Rabu, 16 Oktober 2013

PUISI C H Yurma


PUISI C H Yurma

Jejak
berjalanlah
tembus kelambu waktu
satu arah
meramu tempat menuju

gerak susut bayang
adalah burung cahaya
yang hilang diterkam gelap

masihkah kita genggam
bisik dedaun gugur
ketika seruas cendawan getah
mengering
teringat mautnya
ke tanah teduh

maka kupilih untuk henti
menghidu jejak
yang dulu berulang
lewat
tertutup bayang tubuh

2008


Kalau Sempat
kalau sempat, bertandanglah ke dalam lamunku yang memendam senyap
sebelum cahaya melepas bayang dan aku akan selalu mengenangmu
ketika gigil diterbangkan angin gelap dari bukit sungkai menuju muara
memimpikan percintaan kapal bersama riak di benua entah

mari bercerita tentang riuh udara
terjerat lambai rumput pematang yang terhimpit harum padi
dan terpaksa ia menghirupnya
hingga sakit bersarang di pucuk takdir sejuntai akar

lalu sedapat mungkin kita petakan kembali sebentang tanah
tempat meneruka seladang harapan (tentang waktu, usia dan nasib)
ketika matahari dan langit membias penuh ke dalam bola matamu
yang masih ragu berselam pandang denganku

2008


Lepas Berpantul
di waktu mana
terakhir kalinya kau serakkan ingatan
tentang kekariban ketika aku
mulai berkata tentang kejujuran

jabatku lekat meski keluh mengalir pekat
sebab datang bertemu
begitu penuh tulus
menaut penggal-penggal catatan lusuh
mengutip perih hidup sebagai peta
jalan pulau tanpa nama

barangkali kau udara yang berkitar
mengagungkan diam di ruang lepas
tapi bagiku hidup
bukan sekedar paham pada jatuhnya hujan
sebab di sela yang tak basah
kemarau ketat mengintai

betah sudah aku jalan berhabis hari
mengantar langkah
yang terus saja terlempar ke kejauhan
hingga sepi tak lagi begitu berasa
ketika aku harus kembali
menghempas sepi ke tanah tepi
dan sepertinya
hidup memang buat sendiri

2008

Pesan dari Tanah Jauh
kau dengarkah
sayup tipis siul petang di kota lama
saat itulah pekat rinduku membuncah
semoga masih tetap kau bercerita
menjelang malam
lelap menghimpun ingin

ingatanku jatuh
tepat di bekas jejakmu
datanglah
segenap risau telah tumbuh dan aku
ingin kau yang menikamnya
hingga darah meradang di puncak ajal

datanglah
rindu seruang dadaku
hanya tinggal kenangan menghisap daging
sebab sepi di luar begitu enggan bersekutu
lalu doakan saja aku
menjadi pesakitan tangguh
agar maut mengharum di tanah rantau

2008


Kecil dan Luas

mulanya kecil saja
lalu meluas
karena ramai haruslah lapang

ada yang pindah
dan jika rindu berdatangan
tinggal benih sepi merentangkan jarak
yang entah akan ditempuh entah tidak

yang mulanya telah luas
kembali mengecil
yang pindah dan terpisah
kembali bertemu di suatu tempat
dunia yang lain

ada yang bertemu
tapi hanya
suara yang terdengar
kata-kata yang dibaca
dan gambar-gambar mati

keramaian pun akhirnya
hanya ditemukan dalam kesendirian
ada yang tak sadar mengendaki jarak
sementara nasib hidup semakin senjangnya

2009



kau tau yang tak ada padaku dapat lengkap dengan ada kau
tapi kau lebih memilih menambah ada kau agar kau jadi lebih ada

kau tombak dadaku selagi tangan ini meneguhkan rentang
tapi pinta tak kunjung terbalas
maka tunggulah menang kau yang akan menghidupi menangnya aku

kau tombak dadaku sampai menembus punggung
sampai angin bebas menyelinap
tak terhadang
menghembus-dinginkan hati dan jantung
hingga aku mati rasa
dalam mati rasa
aku halalkan yang haram
mengintai dan menjemput bathin kau dalam lalai

kau girang oleh kemenangan
aku menang karena kemenangan kau

2009

Malam Kita

malam kita
berpegang setentang jarak
temali rindu

sebelum senja
larut menciptakan lapuk
melalui musim dan embun
malam kita
telah polos
ditelanjangi gelisang pandang
tanpa ujung

bertahun-tahun
memang tak berasa benar
seperti siang berterus terang
pada kerahasiaan nasib kita
sendiri

kau dan aku

2010

TENTANG C. H. Yurma
C. H. Yurma. Lahir di Jambi, 23 April 1984. Kuliah di Jurusan Sastra Daerah Minangkabau, Universitas Andalas Padang. Bergiat di Ranah Teater dan Rumah Kreatif Kandangpadati Padang.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...