Rabu, 16 Oktober 2013

Puisi Riyon Fidwar

Puisi Riyon Fidwar

Airmata

mengapa hanya airmata yang mengiba
ketika luka membisa, mengorek
sum-sum dan urat nadi
sedangkan kuku dan rambut
tak pernah mengundang tangis
bila di potong dan di iris

mengapa hanya airmata yang mengiba
ketika darah nanah
membasuh pedang dan peluru
apakah airmata ramuan kepiluan,
atau ramuan kerinduan?



Padang, 2010


Negeri Air

jika aku turun dari ranjang ini
yang kutemui adalah air
yang mengapungkan kail dan umpan
para nelayan. berjalan di antara rahang-rahang karang
membongkar lembaran mimpi dan khayalan
negeri ini. tempat gelombang memburai

aku semakin enggan turun dari ranjang ini
sebab airmata nelayan telah terbungkam
di dalam kulkas. negeri ini
 anyir oleh lendir-lendir ikan
sedang mereka yang hidup di negeri asing
hanya duduk dan menunjuk

di negeri ini hanya nyanyian gelombang yang memburai
di rahang-rahang karang yang tajam
aku berdiri di tengah airmata nelayan
yang terbungkam di dalam kulkas
sedang kail dan umpan terkatung-katung mencari tepian

Padang, 2010



Bulan Tak Nampak

yang kunanti belum juga memanggil
buku-buku siang, malam telah jungkir balik
jangkrik, katak dan pungguk. kehabisan irama
mesin-mesin juga bersyair
merayumu dalam malam

Padang, 2010


Aku Pulang Di Musim Hujan

aku pulang di musim hujan
tunggu aku di simpang jalan!
sebab di lembaran hari
yang telah lalu
juga pernah aku catat
tentang jalan menuju rumahmu

Padang, 2010


Di Ruang Tunggu

sudah hampir subuh
aku menunggu di ruang yang dingin ini
suara kumbang bernyanyi bersama ringkik orang-orang pasrah
bulan dan neon
menunggu sebuah keputusan pagi


sudah hampir subuh
selalu begitu. tanpa keputusan apa pun
bau limbah di pancuran atap menyapu batang hidungku

kini malam membuka topengnya yang hitam
kumbang malam telah pulang dari pesta semalam
aku masih di sini. menunggu subuah keputusan
yang terbenam dalam malam

Padang, 2010




Celana Panjang

luka
yang menganga di antara pahamu
di antara belukar yang suram
kau menangis karena perihnya
luka itu kau tutup dengan celana panjang
yang terbuat dari wol ala eropa
padahal dulu kau hanya memakai celana pendek, sarung
untuk menghapus airmata
sebab perih yang tajam itu
terus menusuk di antara pahamu

airmata terus bergantung di bulu mata
sebab sesaknya celana panjangmu
membunuh angin
yang ingin mendinginkan
luka

Padang, 2010


Do’a Untukmu

ini do’a
yang kutulis pada sepertiga malam
untukmu yang tenggelam
dengan luka

Padang, 2010

Dusta

kata-katamu membentur batu-batu
menari di atas sunyi
aku
yang diam
menanti keputusan
dari orang mati

Padang, 2010





Tamak

ini tanah
tandus
walau airmata selalu tergenang
kugali-kututup-kugali
tak kutemui nikmat tuhan

ini tanah
tandus
tak lagi tertutup
dalamnya sampai ke aceh

ah belum seberapa
ini tanah milik tuhan
besok di tanahmu
juga akan kugali

Padang, 2010

Bukalah Bajumu

bukalah bajumu
lalu hutung bulir-bulir peluh
yang bergelinding pada bidang dadamu. dan
bertanyalah pada cermin: ini baju untuk siapa?

Padang, 2010





Tentang Riyon Fidwar
Lahir di Aceh Singkil, 28 Agustus 1990. Sekarang melanjutkan studi di Fakultas Sastra Universitas Andalas Padang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...