Minggu, 27 Oktober 2013

PUISI Zelfeni Wimra

ubun-ubun bau pisang batu masak

tiba-tiba aku serasa mencium bau pisang batu masak
ketika mendekap ubun-ubunmu

“lihat mataku. ada barisan anak cabe rawit; abu jerami beterbangan; lendir biji cokelat; dan tangkai cangkul dari cabang surian…”

senyummu menukik ke dalam tangisku
sesuatu yang menyenangkan telah meremangkan ubun-ubunmu

tubuhku serasa mengerdil
meronta dalam buaian bayi tujuh bulan
kedipan terakhirmu begitu riang
mengajakku mencandai boneka musang

sebelum gelap, kikis lagi pisang batu masak
dengan ujung sendok teh itu
suapi aku
suapi aku

2010


sapu tangan

"ini sapu tangan. jika sepeninggalanku, matamu basah lagi, pakailah." tulis seorang pemuda dalam sebuah surat berisi sapu tangan kepada tunangannya. ia akan pergi merantau. gadis tunangannya membalas surat itu: "airmataku kini sering jatuh ke dalam, tuan. bagaimana menghapusnya? pulang sajalah. ia akan kering sendiri!"
(aku kenang gadis itu bertahun kemudian, mendiang ibu)

2010


shafiy kecil penyembuh sakit

:Amak

di jalan keluar pengunjung
sebuah tikungan siku-siku
seorang nenek mencabuti tali dari matanya
semakin panjang tali itu, semakin panjang pula tawanya
adalah shafiy, bocah perempuan, sangat rapi rambut dan sepatunya,
tampak riang menari lenggang
ia tarik tali itu,
"ini tali apa, nek?"
"ini tali tangis, nak!"
"tangis nenek wangi, ya!"
diciuminya tali itu
hingga tepi pelupuk mata si nenek berair-air
“kuberitahu rahasia padamu,” ucap si nenek.
“tangis itu obat,”
si shafiy kecil tidak mengerti
ia diajak ibunya ke rumah banyak simpang itu memang mencari obat
tapi bukan obat yang disebut nenek
pada tikungan kedua, simpang empat
menjelang kamar mayat
di tengah tubuh berbaju perban lalu-lalang
seorang kakek mengurai cabikan kain dari mulutnya
ia seperti menjahit guntingan perca
yang biasa diikatkan ke pinggang orang-orang sawah
semakin panjang kain itu, makin panjang pula sudut bibirnya
shafiy, si bocah perempuan yang rapi rambut dan sepatunya tadi heran
ia berlari pula ke hadapan si kakek yang menganga antara tangis dan tawa
"ini kain apa, kek?"
"ini kain bahagia, cucu"
"kakek bahagia?"
"tepatnya, kakek sedang mengeluarkan bahagia dari perut kakek,"
si shafiy makin tidak mengerti
sampai kain perca berubah jadi rantai besi
kakek terbungkuk menghelanya
semakin ia hela, semakin keras dentingnya
wajah kakek bercahaya
seakan rantai itu memutar dinamo penyala dua lubang di atas hidungnya
si shafiy yang mungkin tidak akan pernah mengerti berjingkrak
menghampiri kakek
"kakek, ini rantai apa pula?"
"ini rantai keinginan, cucu!"
"keinginan kakek hangat, ya? tapi sudah berkarat,"
shafiy pun ikut menarik rantai itu
ia raih ke dadanya yang masih lunak
hingga orang-orang berbaju perban berdatangan
pengumpul dan penyampai berita pun berdesakan
riuh rendah suara mengabarkan:
“pada sebuah rumah sakit, shafiy, si anak kecil,
berhasil membantu mengeluarkan penyakit
dari perut sepasang kakek-nenek!”

2010




surat dari hulu
/1/
bila hujan berhenti
dan arus sungai jernih kembali
pelajarilah
batu seperti apa
yang ada udang di baliknya
lalu, tanyakan pada sisa hujan di ngarai
apa rahasianya mampu menghapus kemarau bertahun
hanya dengan satu siraman?

/2/
air di mata ini
tinggal getah

jika hujan tak jadi turun
puisi ini akan menghilirkan doaku
ke haribaan ruhmu


2010



selimut rahim piatu  

sepanjang tahajud, dagingku memar ditimpa doa
mengincar selimut rahimmu
mencari satu titik kepulangan
dari tidur panjang
hingga yang tersisa ruh saja
berhembus lirih di sela barisan hujan
dagingku tak kunjung sampai meraih tepi selimutmu,
melipat selamat tinggal
meskipun sesungguhnya kau tidak akan kemana-mana
aku tahu, kau akan menemaniku lagi pada kesempatan lain,
di sudut paling hangat dari rahimmu
telah kupilih tempat tinggal
sekaligus kuburan bagi harapanku
"lahirkan aku kembali!"

2010



wasiat keberangkatan

ia wariskan sepi itu ke ubun-ubunku
"rawat baik-baik, umpama menggilai sepiring padi”
andaikan ia merambat turun ke jantungmu
urut dan jatuhkan saja ke dalam, ke rusuk kiri
ke tempat nyawa bersabung
lipatkan baju kepulangan untukku
dan hal-hal yang tak sampai
tanam di pangkal jenjang
seperti dulu,
kami mengubur darah kelahiranmu

2010




catatan 29 agustus 2010

siang-malam berpeluk cium dengan ibu yang sekarat
menato kudukku dengan lukisan janin
menggenggam alu dan palu
penumbuk nasib
peluluhlantak segala yang banyak orang takutkan dari sepi

2010


stripi


stripi raksasa tertancap di dadanya
"anak-anakku, masuklah!"
lama sudah stripi itu menganga
tidak seorang pun anak yang mau memasukinya
ia masuki sendiri akhirnya
di seberang stripi itu ia dapatkan perahu lilin
terbentang lautan cahaya
ia pun berkayuh
ketika perahunya meleleh
ia menyatu dengan angin yang menghidupi pantai
sesekali ia meliuk ke mulut ombak,
menjemput kiriman doa kerabat
dan berharap ada bingkisan cinta anak-anaknya
kau akan bisa membacanya pada letusan buih

2010


Tentang Zelfeni Wimra
Lahir di Sungai Naniang, Limopuluah Koto Sumatera Barat. Giat di Magistra Indonesia, Padang. Sedang merampungkan buku kumpulan puisi pertamanya: Air Tulang Ibu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...