PUISI C H Yurma
Jejak
berjalanlah
tembus
kelambu waktu
satu
arah
meramu
tempat menuju
gerak susut
bayang
adalah
burung cahaya
yang
hilang diterkam gelap
masihkah
kita genggam
bisik
dedaun gugur
ketika
seruas cendawan getah
mengering
teringat
mautnya
ke tanah
teduh
maka
kupilih untuk henti
menghidu
jejak
yang
dulu berulang
lewat
tertutup
bayang tubuh
2008
Kalau Sempat
kalau sempat, bertandanglah ke dalam lamunku yang memendam
senyap
sebelum cahaya melepas bayang dan aku akan selalu mengenangmu
ketika gigil diterbangkan angin gelap dari bukit sungkai
menuju muara
memimpikan percintaan kapal bersama riak di benua entah
mari bercerita tentang riuh udara
terjerat lambai rumput pematang yang terhimpit harum padi
dan terpaksa ia menghirupnya
hingga sakit bersarang di pucuk takdir sejuntai akar
lalu sedapat mungkin kita petakan kembali sebentang tanah
tempat meneruka seladang harapan (tentang waktu, usia dan
nasib)
ketika matahari dan langit membias penuh ke dalam bola
matamu
yang masih ragu berselam pandang denganku
2008
Lepas Berpantul
di waktu mana
terakhir kalinya kau serakkan ingatan
tentang kekariban ketika aku
mulai berkata tentang kejujuran
jabatku lekat meski keluh mengalir pekat
sebab datang bertemu
begitu penuh tulus
menaut penggal-penggal catatan lusuh
mengutip perih hidup sebagai peta
jalan pulau tanpa nama
barangkali kau udara yang berkitar
mengagungkan diam di ruang lepas
tapi bagiku hidup
bukan sekedar paham pada jatuhnya hujan
sebab di sela yang tak basah
kemarau ketat mengintai
betah sudah aku jalan berhabis hari
mengantar langkah
yang terus saja terlempar ke kejauhan
hingga sepi tak lagi begitu berasa
ketika aku harus kembali
menghempas sepi ke tanah tepi
dan sepertinya
hidup memang buat sendiri
2008
Pesan dari Tanah Jauh
kau dengarkah
sayup tipis siul petang di kota lama
saat itulah pekat rinduku membuncah
semoga masih tetap kau bercerita
menjelang malam
lelap menghimpun ingin
ingatanku jatuh
tepat di bekas jejakmu
datanglah
segenap risau telah tumbuh dan aku
ingin kau yang menikamnya
hingga darah meradang di puncak ajal
datanglah
rindu seruang dadaku
hanya tinggal kenangan menghisap daging
sebab sepi di luar begitu enggan
bersekutu
lalu doakan saja aku
menjadi pesakitan tangguh
agar maut mengharum di tanah rantau
2008
Kecil
dan Luas
mulanya
kecil saja
lalu meluas
karena ramai haruslah lapang
ada yang pindah
dan jika rindu berdatangan
tinggal benih sepi merentangkan jarak
yang entah akan ditempuh entah tidak
yang mulanya telah luas
kembali mengecil
yang pindah dan terpisah
kembali bertemu di suatu tempat
dunia yang lain
ada yang bertemu
tapi hanya
suara yang terdengar
kata-kata yang dibaca
dan gambar-gambar mati
keramaian pun akhirnya
hanya ditemukan dalam kesendirian
ada yang tak sadar mengendaki jarak
sementara nasib hidup semakin senjangnya
2009
lalu meluas
karena ramai haruslah lapang
ada yang pindah
dan jika rindu berdatangan
tinggal benih sepi merentangkan jarak
yang entah akan ditempuh entah tidak
yang mulanya telah luas
kembali mengecil
yang pindah dan terpisah
kembali bertemu di suatu tempat
dunia yang lain
ada yang bertemu
tapi hanya
suara yang terdengar
kata-kata yang dibaca
dan gambar-gambar mati
keramaian pun akhirnya
hanya ditemukan dalam kesendirian
ada yang tak sadar mengendaki jarak
sementara nasib hidup semakin senjangnya
2009
kau tau
yang tak ada padaku dapat lengkap dengan ada kau
tapi kau lebih memilih menambah ada kau agar kau jadi lebih ada
kau tombak dadaku selagi tangan ini meneguhkan rentang
tapi pinta tak kunjung terbalas
maka tunggulah menang kau yang akan menghidupi menangnya aku
kau tombak dadaku sampai menembus punggung
sampai angin bebas menyelinap
tak terhadang
tapi kau lebih memilih menambah ada kau agar kau jadi lebih ada
kau tombak dadaku selagi tangan ini meneguhkan rentang
tapi pinta tak kunjung terbalas
maka tunggulah menang kau yang akan menghidupi menangnya aku
kau tombak dadaku sampai menembus punggung
sampai angin bebas menyelinap
tak terhadang
menghembus-dinginkan hati dan jantung
hingga aku mati rasa
hingga aku mati rasa
dalam mati rasa
aku halalkan yang haram
mengintai dan menjemput bathin kau dalam lalai
kau girang oleh kemenangan
aku menang karena kemenangan kau
aku halalkan yang haram
mengintai dan menjemput bathin kau dalam lalai
kau girang oleh kemenangan
aku menang karena kemenangan kau
2009
Malam Kita
malam kita
berpegang setentang jarak
temali rindu
sebelum senja
larut menciptakan lapuk
melalui musim dan embun
malam kita
telah polos
ditelanjangi gelisang pandang
tanpa ujung
bertahun-tahun
memang tak berasa benar
seperti siang berterus terang
pada kerahasiaan nasib kita
sendiri
kau dan aku
2010
malam kita
berpegang setentang jarak
temali rindu
sebelum senja
larut menciptakan lapuk
melalui musim dan embun
malam kita
telah polos
ditelanjangi gelisang pandang
tanpa ujung
bertahun-tahun
memang tak berasa benar
seperti siang berterus terang
pada kerahasiaan nasib kita
sendiri
kau dan aku
2010
TENTANG C. H. Yurma
C. H. Yurma. Lahir di Jambi, 23 April 1984. Kuliah di
Jurusan Sastra Daerah Minangkabau, Universitas Andalas Padang. Bergiat di Ranah
Teater dan Rumah Kreatif Kandangpadati Padang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar