OLEH Asril Muchtar
Pemerhati Seni Pertunjukan
dan Dosen ISI Padang Panjang
“Jalan Andami” karya Evadila(Foto AM) |
Minggu,
(26/12/2010) ada dua karya tari yang menjadi peristiwa budaya di Padang Panjang,
yakni; “Jalan Andami” karya Evadila dan “Aku dan Sekujur Manekin” karya Nike
Suryani. Kedua karya ini didedikasikan sebagai tugas akhir penciptaan tari
Program Pascasarjana ISI Padang Panjang dan sebagai pertunjukan penutup tahun
2010.
Evadila
mementaskan koreografinya di Gedung Jurusan Teater ISI, sedangkan Nike Suryani
di Auditorium ISI Padang Panjang.
Keduanya
mencoba membaca persoalan yang banyak dialami oleh para perempuan dalam kasus
dan suasana batin yang berbeda. Evadila mencoba menoleh ke masa silam dengan
menginterpretasi episode Kataluak Koto
Tanau dari kaba (cerita) Anggun Nan Tongga versi seni tutur sijobang.
Empat Bagian
Evadila
menyusun karyanya dalam bentuk drama tari atas empat bagian. Bagian pertama
menggambarkan Andami yang diperankan oleh Mairani Sriyan (Rani) sedang asyik
bermain-main dengan boneka kesayangannya. Rani yang nyaris menari sendirian
mampu menguasai ruang dengan baik, ekspresif, dan penuh dinamika. Meskipun ia
kadang-kadang bergabung dengan lima penari di sebelah sayap kanan pentas dan
dengan empat penari di sayap kiri pentas.
Ruang
operator lighting yang agak tinggi
disulap menjadi kamar tidur Anggun dan Gandoriah. Di ruangan ini gerak-gerak
lembut mengalir yang cenderung dilakukan bersamaan, kadang bersifat realis
sebagai gambaran adegan mesra dan harmonis antara Anggun dan Gandoriah. Suasana
romantika ini diperkuat pula dengan alunan melodi musik bermeter tiga yang
cenderung berayun yang digarap oleh Susandra Jaya, makin menambah romantik suasana.
Gondan
yang diperankan oleh Emri Mulia (Emri) keluar dari ruangan menuju pentas. Ia
menari “sendirian” dalam pakem gerak-gerak silat yang sangat kental. Emri yang
juga musisi ini mampu menguasai ruang pentas dengan baik. Pada bagian tertentu,
penari yang berada di sisi kiri dan kanan pentas melakukan gerak secara
bersamaan dengan Emri dan kemudian bergabung dengannya di ruangan pentas.
Bagian
berikutnya Andami Sutan dan Anggun menari berdua yang menggambarkan adegan
Anggun merayu Andami untuk mendapatkan bonekanya.
Tanpa
disadari Andami letih dan terlelap. Di saat itulah Anggun mengambil boneka
Andami dan membawanya ke hadapan Gandoriah. Andami merasa tertipu. Ia berteriak
memanggil “Angguuuun!” sebagai bentuk kekecewaannya. Bentuk kekesalan dan
kecewaan itu juga diungkapkan secara visual oleh Evadila melalui penari
kelompok dan Rani yang menggunakan galuak
(tempurung kelapa) yang diikatkan pada kaki, dan tangan penari. Mereka
menari sambil menghentak dan melemparkan galuak serta menyampakkan jerami yang
berfungsi sebagai setting.
Karya
yang berdurai sekitar 60 menit ini, diakhiri dengan suasana tragedi yang sangat
dramatis. Bagian ini diungkapkan Evadila, ketika setting kain putih turun dari plafon pentas, pelan-pelan menutupi
lima penari, kemudian mereka meninggalkan Rani sendirian. Bagian akhir ini
sangat ekspresif dan kuat sekali.
Catatan
positif yang pantas diberikan kepada Evadila adalah ia mampu mendaur ulang
cerita lama dalam ruang dan waktu sekarang. Evadila pun masih setia menggunakan
idom lokal Minang (silat, dan tari-tari tradisi) untuk materi geraknya.
Begitu
juga dengan musiknya dengan vokabuler utama musik tradisi sijobang, yang
memiliki melodi melankolik dan meter (sukatan) ganjil, khususnya meter tiga
sangat mendominasi dalam karya ini. Tari dan musik berpadu dengan serasi yang
diangkat dari akar yang sama dari tradisi sijobang. Selain itu, ruangan pentas
pertunjukan Gedung Teater Mursal Esten sengaja dibalikkan posisinya.
Namun
catatan penting perlu pula diberikan pada Evadila, “Andai saja ia menghadirkan
karya ini di hadapan rumah gadang sebagai
pentasnya, karya ini menjadi kuat sekali.” Begitu menurut Sumandiyo Hadi, pakar
tari dari ISI Yogyakarta. Jarak penonton yang dekat dengan ruang pertunjukan
dan kelompok penari sayap kiri dan kanan yang berjarak juga menjadi titik lemah
karya ini, karena terkesan tidak menyatu. Seolah-olah Evadila hanya memfokuskan
karya pada ruang central stage saja.
Kurang Maksimal
Berbeda
dengan karya Aku dan Sekujur Manekin
yang digarap oleh Nike Suryani. Nike Suryani mengusung sekelumit budaya urban
yang banyak melanda para perempuan muda, khususnya remaja dan dewasa muda yang
ingin tampil indah dan menawan. Bahkan lebih dari itu, ingin menjadi pusat
perhatian siapa saja, khususnya bagi lawan jenisnya.
Idol manekin, patung fiber yang
dibuat langsing, tinggi dan menjadi media pemajang berbagai busana di toko-toko
pakaian, mall, hingga supermall menjadi seolah-olah pembius bagi perempuan.
Para perempuan berfantasi ingin memiliki tubuh seindah manekin-manekin itu.
Nike
Suryani mengelaborasi fantasi para perempuan itu ke dalam berbagai suasana
seolah-olah hadir dalam dunia nyata. Ia membuat pentas pertunjukan menjadi dua
bagian. Pentas pertama prosenium yang diisi dengan pajangan dan boks pakaian
jadi beraneka model, sedangkan pentas kedua ruang penonton disulap menjadi “catwalk”
yang dilapisi dengan karpet abu-abu memanjang sepanjang ruangan gedung
auditorium Boestanoel Arifn Adam.
Sementara
di sisi kiri dan kanan “catwalk” diletakkan kursi yang dibungkus dengan kain
putih tempat duduk penonton, sehingga penonton bisa menyaksikan pertunjukan di
depan, tengah, dan belakang. Musik yang ditata oleh Sutaik ini berhulu pada
mainstream pop. Sementara di latar panggung melalui LCD video art ditayangkan
berbagai gambar animasi makin memperkuat suasana.
Nike
Suryani mengawali karyanya dengan
menghadirkan empat orang penari berbusana cerah dan meriah bergerak dari pentas
dengan gerak-gerak berbau erotik, kemudian
secara pelan-pelan menuju “catwalk” menjelajahi ruang “catwalk” dengan berbagai
ragam gerak yang cukup mempesona. Salah seorang di antaranya berperan sebagaimana
layaknya “penyanyi” tempat hiburan, meskipun dengan cara lips sing.
Sarah
berperan sebagai seorang perempuan bertubuh “gemuk” dan pendek, ingin memiliki
tubuh seperti manekin yang langsing dan tinggi. Sarah mengeksplorasi ruang
“catwalk” sembari mengusung manekin yang kadang diletakkan, direbahkan, dan
membongkar bagian tubuhnya.
Bagian
berikutnya Nike Suryani sengaja menghadirkan peragaan busana oleh tujuh orang “peragawati”
yang berlenggang lenggok di atas “catwalk”.
Setelah
itu, beberapa penari perempuan berbandan tambun, dengan tinggi bervariasi, tapi
masih di bawah standar pragawati, dari arah pentas berlenggang lenggok menuju
“catwalk”. Cara mereka berjalan di
“catwalk” belum pas, kadang-kadang terpleset, jatuh, tersandung, dan
sempoyongan sebagai counter gerak
yang diperagakan oleh “peragawati” sebelumnya. Para penari ini secara silih
berganti mengenakan pakai di ruang ganti, sembari berfantasi agar bisa seindah
penari manekin. Tapi tiba-tiba penari manekin ini bisa menertawakan para penari
tambun itu. Nike Suryani juga menghadirkan suasana nyata seperti discount
pakaian di mall hingga mencantumkan label persent discount.
Dari
aspek struktur dan dramatik yang disusun pada karya ini sangat jelas. Namun demikian,
ada satu sisi potensi penari yang sejatinya bisa dielaborasi lebih luas oleh Nike
Suryani, tapi itu tidak dilakukannya. Misalnya, penari-penari yang berperan
sebagai manekin yang bertubuh tinggi dan langsing dengan busana yang mewah itu,
bila digarap secara khusus pada kedua ruang pentas pertunjukan, mungkin koreografi
ini akan menjadi lebih menarik dan kuat. Bukankah ini karya tari? Fesyen memang
diperlukan, tapi tentu yang memiliki sentuhan estetika ranah tari. Sumadiyo
Hadi memberikan komentar, “andaikan Nike Suryani membuat “catwalk” lebih tinggi
atau sama tinggi dengan pentas prosenium, karya ini menjadi bagus, karena kita
bisa menikmati detail gerak dalam perspektif sama rata dengan pandangan, bukan
menonton seperti menukik”.
Padangpanjang,
28 Desember 2010
Since nine calories is located in 1 gram of fat, you will have to consume 44 to 66 grams every day to
BalasHapusthe average person. The range of medicines for kids
also may include medicines and accessories for infants and toddlers.
According to Ayurveda the obese persons tend to be more at risk of the next diseases.