apa pula?"
"ini rantai keinginan, cucu!"
"keinginan kakek hangat, ya? tapi sudah berkarat,"
shafiy pun ikut menarik rantai itu
ia raih ke dadanya yang masih lunak
hingga orang-orang berbaju perban berdatangan
pengumpul dan penyampai berita pun berdesakan
riuh rendah suara mengabarkan:
“pada sebuah rumah sakit, shafiy, si anak kecil,
berhasil membantu mengeluarkan penyakit
dari perut sepasang kakek-nenek!”
2010
surat dari hulu
/1/
bila hujan berhenti
dan arus sungai jernih kembali
pelajarilah
batu seperti apa
yang ada udang di baliknya
lalu, tanyakan pada sisa hujan di ngarai
apa rahasianya mampu menghapus kemarau bertahun
hanya dengan satu siraman?
/2/
air di mata ini
tinggal getah
jika hujan tak jadi turun
puisi ini akan menghilirkan doaku
ke haribaan ruhmu
2010
selimut rahim piatu
sepanjang tahajud, dagingku memar ditimpa doa
mengincar selimut rahimmu
mencari satu titik kepulangan
dari tidur panjang
hingga yang tersisa ruh saja
berhembus lirih di sela barisan hujan
dagingku tak kunjung sampai meraih tepi selimutmu,
melipat selamat tinggal
meskipun sesungguhnya kau tidak akan kemana-mana
aku tahu, kau akan menemaniku lagi pada kesempatan
lain,
di sudut paling hangat dari rahimmu
telah kupilih tempat tinggal
sekaligus kuburan bagi harapanku
"lahirkan aku kembali!"
2010
wasiat keberangkatan
ia wariskan sepi itu ke ubun-ubunku
"rawat baik-baik, umpama menggilai sepiring
padi”
andaikan ia merambat turun ke jantungmu
urut dan jatuhkan saja ke dalam, ke rusuk kiri
ke tempat nyawa bersabung
lipatkan baju kepulangan untukku
dan hal-hal yang tak sampai
tanam di pangkal jenjang
seperti dulu,
kami mengubur darah kelahiranmu
2010
catatan 29 agustus 2010
siang-malam berpeluk cium dengan ibu yang sekarat
menato kudukku dengan lukisan janin
menggenggam alu dan palu
penumbuk nasib
peluluhlantak segala yang banyak orang takutkan
dari sepi
2010
stripi
stripi raksasa tertancap di dadanya
"anak-anakku, masuklah!"
lama sudah stripi itu menganga
tidak seorang pun anak yang mau memasukinya
ia masuki sendiri akhirnya
di seberang stripi itu ia dapatkan perahu lilin
terbentang lautan cahaya
ia pun berkayuh
ketika perahunya meleleh
ia menyatu dengan angin yang menghidupi pantai
sesekali ia meliuk ke mulut ombak,
menjemput kiriman doa kerabat
dan berharap ada bingkisan cinta anak-anaknya
kau akan bisa membacanya pada letusan buih
2010
Tentang Zelfeni Wimra
Lahir di Sungai Naniang, Limopuluah Koto Sumatera
Barat. Giat di Magistra Indonesia, Padang. Sedang merampungkan buku kumpulan
puisi pertamanya: Air Tulang Ibu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar